Pangeran Diponegoro Antara Tahta danPengorbanan Dirangkum oleh : Sabrina khoerunisa
Pangeran Diponegoro lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta, lahirlah seorang anak laki-laki yang di beri nama Raden Mas Ontowiryo Ia putra sultan Hamengkubowo III dari seorang selir. Pada tahun 1814 sultan Hamengkubowo III meninggal dunia, yang berhak menjadi sultan saat itu adalah putranya yang bernama Jarot. Atau yang bergelar sultan Hamengkubowo IV meninggal dunia pada tahun 1822 maka pemerintahan di gantikan oleh putranya yang bernama menol, namun karena menol yang bergelar sultan Hamengkubowo V masih terlalu muda untuk sementara urusan istana di pegang oleh beberapa orang antara lain kanjeng ratu ageng, Gusti mangkubumi, dan pangeran Diponegoro dalam teorinya pemerintahan di jalankan oleh pihak kesultanan, tetapi sesungguhnya praktiknya di kendalikan oleh pihak belanda keadaan tersebut sudah jelas melanggar praturan yang berlaku namun pihak kesultanan tidak menyadari hal ini, keadaan pemerintahan seperti ini jelas-jelas sangat merugikan pihak kesultanan dan banyak menguntungkan belanda. Perlu di ketahui sejak kecil Raden Mas Ontowiryo atau yang bergelar pangeran di ponegoro di besarkan oleh neneknya yang terkenal sangat saleh, dalam kehidupan sehari-hari neneknya menerapkan cinta agama kepada cucunya tersebut, kedudukan Dimas menol sebagai sultan hanya di anggap sebagai boneka, di belakang mas menol patih Danureja bersekongkol dengan kolonial Belanda yang kemungkinan besar keretakan di dalam keluarga istana makin lama bertambah terasa setelah Hamengkubowo III wafat banyak masalah yang menimpa kesultanan.
Pangeran Diponegoro menyaksikan keadaan istana yang kian hari semakin jauh dari keridaan Allah SWT. Para pangeran kini gemar minum minumam keras bersama belanda dan hidup bermewah-mewah di atas penderitaan rakyat saat itu. Rakyat hanya dijadikan kambing perahan sementara hasilnya dinikmati oleh kolonial Belanda. Para Bangsawan diadu domba oleh Belanda yang mengakibatkan hubungan antara para bangsawan menjadi tidak baik dengan tujuan agar Belanda dapat merebut kekuasaan permerintahan kesultanan. Di Tegalrejo Pangerang Diponegoro mengumpulkan rakyat untuk dijadikan pasukan yang akan menentang penjajahan Belanda. Pada tanggal 20 Juni 1825 Belanda menyerang Tegalrejo maka terjadilah perang Diponegoro yang berlangsung dari tahun 1825-1830. Kyai Maja seorang ulama yang mendampingi dalam perang Diponegoro dengan siasat perangnya serangan gerilya yaitu serang kemudian menghilang. Belanda merasa kewalahan menghadapi perang Geriliya. Pada saat Jenderal Dekock menduduki jabatan komandan di Jawa Tengah dengan sistem membangun benteng-benteng ditiap daerah yang telah dikuasai Belanda, membentuk pasukan kontra gerilya dan mengangkat kembali sultan sepuh, sultan Yogya, Sunan Surakarta dan Mangkunegara dimanfaatkan untuk meredam pemberontakan Pangeran Diponegoro, akibat sistem tersebut gerakan pasukan Diponegoro semakin sempit. Pada tahun 1827 putra Pangeran Diponegoro dan beberapa orang pangeran lainya menyerah pada Belanda. Pada tahun 1928 Kiai maja berhasil ditangkap dibuang ke Menado dan meninggal pada tahun 1848. Pada Tahuh 1829 pemberontakan Diponegoro semakin lemah, Pangeran Mangkubumi menyerah dengan bujukan Belanda dengan bermacam janji yang menggiurkan. Pangeran Diponegoro dengan Sentot Alibasah tetap mengadakan perang gerilya namun akhirnya Sentot Alibasahpun tertangkap oleh Jenderal Dekock dan diasingkan di Bangkahulu. Pada tanggal 28 Maret 1830 karena surat dari Jenderal Dekock untuk mengajak berunding Pangeran Diponegoro untuk menyelesaikan masalah perang yang belum berakhir, Dengan tipu daya Belanda tersebut akhirnya Pangeran Diponegoro yang sudah menjelang tua dapat ditangkap oleh Belanda dan kemudian Pangeran DiPonegoro diasingkan ke Menado 9 tahun lalu pada tahun 1839 Paneran Diponegoro dipindahkan ke Makasar di dalam benteng Rotterdam, Pada Tanggal 8 Januari 1855 Pangerang Diponegoro wafat. Dalam catatan Belanda perang Diponegoro adalah perang besar. Kita sebagai anak bangsa tetap mengenang jasa dan perjuangan beliau sampai kapanpun . Pada tanggal 6 November 1973 Presiden Republik Indonesia memberikan tanda penghargaan terhadap Pangeran Diponegoro Sebagai pahlawan Nasional.