The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by armansyah74395, 2022-10-04 07:15:03

Ebook Teknik Kultur Pakan Alami

Ebook Teknik Kultur Pakan Alami

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

TEKNIK KULTUR PRODUKSI FITOPLANKTON (CHLORELLA SP) DAN ZOOPLANKTON
ROTIFER (BRACHIONUS PLICATILIS)

SKALA MASSAL UNTUK PEMBENIHAN IKAN LAUT




Penyusun : Umar Rifai, S.Pi
Rajab Mahu, S.Pi
Malik
Kurratu Ayyuni, S.Pi
Ali Syahril Ode
Abdul Halim Souwakil
Muchamad Nurrochman

BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2019

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................2

2.1 Klasifikasi Chlorella sp ........................................................................3
2.2 Zooplankton Rotifer (Brachionus plicatilis).......................................8
BAB III METODE PELAKSANAAN.......................................................................14
3.1Sterilisasi Alat dan Bahan.................................................................14
3.2 Proses Pemberian Pupuk Skala Massal..........................................15
3.3 Tehnik Kultur.....................................................................................15
3.4 Panen..................................................................................................18
3.5 Tahapan Kultur Zooplankton Rotifer (Brachionus plicatilis).........22
3.6 Pengamatan dan Perhitungan Kepadatan Rotifer........................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................31

1

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dosis Pupuk Kultur Massal Fitoplankton.........................................15
Tabel 2. Dosis Penggunaan Ragi pada Produksi Massal Rotifer..................24

1

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Chorella sp.......................................................................................................3
Gambar 2 Kurva Pertumbuhan Mikroalga .....................................................................7
Gambar 3. Brachionus plicatilis ....................................................................................10
Gambar 4. Reproduksi Brachionus secara Seksual dan Parthenogenesis................11
Gambar 5. Clorine Test ...................................................................................................14
Gambar 6. Kultur Fitoplankton Skala Massal 2 Ton....................................................16
Gambar 7. Kultur Fitoplankton Skala Massal 20 ton...................................................16
Gambar 8. Penampang Haemocytometer....................................................................20
Gambar 9. Blok Haemocytometer.................................................................................20
Gambar 10. Pengamatan Fitoplankton Melalui Mikroskop.......................................21
Gambar 11.Grafik Pertumbuhan Fitoplankton (Chlorella sp)....................................21
Gambar 12. Kultur Zooplankton Rotifer Skala Semi Massal dengan Bak Fiber.......22
Gambar 13. Kegiatan Proses Panen Rotifer pada Kultur Semi Massal......................25
Gambar 14. Kegiatan Perhitungan Kepadatan Rotifer ...............................................25
Gambar 15. Kultur Zooplankton Rotifer Skala Massal................................................26
Gambar 17. Persiapan Kultur Zooplankton Rotifer Skala Massal .............................27
Gambar 18. Kegiatan Proses Panen Rotifer pada Kultur Massal...............................29
Gambar 19. Bak Penampungan Sementara Panen Rotifer pada Kultur Massal......30

1

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Fitoplanktonadalah alga yang berukuran sangat kecil atau biasa disebut alga

mikroskopik, karena hanya bisa terlihat selnya lewat bantuan mikroskop.
Fitoplankton mengandung klorofil sehingga dapat melakukan proses fotosintesis
dan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam rantai makanan pada suatu
perairan. .Fitoplankton merupakan organisme penting di laut karena menjadi
organisme dasar dalam penyusunan rantai makanan dalam suatu ekosistem.
Fitoplankton disebut juga sebagai “padang rumput di laut” atau produsen yang
menghasilkan makanan dari bahan anorganik (Webber dan Thurman 1991).

Chlorella sp memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama protein. Protein
mempunyai fungsi yang sangat penting bagi ikan yaitu sebagai sumber energi,
pertumbuhan dan mengganti jaringan tubuh yang rusak (Lewaru 2007). Chlorella
sp merupakan kompoten yang sangat penting dalam pertumbuhan larva ikan
pada fase awal pengenalan makanan, larva ikan membutuhkan protein relatif lebih
banyak karena larva ikan sedang dalam fase pertumbuhan yang cepat, selain
untuk pakan larva Chlorella sp juga berfungsi sebagai pakan untuk zooplankton
(rotifer).

Pertumbuhan Chlorella sp. yang dikultur sangat ditentukan oleh ketersediaan
nutrient (unsur hara) dan kondisi lingkungan (Sylfester et al. 2002). Faktor
pembatas dalam budidaya Chlorella sp. Nitrat dan fosfar. Beberapa manfaat
chlorella diantaranya, berkembangbiak dengan cepat pada kondisi tubuhnya,
mudah dalam membudidayakan, menghasilkan oksigen melalui fotosintesis dan
mengandung protein yang tinggi dengan komponen utama asam amino.
(Nakayama, 1992 dalam Arifin ,F 2012). Selain nutrient dan kondisi lingkungan
yang sesuai dengan Chlorella sp. Inoculum juga merupakan faktor yang sangat
tinggi didalam kultur chlorella sp. karena kultur tidak mugkin dilaksanakan tanpa
inoculum (Sapta et al, 2020).

Permasalahan ketersediaan pakan alami biasanya terjadi pada kegiatan
budidaya. Jumlah pakan alami sangat tergantung pada faktor manusia yang
memelihara, baik dari jumlah jenis maupun waktu pemberiannya.PH ytoplankton
merupakan dasar dalam mata rantai ekosistem perairan yang dapat dimanfaatkan
langsung sebagai pakan hidup untuk pakan organisme budidaya.

1

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fitoplankton Chlorella sp

2.1.1 Klasifikasi Chlorella sp

Klasifikasi Chlorella sp. menurut Merizawati (2008) adalah sebagai berikut:

Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorphyceae

Ordo : Chlorococcales

Famili : Oocystaceae

Genus : Chlorella

Spesies : Chlorella sp.

2.1.2 Morfologi Chlorella sp
Chlorella sp. merupakan jenis mikroalga yang memiliki kandung pigmen dan

klorofil untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Kata Chlorella berasal dari bahasa
latin yakni ”Chloros” yang memiliki arti hijau dan ”ella” yang memiliki arti kecil.
Chlorella sp. adalah pakan dasar biota yang ada di perairan termasuk ikan.
Chlorella sp. merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang
kaya akan gizi. Bentuk sel Chlorella sp. bulat atau bulat telur, merupakan alga
bersel tunggal (uniseluler) dan kadang-kadang bergerombol (Merizawati, 2008).
Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil dan dalam
jumlah yang besar selain itu juga mengandung karoten dan xantofil (Rostini, 2007).

Diameter sel Chlorella sp. berkisar antara 2−8 mikron. Dinding selnya keras
terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk
cawan. Chlorella sp. dapat bergerak (motil) tetapi sangat lambat sehingga pada
pengamatan seakan-akan tidak bergerak (non motil) (Merizawati, 2008).
Kelimpahan fitoplankton didefinisikan sebagai jumlah individu fitoplankton
persatuan volume. Fitoplankton merupakan tumbuhan yang paling banyak
ditemukan di perairan, tetapi karena ukurannya mikroskopis sehingga sulit dilihat
tanpa alat bantu penglihatan. Konsentrasinya bisa mencapai ribuan hingga jutaan
sel per liter air. Jumlah individu fitoplankton berlimpah pada lokasi tertentu,
sedangkan pada lokasi lain di perairan yang sama jumlahnya sedikit (Merizawati,
2008). Distribusi fitoplankton di perairan yang tidak homogen ini disebabkan oleh
arus, unsur hara, dan aktifitas pemangsaan (Merizawati, 2008). Adapun morfologi
Chlorella sp

2

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

Gambar 1. Chorella sp

2.1.3. Habitat Chlorella sp
Chlorella sp. mampu tumbuh dan berkembang pada semua tempat atau lingkungan

(kosmopolit), terkecuali pada tempat atau lingkungan yang sangat ektrim atau kritis untuk
kehidupan makhluk hidup. Mikroalga ini dapat hidup pada salinitas 0-35 ppt. Pada salinitas
10-20 ppt adalah salinitas optimum bagi pertumbuhan mikroalga ini. Chlorella sp. masih
mampu hidup pada suhu 40°C. Rentang suhu Chlorella sp. adalah diantara 25 –30°C yang
merupakan kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya. Chlorella sp. melakukan
reproduksi secara aseksual dengan cara membelah sel serta memisahkan autospora dari
sel induknya (Merizawati, 2008)

Chlorella dapat hidup dan tumbuh pada kondisi yang kurang cahaya atau bahkan tidak
terkena cahaya dengan cara mengambil bahan-bahan organik secara langsung dari media
tumbuhnya. Pada spesies Chlorella mampu tumbuh baik di air laut maupun air tawar (Shah
et al., 2003). Secara umum Chlorella adalah oraganisme air tawar, tapi beberapa spesies
dapat beradaptasi pada salinitas dan suhu yang memiliki rentang lebar dan bisa dikultur
dengan air laut yang telah diberi campuran pupuk (Shah et al., 2003).

3

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

21..4. Reproduksi Chlorella sp.
Chlorella sp. bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan autospora

yang merupakan bentuk miniatur dari sel induk. Tiap satu sel induk (parrent cell)
akan membelah menjadi 4, 8, atau 16 autospora yang kelak akan menjadi sel-sel
anak (daughter cell) dan melepaskan diri dari induknya (Bold dan Wynne, 1985
dalam Prabowo, 2009).

Chlorella sp berkembang biak secara vegetatif (aseksual) dan generative (seksual).
Kembangbiakan secara vegetatif diawali dengan spora. Setiap sel induk Chlorella
sp akan mengeluarkan zospora yang disebut aplanospora sebanyak 8 buah.
Terkadang perkembangbiakan relatif ini dilakukan dengan cara pembelahan.
Setiap satu sel induk membelah menjadi dua sel anak yang besarnya sama
(Siregar,1995).

2.1.5. Kandungan Nutrisi
Chlorella sp mempunyai kandungan nutrisi yang cukup baik, yaitu kandungan

lemak7,9% kandungan protein 46,2% karbohidrat sebesar 18,4% abu 17,5% dan
air 10% (Borowitska, 1988). Sedangkan menurut Thomas (1997) kandungan nutrisi
dalan Chlorella sp yang terdiri dari protein antara 25-40%/berat kering;
karbohidrat 20-45%/ berat kering dan asam lemak 8-10/berat.

4

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

2.1.6. Pupuk dan Nutrien

Pupuk bagi tanaman merupakan komponen yang sangat penting dalam

mendukung pertumbuhannya.tanaman memerlukan cahaya untuk

berfotosintesis, serta udara (C02,O2),air (H20), dan unsur-unsur hara untuk

tumbuh dengan baik. Fitoplankton merupakan jenis mikro alga yang berasal dari

tumbuhan, sehingga fitoplankton juga membutuhkan pupuk sebagai penunjang

pertumbuhannya. Fitoplankton mendapatkan nutrient dari air laut yang sudah

mengandung nutrient yang cukup lengkap namun konsentrasi mikro alga yang

dikultur secara umum lebih tinggi dari pada yang ada dialam, kultur dapat

mencapai optimum dengan mencampuri air laut dengan nutrient yang tidak

terkandum dalam air laut tersebut. Nutrient tersebut dapat dibagi menjadi

makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat. Dalam

kultur mikro alga ditambahkan nutrient antara lain nitrat, pospat, dan silikat untuk

memenuhi kurangnya kandungan nutrient pada air laut alami (Lavens dan

Sorgeloos,1996).

Makronutrien yang merupakan nitrat dan fosfat merupakan pupuk dasar yang

memengaruhi pertumbuhan plankton. Nitrat adalah sumber nutrigen yang

penting bagi fitoplankton baik diair maupun diair tawar. Bentuk kombinasi lain dari

nitrogen seperti ammonia, nitrit, dan senya organik dapat digunakan apabila

kekurangan nitrit. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa

vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12,B1 dan Biotin.

Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis (Taw, 1990).

Secara umum kandungan produk karbohidratdan lemak (Healey, 1973).

2.1.7. Kualitas Air

Secara umum pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh kondisi perairan

nutrisi menurut ningsi (2016) antar lain:

1.Derajat Keasaman (pH )

Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hydrogen.

Nilai pH dipengaruhi oleh aktifitas biologis misalnya fotosintesis dan respiresi

organisme serta keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Elfinurfajri, 2009).

Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut

berkisar antara 7,8-8,5. (Colman dan Gelh,1983) menyatakan bahwa aktifitas

fotosintesis akan turun maksimum 33% ketika pH turun pada 5,0.

2.Salinitas

Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan

fithoplankton. Beberapa fitoplankton dapat tumbuh pada kisatan salinitas yang

tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh pada kisaran salinitas yang

rendah.sanilitas fitoplankton berkisar antara 10-12°C. 5

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

3.Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan

fitoplankton. Suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika.
Peningkatan suhu dapat menurunkan kelarutan bahan dapat menyebabkan
peningkatkan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton diperairan suhu
berkisar antara 20-29 ppt.

4.Aerasi
Aerasi dalam kultur mikrolga digunakan untuk mengadukka medium-medium

kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya pengedapan sel, nutrient dapat tersebar sehingga mikroalga dalam
kultur mendapatkan nutrient yang sma, mencegah stratifikasi suhu, dan
mengngkatkan pertukaran gas dari udara ke medium (Taw,1996).

2.1.8.Pertumbuhan Fitoplankton
Adanya pertumbuhan dalam kultur fitoplankton ditandai dengan bertambahnya

jumlah sel fitoplankton dan bertambah besarnya ukuran sel (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Kepadatan sel dalam kultur digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan jenis fitoplankton tersebut Menurut Lavens dan Sorgeloos (1996)
dalam Ningsih (2016) pertumbuhan fitoplankton dibagi dalam beberapa fase yaitu:

1. Fase Lag
Dimulai setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur hingga beberapa

saat sesudahnya. Pada fase ini peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran
sel karena secara fisiologis fitoplankton menjadi sangat aktif. Proses sintesis
protein baru juga terjadi dalam fase ini. Metabolisme berjalan tetapi pembelahan
sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat karena fitoplankton
masih beradaptasi dengan lingkungan barunya.

2.Fase Logaritmik atau Eksponensial
Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang

meningkat secara intensif. Bila kondisi kultur optimum maka laju pertumbuhan
pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal dan pola laju pertumbuhan dapat
digambarkan dengan kurva logaritmik. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty
(1995), Chlorella sp. dapat mencapai fase ini dalam waktu 5-7 hari.

6

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

3 Fase berkurangnya pertumbuhan relatif
Pembelahan sel tetap terjadi pada fase ini, namun tidak seintensif pada fase

sebelumnya, sehingga laju pertumbuhan juga mengalami penurunan
dibandingkan fase sebelumnya karena nutrien, cahaya, pH, CO2 atau faktor kimia
dan fisika lain mulai membatasi pertumbuhan.

4. Fase Stasioner
Pada fase keempat faktor pembatas dan tingkat pertumbuhan seimbang. Laju

kematian fitoplankton relatif sama dengan laju pertumbuhannya sehingga
kepadatan fitoplankton pada fase ini relatif tetap (stasioner).

5. Fase Kematian
Pada fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrien habis hingga ke level

tidak sanggup menyokong kehidupan fitoplankton. Kepadatan sel menurun
dengan cepat karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi dari pada laju
pertumbuhannya hingga kultur berakhir.

Gambar 2 Kurva Pertumbuhan Mikroalga (Sumber :Pujiastuti, 2010)

Keberhasilan kultur mikroalga ditandai dengan pertumbuhan yang semakin
meningkat dari kepadatan fitoplankton, hal tersebut merupakan waktu generasi
pertumbuhan fitoplankton, sehingga dapat dikatakan waktu generasi merupakan
waktu yang diperlukan suatu fitoplankton untuk membelah dari satu sel menjadi
beberapa sel dalam pertumbuhan.

7

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

2.1.9. Teknik Kultur
Teknik kultur yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan

kesinambunagan kultur biasanya dilakukan secara bertingkat. Dimulai dari skala
kecil 250 ml ke skala 500 ml, ke skala 100 ml dan selanjutnya dikultur ke skala 100
liter yang diberi inokulan (bibit) 10 liter (0,1 bagian dari volume media yang akan
dikultur). Selanjutnya ke skala 1 ton dan diteruskan skala 5 – 10 ton.

Kultur massal menurut Cholik,F. Dkk. (1993) dapat dilakukan dua cara yaitu
sistem batch culture dan sistem pengenceran. Sistem bacth culture untuk
menghindari kontaminan. Kultur dimulai dengan inokulan stock dari laboratorium,
sedangkan sistem pengenceran yaitu dengan menambahkan air setelah panen
sebagian dan diberu pupuk.

2.2. Zooplankton Rotifer (Brachionus plicatilis)
Kegiatan aquakultur khususnya pembenihan ikan laut mutlak membutuhkan

suplai dan ketersediaan (stock) Fitoplankton dan Zooplankton yang cukup, baik
kualitas maupun kuantitas serta bisa tersedia secara kontinyu. Brachionus plicatilis
merupakan salah satu Rotifera yang paling banyak digunakan dalam pembenihan
ikan laut maupun krustacea.

Keunggulan Brachionus plicalitis sebagai pakan adalah ukurannya kecil (150-220
µm) dan berenang lambat sehingga mudah dimangsa oleh larva, waktu kultur yang
relatif singkat dan mempunyai laju reproduksi yang tinggi, berukuran kecil,
berenang lambat sehingga mudah dimangsa oleh larva, mudah dicerna, mudah
dikembangbiakkan, mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi serta dapat
diperkaya dengan asam lemak dan antibiotik (Padang dkk , 2017).

Untuk kultur Rotifer ini memerlukan pakan yang berupa fitoplankton. Jenis-jenis
fitoplankton yang dapat digunakan sebagai pakan rotifer adalah Chlorella,
Tetraselmis, Nannochloropsis, Dunaliella dan lain-lain. Chlorella merupakan salah
satu jenis fitoplankton yang paling banyak digunakan sebagai pakan rotifer. Selain
fitoplankton juga dapat menggunakan ragi roti sebagai pakan rotifer tersebut atau
dikombinasikan dengan fitoplankton (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

8

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

2.2.1. Taksonomi Rotifer

Brachionus termasuk dalam kelompok Rotifera, dan diklasifikasikan sebagai

berikut :

Phylum : Trochelminthis

Kelas : Rototoria/Rotifera

Ordo : Monogonata

Sub Ordo : Ploima

Familia : Brachionidae

Genus : Brachionus

Spesies : Brachionus plicatilis (Villeges, 1982 dalam Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995)

2.2.2. Morfologi Rotifer
Brachionus memiliki ukuran yang kecil yaitu 60 - 80 mikron, tetapi ada juga yang

sampai 300 mikron. Tubuh Brachionus terdiri dari sekitar 1000 sel yang
seharusnya tidak dianggap sebagai tanda-tanda tunggal, tetapi sebuah plasma
area. Pertumbuhan hewan ini diyakini sebagai peningkatan plasma dan bukan
pembelahan sel.

Epidermis mengandung lapisan padat yaitu protein keratin yang disebut lorika.
Bentuk lorika dan penampakan spina (tulang punggung), serta ornamen yang ada
membedakan antar spesies. Tubuh Brachionus dibedakan menjadi 3 bagian yaitu
kepala, tubuh, dan kaki. Bagian kepala terdapat organ untuk berputar atau korona
yang disebut cilia anular dan memiliki nama asli rotatoria. Bagian depan korona
dapat ditarik masuk dan dapat memutar sesuai gerakan air untuk mengambil
partikel makanan kecil (terutama alga dan detritus). Bagian tubuh terdiri dan
sistem pencemaan, sistem pengeluaran, dan

9

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

Gambar 3. Brachionus plicatilis (Sumber: Anonimous. 2009)

2.2.3. Habitat dan Sifat Rotifer
Brachionus di alam hidup di perairan telaga, sungai, rawa, maupun danau.

Tetapi jumlah yang terbanyak di air pavau. Brachionus terdapat melimpah pada
perairan yang kaya nannoplankton dan detritus.

Brachionus bersifat omnivor, jenis makanannya terdiri atas perifiton,
nannoplankton, detritus dan semua partikel organik yang sesuai dengan lebar
mulutnya. Makanan masuk ke dalam mulutnya dibantu oleh silia yang terletak di
sekitar mulut sebelah atas. Makanan dipecah oleh alat disebut trophy. Makanan
yang sudah dipecah masuk ke dalam lambung untuk dicerna.

2.2.4. Siklus Hidup Rotifer
Masa hidup Brachionus antara 3,4 - 4,4 hari pada 25°C. Umumnya larva menjadi

dewasa setelah 0,5 - 1,5 hari dan betina mulai menetaskan telur setiap 4 jam
sekali betina mampu menghasilkan 10 generasi keturunan sebelum mereka mati.
Lama hidup Brachionus betina lebih lama dibandingkan dengan Brachionus
jantan. Brachionus betina hidup selama 12 - 19 hari, sedangkan yang jantan
berkisar 3 - 6 hari.

10

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

Berikut ini adalah gambaran reproduksi seksual dan parthenogenetikal pada
Brachionus

Gambar 4. Reproduksi Brachionus secara Seksual dan Parthenogenesis

Terdapat dua tipe Brachionus betina, yaitu tipe amiktik dan miktik. Satu tipe
betina dapat menghasilkan sate tipe telur, yaitu telur amiktik atau miktik. Betina
amiktik ialah betina yang menghasilkan telur dan melakukan pembelahan meiosis.
Telur amiktik apabila tidak dibuahi menghasilkan telur yang ukurannya kecil.
Apabila telur dibuahi, menghasilkan telur yang ukurannya besar yang disebut telur
dorman, dengan kulit tebal dan akan berkembang menjadi betina yang bersifat
amiktik. Generasi selanjutnya dapat bersifat amiktik atau miktik.Sedangkan betina
miktik adalah betina yang menghasilkan telur secara parthenogenesis.

2.2.5. Persyaratan Lingkungan Rotifer
Beberapa persyaratan lingkungan yang diperlukan Rotifera, antara lain suhu

media tidak terlalu tinggi, yang baik sedikit di bawah suhu optimum. Suhu
optimum untuk Rotifera Brachionus sp. adalah 25oC, walaupun dapat hidup pada
suhu 15–31oC. Selanjutnya pH air di atas 6,6 di alam, namun pada kondisi
budidaya biasanya 7,5; ammonia harus lebih kecil dari 1 ppm; oksigen terlarut
>1,2 ppm.

a. Salinitas
Meskipun Brachionus plicatilis dapat bertahan pada jangkauan salinitas yang

luas yaitu dari 1-97 ppt, reproduksi optimal hanya dapat dilakukan di bawah
salinitas 35 ppt. Jika rotifera hendak dijadikan makanan bagi predator yang hidup
pada salinitas berbeda (± 5 ppt), rotifera dapat diadaptasikan pada salinitas yang
sangat berbeda yang mungkin akan menghambat aktifitas renang rotifera atau
dapat menyebabkan kematian.

11

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

b.Temperatur B IAI B

Suhu optimal bagi budidaya rotifera didasarkan pada morfotipe rotifera yaitu

tipe-L yang dapat beradaptasi pada suhu rendah dibanding tipe-S. Pada umumnya

peningkatan suhu hingga batas optimal akan meningkatkan aktititas untuk

reproduktif dan di bawah suhu optimal akan menyebabkan penurunan populasi

secara perlahan.

c. DO/ Oksigen Terlarut
Brachionus dapat bertahan hidup pada air yang mengandung sekurang

kurangnya 2 mg/L oksigen terlarut. Oksigen terlarut pada budidaya tergantung
pada suhu, salinitas, kepadatan Brachionus, dan tipe makanan. Aerasi
seharussnya tidak begitu kuat untuk menghindari kerusakan fisik opulasi.

d. pH
Brachionus hidup pada pH 6,6, meskipun lingkungan alami mereka di bawah

kondisi budidaya memberikan hasil yang baik yakni di atas pH 7,5.

e. Amonia (NH3)
Rasio NH3 / NH4+ dipengaruhi oleh temperatur dan pH air. Tingginya

tingkatamonia yang tidak terionisasi bersifat racun bagi Brachionus, tetapi kondisi
NH3di bawah 1 mg / L aman bagi Brachionus.

f. Kompetitor
Ciliata (Halotrica dan Hypotrica) seperti Uronenta sp. dan Euplotes sp. Tidak

diharapkan dalam budidaya intensif karena mereka menjadi pesaing Brachionus
dalam memperoleh makanan. Ciliata umumnya muncul pada kondisi sub optimal
dan berkembang untuk bersaing dengan Brachionus. Ciliata menghasilkan sisa
metabolisme yang akan meningkatkan NO2- di perairan dan menyebabkan
penurunan pH. Langkah pencegahan Ciliata sebelum memulai usaha budidaya
adalah dengan penambahan formalin dengan konsentrasi 20 mg/L, 24 jam
sebelum inokulasi Brachionus. Penyaringan dan pembersihan Brachionus
menggunakan penyaring plankton (< 50 mm) dapat menurunkan jumlah Ciliata.

g. Bakteri

Pseudomonas dan Acinetobacter merupakan bakteri menguntungkan

yangdapat dijadikan somber makanan tambahan penting bagi Brachionus.

Beberapa spesies Pseudomonas berperan dalam sintesis vitamin B12 yang

merupakan faktor pembatas dalam budidaya Brachionus. Meskipun beberapa

bakteri tidakbersifat patogen bagi rotifera, 12

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
II

seharusnya dapat dihindarkan sejak awal akumulasi karena transfer melalui rantai
makanan dapat mengganggu predator (larva ikan).

2.2.6. Pakan Rotifer
Budidaya zooplankton, dalam hal ini Rotifera, merupakan pakan awal larva Ikan.

Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp
terlebih dahulu, apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan
tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat
dilakukan. Atau sebagian Chlorella sp. dipanen dan dipindahkan ke wadah
budidaya Rotifera. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberi pakan
berupa ragi roti pada Rotifera

Berdasarkan penelitian–penelitian yang sudah dilakukan, ternyata Rotifera yang
diberi pakan ragi roti dapat menghasilkan populasi sepuluh kali dibandingkan
dengan yang diberi fitoplankton. Kedua cara budidaya di atas dapat dilakukan,
sebab Rotifera termasuk zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu cara
makannya dengan menyaring partikel makanan dari media tempat hidupnya.

13

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

METODE PELAKSANAAN

3.1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sebelum melakukan kegiatan kultur Chlorella sp. Harus memperhatikan sterilisasi

alat dan bahan yang akan digunakan. Wadah kultur yang akan digunakan pada
skala massal menggunakan filter dengan kapasitas 2 ton, dan bak beton dengan
kapasitas 25 ton. Sebelum menggunakan wadah kulturtersebut harus disterilkan
terlebih dahulu dengan menggunaka kaporit yang bertujuan untuk mencuci
sekaligus membunuh hama dan bakteri. Kemudian wadah tersebut dicuci dengan
sikat dan dibilas menggunakan air steril.

Setelah wadah kutur sudah bersih kemudian dilanjutkan dengan pengisian air
dengan air sreril, air laut yang masuk kedalam wadah harus di saring mengunakan
filter bag agar dapat menyaring kotoran yang terbawah oleh air.

Setelah air dimasukkan kedalam wadah kultur, air tersebut didiamkan selama
satu hari kemudian dilakukan pengujian terhadap air tersebut menggunakan
clorine test, jika air tersebut berwarna kuning, maka air tersebut masing
mengandung kaporite dan air tersebut belum bisa digunakan untuk kultur
fitoplankton. Jika air tersebut tidak mengalami perubahan warna, maka air
tersebut sudah benar-benar bisa digunakan untuk kultur fitoplankton.

Gambar 5. Clorine Test

14

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

3.2. Proses Pemberian Pupuk Skala Massal
Fitoplankton membutuhkan pupuk untuk membantu proses

pertumbuhannya,pupuk yang digunakan dalam kultur Chlorella sp pada skala
massal adalah gabungan antar pupuk teknis yang terdiri atas KNO3, NH2PO4,
FeCL, EDTA. Dan pupuk pertanian yang terdiri dari UREA, ZA, SP36, dan vitamin
B12. Pupuk tersebut ditimbang satu persatu sesuai dengan dosisnya dan
dimasukkan kedalam ember dan dicampur dengan air tawar steril. Kemudian
diaduk sampai semua bahan larut dan disaring agar pupuk tersebut tidak
berampas, setelah itu pupuk siap digunakan.

Tabel 1. Dosis Pupuk Kultur Massal Fitoplankton

3.3. Tehnik Kultur
Teknik kultur yang dilakukan untuk menjaga kelansungan hidup dan

kesinambungan kultur biasanya dilakukan secara bertingkat. Dimulai dari skala
kecil 500 ml ke 250 ml, ke skala 100 ml, dan selanjutnya ke skala 100 liter yang
diberi inoculum (bibit) 10 liter (0,1 bagian dari volume media yang akan dikultur),
selanjutnya ke skala 1 ton dan diteruskan skala 5-10 ton.

Kultur massal menurut Cholik, F. Dkk. (1993), dapat dilakukan dua cara yaitu
batch culture dan system pengenceran. System batch culture untuk menghindari
kontaminasi. Kutur dimulai dengan inoculum stock dari laboraturium, sedangkan
system pengenceran yaitu dengan menambahkan air setelah panen sebagian dan
diberi pupuk.

15

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Dalam kehidupan kultur fitoplanktin skala massal ini terdapat dua bagian yaitu;
1.Teknik kultur fitoplankton bak fiber

Yaitu teknik kultur fitoplankton skala massal yang berkapasitas 2 ton dan wadah
kulturnya terbuat dari fiber.

Gambar 6. Kultur Fitoplankton Skala Massal 2 Ton

2.Teknik kultur fitoplankton bak beton
Yaitu teknik kultur fitoplankton skala massal yang berkapasitas 20 ton dan

wadah kulturnya terbuat dari beton.

Gambar 7. Kultur Fitoplankton Skala Massal 20 ton 16

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Adapun cara kerja yang sesuai dengan prosedur kerja dalam kegiatan kultur
fitoplankton skala massal bak fiber (2 ton) dan bak beton (20 ton) selama masa
pemeliharaan yaitu sebagai berikut;

1.Persiapkan semua peralatan dan bahan akan dibutuhkan pada saat
melaksakan pemeliharaan dan kultur massal fitoplankton.

2.Proses sterilisasi wadah bak fiber dan bak beton serta dibilas dengan air steril
sampai pastikan steril sampai pastikan bersih dan siap digunakan.

3.Masukan bibit fitoplankton kedalam bak fiber volume 2 ton sebanyak 500 liter
atau di sesuaikan dengan ketersediaan bibit fitoplankton.

4.Masukan air laut steril sebanyak 500 liter ke dalam wadah tersebut sehingga
tahap awal kultur volume 1 ton disesuaikan dengan kepadatan.

5.Timbang pupuk massal 10 ton sesuai formulasi dosis yang sudah ada setelah
itu dicampur dengan 10 liter air tawar steril.

6.Fitoplankton berumur satu hari (D1) ditambahkan air laut steril lagi secara
bertingkat dan tambah pupuk 1 liter sampai volume 2 ton pada umur hari ke
empat (D4) fitoplankon akan dipanen dan ditransfer ke bak beton untuk
dikultur kembali.

17

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

3.4. Panen
Pertumbuhan fitoplankton bisa terbilang sangat cepat karena sejak hari pertama

kultur sampai waktu panen hanya membutuhkan empat-lima hari fitoplankton
sudah bisa di panen dan juga bisa dijadikan bibit untuk dikultur kembali.

Adapun teknik kultur ditoplankton dan mulai hari pertama (D1) sampai dengan
masa panen (D4) sebagai berikut;

Pada hari pertama (D1) pengambilan bibit secukupnya kemudian dialirkan
secara langsung dengan menggunakan pompa celup. Selanjutnya di
tambahkan antara gabungan pupuk teknis yang terdiri atas
KNO3,NH2PO4,EDTA,dan pupuk pertanian yang terdiri dari UREA,ZA,TSP, dan
vitamin B12 komersial.
Pada hari kedua (D2), dilakukannya penambahan air secara bertingkat diberi
(D2) sesuaikan dengan kepadatan fitoplankton.
Pada hari ke tiga (D3), masih dilakukannya proses penambahan air secara
bertingkat yang disesuaikan dengan kepadatan fitoplankton.
Pada hari ke empat (D4), Fitoplankton yang diukur sudah siap dipanen proses
pemanenan dilakukan dengan menggunakan pompa air yang di alirkan dari
wadah kultur awal ke wadah kultur yang baru sebagai bibit atau fitoplankton
tersebut bisa di jadikan pakan bagi rotifer dan water green bagi larva.
Cara permanenan fitoplankton pada teknik kultur fitoplankton di PBBL. Ambon
bisa di bilang sudah sangat modern karna proses panennya tidak lagi secara
manual namun sudah menggunakan tenaga pompa listrik

18

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

3.5 Pengamatan Pertumbuhan
Pertumbuhan chlorella sp. Dapat di tandai dengan bertambah banyak jumlah

sel. Kepadatan sel yang digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan
chlorella sp. Dalam kultur (Isnansetyo dan Kuniastuty 1995).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengamatan pertumbuhan sel
Chlorella sp. Yaitu:
Metode pengambilan sampel

Pengamatan pertumbuhan chlorella sp. Dilakukan dengan cara menghitung
jumlah kepadatan chlorella sp.pada sampel yang di mana sampel di peroleh
dengan cara :

Sampel chlorella sp. diambil dengan menggunakan botol sampel sebanyak 20
ml.
Haemocytometer di bersihkan dengan kertas tisu.
Dengan menggunakan pipet tetes sampel di ambil dan diteteskan pada bagian
parit yang melintang hingga penuh, dilakukan dengan hati-hati hingga tidak
terjadi gelembung udara pada gelas penutup.
Haemocytometer di amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x atau
400x lalu cari bidang yang berbentuk kotak-kotak .
Menghitung kepadatan di ulangi 3 kali pengulangan sampai jumlah sel relatif
stabil atau jumlah selnya tidak berbeda nyata.
Hasil perhitungan di buat dalam bentuk tabel.

19

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

g

Gambar 8. Penampang Haemocytometer

Haemocytometer terdiri dari beberapa blok dengan sisi:

Panjang =1 mm

Lebar = 1 mm

Tinggi =0,1 mm

Volume yang tertampung setiap blok (1 mm2) dengan atas di tutup dengan

cover glass 0.1 mm x 1 mm x 1 mm = 0,1 mm3

Gambar 9. Blok Haemocytometer 20

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Menghitung kepadatan sel chlorella sp. dengan menggunakan haemocytometer
dengan rumus: jumlah N x 25 x 104 sel/ml. Dengan mencari bidang kotak-kotak
dan menghitung kepadatan sel (N) dengan pengulangan 3-5 kali sampai
didapatkan nilai rata-ratanya.

Gambar 10. Pengamatan Fitoplankton Melalui Mikroskop

Selama kegiatan pengamatan ini dilakukan setiap hari khususnya kepadatan
fitoplankton. Berdasarkan hasil monitoring kegiatan yang telah dilaksanakan maka
di peroleh data sebagai berikut

Gambar 11.Grafik Pertumbuhan Fitoplankton 21
(Chlorella sp) selama Pemeliharaan

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Dari gambar grafik diatas dapat dilihat laju pertumbuhan kepadatan fitoplankton
(Chlorella sp) tertinggi berada pada hari ke empat (D4) pada bak A dan bak C dan
hari ke enam (D6) pada bak B dan hari selanjutnya terjadi penurunan kepadatan.
Sedangkan terendah pada hari pertama (D0), karena (D0) merupakan hari
pertama kultur.

3.6. Tahapan Kultur Zooplankton Rotifer (Brachionus plicatilis)
Berikut ini tahapan kultur zooplankton rotifer (Brachionus plicatilis) di BPBL

Ambon adalah sebagai berikut :

3.6.1. Kultur Semi Massal
Kultur semi massal fitoplankton merupakan salah satu tahapan yang sangat
penting dalam kulturrotifer. Tahapan ini untuk memepersiapkan bibit ke kultur
massal.Ada beberapa yang harus diperhatikan dalam kultur semi massal ini antara
lain :
1.Wadah kultur yang digunakan sebaiknya dari fiber dengan volume minimal

100 liter maksimal 5000 liter.
2.Penebaran bibit awal rotifer harus minimal 100 individu/ml untuk peningkatan

kepadatan rotifer dapat lebih cepat.
3.Air laut yang digunakan harus diperhatikan kualitas airnya khususnya

salinitasnya dimana salinitas air laut harus disesuikan dengan salinitas air laut
di kultur pada skala massalnya.

Gambar 12. Kultur Zooplankton Rotifer Skala Semi Massal 22
dengan Bak Fiber

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Tahap Persiapan
Tahap persiapan dengan melakukan sebagai berikut :

1.Sterilisasi pada wadah dan peralatan yang akan digunakan.
2.Wadah bak fiber dibersihkan dengan menggunakan air tawar yang

ditambahkan dengan sabun cair atau kaporit.
3.Air laut yang akan digunakan disaring dengan menggunakan filter bag dan

disterilkan terlebih dahulu pada wadah tertentu menggunakan clorin 10 ppm
atau kaporit 15-20 ppm. Setelah netral baru biasa digunakan sebagai media
kultur. Selanjutnya dilakukan pengadukan/pengudaraan selama 1-2 hari atau
sampai netral, kemudian diendapkan dengan menghentikan pengudaraannya.
Clorin test dapat digunakan untuk mengetahui kenetralan air laut.

Tahap Kultur
Tahap selanjutnya adalah tahapan kultur Zooplankton Rotifer skala semi massal
1.Air lautyang telah disterilkan dan sudah dalam kondisi netral selajutnya
dimasukkan kedalam bak fiber yang telah di bersihkan .
2.Selanjutnya memasukkan fitoplankton (Chlorella) dengan kepadatan 1 – 2x
108 sel/ml.
3.Memberikan aerasi untuk menjaga kebutuhan oksigen rotifer dalam bak.
4.Memasukkan bibit rotifer dari kultur laboratoriun dengan kepadatan minimal
100 individu/ml.
5.Pemberian pakan tambahan berupa ragi roti dengan dosis 0,3 gram/1 juta
individu diberikan 2 kali sehari.
6.Penambahan pengkayaan dengan Scoot Emulsion dan Extra Joss dengan dosis
0,1 gram/1 juta individu diberikan 2 kali sehari.
7.Melakukan pergantian air 20% – 70% dari volume kultur setiap hari.

23

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Tabel 2. Dosis Penggunaan Ragi pada Produksi Massal Rotifer

Tahap Panen
Tahap selanjutnya adalah tahapan panen rotifer skala semi massal
1.Panen rotifer dapat dilakukan setelah berumur 3-4 hari.
2.Panen rotifer menggunakan saringan plankton net 40 – 50 µm yang dialirkan
melalui selang spiral 1” – 2 “.
3.Untuk memudahkan panen dapat menggunakan pompa kecil.
4.Untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi kontaminasi rotifer dari
kopepod hasil panen, maka dapat disaring dengan menggunakan saringan
plankton net ukuran 200 – 250 µm.

24

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Gambar 13. Kegiatan Proses Panen Rotifer pada Kultur Semi Massal

Pengamatan dan Perhitungan Kepadatan Rotifer
1.Sebaiknya secara rutin dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk
memastikan kondisi rotifer seperti pertumbuhan, menghitung kepadatan dan
adanya kemungkinan kontaminasi dengan mikroorganisme lainnya.
2.Perhitungan kepadatan rotifer dapat menggunakan alat bantu sedgwich rafter
sel dan hand counter, dapat juga menghitung rotifer secara manual dengan
menggunakan lup pembesar dan pipet 1 ml.

Gambar 14. Kegiatan Perhitungan Kepadatan Rotifer dengan Lup dan Pipet 1 ml

25

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

3.6.2. Kultur Massal
Kultur massal zooplankton merupakan tahapan terakhir dari kegiatan kultur

zooplankton ini. Kuantitas dan kualitas zooplankton yang dihasilkan sangat
bergantung dari bagaimana menjaga bibit yang digunakan memiliki kepadatan
yang tinggi dan tidak terjadi kontaminasi. Ada beberapa yang harus diperhatikan
dalam kultur massal zooplankton ini antara lain :

1.Wadah kultur yang digunakan sebaiknya dari beton dengan kapasitas volume
kultur minimal 10 m3 atau disesuikan dengan kebutuhan suatu unit
pembenihan.

2.Tinggi bak sebaiknya maksimal 1meter untuk mempermudah penetrasi cahaya
ke bak kultur.

3.Sebaiknya system aerasi dari atas untuk memudahkan pengontrolan
penggunaannya dan mengurangi terjadinya pengadukan dasar bak.

Gambar 15. Kultur Zooplankton Rotifer Skala Massal dengan Bak Beton

26

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Tahap Persiapan
Tahap persiapan dengan melakukan sebagai berikut :

1.Sterilisasi pada wadah dan peralatan yang akan digunakan.
2.Wadah bak dibersihkan dengan menggunakan kaporit 100 ppm kemudian

dibilas dengan air tawar atau air laut.
3.Air laut yang akan digunakan disaring dengan menggunakan filter bag dan

disterilkanterlebih dahulu dengan clorine 10 ppm atau kaporit 15-20 ppm,
tekniknya sama pada persiapan air laut kultur semi massal. Setelah netral baru
biasa digunakan sebagai media kultur.

Gambar 17. Persiapan Kultur Zooplankton Rotifer Skala
Massal pada Bak Beton

27

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Tahap Kultur
Tahap selanjutnya adalah tahapan kultur Zooplankton Rotifer skala massal

yaitu :
1.Air lautyang telah disterilkan dan sudah dalam kondisi netral selajutnya
dimasukkan kedalam bak fiber yang telah di bersihkan .
2.Selanjutnya memasukkan fitoplankton (Chlorella) dengan kepadatan 1 – 2 x
108 sel/ml.
3.Memberikan aerasi untuk menjaga kebutuhan oksigen rotifer dalam bak.
4.Memasukkan bibit rotifer dari kultur semi massal dengan kepadatan minimal
50 individu/ml.
5.Pemberian pakan tambahan berupa ragi roti dengan dosis 0,3 gram/1 juta
individu diberikan 2 kali sehari.
6.Penambahan pengkayaan dengan Scoot Emulsion dan Extra Joss dengan dosis
0,1 gram/1 juta individu diberikan 2 kali sehari.
7.Melakukan pergantian air 20% – 70% dari volume kultur setiap hari

Tahap Panen
Tahap selanjutnya adalah tahapan panen rotifer skala massal yaitu

1.Panen rotifer dapat dilakukan setelah berumur 3-4 hari.
2.Panen rotifer menggunakan saringan plankton net ukuran 40 – 50 µm yang

dialirkan melalui selang spiral 1” – 2 “.
3.Untuk memudahkan panen dapat menggunakan pompa kecil.
4.Panen dapat dilakukan dengan metode bertahap dengan panen 30%-50% dari

volume bak kultur dan selanjutnya ditambahkan kembali air steril dan
fitoplankton sampai ke volume sebelumnya atau 20 m3/tonserta
menambahkan pakan ragi roti, scoot emulsion dan extra joss sesui dengan
dosis.

28

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

5. Panen juga dapat dilakukan dengan sekaligus seluruh isi bak dengan melihat
kondisi bak kultur seperti kondisi kepadatan rotifer sudah menurun,
kontaminasi Kopepod yang sudah banyak dan lumut yang tumbuh pada dasar
serta dinding bak. Bak kembali dibersihkan dan disterilkan seperti dari awal
tahapan persiapan bak, untuk digunakan kembali.

6. Hasil panen dapat ditampung dalam bak penampungan sementara.
Untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi kontaminasi rotifer dari kopepod
hasil panen, maka dapat disaring dengan menggunakan saringan plankton net
ukuran 200 – 250 µm

Gambar 18. Kegiatan Proses Panen Rotifer pada Kultur Massal

Pengamatan dan Perhitungan Kepadatan Rotifer
1.Sebaiknya secara rutin dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk
memastikan kondisi rotifer seperti pertumbuhan, menghitung kepadatan dan
adanya kemungkinan kontaminasi dengan mikroorganisme lainnya.
2.Perhitungan kepadatan rotifer dapat menggunakan alat bantu sedgwich rafter
sel dan hand counter, dapat juga menghitung rotifer secara manual dengan
menggunakan lup pembesar dan pipet 1 ml.

29

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

BAB
III

Gambar 19. Bak Penampungan Sementara Panen Rotifer pada
Kultur Massal

30

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

DAFTAR PUSAKA

BBL Lampung, 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut
Lampung. Departemen Kelautan dan Perikanan. Dirjen Perikanan
Budidaya.

Chilmawati, D. dan Suminto. 2008. Penggunaan Media Kultur yang Berbeda
terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Fakultas Perikanan dan kelautan.
Universitas Diponegoro Jurnal Saintek Perikanan. 4 (1) : 42-49

Isnansetyo A. dan Kurniastuty. 1995, Teknik Kultur Phytoplankton Zooplankton
Pakan Alam untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Sapta Aim, Rusyani E, Erawati L.2002. Budidaya Fitoplankton Skala Labolatorium.
Budidaya Fitoplankton & Zooplankton 10:49-56

Sylvester B, Nelvy D, Sudjiharno.2002. Persyaratan Budidaya Fitoplankton.
Budidaya Fitoplankton & Zooplankton 10:24-36

Taw, N.D.R. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.
Proyek Pengembangan Budidaya Udang: United Nations Development
Programme Food and Agriculture Organization of the United Nation, US,
32 hlm. (Diterjemahkan oleh: Budiono Martosudarmo dan Indah
Wulani).

Tomas,Carmelo R. 1997. Identifying Marine Phytoplankton. Academic Press.USA

Cholik, F. DKK. 1993. Teknologi Pembenihan Ikan Bandeng. Departemen Pertanian
Badan Penelitia dan Pengembangan Pertanian Sub Balai Penelitian
Budidaya Pantai. Gondol.

Colman B, Ghel KA. 1983. Effect of External pH on the Internal pH of Chlorella
SaccaropH ila. J Plant PH siol 77 (4) : 917-921

Healey F. P. (1973), Inorganic nutrient uptake and deficiency in algae, CRC Critical
Review in Microbiology, 69-113

Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual and the Production and Use of Live
Food For Alquacuture. FAO Fhisheries Technical Paper. No.301 295 p
31

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI

Mudjiman, A., 1991. Makanan Ikan. Penerbit Swadaya, Jakarta

Nakayama,R. 1922. ScientificReportson Chlorella in Japan. Silpaque publishing,Inc.
Kyoto.Japan

Anonimous. 2009. Penggunaan dan Teknik Produksi Pakan Alami : Rotifera. Materi
Kuliah Alih Jenjang D4 Bidang Studi Akuakultur. 53 Hal.

Arifin, F. 2012. Uji Kemampuan Chlorella sp. Sebagai Bioremidiator Limbah Cair
Tahu. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Borowitzka, M. A. and Brorwitzka L. J., 1988. Micro-Algal Biotechnology. Univercity
Press. Great Britain.

Cetranusa Insang Cemerlang, 2001. Buku Panduan Produk Plant Catalyst 2006.
CNI. Jakarta.

Cotteau P. 1996.Microalgae. In: Manual on Production and Use of Live Food for
Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Roma: Sorgeloos Edition.

Djariah. A, 1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta

Fiyanih, E. 2000. Budidaya Brachionus. Materi Kuliah. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta. http://www.academia.edu. (8 Maret 2019).

Fulks, W. And Keven L. Main..1991. Rotifer and Microalgae Culture Systems.
Proceeding of USAsia Workshop. Honolulu, Hawaii: The Oceanic
Institute,:1-364.

Iksan, Junaidi, M. Dan Mukhlis, A. 2015. Pengaruh Pemeberian Ragi Roti dengan
Dosis yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Populasi Brachionus
plicatilis. Jurnal Biologi Tropis. Program Studi Budidaya Perairan.
Universitas Mataram. Volume 15 (2):125-134.

Konkeo, H. 1991. An Overvie of Live Feeds Production System Design In Thailand
(Rotifer an Microalgae Culture Systems). Proceedings of a U.S.- Asia
Workshop. Honolulu.Hi. Page 25-35.

32

TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI


Click to View FlipBook Version