The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku ini merupakan pedoman bagi Kepala KPPN untuk menjalankan tugas, fungsi, peran dan kewenangannya dalam pelaksanaan berbagai kebijakan pengelolaan Keuangan Negara di wilayahnya.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Pedoman Kepala KPPN, 2022-08-04 22:43:05

PEDOMAN KEPALA KPPN REPRESENTASI KEMENKEU DI DAERAH

Buku ini merupakan pedoman bagi Kepala KPPN untuk menjalankan tugas, fungsi, peran dan kewenangannya dalam pelaksanaan berbagai kebijakan pengelolaan Keuangan Negara di wilayahnya.

PEDOMAN

KEPALA KPPN

BUKU PEDOMAN KEPALA KPPN:
REPRESENTASI KEMENKEU DI DAERAH

1. Keuangan Negara
1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara

Penyelenggaraan pemerintah negara untuk mewujudkan tujuan
bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, sehingga lahir Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara sebagai aturan turunan dari Pasal 23 C
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Adapun ruang
lingkup keuangan negara meliputi:
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan

mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan

umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak
ketiga;
c. Penerimaan Negara, adalah uang yg masuk ke kas negara;
d. Pengeluaran Negara, adalah uang yang keluar dari kas negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau
oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang,
serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau
kepentingan umum;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan
fasilitas yang diberikan pemerintah

1.2 Bidang Pengelolaan Keuangan Negara
Bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan

menjadi tiga subbidang, yakni:
a. Subbidang Pengelolaan Fiskal

1) Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal
2) Fungsi penganggaran

3) Fungsi administrasi kepabeanan
4) Fungsi perbendaharaan
5) Fungsi pengawasan keuangan
b. Subbidang Pengelolaan Moneter
Pengelolaan moneter dilakukan oleh Bank Sentral yakni terkait
mencapai kestabilan nilai rupiah, menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran.
c. Subbidang Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan
Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang
berasal dari APBN atau perolehan lainnya yang sah dan dijadikan
penyertaan modal negara kepada BUMN yang dikelola secara
korporasi.

1.3 Kekuasaan dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan
memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian
dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan presiden tersebut meliputi
kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat
khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah,
kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN,
antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan
rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan
tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan
teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain
keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan
rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset
dan piutang negara.

Kekuasaan Presiden sebagaimana dimaksud dikuasakan atau
diserahkan sebagai berikut:
a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal

dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan, dengan tugas-tugas sebagai berikut:
1) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
2) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan

APBN;
3) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
4) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;

5) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah
ditetapkan dengan undang-undang;

6) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
7) menyusun laporan keuangan yang merupakan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
8) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan

fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang

b. Dikuasakan kepada Menteri/pimpinan lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian
Negara/Lembaga yang dipimpinnya, dengan tugas sebagai
berikut:
1) menyusun rancangan anggaran kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya;
2) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
3) melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya;
4) melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan
pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
5) mengelola piutang dan utang negara yang menjadi
tanggung jawab kementerian negara/Lembaga yang
dipimpinnya;
6) mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya;
7) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
8) melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung
jawabnya berdasarkan ketentuan undang undang;

c. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.

d. Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi
antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur
dengan undang-undang Pemerintah Pusat mengajukan
Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota
keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada

Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun
sebelumnya.

1.4 Tujuan Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan keuangan negara bertujuan sebagai alat

pencapaian tujuan negara sebagaimana disebutkan dalam Alinea
keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945. Adapun tujuan negara yang ingin dicapai tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia;
b. Memajukan kesejahteraan umum;
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

1.5 Siklus APBN dalam Undang-Undang Keuangan Negara
Keuangan Negara dalam arti luas meliputi APBN dan APBD.

APBN disusun berdasarkan siklus anggaran (budget cycle). Siklus
APBN adalah masa atau jangka waktu mulai anggaran negara disusun
sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-
undang.

Pengelolaan APBN dilakukan dalam lima tahap, yaitu:
1. Perencanaan APBN
2. Penetapan UU APBN
3. Pelaksanaan UU APBN
4. Pengawasan pelaksanaan UU APBN
5. Pertanggungjawaban pelaksanaan UU APBN.

#1 Perencanaan APBN
Pada tahap perencanaan, terdapat 6 langkah yang harus dilakukan:
1. Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara / Lembaga

(Renja-KL)
2. Pembahasan Renja-KL
3. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara /

Lembaga (RKA-KL)
4. Penyusunan Anggaran Belanja
5. Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara
6. Penyusunan Rancangan APBN

#2 Penetapan UU APBN
1. Nota keuangan dan Rancangan APBN beserta RKA-KL yang telah

dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada
DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus untuk dibahas
dan ditetapkan menjadi UU APBN selambat-lambatnya pada akhir
bulan Oktober.
2. Pembicaraan antara pemerintah dengan DPR terdiri dari berbagai
tingkat, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat I: Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau

penjelasan pemerintah tentang Rancangan Undang-undang
APBN (RUU APBN). Presiden menyampaikan pidato
pengantar RUU APBN di depan sidang paripurna DPR.
b. Tingkat II: Dilakukan pandangan umum dalam rapat
paripurna DPR dimana masing-masing fraksi di DPR
mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan
keterangan pemerintah. Jawaban pemerintah atas
pandangan umum tersebut biasanya diberikan oleh Menteri
Keuangan.
c. Tingkat III: Pembahasan dalam rapat komisi, rapat gabungan
komisi atau rapat panitia khusus. Pembahasan tersebut
dilakukan bersama Menteri Keuangan sebagai perwakilan
pemerintah
d. Tingkat IV: Rapat paripurna kedua yang berisi tentang
penyampaian hasil pembicaraan pada tingkat III dan
pendapat akhir dari tiap-tiap fraksi di DPR. Setelah itu, DPR
akan menggunakan hak budgetnya untuk menyetujui atau
menolak RUU APBN. Kemudian DPR mempersilakan
pemerintah untuk menyampaikan sambutannya berkaitan
dengan keputusan DPR tersebut.
3. Apabila RUU APBN telah disetujui DPR, maka presiden
mengesahkan RUU APBN tersebut menjadi UU APBN.

#3 Pelaksanaan UU APBN
1. UU APBN yang telah disetujui DPR dan disahkan presiden telah

disusun secara terperinci dalam unit organisasi, fungsi, program
kegiatan, dan jenis belanja.
2. Ini berarti, untuk mengubah pengeluaran yang berkaitan dengan
hal tersebut harus dengan persetujuan DPR. RKA-KL yang telah
disepakati DPR ditetapkan selambat-lambatnya akhir bulan
November dalam Keputusan Presiden (Keppres) tentang rincian
APBN.

3. Keppres tentang rincian APBN ini menjadi dasar bagi
Kementerian Negara/Lembaga untuk mengusulkan konsep
dokumen pelaksanaan anggaran kepada Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara (BUN).

4. Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan
anggaran selambat-lambatnya tanggal 31 Desember. Mulai 1
Januari tahun anggaran berikutnya, Kementerian
Negara/Lembaga dapat melaksanakan penerimaan dan
pengeluaran yang berkaitan dengan bidang tugasnya sesuai
dengan dokumen pelaksanaan tersebut.

#4 Pengawasan Pelaksanaan UU APBN
1. Pengawasan atas pelaksanaan APBN dilaksanakan secara

internal oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
eksternal oleh BPK.
2. Itjen akan melakukan pengawasan untuk masing-masing
kementerian negara/lembaga, sedangkan BPKP akan
melakukan pengawasan untuk seluruh departemen dan
lembaga.
3. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2004 mengenai Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK
memiliki kewenangan untuk melakukan:
a. Pemeriksaan Keuangan
b. Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dan memberikan pendapat atas
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan pemerintah.
c. Pemeriksaan Kinerja
d. Pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta
pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan
bagi kepentingan manajemen yang dilakukan oleh aparat
pengawasan internal.
e. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
f. Pemeriksaan dengan tujuan khusus, antara lain
pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan
keuangan dan pemeriksaan investigatif.

#5 Pertanggungjawaban Pelaksanaan UU APBN
1. Pada tahap ini Presiden menyampaikan Rancangan Undang-

Undang tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN

berupa laporan keuangan yang sudah diaudit BPK kepada DPR
selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2. Laporan keuangan yang disampaikan tersebut menurut Pasal 30
Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
adalah Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampirkan dengan
laporan keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.

Gambar 1: Siklus APBN dalam Satu Tahun Anggaran
1.6 Peran KPPN dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Peran KPPN dalam bidang pengelolaan keuangan negara dapat
terlihat dari tugas dan fungsi yang dimilikinya, yaitu sebagai berikut:
1. KPPN tipe A1 dan A2 mempunyai tugas melaksanakan

kewenangan perbendaharaan dan Bendahara Umum Negara
(BUN), penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta
penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui
dan dari kas negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
2. KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah mempunyai tugas
melaksanakan penyaluran pembiayaan atas beban anggaran
untuk dana yang berasal dari luar dan dalam negeri secara
lancar, transparan, dan akuntabel serta melaksanakan
kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum negara,
penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta

penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui
dan dari kas negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
3. KPPN Khusus Penerimaan mempunyai tugas melaksanakan
penerimaan, pengelolaan, pelaporan, dan rekonsiliasi transaksi
data penerimaan serta penatausahaan penerimaan negara
melalui dan dari kas negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
4. KPPN Khusus Investasi mempunyai tugas melaksanakan
penatausahaan naskah perjanjian investasi, penyaluran dana
investasi pemerintah, melaksanakan penghitungan, penagihan,
dan penerbitan perintah membayar investasi pemerintah,
penerusan pinjaman, kredit program, dan investasi lainnya.

KPPN merupakan garda terdepan Kementerian Keuangan dalam
proses pencairan dana APBN, mulai dari biaya operasional
Kementerian Negara/Lembaga hingga program penanggulangan
dampak Covid-19. Oleh karena itu, KPPN memiliki peran yang penting
dan strategis untuk memulihkan keadaan perekonomian Indonesia.
Peran ini begitu penting agar pandemi Covid-19 dapat dikendalikan
dan masyarakat yang terdampak tidak makin terpuruk.

2. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah

2.1 Latar Belakang Undang-Undang HKPD
Pelaksanaan urusan pemerintahan dari tingkat pusat hingga

daerah merupakan bagian dari kekuasaan pemerintahan yang berada
di tangan Presiden sesuai dengan UUD 1945 sehingga tidak dapat
berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menuntut adanya sinergisme
pendanaan atas urusan tersebut dalam rangka pencapaian tujuan
bernegara.Sesuai amanat pasal 18A UUD 1945, hubungan keuangan,
pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara pemerintah dan pemerintah daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang

Urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab daerah
dilaksanakan berdasarkan asas otonomi, sedangkan urusan
pemerintahan yang bukan merupakan tanggung jawab pemerintah
daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Penyempurnaan implementasi hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dilakukan sebagai
upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien
melalui hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan,
guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok NKRI. Upaya
penyempurnaan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah diwujudkan dengan adanya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.

2.2 Kerangka Konseptual UU HKPD
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan alat untuk

mencapai tujuan bernegara, yaitu pemerataan kesejahteraan di
seluruh pelosok otonomi daerah. Desentralisasi fiskal diawali dengan
penyerahan sebagian urusan pemerintahan konkuren kepada daerah.
Penyerahan sebagian kekuasaan tersebut harus diiringi dengan
pendanaan (money follow functions) berupa kemampuan keuangan
yang adil dan selaras (fiscal resource allocation) dan kewenangan
untuk melakukan belanja daerah yang berkualitas dan sinergis
(spending quality).

Kemampuan keuangan yang adil dan selaras mencakup lima
hal. Pertama, adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
pendanaannya disesuaikan dengan potensi masing-masing daerah.

Adanya potensi daerah yang berbeda-beda menyebabkan adanya
kesenjangan PAD yang diperoleh sehingga menghasilkan adanya
kesenjangan vertikal dan horizontal. Kedua, keseimbangan tersebut
ditutupi dengan adanya alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana
Alokasi Umum (DAU). Dalam rangka akselerasi pendanaan dan
pengakuan kekhususan daerah-daerah tertentu di Indonesia,
pendanaan yang ada dilengkapi dengan hadirnya Dana Alokasi
Khusus (DAK), insentif fiskal dan pembiayaan, Dana Otonomi Khusus,
Keistimewaan dan Dana Desa.

Dengan pendanaan yang memadai daerah memiliki kewenangan
melaksanakan belanja daerah yang berkualitas dan sinergi dengan
memperhatikan penganggaran yang berkualitas, pengembangan
aparatur, penguatan pengawasan, dana abadi daerah serta
harmonisasi dan sinergi fiskal. Terwujudnya belanja daerah yang
berkualitas di seluruh daerah tadi akan berpengaruh pada
terwujudnya alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien.
Melalui hal tersebut diharapkan tujuan bernegara yakni pemerataan
kesejahteraan di seluruh pelosok NKRI dapat tercapai.

Gambar 2: Kerangka Konseptual UU HKPD
2.3 Pilar-Pilar UU HKPD

Dalam rangka mewujudkan tujuan dari penyempurnaan
implementasi hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, terdapat empat pilar utama, yaitu sebagai berikut:

Gambar 3: Empat Pilar UU HKPD

a. Pilar I – Ketimpangan Vertikal dan Horisontal yang Menurun
● Redesain pengelolaan transfer ke daerah untuk mengurangi

ketimpangan dan mendorong perbaikan kualitas belanja yang
efisien dan efektif, melalui TKD yang berbasis kinerja.
● Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengurangi ketimpangan
fiskal dan kesenjangan pelayanan antar daerah, pengelolaan
TKD akan mengedepankan kinerja sehingga dapat memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan di
daerah, sekaligus mendorong tanggung jawab daerah dalam
memberikan pelayanan yang lebih baik secara efisien dan
disiplin.
● Dalam rangka mendukung daerah dalam pembangunan dan
penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, daerah dapat
mengakses sumber-sumber pembiayaan utang daerah, baik
yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi
pinjaman daerah, obligasi daerah, dan sukuk daerah.

b. Pilar II – Penguatan Local Taxing Power
● Dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara

lebih efisien, pemerintah memberikan kewenangan kepada
daerah untuk memungut pajak dan retribusi dengan penguatan
melalui restrukturisasi jenis pajak, pemberian sumber-sumber

perpajakan daerah yang baru, penyederhanaan jenis retribusi,
dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja.
● Restrukturisasi pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima)
jenis pajak yang berbasis konsumsi (hotel, restoran, hiburan,
parkir, dan PPJ) menjadi satu jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan
Jasa Tertentu (PBJT).
● Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan opsen
pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota,
yaitu PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB. Opsen pajak juga
mendorong peran daerah untuk melakukan ekstensifikasi
perpajakan daerah baik itu bagi pemerintah provinsi maupun
pemerintah kabupaten/kota.
● Penyederhanaan retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah
retribusi. Retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu
retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan
tertentu. Jumlah atas jenis objek retribusi disederhanakan dari
32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan belas) jenis
pelayanan.
● Penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja dilakukan melalui pemberian kewenangan
kepada pemerintah untuk meninjau kembali tarif pajak daerah
dalam rangka pemberian insentif fiskal untuk mendorong
perkembangan investasi di daerah.

c. Pilar III – Peningkatan Kualitas Belanja Daerah
● Perbaikan pengaturan dalam rangka peningkatan kualitas

belanja daerah dilakukan mulai dari penganggaran Belanja
Daerah, pengalokasian belanja daerah, peningkatan kualitas
SDM dan pengawasan internal.
● Penguatan kualitas penganggaran belanja daerah agar semakin
efisien, fokus, sinergis, dan berkesinambungan dengan tetap
memberikan keleluasaan pilihan eksekusi belanja sesuai
karakteristik daerah melalui penganggaran belanja daerah,
simplifikasi dan sinkronisasi program daerah, dan standardisasi
belanja daerah.
● Peningkatan kualitas pengalokasian belanja daerah agar lebih
produktif dan fokus pada layanan dasar kepada masyarakat dan
mandatory spending, sehingga terjadi akselerasi pemerataan
kualitas layanan publik dan kesejahteraan di daerah melalui
fokus belanja, mandatory spending, pengendalian belanja

pegawai, penguatan belanja infrastruktur, dan SILPA berbasis
kinerja.
● Peningkatan kualitas SDM dan pengawasan internal dalam
rangka mendukung akuntabilitas pengelolaan APBD.

d. Pilar IV – Harmonisasi Belanja Pusat dan Daerah
● Sinergi kebijakan fiskal nasional bertujuan untuk menyelaraskan

kebijakan fiskal daerah dengan kebijakan fiskal Pemerintah
dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
● Sinergitas yang dilakukan antara lain melalui penyelarasan
kebijakan fiskal pusat dan daerah, penetapan batas maksimal
defisit APBD dan pembiayaan utang daerah, pengendalian
dalam kondisi darurat, serta sinergi bagan akun standar.
● Pemda mensinergikan kebijakan pembangunan dan kebijakan
fiskal daerah dengan RPJMN, RKP, KEM-PPKF, arahan Presiden,
dan peraturan perundang-undangan.
● Penetapan batas kumulatif Defisit dan Pembiayaan APBD
selaras dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan UU 33/2004, yaitu 3% untuk batas kumulatif defisit
APBD dan 60% untuk batas kumulatif maksimum pinjaman
daerah.
● Pengendalian kondisi darurat mewajibkan Pemda melakukan
refocusing, perubahan alokasi, dan perubahan penggunaan
APBD.
● Sinergi bagan akun standar dilakukan paling sedikit melalui
penyelarasan program dan kegiatan serta keluaran dengan
kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
● Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut didukung oleh
penyajian dan konsolidasi informasi keuangan dan pemantauan
serta evaluasi.

2.4 Peran KPPN dalam HKPD
KPPN memiliki modalitas kuat dalam mendorong implementasi

UU HKPD karena KPPN tersebar di seluruh Indonesia. Peran KPPN
yang paling nyata dalam mendukung implementasi HKPD, yaitu terkait
penyaluran Transfer ke Daerah (TKD) dalam bentuk pencairan Dana
Desa, DAK Fisik, DAK Nonfisik (Dana BOS, BOP Paud, dan BOP
Kesetaraan). KPPN berperan dalam upaya percepatan penyaluran
TKD yang akuntabel, cepat dan tepat sasaran. Adapun peranan KPPN
jika dilihat dari tiap pilar UU HKPD adalah sebagai berikut.

1. Pengembangan sistem pajak yang efisien, KPPN dapat
memetakan potensi peningkatan PAD dan sektor lainnya yang
dapat menjadi objek retribusi baru.

2. Penguatan kebijakan TKD dan pembiayaan utang daerah, KPPN
dapat menambah lingkup monev dan membantu daerah dalam
memperoleh alternatif pembiayaan.

3. Peningkatan kualitas belanja daerah, KPPN dapat terlibat dalam
peningkatan kapasitas SDM dengan mendukung inisiatif
standardisasi, sertifikasi, dan pembinaan.

4. Harmonisasi kebijakan pusat-daerah, KPPN dapat melakukan
kajian untuk mengevaluasi keselarasan antara RPJMN-RPJMD
dengan RKP/RKPD dan DIPA/DPA.

3. Current Issue DJPb:
3.1 RCE
3.1.1 Latar Belakang Peran RCE

Keberadaan kantor vertikal DJPb di setiap provinsi di Indonesia
sejatinya juga menjadi representasi dari Kementerian Keuangan di
daerah. DJPb yang telah menjalankan reformasi birokrasi dan
transformasi kelembagaan yang digerakkan oleh Kementerian
Keuangan juga dapat berperan sebagai teladan dalam mendukung
terciptanya pengelolaan keuangan negara yang tertib, efisien,
transparan, dan bertanggung jawab. Melalui pelaksanaan tugas dan
fungsinya, DJPb juga menjadi pemegang beragam data dalam
pengelolaan keuangan negara. Tugas dan fungsi DJPb yang antara
lain meliputi pelaksanaan anggaran, pengelolaan kas negara, dan
penyusunan laporan keuangan pemerintah, membuat data dan
informasi yang dimiliki jika diolah dan dianalisis dengan baik akan
menghasilkan rekomendasi berkualitas yang dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan
pemerintah.

Tidak hanya data pada level pusat, tetapi data dan informasi
terkait penerimaan, belanja, pembiayaan, dan kebutuhan kas lingkup
regional juga diperlukan sebagai input bagi penyusunan kebijakan di
bidang keuangan negara yang dalam hal ini dipegang mandatnya oleh
Kementerian Keuangan. Diharapkan, input tersebut dapat membantu
agar kebijakan yang diambil dapat benar-benar sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik setiap daerah di Indonesia yang beraneka
ragam budaya, kondisi geografis, dan tingkat kesejahteraannya. Oleh
karena itu, Kantor Wilayah DJPb mulai mengambil tantangan baru
sebagai Regional Chief Economist (RCE). Chief Economist
didefinisikan sebagai posisi yang memiliki tanggung jawab utama
untuk pengembangan koordinasi, dengan ruang lingkup tanggung
jawab yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan penyebaran
informasi, dan koordinasi penelitian ekonomi.

3.1.2 Standarisasi Pelaksanaan Fungsi RCE
DJPb telah menyusun standardisasi pelaksanaan dan

penyusunan output atas peran Regional Chief Economist yang
digunakan seluruh Kantor Wilayah DJPb untuk melakukan
penyusunan kajian, pemetaan output, expose, finalisasi & publikasi,
serta pelaporan pelaksanaan tugas Kantor Wilayah sebagai Regional
Chief Economist secara rutin (bulanan) kepada Kantor Pusat DJPb.

Standardisasi pelaksanaan fungsi Kantor Wilayah DJPb sebagai RCE
diatur dalam ND-2040/PB.1/2021 tentang Standardisasi Pelaksanaan
Fungsi Kantor Wilayah DJPb sebagai Regional Chief Economist dan
Representasi Kementerian Keuangan di Daerah.

Dalam rangka penguatan peran Kantor Wilayah DJPb sebagai
Regional Chief Economist dan representasi Kementerian Keuangan di
daerah tersebut di atas, Kantor Wilayah DJPb telah memiliki tugas dan
fungsi dengan output sebagai berikut.
a. Fungsi Pelaksanaan Anggaran, yaitu melaksanakan pembinaan,

monitoring, evaluasi, analisis, dan menyusun kajian dengan
output strategis di bidang perlaksanaan anggaran.
b. Fungsi Pengelolaan Kas Negara, yaitu menyusun kajian,
melaksanakan monitoring dan evaluasi dengan output strategis
di bidang pengelolaan kas negara.
c. Fungsi Pembinaan Pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU),
yaitu melaksanakan pembinaan BLU dan BLUD, dan menyusun
output strategis di bidang pengelolaan keuangan BLU.
d. Fungsi Manajemen Investasi, yaitu melaksanakan monitoring
dan evaluasi Kredit Ultra Mikro dan Kredit Usaha Rakyat, dengan
output strategis di bidang manajemen investasi.
e. Fungsi Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, yaitu menyusun
analisis laporan keuangan, menyusun analisis Statistik
Keuangan Pemerintah, melakukan pembinaan akuntansi dan
pelaporan keuangan, dan menyusun output strategis di bidang
manajemen investasi.
f. Fungsi Sistem Perbendaharaan dan Sistem Informasi dan
Teknologi Perbendaharaan, yaitu melakukan sertifikasi pejabat
perbendaharaan, melakukan edukasi di bidang keuangan
negara, menyusun kajian modernisasi sistem informasi dan
teknologi perbendaharaan, dengan output strategis di bidang
sistem perbendaharaan dan sistem informasi dan teknologi
perbendaharaan.
Dalam rangka memberikan keseragaman kegiatan dan
optimalisasi output kegiatan di atas, pelaksanaan peran Kantor
Wilayah DJPb selaku Regional Chief Economist dan representasi

Kementerian Keuangan di daerah perlu dilakukan standardisasi
sebagai berikut:
a. Memanfaatkan seluruh output Kantor Wilayah DJPb yang telah

ada untuk memperoleh nilai tambah (value added).
b. Standardisasi proses kegiatan penyusunan output Kantor

Wilayah DJPb existing.

c. Standardisasi publikasi dalam rangka ekspose atas seluruh
output Kantor Wilayah DJPb.

d. Standardisasi pelaporan pelaksanaan fungsi Regional Chief
Economist Kantor Wilayah DJPb.

• Standardisasi pelaksanaan peran Kantor Wilayah DJPb agar

memperhatikan proses sebagai berikut.

Tahap ke-1 : 1. Output strategis dari masing-masing

Kegiatan tugas dan fungsi sesuai peraturan atau

Penyusunan penugasan dari direktorat teknis

Output 2. Menyusun kajian tematik

3. Menyusun kajian cross cutting issues

Tahap ke-2 : Proses ekspose dilakukan melalui berbagai

Ekspose Output kegiatan seperti seminar, Focus Group

Discussion, sharing session, dan diskusi

ilmiah dengan tujuan untuk meningkatkan

nilai tambah kualitas dan nilai kemanfaatan

output.

Pelaksanaan ekspose dapat melibatkan

pihak eksternal seperti Bank Indonesia,

Badan Pusat Statistik, Universitas,

Akademisi, Pemda atau Satuan Kerja

Pemerintah Daerah, maupun pihak internal

yaitu KPPN di lingkup di wilayahnya.

Tahap ke-3 : Kantor Wilayah DJPb selaku representasi

Publikasi Output Kementerian Keuangan di daerah yaitu

Press Conference atau Press Release APBN

Wilayah.

Kantor Wilayah DJPb selaku Regional Chief
Economist dapat menggunakan 1 atau lebih
publikasi berikut:
a. Press Conference atau Press Release
b. Forum Komunikasi Keuangan Pusat–

Daerah
c. Treasury Academic
d. Forum atau Treasury Goes to Campus
e. Treasury Talkshow, Treasury Dialogue,

Knowledge Sharing, dan Audiensi
f. Publikasi pada media massa
g. Treasury Regional Forum

• Standardisasi Pelaporan:

No Uraian Periode Pelaporan

1 Laporan ringkas (flash report) yang Setelah pelaksanaan

berisi tema kegiatan, institusi yang kegiatan

dilibatkan, fokus kegiatan, dan serta selesai

dokumentasi berupa foto atau video

kegiatan melalui WAG DJPbWide

2 Strategic briefsheet dalam bentuk Bulanan (setiap

Nota Dinas kepada Direktur Jenderal tanggal 5)

Perbendaharaan

3 Kajian strategis sesuai dengan Setelah kajian

tematik isu permasalahan di daerah strategis

baik yang disusun dalam bentuk diselesaikan

antara lain buku, kajian, paparan.

Gambar 4: Standardisasi Pelaksanaan Fungsi RCE

3.1.3 Peran RCE dalam Mengawal Isu Strategis Keuangan Negara
Adapun peran RCE dalam mengawal isu strategis keuangan

negara, yaitu sebagai berikut.
a. Konsolidasi Fiskal Pusat dan Daerah

Penguatan konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah serta monitoring dan evaluasi belanja APBN
dan APBD melalui peningkatan sinergi Kantor Wilayah DJPb dan
Pemda.

b. Peningkatan Kualitas Penerimaan dan Belanja di Daerah
(Spending Better)
Monitoring pelaksanaan APBN dan APBD di daerah sehingga

lebih tepat waktu, tepat guna, dan tepat sasaran, yang meliputi:

• Pendapatan

• Belanja

• Investasi

• BLUD

• BMD

• Laporan Keuangan
c. Perluasan Akses Pembiayaan Infrastruktur kepada Pemda

Meningkatkan informasi bagi pemda terkait alternatif
pembiayaan infrastruktur melalui MoU DJPb dan PT. SMI. Kantor
Wilayah DJPb dapat melakukan assessment kebutuhan financing
Pemda dalam rangka membantu daerah untuk meningkatkan
pembangunan infrastruktur.
d. Penguatan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

Kantor Wilayah DJPb berperan sebagai Key Opinion Leaders di
daerah dalam rangka strategi komunikasi UU HKPD dan implementasi
UU HKPD ke pemerintah daerah dan masyarakat. Menguatkan
keselarasan pembangunan daerah dengan kebijakan prioritas
nasional.
e. Pemberian Dukungan Implementasi RUU Otonomi Khusus

Papua
Memberikan dukungan administratif dan teknis melalui
Sekretariat Badan Otsus Papua, sehingga pelaksanaan APBN di
Papua dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
f. Penguatan Kebijakan Pengelolaan Kas di Daerah
Mendorong terwujudnya Forum ALCO Regional sebagai
perpanjangan tangan BUN, guna menghasilkan proyeksi kas yang
lebih komprehensif dan akurat serta menjaga likuiditas kas negara
sekaligus likuiditas di daerah.
g. Pembentukan Forum Koordinasi Pengelolaan Keuangan Negara
Forum Koordinasi Pengelolaan Keuangan Negara (FKPKN)
merupakan wadah koordinasi, komunikasi dan konsultasi serta
sharing informasi/data antara stakeholders yang terlibat dalam
pendampingan tata kelola keuangan pada Pemerintah Daerah.
h. Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Pengelola Keuangan di
Daerah
Meningkatkan kualitas SDM Pengelola Keuangan Negara
melalui Forum Koordinasi Pengelolaan Keuangan Negara. Sertifikasi

SDM Pengelola APBN, dapat dikembangkan menjadi sertifikasi SDM
pengelola keuangan APBD.
i. Pemberian Dukungan Strategi Pemulihan Ekonomi Nasional

Mendorong akselerasi penyerapan belanja APBN, termasuk
belanja PEN dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

3.1.4 Institutional Design terkait RCE

Gambar 5: Institutional Design RCE
Desain kelembagaan (Institutional Design) terkait RCE dibuat
terbuka dan tidak kaku sehingga mampu menampung kehadiran unit
lain di internal Kementerian Keuangan dan eksternal Kementerian
Keuangan. Bentuk kelembagaan ini juga memungkinkan perluasan
anggota untuk memasukkan pejabat/pegawai unit eselon I lain di
daerah (DJP, DJBC) dan di pusat (BKF, DJA, DJPK). Kantor wilayah
DJPb sebagai instansi vertikal DJPb yang tersebar di seluruh provinsi
Indonesia, mengambil peran sebagai Regional Chief Economist (RCE)
di daerahnya masing-masing. Dalam rangka mendukung fungsi RCE,
Kantor Wilayah DJPb melaksanakan tiga kegiatan utama, yakni:
• Implementasi dan monev kebijakan
• Kajian dan data analytics
• Pelaporan, publikasi, dan hubungan kelembagaan
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan RCE perlu didukung dengan
penguatan IT, Probis, SDM dan keuangan. Dari sisi IT diperlukan
sistem yang terintegrasi serta sarana prasarana dan jaringan yang
memadai. Dari sisi proses bisnis diperlukan adanya simplifikasi dan

standardisasi proses bisnis serta penguatan struktur dan
kelembagaan. Dari sisi sumber daya manusia, diperlukan kualitas
SDM yang memahami statistic, makro, dan mikro ekonomi serta
kapasitas SDM jabatan fungsional analisis yang memadai. Dari sisi
keuangan diperlukan pendanaan, pelaksanaan data mining, expose
dan publikasi.

3.1.5 Kemanfaatan Hasil RCE untuk Kebijakan Pembangunan

Gambar 6: Kemanfaatan Hasil RCE untuk Kebijakan Pembangunan

Kantor Wilayah DJPb melakukan kajian serta pembuatan
laporan awal pelaksanaan RCE yang berisi isu-isu di daerah dan
dituangkan dalam bentuk strategis briefsheet (SBS). Isu-isu daerah
yang telah disusun tersebut akan digunakan oleh pemerintah daerah
dan satuan kerja kementerian/lembaga dalam pengambilan kebijakan
di tingkat wilayah.

Tiap bulannya, masing-masing Kantor Wilayah DJPb akan
mengirimkan SBS yang telah dibuat ke kantor pusat DJPb. Kantor
Pusat DJPb kemudian akan melakukan analisis dan sinkronisasi dari
SBS yang telah dikumpulkan. Pengolahan data dari hasil analisis
tersebut akan diteruskan untuk dibahas pada forum Rapat Pimpinan
Kementerian Keuangan. Pada forum tersebut, data yang diperoleh
dari Kantor Pusat DJPb akan dilakukan harmonisasi dengan kebijakan
fiskal yang nantinya digunakan dalam pengambilan kebijakan
nasional.

3.1.6 Konsep Pengembangan RCE melalui Integrasi Empat Klaster
Fungsi ke Struktur Organisasi
a. Penajaman KFR

KFR merupakan kajian yang disusun oleh Kantor Wilayah DJPb
secara triwulanan yang berisi analisis fiskal dan makroekonomi yang
dapat digunakan dalam mencapai tujuan kebijakan fiskal. Penajaman
KFR dilakukan dengan restrukturisasi, penyempurnaan, dan
pengembangan berbasis analisis tematik dan project-based KFR.
b. ALCo Regional

ALCo Regional merupakan fungsi ALCo pada tingkat provinsi
yang mendukung peran ALCo pada tingkat pusat berdasarkan data
dan informasi yang bersifat lokal dan regional. Tujuan ALCo Regional
ada tiga, yakni meningkatkan dukungan data ALCo yang memiliki
konteks regional, meningkatkan peran Kantor Wilayah sebagai
representasi Menteri Keuangan dan sebagai RCE, serta meningkatkan
koordinasi dan sinergi antar unit vertikal Kementerian Keuangan di
daerah, mensinergikan analisis data pusat dan data regional, serta
memperkuat koordinasi kebijakan dan pelaksanaan anggaran
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
c. CPIN

Cash Planning Information Network yang selanjutnya disebut
CPIN adalah organ yang memiliki tugas melakukan penyusunan
pemantauan dan analisis perencanaan kas tingkat lokal dan regional.
d. Pembentukan FKPKN

Forum Koordinasi Pengelolaan Keuangan Negara (FKPKN)
merupakan forum koordinasi antara kantor vertikal Kementerian
Keuangan dengan berbagai stakeholder terkait di daerah, khususnya
pemerintah daerah. Forum ini dimaksudkan untuk membangun kerja
sama/kemitraan untuk mewujudkan keselarasan pengelolaan
keuangan negara di daerah. Kegiatan FKPKN menjadi wadah
koordinasi, komunikasi, dan konsultasi terkait pengelolaan keuangan
dengan semua stakeholder baik pusat dan daerah. FKPKN diharapkan
dapat menjembatani kebutuhan dan kesamaan langkah dalam
membangun kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan
keuangan negara yang tertib, efisien, transparan, dan
bertanggungjawab.

3.1.7 Peran KPPN dalam RCE
Kepala KPPN di lingkungan Kantor Wilayah DJPB Kementerian

Keuangan merupakan anggota dari tim pelaksana tingkat regional
penguatan RCE dalam rangka kesinambungan fiskal berbasis

kewilayahan bersama dengan unit vertikal UE I Kementerian
Keuangan lainnya di daerah. KPPN memiliki peranan untuk
mendukung, Kantor Wilayah DJPb dalam menjalankan tugasnya
sebagai RCE, misalnya dalam menyiapkan bahan-bahan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan RCE. Selain itu, KPPN bersama
dengan Kantor Wilayah DJPb berperan menjalin hubungan yang
harmonis dengan Pemda dan penyedia data seperti Badan Pusat
Statistik, Bank Indonesia, dan dinas-dinas di Pemda. Sinergi dan
komunikasi data antara KPPN, Kantor Wilayah dan Kantor pusat agar
lebih ditingkatkan dalam rangka penajaman dan kajian dan analisis
dalam rangka pelaksanaan RCE

3.2 Special Mission Vehicle (SMV)
3.2.1 Pengertian SMV
● Kemenkeu memiliki tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya

di luar fungsi pengelolaan fiskal utama atau rutin. Dalam
menjalankan tugas-tugas tersebut, Kemenkeu dibantu oleh
beberapa ‘agen khusus’. Agen khusus itu bernama Special
Mission Vehicle (SMV).
● Kementerian Keuangan terus meningkatkan dan memperkuat
ketahanan fiskal. Untuk itu Kementerian Keuangan mendirikan
SMV yang diharapkan dapat memainkan peran penting sebagai
instrumen fiskal sekaligus aktor pembiayaan kreatif untuk
mengimplementasikan value for money dalam upaya
mengakselerasi pembangunan nasional.
● SMV Kemenkeu adalah Badan Layanan Umum (BLU), Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), serta Lembaga yang berada di
bawah Pembinaan dan Pengawasan Kementerian Keuangan
yang memiliki tugas khusus untuk melaksanakan tugas
pembangunan. Saat ini Kemenkeu memiliki delapan SMV, yaitu
PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (PT PII), PT Sarana Multigriya Finansial
(PT SMF), PT Geo Dipa Energi (PT GDE), Lembaga Pengelola
Ekspor Indonesia (LPEI), Lembaga Manajemen Aset Negara
(LMAN), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan
Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
● SMV dibentuk juga untuk mendukung investasi pemerintah dan
penyediaan barang dan sarana publik yang dibutuhkan secara
sosial ekonomi meskipun tidak menguntungkan secara
bisnis/komersil

3.2.2 Fungsi-Fungsi yang Diemban SMV
SMV mengemban lima fungsi, yakni fungsi dukungan

implementasi KPBU, fungsi penjaminan, fungsi pembiayaan, fungsi
asuransi, dan fungsi investasi/pengelolaan dana.

• Dukungan implementasi KPBU
KPBU adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha

dalam penyediaan layanan infrastruktur untuk kepentingan umum
berdasarkan perjanjian antara Pemerintah dan pihak swasta yang
memperhatikan prinsip pembagian risiko di antara para pihak. Untuk
mendukung penerapan KPBU di Indonesia, Kementerian Keuangan
melakukan inovasi pembiayaan infrastruktur dengan menyediakan
berbagai fasilitas dan dukungan pemerintah, yaitu fasilitas penyiapan
proyek, dukungan kelayakan, dan penjaminan infrastruktur.
Kementerian Keuangan juga memperkenalkan skema pengembalian
investasi proyek KPBU yakni skema Pembayaran Berdasarkan
Ketersediaan Layanan atau yang biasa dikenal dengan Availability
Payment atau AP. Beberapa kelebihan skema AP ini antara lain, tidak
adanya risiko permintaan atau demand risk bagi Badan Usaha dan
kepastian pengembalian investasi bagi Badan Usaha.

• Penjaminan
Penjaminan pemerintah merupakan jaminan yang diberikan

Pemerintah terhadap pembayaran kewajiban Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kepada kreditur
yang memberikan pinjaman perbankan atau pembayaran kewajiban
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama kepada Badan Usaha dalam
proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
penyediaan infrastruktur. Penjaminan juga dapat diberikan dalam
rangka ekspor maupun menghasilkan barang dan jasa dan/atau
usaha lain yang menunjang ekspor nasional.

• Pembiayaan
Pembiayaan dan penyiapan terkait proyek infrastruktur,

pembiayaan investasi, pembiayaan eksplorasi panas bumi, dan
pembiayaan dalam rangka ekspor.

• Asuransi
Asuransi yang diberikan dalam rangka ekspor maupun

menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang
ekspor nasional

• Investasi/Pengelolaan Dana
Terkait investasi nonpermanen, pengelolaan dana Pendidikan,

dan sebagainya.

3.2.3 Unit yang mengelola SMV di DJPb
Pengelolaan Special Mission Vehicle (SMV) berkaitan dengan

unit pada DJPb, yakni Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan
Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(BLU).
a. Direktorat Sistem Manajemen Investasi
Direktorat Sistem Manajemen lnvestasi mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
di bidang sistem manajemen investasi. Dalam melaksanakan
tugasnya tersebut, Direktorat Sistem Manajemen Investasi
menyelenggarakan fungsi:
1) penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang sistem

manajemen investasi;
2) penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang sistem

manajemen investasi;
3) penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang sistem manajemen investasi;
4) penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang sistem manajemen investasi;
5) penyiapan bahan dukungan dalam rangka pelaksanaan tugas

dan fungsi Sekretariat Komite lnvestasi Pemerintah (KIP); dan
6) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Sistem Manajemen

Investasi.
b. Dit. PPKBLU

Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standardisasi teknis di bidang pembinaan pengelolaan Badan
Layanan Umum. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
menyelenggarakan fungsi:
1) penyiapan perumusan kebijakan di bidang pembinaan dan

pengelolaan Badan Layanan Umum;
2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan dan

pengelolaan Badan Layanan Umum;
3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

bidang pembinaan dan pengelolaan Badan Layanan Umum;
4) penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

pembinaan dan pengelolaan Badan Layanan Umum;
5) pelaksanaan pengelolaan dan analisis data Badan Layanan

Umum; dan

6) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pembinaan
Pengelolaan Badan Layanan Umum.

3.2.4 Proyek Pembangunan yang Ditangani SMV dan Kaitannya
dengan Unit yang Mengelola SMV di DJPb

Saat ini terdapat delapan SMV di bawah Kementerian Keuangan.
Empat di antaranya merupakan BUMN, yaitu PT Sarana Multi
Infrastruktur (PT SMI), PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT
PII), PT Sarana Multiguna Finansial (PT SMF), serta PT Geo Dipa. Tiga
SMV lainnya merupakan BLU, yaitu Lembaga Manajemen Aset Negara
(LMAN), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta Pusat
Investasi Pemerintah (PIP). Sementara satu SMV lainnya berbentuk
lembaga, yaitu Lembaga Pengelola Ekspor dan Impor (LPEI). Setiap
SMV memiliki keterkaitan dengan Direktorat SMI dan Direktorat PPK
BLU sesuai dengan kelembagaan dan juga tugas dan fungsinya
masing-masing. Keterkaitan tersebut yakni, Direktorat SMI menangani
segala hal yang berhubungan dengan investasi pemerintah pada SMV,
sementara Direktorat PPK BLU menangani dan memberikan
pembinaan terkait pengelolaan Keuangan bagi SMV yang berbentuk
BLU.
a. PT Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (PII)

PT PII memiliki mandat untuk melakukan penjaminan
infrastruktur (sovereign guarantee provider). Adapun proyek
pembangunan yang ditangani oleh PT PII yakni:

• 10 proyek jalan tol
• 4 proyek telekomunikasi
• 1 proyek sektor ketenagalistrikan
• 3 proyek sektor air minum
• 1 proyek perkeretapiaan

Sumber: makassar.tribunnews.com

Gambar 7: Proyek Kereta Api Makassar – Parepare

b. PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)
PT SMI memiliki tiga mandat yakni: (1) pemberian pinjaman

langsung untuk pembiayaan infrastruktur; (2) refinancing atas
infrastruktur yang telah dibiayai pihak lain; (3) pemberian pinjaman
subordinasi yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur.

• Pembiayaan Komersial
- 9 jalan tol
- 7 transportasi
- 6 kelistrikan
- 1 telekomunikasi

• Pembiayaan Daerah berupa 20 offering letters yang terdiri
dari

- 12 jalan
- 7 rumah sakit
- 1 pasar

• Pengembangan Proyek
- Rp 4,8 T total nilai proyek 3 penugasan KPBU (proyek tahun

2018)
Sumber: suara.com

Gambar 8: Pembangunan Proyek MRT Fase II dan

c. PT Sarana Multigriya Finansial (SMF)
PT SMF memiliki mandat untuk membangun

mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan.
- Penyaluran dana KPR FLPP kepada 28.932 debitur
- Total penyaluran dana Rp 948 miliar
- Total penyaluran FLPP 2018 Rp5.896 triliun

Sumber: instagram.com/ptsmfpersero

Gambar 9: Kredit Kepemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP)

d. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
LPDP memiliki mandat untuk melaksanakan pengelolaan Dana

Pengembangan Pendidikan Nasional baik dana abadi Pendidikan
(endowment fund) maupun dana cadangan Pendidikan sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Adapun proyek pembangunan yang
ditangani oleh LPDP, yakni:

• Jumlah penerima beasiswa LPDP dari tahun 2013-2017
a. Magister & Doktoral (BPI Reg) = 10.620
b. Magister & Doktoral (BUDI) = 2.794
c. Magister & Doktoral (Afirmasi) = 4.132
d. Magister & Doktoral (Top Up) = 187
e. Dokter Spesialis = 480
f. Beasiswa Presiden RI = 109
g. Doktor Lanjutan = 17
h. Tesis & Disertasi = 1.814
i. Beasiswa Indonesia Timur = 102
Sumber: instagram.com/lpdp_ri

Gambar 10: Muhammad Fitra Teng-Awardee LPDP
Beasiswa Indonesia Timur Angkatan I

e. Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
PIP memiliki mandat untuk melakukan penyaluran pembiayaan

Ultra Mikro (UMi). Adapun proyek pembangunan yang ditangani oleh
PIP adalah:

• Jumlah penerima program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi)
933.482 debitur

• Total nilai penyaluran 2,508 T
• Profil debitur 92% perempuan 8% pria

Sumber: Instagram.com/pusatinvestasipemerintah

Gambar 11: Pembiayaan UMi dan Pelatihan UMi Siap
Online pada Usaha Pamela Craft

f. Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN)
LMAN memiliki mandat untuk menjadi operator pengelola

barang dalam mengoptimalkan aset negara yang dianggap belum
terutilisasi secara optimal (underutilized) dan yang tidak
digunakan/dimanfaatkan atau mangkrak (idle). Adapun proyek
pembangunan yang ditangani oleh LMAN, yakni:

• 39 ruas jalan tol
• 44 bendungan
• 4 irigasi
• 5 jalur kereta api

Sumber: lman.kemenkeu.go.id

Gambar 12: Bendungan Pidekso, Wonogiri, Jawa Tengah

g. PT Geo Dipa Energi
PT Geo DIpa Energi memiliki mandat untuk mendukung program

pemerintah dalam memenuhi kebutuhan listrik yang berasal dari
sumber daya terbarukan khususnya panas bumi. Adapun proyek
pembangunan yang ditangani oleh PT Geo Dipa Energi, yakni:

• 4 Wilayah Kerja Panas bumi (WKP) PT Geo Dipa
a. WKP dataran tinggi Dieng
b. WKP Patuha
c. WKP Umbul Telemoyo
d. WKP Arjumo Welirang

• Potensi/Sumber daya WKP
a. WKP dataran tinggi Dieng: 1.000 MWe
b. WKP Patuha: 400 MWe
c. WKP Umbul Telemoyo: 110 MWe
d. WKP Arjumo Welirang: 190 MWe

Sumber: djppr.kemenkeu.go.id

Gambar 13: WKP Dataran Tinggi Dieng
h. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)

LPEI memiliki mandat untuk melaksanakan pembiayaan ekspor
nasional melalui pembiayaan, penjaminan asuransi, jasa konsultasi,
kegiatan lainnya (penugasan khusus). Adapun proyek pembangunan
yang ditangani oleh LPEI, yakni:

• Pertumbuhan Bisnis LPEI tahun 2018
a. Pembiayaan: 108,896 miliar rupiah
b. Penjaminan: 11,307 miliar rupiah
c. Asuransi: 11,322 miliar rupiah

• Nilai Manfaat Fasilitas Ekspor
a. Pembiayaan 109 T
b. Membiayai 923 eksportir
c. Lebih dari 160 negara pasar tujuan ekspor

Sumber: instagram.com/indonesiaeximbank

Gambar 14: : Pembinaan Ekspor LPEI pada Desa Devisa Kakao di
Desa Nusasari, Jembrana, Bali

3.2.5 Peran KPPN
Peran KPPN terkait SMW dapat dilihat pada Peraturan Direktur

Jenderal Perbendaharaan 24 Pedoman Pembinaan dan Supervisi.
Special Mission (Tugas Khusus Perbendaharaan lainnya meliputi
pengelolaan terhadap hal-hal yang bersentuhan langsung dengan
kehidupan rakyat Indonesia, di antaranya terkait dengan
pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah, dan Mikro (UMKM) serta
penyediaan layanan publik yang baik. Adapun Special Mission yang
dilakukan oleh KPPN, yakni:
a. Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum

Meliputi pembinaan dan bimbingan teknis pengelolaan
keuangan BLU/ BLUD yang menjadi satker KPPN dan pengesahan
penggunaan dana satker BLU. Penilaian difokuskan pada pengelolaan
keuangan satker BLU dan tata cara pengesahan dana satker BLU telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Menjaga ketepatan sasaran Kredit Program

Meliputi akurasi data kredit program dan survei lapangan
debitur. Penilaian difokuskan pada memastikan keabsahan
pengguna/operator sistem informasi Monev, upaya KPPN dalam
menjaga akurasi data debitur, perolehan data keekonomian debitur
yang ter-update setiap semester oleh KPPN.

4. Kemenkeu Satu
4.1 Latar belakang Kemenkeu Satu

a. Tugas dan fungsi Kemenkeu
Kementerian Keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Keuangan saat ini
memiliki 11 jabatan Eselon I dengan total unit instansi vertikal yang
berjumlah 1.302 unit, dan jumlah pegawai hingga 82.670 pegawai.
Sebaran pegawai Kemenkeu yang terbanyak adalah pada unit Eselon
I yang memiliki instansi vertikal, dengan jumlah terbesar pada Ditjen
Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai. Sementara itu, jumlah terbesar unit
organisasi Kemenkeu adalah instansi vertikal yang terdapat pada
Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Perbendaharaan, dan Ditjen
Kekayaan Negara.
b. Tantangan yang dihadapi
Besarnya organisasi serta SDM Kementerian Keuangan yang
tersebar di hampir seluruh wilayah Republik Indonesia, menimbulkan
tantangan berupa sinergi antar unit organisasi maupun antar pegawai
Kementerian Keuangan yang tersebar di beberapa unit Eselon I
Kementerian Keuangan.

4.2 Program Kemenkeu Satu berbasis kewilayahan
a. Optimalisasi penerimaan
Merupakan kegiatan kolaborasi antar instansi vertikal Kemenkeu

yang efektif untuk mendorong optimalisasi penerimaan negara dari
kearifan lokal & mendorong kepatuhan para Wajib Pajak/Wajib Bayar
PNBP.

Terdapat 6 strategi kolaborasi yang dilakukan di lingkup
Kemenkeu Satu terkait optimalisasi penerimaan

• Joint Analysis, Penguatan DSAB Kearifan lokal untuk pelaku
usaha yg belum patuh

• Joint Audit, Penguatan Joint Audit lintas unit vertikal & pusat
untuk mengungkap transfer pricing/transaksi afiliasi

• Joint Collection, Penguatan pertukaran data terkait aset
penanggung utang perpajakan

• Joint Investigasi, Penguatan Multidoor Investigasi dan
pemanfaatan data bersama indikasi tindak pidana

• Secondment, Penguatan penyandingan data dengan
kementerian/lembaga lain, pemda, & data lintas regional

• Kerja Sama Kemenkeu (DJP-DJPK)-Pemda, Penguatan
pemeriksaan bersama pajak pusat-daerah, pelibatan UE1 lain
(DJBC, DJPb, DJKN) terkait PEN, dorong ekspor, UMKM, PNBP
Aset Daerah, dsb

b. RCE dan ALCo Regional
Regional Chief Economist merupakan penajaman peran Kantor
Wilayah DJPb sebagai wakil Kementerian Keuangan di daerah dalam
pelaksanaan APBN dan analisis ekonomi dan fiskal di daerah
• Kajian Fiskal Regional
Meningkatkan kualitas kajian fiskal regional tidak hanya
deskriptif tapi juga mampu memunculkan rekomendasi yang
dapat digunakan sebagai feedback bagi formulasi kebijakan
pemerintah daerah dan Kementerian Keuangan
• Pemanfaatan Data
Meningkatkan kapasitas dan pemanfaatan data dan informasi
terkait kebijakan fiskal, APBN, APBD, dan indikator
makroekonomi
• Keselarasan Kebijakan Fiskal Pusat dan Daerah
Dapat meningkatkan keselarasan kebijakan fiskal nasional dan
regional, serta mengharmoniskan pembangunan di daerah
dengan program prioritas nasional
• Peningkatan Kinerja Ekonomi di Daerah
Mampu memberikan kontribusi aktif dan positif dalam upaya
peningkatan ekonomi di daerah serta kesejahteraan masyarakat

ALCo dan CPIN Regional adalah struktur ALCO pada tingkat
provinsi yang memiliki hubungan kerja dalam mendukung peran Alco
dan CPIN pada tingkat pusat melalui asupan data dan informasi yang
bersifat lokal dan regional.
Tujuan:
1) Meningkatkan dukungan data yang memiliki konteks regional

terkait Assets & Liabilities Committee (ALCO)
2) Meningkatkan peran Kantor Wilayah sebagai kepanjangan

tangan Menteri Keuangan dan sebagai Regional Chief Economist
(RCE)
3) Meningkatkan kualitas Cash Planning Information Network
(CPIN)
4) Membangun koordinasi & sinergi antara pemerintah daerah &
pemerintah pusat dalam mitigasi risiko pelaksanaan APBN &
APBD

5) Mendukung pelaksanaan kebijakan maupun perencanaan
kebijakan pelaksanaan anggaran yang lebih kontekstual.

c. Pemberdayaan UMKM
Perluasan kegiatan joint program untuk pemberdayaan UMKM,
melalui sinergi program-program yang telah dilaksanakan
Kementerian Keuangan yang ditujukan untuk pemberdayaan UMKM.
Kegiatan pemberdayaan UMKM yang telah dilaksanakan antara lain
adalah:
• Pembiayaan
- Kredit Usaha Rakyat (KUR)
- Pembiayaan Ultra Mikro (UMi)
- Bantuan Kuota Internet
- Alokasi DAK Fisik
- Subsidi listrik, pupuk/benih, subsidi bunga
• Operasional
- Aplikasi pembukuan berbasis cloud
- Platform e-commerce
- KITE IKM
- Business Development Services
• Pemasaran
- Akses ke e-commerce
- Dukungan Ekspor
- Lelang Non Eksekusi Sukarela Produk UMKM
- Alokasi 40% pengadaan barang/jasa pemerintah
• Kegiatan Pendukung

a. Pembentukan basis data UMKM
b. Penyusunan aplikasi pembukuan
c. KMK perluasan joint program
Adapun beberapa terobosan program sinergi peningkatan daya
saing UMKM, yakni:
• Profiling Bersama berdasarkan single data base UMKM
Menyusun basis data bersama atas UMKM untuk memperoleh
informasi yang lengkap atas UMKM yang telah atau akan mengikuti
program dari Kementerian Keuangan
• Analisis Bersama
Analisis Bersama atas kapabilitas usaha UMKM untuk dapat
menentukan program yang dapat diberikan kepada masing-masing
UMKM.
• Capacity building & edukasi Bersama

Capacity building program UMKM antar Unit Eselon I dan pemberian
edukasi Bersama kepada UMKM dengan melibatkan perwakilan
seluruh unit Kementerian Keuangan yang memiliki program untuk
UMKM.

• Sinergi pelaksanaan program pemberdayaan UMKM
Meliputi perizinan, pembiayaan, produksi, pemasaran dan pembukuan
• Monev Bersama
Dilakukan untuk mengukur efektivitas dari seluruh kegiatan yang telah
dilaksanakan

End State:
1) Basis data tunggal UMKM Kemenkeu
2) KMK Join Program Pemberdayaan UMKM, sebagai dasar

pembentukan tim/task force lintas Unit Eselon I dan
panduan/mekanisme dalam pelaksanaan program sinergi
pemberdayaan UMKM.

Exit Strategy:
Peningkatan basis data perpajakan UMKM; peningkatan jumlah kredit
UMKM yang disalurkan dan jumlah penerima kredit UMKM;
peningkatan jumlah UMKM yang telah melakukan pembukuan atau
memiliki laporan keuangan; peningkatan jumlah UMKM yang naik
kelas; pelaksanaan join edukasi kepada UMKM; dan pelaksanaan
capacity building terkait UMKM antar Unit Eselon I.

d. Strakom
Kolaborasi strakom bertujuan untuk mewujudkan komunikasi publik
yang efektif dan berdampak signifikan melalui kolaborasi, narasi,
taktik komunikasi, komunikator, komunikan, dan kanal komunikasi.

End State: Sinergi Kementerian Keuangan dalam kolaborasi strategi
komunikasi.
Exit strategy: integrasi dan otomasi proses bisnis yang masih manual
ke dalam sistem sharing sumber daya (sistem kehumasan
terintegrasi).

4.3 Dukungan kelembagaan
a. Penunjukan wakil kemenkeu regional

Kekuasaan pengelolaan keuangan negara yang dimiliki presiden
meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang

bersifat khusus. Dalam penyelenggaraan kekuasaan yang dimaksud,
Presiden memiliki posisi sebagai CEO (Chief Financial Officer) yang
menguasakan sebagian kekuasaannya kepada Menteri keuangan
selaku CFO (Chief Financial Officer) yang mengelola fiskal dan wakil
pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
Penguasaan Sebagian kekuasaan tersebut juga dilakukan kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga COO (Chief Operational Officer) selaku
pengguna anggaran/pengguna barang kementerian negara/Lembaga
yang dipimpinnya.

Pengelolaan keuangan negara ini harus saling bersinergi baik di
pusat maupun di daerah. Oleh karenanya, Menteri Keuangan
memberikan arahan kepada Ditjen Perbendaharaan agar Menyusun
mekanisme monitoring pelaksanaan belanja kementerian/Lembaga
dan APBD sekaligus menggerakkan Kantor Wilayah DJPb untuk aktif
mendorong belanja di daerah. Wakil Menteri keuangan juga
memberikan arahan agar Kantor Wilayah DJPb bersinergi dengan
Forum Ekonom kementerian Keuangan (FEKK) dalam melakukan
kajian dan analisis keuangan daerah, serta bersinergi dengan Kantor
Wilayah DJP, Kantor Wilayah DJBC, Kantor Wilayah DJKN, dan BPPK
untuk menjadi satu kesatuan perwakilan Kementerian Keuangan yang
dapat membaca ekonomi daerah.

Hadirnya peran Kantor Wilayah DJPb sebagai RCE ini merupakan
tindak lanjut dari arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri
Keuangan. Selama ini, Kantor Wilayah DJPb dengan posisinya yang
strategis sudah menjalankan peran sebagai perwakilan Kementerian
Keuangan di daerah. Ada peran sebagai fasilitator dan katalisator
untuk menjalankan dan membantu mengawal pelaksanaan APBN
lewat pelaksanaan belanja di daerah. Kantor Wilayah juga sudah
melakukan berbagai hal yang menyerupai peran Regional Chief
Economist (RCE) misalnya lewat Kajian Fiskal Regional (KFR). Dengan
kedekatan hubungan dengan tugas dan fungsinya, Kantor Wilayah
bisa memosisikan diri sebagai mitra strategis pemerintah daerah
maupun instansi vertikal Kementerian/Lembaga (K/L) yang ada di
daerah yang sebelumnya masih sporadis, lalu dengan munculnya
konsep RCE maka makin mempertajam, memperkokoh, dan
memperkuat peran itu.

b. Digitalisasi Kemenkeu
Beberapa digitalisasi yang diciptakan oleh Kemenkeu, yaitu sebagai
berikut.

a. Modul Penerimaan Negara Generasi 3 (MPN G3)

MPN G3 adalah metode pembayaran penerimaan
negara (Pajak, PNBP, dan Bea Cukai) berdasarkan
kode billing yang diperoleh nasabah dari Direktorat
Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Bea
Cukai. Adapun kemudahan yang ditawarkan oleh MPN G3 yakni: (1)
layanan online dan fleksibel, dengan berbagai pilihan channel
pembayaran online antara lain, ATM, EDV, teller bank atau bahkan
internet banking, ecommerce, fintech, SP2D online; dan (2) kapanpun
dan dimanapun.

b. Sistem Anggaran dan Perbendaharaan Negara (SPAN)

SPAN adalah sistem yang mengintegrasikan
seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan
anggaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan.
Berdasarkan PMK No 276 tahun 2008 pengembangan SPAN terdiri
dari tiga pilar, yaitu: penyempurnaan proses bisnis (Business Process
Improvement/BPI), penerapan sistem informasi berbasis Enterprise
Resource Planning (ERP) atau juga dikenal sebagai Commercial of The
Shelf (COTS), dan Change Management and Communication (CMC).
SPAN mengintegrasikan seluruh basis data dan aplikasi terkait
pengelolaan keuangan negara pada level Bendahara Umum Negara
(BUN) ataupun Kuasa BUN. Setelah berhasil menerapkan IFMIS di
tingkat BUN, implementasi IFMIS selanjutnya diwujudkan dalam
pembangunan aplikasi tingkat satuan kerja (satker)

c. Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI)

SAKTI merupakan sistem aplikasi yang
mengintegrasikan seluruh aplikasi satker yang ada.
SAKTI digunakan oleh kementerian/Lembaga dari level
satuan kerja, wilayah eselon I dan kementerian. Sistem
aplikasi ini menerapkan konsep single database dan
mempunyai fungsi utama dalam penganggaran, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban anggaran. SAKTI ber-interface dengan SPAN
pada tiap tahap siklus anggaran.

d. e-Kemenkeu

e-Kemenkeu adalah kumpulan berbagai macam sistem
informasi yang mendukung office automation pegawai
Kementerian Keuangan. Pegawai secara mandiri
mampu membuat dan mengelola naskah dinas secara
online, mengelola dan melaporkan aktivitas harian,
menghadiri rapat, dan masih banyak lagi fitur-fitur yang didesain
khusus untuk memudahkan pegawai dalam bekerja dimana saja.
e. Digipay

Kementerian Keuangan senantiasa berkomitmen untuk
mengelola keuangan negara sekaligus memberdayakan
UMKM. Oleh karenanya, Kementerian Keuangan
mengembangkan sebuah platform Digital Payment-
Marketplace yang dinamakan Digipay. Digipay
merupakan proses integrasi transaksi digital yang memudahkan
setiap instansi pemerintah untuk berbelanja secara praktis, termasuk
melakukan penghitungan dan pembayaran pajak melalui Cash
Management Sistem Bendahara. Selain itu, dokumen
pertanggungjawaban transaksi dapat dihasilkan secara otomatis.
Digipay merupakan salah satu perwujudan digitalisasi pengelolaan
kas negara, terutama dalam pembayaran belanja pemerintah dengan
menggunakan Uang Persediaan (UP). Digitalisasi pengelolaan kas
negara membawa berbagai manfaat. Kemanfaatan Digipay dapat
dirasakan secara langsung oleh instansi pemerintah, vendor penyedia
barang/jasa, dan Perbankan. Di masa pandemi, Digipay menjadi
solusi bagi UMKM untuk tetap dapat menjalankan usahanya secara
digital, aman, dan terpercaya. Manfaat Digipay antara lain:
1) mengubah mindset, pola kerja, dan cara pembayaran dari
konvensional menjadi digital;
2) mengintegrasikan pengadaan, pembayaran dan perpajakan.
3) meningkatkan efisiensi waktu dan biaya
4) mengurangi penggunaan kertas
5) cashless
6) mengurangi interaksi instansi pemerintah dan vendor
7) meminimalisasi timbulnya moral hazard
8) meningkatkan kolaborasi sektor publik dan privat dalam
digitalisasi belanja pemerintah dan pemberdayaan UMKM

c. Ruang Kerja Kolaboratif (Collaborative Way of Working)
Cara bekerja pemerintahan di masa depan akan dipengaruhi

oleh tiga aspek, yaitu: work (proses bisnis), workforce (SDM), dan

workplace (tempat bekerja). Dimana ketiga aspek tersebut akan
sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi sebagai
enabler. Sejak tahun 2019, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah
menginisiasi ruang kerja kolaboratif untuk menghasilkan efisiensi
ruangan dalam rangka menuju Ruang Kerja Kolaboratif (RKB) di
Kemenkeu, yang diharapkan dapat mewujudkan budaya kerja yang
agile, fleksibel, responsive, dan humanis.

Kemenkeu terus berupaya menyempurnakan dan meningkatkan
cara bekerja baru melalui penerapan RKB yang memadukan ruang
kerja fisik dengan ruang kerja digital pemanfaatan teknologi terkini,
optimalisasi manajemen talenta, penyederhanaan proses bisnis,
digitalisasi, dan pengembangan kompetensi melalui Kemenkeu
Learning Center sehingga tercipta budaya kerja yang mampu
menjawab kebutuhan organisasi lebih luas lagi.

Ruang kerja kolaboratif yang dimiliki Kemenkeu, hal ini
merupakan suatu tata kelola atas ruang atau aset yang sangat baik.
Dimana suatu ruang atau aset tersebut dapat dimanfaatkan secara
bersama-sama oleh banyak pegawai di Kemenkeu. Pengelolaan tata
ruang kerja di Kemenkeu seperti ruang kolaboratif ini diharapkan
dapat menekan biaya sewa ruangan/gedung dari unit-unit kerja yang
belum menempati Gedung Kemenkeu.

Dari sisi fisik, diharapkan seluruh ruang kerja di Kemenkeu
dibangun untuk mendorong terciptanya produktivitas dan kreativitas
dalam bekerja. Namun demikian, pembangunan tersebut tidak selalu
harus melibatkan anggaran yang sangat besar.

Ruang Kerja Kolaboratif merupakan cara kerja dengan berprinsip:

• borderless organisasi: penerapan organisasi tanpa sekat dengan
memperhatikan aspek humanis, produktif, serta penerapan pola
kerja matriks dan squad.

• kebijakan delayering yang modern yang berdampak pada
efisiensi SDM

• harmonisasi: penyederhanaan proses bisnis dan evaluasi dalam
memenuhi kebutuhan organisasi

• penyempurnaan kebijakan manajemen talenta yang yang lebih
komprehensif dan adaptif terhadap cara bekerja baru yang
menjawab tantangan disrupsi

• Penyediaan collaboration tools yang user centric, serta

• pembentukan tim berbasis proyek dalam collaboration tools.
Program Ruang Kerja Kolaboratif ini sejalan dengan arahan

Presiden Republik Indonesia untuk mendorong percepatan reformasi

birokrasi nasional, terutama mempertimbangkan perubahan
lingkungan strategis dan perkembangan menuju Digital Governance.

4.4 Peran KPPN dalam Kemenkeu Satu
Peran KPPN dalam mewujudkan Kemenkeu Satu dapat dilihat

dari adanya kerja sama antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dalam hal ini KPPN dengan Unit Eselon I lainnya. Kerja sama yang
dilakukan KPPN tersebut dapat berbentuk Layanan Bersama (Co-
Location). Contoh Layanan Bersama tersebut antara lain:
a. Direktorat Jenderal Pajak

Kolaborasi antara KPPN dan KPP sebagai kantor vertikal
Direktorat Jenderal Pajak dilakukan dengan adanya kerja sama
dalam bidang layanan terpadu dalam rangka peningkatan layanan
kepada mitra kerja/stakeholder. KPPN dan KPP berupaya
menyukseskan penerimaan negara dari sumber penerimaan pajak
wajib pajak yang berprofesi sebagai bendahara pengeluaran serta
pejabat perbendaharaan lainnya yang berada di wilayah bayar KPPN.
Upaya tersebut bertujuan agar wajib pajak semakin mahir dalam
memahami perhitungan perpajakan dan menguasai peraturan
perpajakan yang berlaku serta berdampak positif pada berkurangnya
jumlah pengembalian Surat Perintah Membayar (SPM) yang diajukan
satuan kerja.
b. Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko

Layanan Bersama KPPN dan DJPPR yakni adanya konsultasi
terkait investasi Surat Berharga Negara (SBN), layanan pemesanan
pembelian SBN secara private placement, dan layanan informasi dan
edukasi pengelolaan SBN dan instrument pembiayaan lain.
c. Direktorat Jenderal Bea Cukai

Layanan Bersama antara KPPN dan Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) dilakukan sebagai upaya membangun
sinergi dan pemberian informasi layanan kepabeanan dan cukai.
Pemberian informasi dan edukasi tersebut dilakukan kepada
Pemerintah Daerah maupun satuan kerja yang sedang mengajukan
SPM maupun sekedar berkonsultasi ke KPPN.
d. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Layanan Bersama yang dilakukan antara KPPN dan DJPK adalah
konsultasi terkait penyaluran Transfer ke Daerah maupun konversi
Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil ke Surat Berharga Negara
(SBN).
e. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Kolaborasi antar Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL)
dengan KPPN yakni berupa rekonsiliasi Barang Milik Negara (BMN)
menggunakan aplikasi SIMAN. Pelayanan yang diberikan kepada
satker tidak terbatas pada rekon BMN tetapi juga meliputi konsultasi
terkait pengelolaan BMN, pelayanan lelang, penilaian dan piutang
negara.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan

©2022


Click to View FlipBook Version