The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Rapinugraha414, 2023-04-21 08:00:54

Ketawanggede 5

Ketawanggede 5

K etawanggede EDISI 5 Tahun 2023 HitamPutihBrawijaya INDEPTH Serba Serbi MMD FEATURE Organisasi Mahasiswa yang (Mulai) Kehilangan Gengsi OPINI Upgrading Diri Dari Organisasi atau Mawas Diri WAWANCARA Perbandingan Relevansi antara Organisasi dengan Magang di Mata HRD


i Nasib Buruk Organisasi Mahasiswa SALAM REDAKSI Barangkali menjadi mahasiswa adalah nasib buruk. Seorang pemuda usia sembilan belas tahunan dihadapkan banyak pilihan: melanjutkan pendidikan dengan berkuliah, bekerja, menikah, atau menganggur. Dan pilihan menjadi mahasiswa adalah yang nasib buruk itu. Biaya kuliah terlampau mahal: biaya masuk, uang UKT, buku dan lain-lain semakin jauh dari akal sehat. Sekali pun biaya mahal tersebut tidak pernah menyurutkan jumlah pendaftar perguruan tinggi setiap tahunnya. Berkuliah adalah gengsi tersendiri. Tujuannya satu: mencapai cita-cita, yang dimaksud di sini adalah pekerjaan. Sebuah logika lucu ketika seseorang membayar sejumlah uang untuk bekerja di suatu instansi atau perusahaan. Harapannya, dengan bekerja di sana, pembayaran tadi lunas setelah bertahun-tahun bekerja. Sama halnya konsep menjadi mahasiswa. Biaya pendidikan setinggi itu adalah uang muka untuk membeli golden ticket berupa ijazah. Dalam tiket emas itu, tertulis harapan-harapan mendapat pekerjaan. Sekali pun mendapatkannya tidak muda. Uang ditukar uang. Jual beli di masa sekarang ini bukan soal menjual barang fisik atau jasa, melainkan juga jabatan dan pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan memiliki tujuan uang itu sendiri, sebuah benda suci yang disepakati sebagai alat jual-beli. Kemudian uang itu digunakan untuk membeli pekerjaan. Begitu seterusnya. Jawaban paling sederhana yang agaknya bisa menjawab pertanyaan, “Apa gunanya kuliah?” adalah “Mencari ilmu.” Tapi mari kita tertawakan sejenak jawaban itu. Kampus memang gudangnya pengetahuan. Di dalamnya ada dosen-dosen dan buku-buku sebagai media penyimpanan pengetahuan itu. Sayangnya tidak semua berkenan memanfaatkan itu. Skripsi dan tugas-tugas kuliah sering kali disalahkan atas memburuknya kesehatan mental seorang mahasiswa. Tugas presentasi di kelas, tidak pernah lebih dari penyampaian kosong dari makalah yang dibuat dengan serampangan: salin-tempel sana-sini. Maka ilmu mana yang patut didapat? Baiklah, kita sepakat bahwa kuliah adalah jalan menuju banyak tujuan mulia. Tetapi pekerjaan (baca: uang) masih menjadi jalan dengan banyak peminat. Bisa dilihat dari semakin jelas prospek kerja sebuah jurusan, semakin banyak peminatnya, semakin mahal biaya kuliahnya. Kemdikbud, yang diisi oleh para pemerhati dan ahli pendidikan, menyadari hal itu. Dibuatlah sebuah program yang diramu sedemikian rupa. Ramuan itu bahannya: program magang, pengabdian, pertukaran pelajar, penelitian, serta kurikulum khusus dan lain-lain. Kelak kita menyebutnya MBKM. Membuat ijazah memiliki daya jual tidak cukup dengan program yang dibuat pemerintah. Dengan berlandaskan undang-undang dan tri dharma perguruan tinggi, muncullah sebuah nama suci MMD (Mahasiswa Membangun 1000 Desa). Belum lagi, program-program lain yang diramu demi kepentingan akreditasi. Begitu banyak pilihan yang dihadapi mahasiswa, banyak sekali. Tidak memilih pun adalah pilihan. Membicarakan program-program di atas, kita sampai lupa bahwa ada satu pilihan lain: organisasi. Bukan pekerjaan nyata memang yang ditawarkan oleh organisasi mahasiswa, melainkan sebuah jabatan dan kursi-kursi kekuasaan. Iya, baik, saya tulis “Jabatan dan kursi-kursi kekuasaan (baca: uang)”. Dari semua pilihan, pilihan terakhir yang disebutkan adalah yang mulai terkikis


ii peminatnya. Organisasi mahasiswa mulai terbenam di ujung ufuk. Apa yang ditawarkannya tidak lagi menarik dan dianggap tidak mampu membawa mahasiswa pada apa yang diinginkan: dianggap investasi bodong yang bukannya mengembalikan modal dengan keuntungan, justru menambah modal dan tidak berarti apa-apa bagi uang. Demikian adanya. Organisasi mahasiswa yang digaung-gaungkan di masa lalu, sekarang tinggal meongan kucing lapar yang minta makan. Butuh sebuah dobrakan yang sistematis dan terstruktur untuk mengembalikan masa kejayaan itu. Karena semangat perjuangan masa lalu perlu untuk diwarisi oleh generasi setelahnya. Mengenang dan membanggakan apa yang dicapai dulu, hanya akan membawa organisasi mahasiswa pada langkah mundur. Lantas, di masa depan, perlu kiranya dibangun museum organisasi mahasiswa. Langkah-langkah pasti menjadi sebuah mitigasi untuk menyelamatkan kehidupan. Tanpa itu semua, tinggal menghitung waktu. Gerakan praktis yang selama ini dijalankan, harus diperbarui. Sedang gerakan ideologisnya, perlu dihayati. Berkoar liar dan unjuk eksistensi saja, harus disadari sebagai sebuah kesalahan. Kemudian pembenaran-pembenaran yang hanya dijadikan pembenaran atas sebuah kesalahan, sudah sebaiknya dihilangkan saja. Biar kebenaran yang berbicara. Buletin Ketawanggede di seperempat awal tahun 2023 ini membahas itu. Kavling10, selain lembaga pers mahasiswa, juga hidup dan bergerak sebagai organisasi. Kami peduli terhadap keberlangsungan organisasi saat ini. Tetapi kami lebih peduli pada masa depan, yang tidak dapat hanya diukur dengan uang. Tidak ada maksud mengecilkan organisasi mahasiswa, karena pada dasarnya kami tidak akan mengecilkan diri kami sendiri. Sebagaimana kalimat menjelang akhir di dua paragraf di atas, kehidupan organisasi mahasiswa tidak bisa ditunjang berdasar pada SALAM REDAKSI pembenaran. Melainkan pada program kerja yang nyata, yaitu program kerja yang memiliki tujuan jauh melampaui zaman. Mewawancara para pegiat organisasi, semakin tercium jelas bahwa program pemerintah dan program kampus menjadi penghambat. Belum lagi, mereka juga mengatakan bahwa organisasi mereka juga babak belur dihajar pandemi. Dari sudut pandang kampus, kami mewawancara Wakil Rektor Bagian Kemahasiswaan perihal kehidupan organisasi mahasiswa saat ini. Jawabannya dapat kita lihat di hasil liputan utama. Begitu pula ketua MMD, juga kami wawancara. Kami berusaha memperluas jarak pandang untuk mendapatkan banyak informasi. Oleh karenanya, seorang HRD di sebuah perusahaan juga kami wawancara, sebagai usaha untuk membuktikan. Laporan dalam buletin ini kelak menjadi catatan sejarah bahwa kehidupan organisasi mahasiswa pernah terancam. Itu apabila kelak organisasi mahasiswa masih berdiri tegak. Kalau tidak, maka ini adalah laporan yang mencatat retakan awal atas runtuhnya organisasi mahasiswa. Dan itu bukan nasib buruk, melainkan niat buruk. Moch. Fajar Izzul Haq Sumber: itb.ac.id


@lpmkavling10 @taz3417q www.kavling10.com [email protected] @lpmkavling10 SUSUNAN REDAKSI Pelindung Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc. Pembimbing Arif Budi Prasetya, S.I.Kom., M.I.Kom Penanggung Jawab Sifin Astraria Pemimpin Redaksi Moch. Fajar Izzul Haq Redaktur Pelaksana Dwi Kurniawan Koordinator Laras Ciptaning Kinasih Reporter Adila Diva Larasati, Alifiah Nurul, Ahmad Ahsani Taqwiin, Novera Putri Karina, Jihan Nabilah Yusmi, Syadza Nirwasita, Dwi Kurniawan Infografis Oyuk Ivani Siagian Layouter Husnul Khotimah, Senia Nefalina Editor Moch. Fajar Izzul Haq, Adilla Amanda, Adila Diva Larasati, Dwi Kurniawan Ilustrator Alifia Halida Fotografer Muhammad Fitra Fahrur Ramadhan, Asa Amirsyah Alkindi Kolumnis Gracia Cahyadi, Irham Kinanto, Khairul Ihwan iii SUSUNAN REDAKSI


| DAFTAR ISI SALAM REDAKSI i Nasib Buruk Organisasi Mahasiswa SUSUNAN REDAKSI DAFTAR ISI EDITORIAL iii iv INDEPTH 3 Bara Api Organisasi INFOGRAFIS 6 Geliat Nasib Organisasi Mahasiswa FEATURE iv WAWANCARA Perbandingan Relevansi antara Organisasi dengan Magang di Mata HRD 13 Organisasi Mahasiswa yang (Mulai) Kehilangan Gengsi 7 DAFTAR ISI 10 Serba-serbi MMD OPINI Program Magang Organisasi Mahasiswa, Berkedok Kerja Nyata? 15 Upgrading Diri Dari Organisasi atau Mawas Diri 17 Perppu Cipta Kerja adalah Sebuah Kesalahan 19 1 Organasasi (mungkin) Akan Kehilangan Gengsi


1 Hari itu sudah semakin sore dan sebentar lagi waktu berbuka segera tiba. Saya bergegas keluar untuk mencari takjil di sekitar taman Merjo. Sedari awal saya sudah berniat untuk membeli es buah dan gorengan sebagai menu berbuka. Sudah terbanyang bagaimana segarnya berbuka dengan es buah di-combo dengan renyahnya gorengan. Purna sudah nikmatnya berbuka. Namun, begitu sampai di sana saya dibuat penasaran dengan berbagai jajanan baru yang menarik untuk dicoba. Alhasil niat awal saya untuk berbuka dengan es buah dan gorengan tergoyahkan dan membuat saya membeli jajalan baru tersebut. Gambaran itulah yang mungkin kita rasakan saat memilih organisasi di kampus. Pada saat Maba, sebagian dari kita ada yang sejak dari awal ingin ikut organisasi tertentu dan ada juga dari kita yang awalnya hanya ingin ikut satu organisasi saja, tetapi karena terbujuk teman dan lain-lain berakhir ikut lebih dari 2 organisasi. Ada juga mahasiswa yang dari awal sudah berniat tidak ikut organisasi karena melihat sesuatu baru yang lebih menjanjikan. Adanya program baru seperti MBKM menjadi salah satu alasan mengapa saat ini organisasi tak begitu bergengsi bagi mahasiswa. Program MBKM dipandang lebih bergengsi dan menjanjikan sesuatu yang lebih bagi kehidupan mahasiswa kedepannya daripada organisasi kampus. Seperti contoh, program IISMA saat ini merupakan program yang menjadi primadona bagi mahasiswa. Bagaimana tidak? Mahasiswa yang dinyatakan lolos IISMA bisa merasakan sensasi kuliah di luar negeri dengan dibiayai negara. Memang kadangkala sesuatu hal baru membuat kita jadi lebih tertarik daripada yang sudah tua dan bahkan bisa dibilang usang. Selain bertambahnya pilihan baru, organisasi kampus sebagai barang lama juga tak banyak menawarkan kebaharuan. Salah satu faktor yang membuat organisasi kampus kehilangan gengsinya ialah karena dirasa kualitasnya yang jalan ditempat. Mahasiswa yang ikut organisasi hanya menjadi orang pembawa tongkat estafet dari proker yang itu-itu saja. Kalau pun ada proker baru, proker tersebut justru tak memberikan banyak manfaat bagi mahasiswa. Realitanya proker tersebut justru menjadi masalah bagi mahasiswa karena kurangnya pendanaan. Ditambah lagi masih melekatnya budaya senioritas yang seharusnya sudah dibuang ke tong sampah sejak dulu. Lantas dengan melihat realita tersebut, alasan apa lagi yang bisa menarik mahasiswa untuk ikut organisasi? EDITORIAL Organasasi (mungkin) Akan Kehilangan Gengsi


2 Jalan satu-satunya agar organisasi tidak terus ditinggalkan adalah dengan berbenah. Organisasi harus bisa menawarkan hal baru yang mungkin tak bisa didapatkan ditempat lain. Bisa dari program kerja ataupaun dari budaya kerja itu sendiri. Masalahnya adalah hal yang kadang menghambat perubahan dari organisasi adalah orang di dalamnya. Di sinilah tantangan bagi para organisatoris untuk sadar terhadap kekurangan di organisasinya dan tanggap dalam membaca dinamika yang terjadi pada mahasiswa. Sebab, meskipun dengan segala kekurangan yang ada pada organisasi, pada dasarnya organisasi masih pantas menjadi pilihan bagi mahasiswa berproses. Organisasi mungkin tidak bisa menawarkan hal semewah kesempatan kuliah di luar negeri seperti IISMA. Organisasi juga tak bisa memberikan tambahan uang jalan seperti MSIB, justru sebaliknya biasanya pengeluaran kita semakin bertambah. Tetapi, satu hal yang pasti dengan ikut organisasi kita bisa belajar bagaimana menumbuhkan pola pikir. Saat ikut berorganisasi kita juga dilatih menjadi pemimpin. Meskipun saat ini program MBKM merupakan barang yang baru, lambat laun ia juga akan menjadi barang lama. Segala sesuatu yang telah lama apabila tak kunjung diperbaiki akan menimbulkan masalah. Jadi apabila saat ini tren minat mahasiswa terhadap organisasi sedang turun hal tersebut adalah hal yang wajar. Satu hal yang perlu kita ingat adalah MBKM merupakan produk dari pemerintah. Kecenderungannya adalah ketika terjadi pegantian kekuasaan, pemimpin baru lebih suka mengganti dengan program baru yang belum tentu lebih baik. Tapi kembali lagi ini hanya sebuah prasangka yang semoga tidak terjadi. Dwi Kurniawan Sumber: canva.com EDITORIAL


itu sempitnya kita cuma jadi bawahan, kita belum punya otoritas untuk mengatur team, people management. Kalau di organisasi kita masih bisa jadi atasan kan. Namun tidak menutup kemungkinan kalau memang magang itu menyediakan benefit lain yang nggak kita dapat di organisasi dari pengalaman kerja profesional dan kultur kerjanya,” lanjut Aqil. Tak ketinggalan Presiden EM UB 2023, Rafly Raihan Al-Khajri juga menjadi salah satu yang kami tanyakan tentang minatnya berorganisasi hingga saat ini, mengingat dirinya sudah menginjak semester 8. Baginya, tanggung jawabnya sebagai mahasiswa yang ditujukan ke masyarakat dapat diwadahi oleh organisasi kemahasiswaan. “Sebab ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sosial manajemen, kemudian konflik manajemen, itu hanya ada di organisasi begitu,” tambahnya ketika kami wawancarai Rabu, (24/2) lalu. 3 Organisasi kemahasiswaan yang dahulu sempat digandrungi kalangan muda-mudi mahasiswa, kini terdengar santer akan sepinya peminat seiring berjalannya waktu. Kami mewawancarai sejumlah mahasiswa dari berbagai organisasi dan status jabatannya saat ini, untuk mencari tahu sebuah jawaban dari "Benarkah api semangat berorganisasi sudah mulai padam?" Apa yang Menarik dari Organisasi? Sebagai suatu perkumpulan orang dengan visi dan misi yang sejalan, kehadiran organisasi bisa menjadi peluang kesempatan bagi mereka yang menggemarinya. Banyak hal yang dapat melandasi seseorang untuk gabung ke organisasi. Misalnya mencari lingkar pertemanan yang sesuai, pendukung keperluan pendaftaran kerja atau beasiswa, hingga yang paling umum, mengasah soft skill. “Kalau di kos aja kan kita gak bisa mengasah people management skill kita termasuk juga mengatur keuangan. Misal kalau jadi ketua pelaksana, kita tidak hanya people management tapi juga mengatur keuangan, sampai mengatur stres,” terang Aqil Asyrof, selaku ex Ketua Departemen Center of Islamic Economic Studies (CIES) UB, Sabtu (4/3). Pendapat serupa juga diterangkan Titania Itsnani, President of Amnesty International chapter Brawijaya (AIUB), yang mengaku jika pengalaman dan koneksi turut menjadi alasan pentingnya mengikuti organisasi. Terkait relevansi keikutsertaan mahasiswa dalam berorganisasi pun semua menjawab tetap relevan untuk menjadi bagian dari organisasi. Tapi bagi Aqil yang sudah pernah mengikuti MBKM MSIB, organisasi justru penting sebagai batu loncatan dan penilaian sebelum mahasiswa magang di instansi manapun. “Lagipula, magang Bara Api Organisasi Sumber: canva.com INDEPTH


4 sebagai Ketua Departemen Center of Islamic Economic Studies (CIES) UB setahun lalu, jawaban Aqil yang sudah pernah mengikuti MBKM Magang Bersertifikat di Bank Indonesia itu pun ikut memperkuat tanggapan Titania tentang benefit uang yang bisa didapatkan. Dari jawabannya kami temukan poin kunci yang sangat menarik: magang dibayar sedangkan organisasi tidak. “Wajar ya anak muda kalau liat duit tuh keknya wahh gua bisa nabung gitu, dan itu hal yang wajar ketika mahasiswa lebih memilih magang dibandingkan organisasi,” lanjut Aqil. Menurutnya, memang MBKM dianggap lebih mendatangkan benefit, atau mungkin lebih tepatnya profit untuk mahasiswa yang mengikutinya. Jadi, Masih Relevankah Organisasi? Benefit uang saku bagi mahasiswa memang bukan menjadi satu-satunya alasan mahasiswa membelokkan minatnya ke program Kampus Merdeka, idola para mahasiswa di luar sana. Jika mengacu pada penjelasan Aqil, pengalaman untuk mengenal senior yang berpengalaman lebih bagus di bidang akademik, sampai ilmu manajemen uang dan waktu juga ia anggap menjadi keuntungan besarnya yang didapat dari mengikuti MBKM. Tapi ada satu hal penting yang kami temukan lagi dari keempat narasumber ini. Selain menjadi bekal dan batu loncatan sebelum memasuki dunia karir, mereka tetap mengunggulkan organisasi dari kemampuankemampuan yang bisa dengan lebih bebas dijelajahi dan didapatkan mahasiswa. Termasuk juga dari bagaimana organisasi kemahasiswaan yang masih mampu mentolerir lebih dan kurangnya mahasiswa dalam memanajemen hal-hal yang bersifat teknis, seperti manajemen waktu, tenaga dan lain-lain. Hal tersebut bisa menjadi lebih sulit, jika mahasiswa hanya bersiap untuk magang, tanpa disertai latar belakang pengalaman berorganisasi. Seperti yang dinyatakan Titania, “Maka dari itu mahasiswa tetap harus ikut organisasi. Kan sayang banget kalau kurangBegitupun bagi Hanidura Ayatullah, selaku Staf Muda dari salah satu UKM di UB, RKIM. Ia merasa keputusannya untuk menjadi anak organisasinya sudah tepat, karena tujuannya juga untuk mendapatkan soft skill dan koneksi. “Selain itu RKIM incaranku dari pas awal maba karena berkaitan dengan Pimnas nantinya, maka dari itu aku juga penasaran bagaimana sih alur Pimnas itu dan bagaimana karya ilmiah yang bagus buat dilombakan,” jelasnya pada kesempatan yang sama. Minat Berorganisasi Semakin Menurun? Pertanyaan tersebut menjadi suatu diskursus yang akhir-akhir ini menarik, yang bahkan terjawab ketika kami mewawancarai setiap informan. Beberapa berpendapat bibit-bibit penurunan minat tersebut mulai timbul semenjak pandemi Covid-19 seraya dilancarkannya program MBKM yang menawarkan keleluasaan mahasiswa untuk menjelajahi minat belajar dan kerjanya sendiri. Seperti yang dinyatakan oleh Rafly, “Dari situ kemudian melahirkan paradigmaparadigma baru, melahirkan kebiasaankebiasaan baru. Belum lagi untuk tipikal genetik Gen Z gitu, ya, yang mungkin melihat dunia di luar sana lebih akseleratif sehingga dia lebih eksploratif.” Seperti Titania misalnya, yang juga mengaku masih berminat untuk mengikuti MBKM, karena MBKM memiliki magnet-nya tersendiri sampai menjadi program yang diidolakan mahasiswa saat ini. “Mahasiswa mana sih yang nggak tertarik sama program MBKM yang ditawarkan? Pasti kan tertarik banget. (MBKM, red.) bisa menciptakan peluang ikut program magang, riset, atau apapun yang nantinya bisa mempersiapkan kita untuk menjadi pekerja ideal setelah lulus. Terus kita juga bisa mendapatkan uang tambahan untuk kita sendiri dari situ,” jelasnya. Di samping itu, Titania juga sempat menyayangkan bahwa di organisasinya dan beberapa organisasi mahasiswa lain di sekitarnya sempat ikut mengalami kesulitan dalam hal regenerasi anggota. Meskipun sudah demisioner dari jabatannya INDEPTH


dari EM dari tahun 2011, terus berperan besar juga buat Pimnas yang penting untuk nama dan peringkat UB. Dari situ sih menurutku seharusnya bisa sih mereka mengatur waktu untuk MBKM dan lain-lain,” terangnya. Dari penggalan tersebut, ada nilai yang perlu dimiliki dan dievaluasi organisasi kemahasiswaan agar tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya. Seperti yang dinyatakan oleh Aqil, organisasi harus mampu memberi nilai yang lebih dibandingkan tempat magang. Jika di tempat magang ilmu-ilmu terkait pekerjaan lebih dominan, organisasi harus menyediakan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan kehidupan. Jadi ada nilainilai organisasi yang perlu diperbarui. “Gimana kita mengembangkan diri, membereskan antara kehidupan kuliah, karir dan agama misal, dan itu salah satu keuntungan yang belum tentu bisa didapat di tempat magang. Atau dengan kita di organisasi, kita bukan sekadar dipekerjakan untuk menjalankan program kerja, tapi juga bakal dibantu meraih prestasi yang kamu impikan karena organisasi bisa memfasilitasi itu,” tutur Aqil. Dalam kalimat penutupnya, baik Aqil dan Rafly berharap, mahasiswa tetap perlu memandang organisasi jadi salah satu wadah pengembangan diri di samping keuntungan yang ditawarkan program MBKM saat ini dan tetap fokus terhadap orientasi masa depan masing-masing. “Jangan lihat seberapa besar atau seberapa prestisius lembaganya, fokus ke substansi (kerjanya, red.) saja,” tutup Rafly. Penulis : Alifiah Nurul Izzah, Kontribusi : Novera Putri Karina lebih empat tahun kita cuma manfaatin dengan belajar kuliah aja, kita juga harus bisa melatih soft skill yang bisa jadi kita temukan ketika kita justru masuk organisasi.” Adapun menurut Rafly, organisasi mahasiswa sejatinya tidak akan pernah redup, sebab apa yang ditawarkan organisasi bukan hanya soal soft skill, tapi juga soal ideologi, basis-basis pemikiran yang juga menjadi penting di dunia kerja. Baginya, apa yang membedakan magang dengan organisasi juga terletak di nilai prestisenya. “Kalau gengsi di dalam dunia kerja kan mungkin lebih prestisius karena ada di dunia kerja. Kemudian nanti setelah magang bisa dikonversi dengan nilai. Sedangkan di organisasi, skillnya sama saja, bahkan mungkin saya bisa mengatakan bahwa lebih keras di organisasi, tetapi minusnya organisasi tidak bisa konversi nilai,” jelasnya. Evaluasi Organisasi Hanidura, sebagai anggota dari UKM RKIM yang bergerak di bidang penalaran memberikan sudut pandang lainnya. Baginya UKM yang ia geluti saat ini masih tetap bisa bertahan dari gempuran MBKM karena penanaman mindset manajemen waktu yang menjadi nilai lebih yang RKIM miliki. “Karena RKIM sudah menjadi bagian 5 Sumber: canva.com Sumber: canva.com INDEPTH


6 INFOGRAFIS


7 dalam kaderisasinya,” kata Nurcholis Fahroni, seorang mahasiswa kampus biru yang sudah di ujung kelulusan. Hari ini peran Ormawa belum dapat dikatakan telah memenuhi daftar kebutuhan mahasiswa di dunia kerja. Seorang mahasiswi menuturkan hal tersebut: Faza Aliya. Pengalaman magangnya telah membawanya pada suatu pengertian bahwa, “Banyak ahli yang bisa dijadikan tempat belajar dan menjunjung tinggi professionalisme,” tutur mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya tersebut. - 1 - Secara empiris, Fadel Ridho Ariyan, seorang mahasiswa Fakultas Pertanian, membeberkan empat alasan. Yang pertama, Fadel menyatakan bahwa minat mahasiswa menurun disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kinerja ORMAWA. Bentuk ketidakpuasan itu kemudian diungkapkan oleh Nurcholis Fahroni, mahasiswa yang berkali-kali mengikuti program MBKM. Dengan semangat revolusi meruntuhkan orde baru, organisasi mahasiswa berjaya di masa lalu. Tapi belakangan mulai babak belur dirundung pilu. Tak ada yang menyangkal bahwa minat mahasiswa bergabung dalam organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) kian menurun. Setelah menghadapi gempuran pandemi selama dua tahun, ORMAWA dihadapkan dengan kenyataan bahwa dirinya bukan satu-satunya pilihan. Data survei Kavling10 terhadap beberapa responden memang membuktikan bahwa 79,1% mahasiswa memiliki ketertarikan terhadap kegiatan organisasi. Akan tetapi, ada 85,9% mahasiswa yang juga tertarik mengikuti program MBKM. Terjangan pandemi selama kurang lebih dua tahun, telah membekukan ORMAWA. Keberadaannya kian maya: kegiatannya lebih banyak dilakukan secara daring. “UKM dan organisasi lainnya sudah melewati pandemi selama dua tahun, sehingga mengalami masalah Organisasi Mahasiswa yang (Mulai) Kehilangan Gengsi Sumber: canva.com FEATURE


8 Selain pilihan yang diberikan pemerintah pusat, juga ada pilihan lain yang mau-tidak mau, harus dipilih mahasiswa adalah program kampus yang baru-baru ini jadi sorotan: MMD (Mahasiswa Membangun Desa). MMD diwajibkan bagi seluruh mahasiswa angkatan 2021, yang mana tahun ini menjadi tahun mereka sebagai pengurus organisasi. Sujarwo, yang mengetuai program MMD ini, mengklaim ada sebanyak empat belas ribu mahasiswa yang terlibat. Eksekutif Mahasiswa merasa program MMD tersebut akan mengganggu kerja keorganisasian mereka. Sehingga dibuatlah sebuah nota kesepatakatan dengan rektor untuk memberi kebijakan khusus bagi anggota organisasi kemahasiswaan. Ada berbagai macam tanggapan perihal MMD. Kavling10 telah menyurvey beberapa mahasiswa perihal program MMD. Hasilnya 58,2% mahasiswa tidak tertarik dengan program tersebut. Sedang 41,8% sisanya, mengaku tertarik. Sayangnya data ini dianggap kurang mewakili bagi Sujarwo. - 3 - Alasan ketiga menyangkut pada beban akademis. Fadel menyatakan bahwa beban akademik mahasiswa hari ini cukup berat, yang mana hal itu disebabkan oleh perkembangan kurikulum. Kegiatan akademik yang demikian telah menyita banyak waktu dan tenaga mahasiswa, menurut Fadel. “Mungkin karena itu ada yang tidak sanggup sambil menjalankan organisasi,” ucap Galih mendukung. “Dari pada jadi mahasiswa kura-kura mending kupu-kupu saja,” tambah Fadel. - 4 - Alasan terakhirnya adalah pola pikir. Hanya Fadel narasumber kami yang membahas perihal Baginya, di Ormawa, tanggung jawab yang dibebankan pada mahasiswa terlalu besar dan tidak sebanding dengan benefit yang didapatkan. Bentuk tanggung jawab yang lebih besar tadi diwujudkan dalam program kerja yang ada di dalamnya. Fadel menegaskan bahwa program kerja tersebut belum memiliki patokan dan tujuan yang jelas. Prakteknya, banyak mahasiswa yang justru dibebani tanggung jawab menjual kue keliling kampus. “Kalau jualan risol jadi patokan dalam berorganisasi mending keluar saja, kita sudah capek mental, capek materi,” ujar Fadel. - 2 - Alasan kedua, berdasar pada pendapat Fadel, mulai banyak alternatif lain yang dapat diikuti oleh mahasiswa. Terlebih, masing-masing dari alternatif itu memberikan penawaran yang lebih baik dan lebih relevan. Beberapa pilihan itu telah disediakan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim, yang mengusung program Merdeka Belajar Kampus Mengajar (MBKM), yang mana, program tersebut juga menelurkan sub program lainnya. FEATURE Sumber: canva.com


Penulis: Moch. Fajar Izzul Haq Editor: Adila Amanda 9 FEATURE ini. Baginya pola pikir mahasiswa sekarang sudah berkembang. Kegiatan yang ada di kampus terus berubah dan berkembang, sebagaimana tuntutan yang ada dalam benak setiap mahasiswa. “Teman-teman lebih mengejar pengalaman dan kesempatan yang lebih besar di luar kampus” tutur Fadel. Dari survey Kavling10, program MBKM yang paling diminati adalah MSIB, dengan pemilih sebesar 62,8%. Di posisi kedua dan ketiga, berturut ditempati oleh IISMA dan Kampus mengajar, dengan jumlah pemilih 35,9% dan 24,4%. Penting Tidak Penting Berorganisasi Fahroni menjawab, “Penting dalam tataran normal,” ketika ditanya apakah organisasi mahasiswa masih penting untuk sekarang ini. Baginya relevansi oraganisasi kembali pada orang-orang di dalamnya. Galih yang baru beberapa bulan dilantik sebagai Presiden BEM FIB, berpendapat serupa. Ia tidak menjawab dengan pasti, katanya, “Relevan atau tidak, tergantung organisasinya menyikapi.” Ormawa dan program pemerintah -dalam hal ini MBKM- memang menawarkan hal berbeda. Untuk memantik bara organisasi, Rafly Raihan, Presiden Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya, menuturkan bahwa organisasi tidak hanya menawarkan pengembangan softskill melainkan juga mengajarkan ideologi dan basis-basis pemikiran yang berguna sebagai bekal di dunia kerja. Perihal ideologi dan basis-basis pemikiran tersebut, seorang mahasiswa yang berpengalaman di Ormawa dan program magang, menyatakan bahwa esensi tersebut memang menjadi nilai tersendiri bagi Ormawa. Hanya saja, menurutnya, “Sekarang kayak udah lebih ditunggangi ke arah kepentingan politik.” Sumber: canva.com


10 INDEPTH Serba-serbi MMD Beda MMD dengan KKN Awalnya program KKN bukanlah hal yang diwajibkan kepada mahasiswa. Terdapat beberapa fakultas yang memang menempatkan hal tersebut sebagai substisusi saja. Sebagai contoh di Fakultas Pertanian, mahasiswa bisa mengganti tersebut dengan mengikuti magang selama 1 bulan di perusahaan. Namun, hal tersebut berubah setelah keluarnya Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pada peraturan tersebut secara ekplisit dijelaskan di Pasal 14 ayat (8), di mana kampus wajib menambahkan program terkait pengabdian kepada masyarakat. Persoalannya adalah pada awal implementasi peraturan tersebut terjadi tumpang tindih karena masing-masing fakultas melaksanakannya sendiri-sendiri. Oleh sebab itu, ide MMD ini muncul. “MMD ini sebenarnya memfasilitasi seluruh fakultas agar tidak menyelenggarakan sendiri-sendiri” Ungkap Sujarwo saat live instagram kavling10 pada 10 April lalu. Sujarwo juga menekankan bahwa alasan MMD dilakukan secara serentak karena lebih memikirkan efek kepada masyarakatnya. Malang-Kav10 Program Mahasiswa Membangun Desa (MMD) yang diusung oleh Profesor Widodo sebagai rektor sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan mahasiswa. Sejak dilantik pada 27 Juni 2022, bisa dibilang MMD adalah program yang terbesar dari kampus sejauh ini. Hal tersebut disebabkan karena MMD sendiri akan diselenggarakan secara serentak di 1000 desa di Jawa Timur. Rencananya MMD akan dilaksanakan pada 26 juni sampai bulan Agustus. Program ini wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa angkatan 2021 dan mahasiswa angkatan 2020 dan 2019 yang belum mengambil program pengabdian kepada masyarakat. MMD ini sekaligus menggantikan program pengabdian kepada masyarakat sebelumnya, yakni Kuliah Kerja Nyata (KKN). Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi bagaiamana MMD ini muncul. Selain daripada itu, muncul juga beberapa kritik dan masukan dari mahasiswa terhadap program pengabdian masyarakat kali ini. Mulai dari mepetnya persiapan, teknis pembekalan, beratnya penugasan hingga kecilnya dana yang diterima setiap kelompok.


Selain itu, UB juga berkolaborasi dengan Telkom yang rencananya akan membangun smart village di salah satu desa sasaran MMD. “Nah ini kita sekarang dalam proses untuk bersinergi bagaimana potensi-potensi yang di desa itu untuk kemudian bisa terangkat termasuk juga profiling potensi desa kemudian desa wisata” terang Sujarwo. Soal pendanaan dua juta setiap kelompok Dalam pembekalan pertama MMD pada 2 April lalu, dijelaskan bahwa terdapat terdapat 9 tema yang menjadi target capaian MMD. Target tersebut juga tak terlepas dari relevansinya dengan SDGs. Banyaknya target capaian tersebut yang kemudian dipermasalahkan oleh mahasiswa karena dirasa terlalu memberatkan. Dana 2 juta yang diberikan oleh univeritas kepada setiap kelompok bagi mahasiswa dirasa tidak bisa menutupi program dan memenuhi indikator yang diinginkan oleh MMD. “Ada beberapa cuitan yang mengatakan bahwa untuk mengadakan seminar saja setidaknya membutuhkan 5 ratus ribu. Untuk konsumsi, pemateri, transportasi” kata Zidni Limansyah selaku Menko Pengabdian EM UB 2023 saat acara live instagram Kavling10 beberapa hari lalu. Kemudian Sujarwo sendiri mengatakan bahwa MMD sendiri memiliki sinergitas yang lebih kuat daripada KKN. Sinergi yang lebih artinya ada mahasiswa ada dosen yang memiliki inovasi yang kemudian didesiminasikan lewat mahasiswa ke masyarakat di desa sehingga energi-energi pembaharuannya lebih kuat” terang Sujarwo. Investasi yang dilakukan oleh UB melalui MMD ini juga diharapkan bisa menghasilakn kerja-kerja kolaborasi yang berfokus pada kemajuan pembangunan desa. Salah satu caranya adalah MMD akan berkolaborasi dengan Halal Institute UB untuk membantu sertifikasi produk halal kepada UMKM. “kita bisa bayangkan kalau di 1000 Desa itu ada UMKM dan kemudian kita bisa membantu mereka” kata Sujarwo. Harapannya nanti mahasiswa bisa membantu masyarakat terkait pendaftaran yang akan dilakukan secara online. 11 INDEPTH Sumber: canva.com Poster MMD UB 2023 Sumber: instagram/@univ.brawijaya


Penulis: Dwi Kurniawan Editor: Moch. Fajar Izzul Haq Sujarwo sendiri juga mengatakan ada beberapa DPL yang mengungkapkan keberatan yang sama terkait kewajian pembuatan video dokumentasi. “apabila dirasa terlalu berat, memang kuncinya adalah dikomunikasikan kepada DPL” tambah Sujarwo. Selanjutnya, terkait pembagian kelompok di mana mahasiswa yang berdomisili di Jawa Timur cenderung mendapatkan desanya sendiri. Sujarwo mengatakan memang rencana awal tidak berniat seperti itu. Ia beralasan bahwa mahasiswa yang mendapat desanya sendiri diharapkan dapat memberikan pengenalan kepada desanya menjadi lebih lancar. “Sehingga kayak mahasiswa membangun desanya sendiri” ungkap Sujarwo. Terakhir, Sujarwo mengatakan bahwa apapun itu kita masih berjuang untuk mempersiapkannya secara step by step. Ia juga berterima kasih terhadap feedback yang akan kita pikirkan perbaikannya seperti apa. Beberapa poin ini akan kami agendakan untuk perbaikan agar menguatkan implementasi MMD. Menjawab hal tersebut Sujarwo menjelaskan bahwa universitas tidak bisa menanggung biaya yang timbul dari program pengabdian kepada masyarakat ini. Hal ini sesuai dengan Pertor Nomor 42 Tahun 2022 tentang Tarif Layanan Pendidikan. Pada pasal 11 di peraturan tersebut dijelaskan bahwa UB tidak menanggung biaya mahasiswa yang bersifat pribadi, biaya pelaksanaan kulaih kerja nyata, asrama, dan biaya yang timbul dari penelitian yang dilakukan secara mandiri. Persoalan terkait beratnya capaian yang diinginkan dari MMD dan biaya hidup mahasiswa selama di desa seperti tempat tinggal, konsumi, dan transportasi ini juga kemudian menjadi masalah sebab mahasiswa mau tidak mau mengeluarkan biaya yang lebih banyak selama pelaksanaan MMD. Mengingat tidak semua mahasiswa memiliki kondisi keuangan yang baik sehingga dikhawatirkan MMD ini hanya akan menambah beban kepada mahasiswa. Apalagi jangka waktu pelaksanaan MMD selama 6 minggu yang tentu membuat mahasiswa menambah pengeluaran setidaknya 1 juta. Hal Teknis Lainnya Selain dana, mahasiswa juga merasa keberatan terhadap penugasan MMD. Mahasiswa merasa penugasan MMD terlalu mepet dan terlalu banyak. Mahasiswa juga menanyakan relevansi materi videografi yang dirasa sudah seperti standar pembuatan film. Mahasiswa beranggapan bahwa kewajiban untuk membuat video dokumentasi terlalu memberatkan. 12 INDEPTH


13 Narasumber : Faisal Makruf (HRD Upscalix, PT Surya Digital Teknologi) Apakah sewaktu menjadi mahasiswa sempat mengikuti organisasi dan benefit seperti apa yang didapatkan? Saya dulu kuliah di Univeritas Terbuka (UT) dan mengikuti serikat buruh sejak lulus SMA. Seperti organisasi pada umumnya, saya mendapatkan benefit berupa soft skill dan kemampuan menghadapi orang lain. Bisa terlihat dari temanteman saya yang mengikuti organisasi,benefit tersebut memang terimplementasikan. Berdasar sudut pandang HRD, lebih menyukai pelamar dari mahasiswa dengan pengalaman berorganisasi atau mahasiswa dengan pengalaman magang tanpa berorganisasi? Secara umum tidak ada perbedaan signifikan. Mahasiswa dengan pengalaman magang juga harus dilihat lokasinya di mana, bagaimana jobdescnya, berapa lama kegiatannya, karena tidak sedikit magang yang tidak penting. Entah dari mahasiswa tersebut membuang-buang waktu atau magang melalui perusahaan yang mencari tenaga kerja murah saja. Sama seperti mahasiswa dengan pengalaman berorganisasi, cari tahu dahulu ia sebagai apa dan perihal yang dilakukannya. Jadi sebenarnya keduanya sama saja, lihat yang berpengaruh ke mahasiswa. Menurut pandangan Bapak, apakah berorganisasi masih relevan untuk diikuti oleh mahasiswa? Atau lebih fokus saja terhadap kuliah, magang, MBKM, dan pelatihan-pelatihan lainnya? Menurut saya mumpung masih menjadi mahasiswa lebih baik mengikuti organisasi daripada magang karena banyak magang yang tidak penting dan jatuhnya seperti bekerja, padahal seharusnya antara magang dan kerja itu berbeda. Potensi eksploitasi di magang besar sekali, rugi waktu dan tenaga. Magang kan buat kerja ya, sementara anggaplah masuk dunia kerja umur 23 atau 25, masih ada waktu 30 tahunan untuk bekerja jadi tidak perlu terburu-buru. Sebaliknya, berorganisasi dapat menjadi arena bermain yang tepat bagi mahasiswa. Apakah kesempatan berorganisasi lebih penting daripada magang? Menurut saya ketika ada kesempatan untuk masuk BEM atau UKM ambil saja karena ketika sudah lulus, tidak akan ada kesempatan seperti Perbandingan Relevansi antara Organisasi dengan Magang di Mata HRD WAWANCARA Faisal Makruf (HRD Upscalix, PT Surya Digital Teknologi Sumber: Dokumen pribadi


Reporter : 14 WAWANCARA Narasumber : Faisal Makruf (HRD Upscalix, PT Surya Digital Teknologi) itu lagi. Disana mahasiswa bisa berlatih sesuai dengan lingkungan dan levelnya. Eksploitasi dalam magang itu rawan sekali dan magang seperti MBKM hanya untuk merespon kebutuhan industri. Pemerintah hanya berpikir bagaimana orang-orang segera memenuhi kebutuhan industri. Jika mahasiswa memiliki kesempatan untuk ikut magang seperti IT atau BEM, lebih baik pilih BEM karena waktu untuk bekerja itu masih panjang. Santai saja jangan terburu. Beberapa mahasiswa lebih memilih untuk mengikuti magang agar CV mereka lebih cantik dibandingkan mengikuti organisasi yang anggapannya tidak jelas dan ada senioritas di dalamnya. Bagaimana Bapak menanggapi hal tersebut? Memang harus diakui bahwa organisasi di kampus tidak sempurna, ada banyak kekurangannya. Meski demikian, sering digaungkan bahwa kalau ikut training ini itu akan dapat sertifikat yang bisa dilampirkan di CV. Sebenarnya, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh. Saya dan banyak teman-teman sebagai HR juga sependapat karena yang berpengaruh itu pengalaman kerja. Kalau pelamar baru lulus, skill interview lebih berpengaruh. Kami sebagai HR juga tahu bahwa magang itu tereksploitasi atau tidak penting. Sisanya tinggal menilai pembawaan pelamar dalam interview dan pengerjaan tes. CV yang panjang pun tidak akan semua dibaca, kalau jenisnya ATS, untuk membaca CV dengan cepat ada trik tersendiri. Apabila yang dicari adalah posisi design marketer yang paham SEO (Search Engine Optimation), pelatihan dan magang tidak terlalu berpengaruh. Kenyataannya, seringkali orang yang kerja dengan orang yang magang akan jauh berbeda meskipun dalam jangka waktu yang sama, karena tanggung jawab magang umumnya berbeda. Jadi, menurut saya dan teman-teman recruiter, magang tidak begitu signifikan pengaruhnya, hanya akan mendapat gambaran dunia kerja. Melihat kondisi di Indonesia saat ini, tenaga kerja itu surplus dan orang yang sudah pernah bekerja lalu menganggur itu banyak. Jadi, saingan pelamar yang baru lulus itu bukan hanya yang baru lulus, tetapi juga dengan mereka yang sudah memiliki pengalaman. Sehingga, magang tidak menjadi jaminan dalam perekrutan. Saya baru tahu bahwa CV cantik itu tidak cukup untuk menarik perhatian HRD. Saya beri contoh ada dua CV, yang satu dengan pengalaman magang di pekerjaan biasa, yang lainnya dengan pengalaman di UKM tetapi kegiatannya banyak atau relevan. Hal yang pertama dicari adalah relevansinya. Kemudian cara menulis pengalaman di CV bagaimana serta pengalamannya apa saja. Saya lebih suka dengan CV yang isinya belum pernah magang, karena tidak jauh berbeda dengan CV fresh graduate lainnya. Jihan Nabilah Yusmi, Syadza Nirwasita, dan Dwi Kurniawan Sumber: canva.com


15 Program Magang Organisasi Mahasiswa, Berkedok Kerja Nyata? Berkurangnya minat mahasiswa pada organisasi bukan semata-mata tanpa alasan. Kemunculan berbagai program magang baik yang diadakan pemerintah maupun perusahaan swasta lebih memikat mahasiswa dikarenakan pola pikir manusia yang sekarang lebih materialis untuk mengejar berbagai realitas duniawi seperti kekayaan, kekuatan, dan kejayaan. Hal ini yang menyebabkan perubahan minat dan aktivitas mahasiswa selama kuliah dengan diisi program magang, bootcamp, dll yang tentunya akan semakin mempersiapkan mahasiswa untuk menyambut ataupun disambut dunia kerja. Dibantu dengan kemajuan teknologi, hal ini semakin memudahkan masyarakat termasuk mahasiswa untuk mengakses berbagai informasi yang diinginkan. Platform media sosial sering kali menjadi sasaran yang empuk untuk mencari jawaban dari kebingungan tersebut. Namun sayangnya dengan berbagai kemudahan ini banyak oknum yang tidak bertanggung jawab dan menjadikan kelebihan ini sebagai peluang untuk mengelabui korbannya. Tidak jarang ditemukannya berbagai organisasi eksternal yang sedang membuka pendaftaran dan mencantumkan kata "magang" untuk meraih peminat lebih. Seperti contoh HMI, GMKI, PMII, dan lainnya. Namun yang pada realitanya adalah sebuah organisasi. Akan tetapi sebelum itu, kita perlu mengetahui apa perbedaan dari organisasi dan magang baik itu dari segi tugas, manfaat, sistem, dan lingkungan kerjanya. Organisasi pada dasarnya merupakan wadah untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan, public speaking, memanajemen waktu, bekerja dalam kelompok dan berbagai soft skills lainnya. Dengan mahasiswa sebagai penggerak dan pusat kerja. Sedangkan program magang adalah wadah yang disediakan oleh perusahaan maupun start up untuk dapat merasakan secara langsung dunia kerja mulai dari lingkungan dan simulasi kerjanya. Serta lebih mempersiapkan pemagang dengan keterampilan di bidang magangnya. Setelah mengetahui perbedaan keduanya, tentunya dapat kita ketahui bahwa keduanya memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Penulis: Gracia Cahyadi OPINI


16 OPINI Sehingga rasanya keliru jika mengaitkan kedua hal tersebut ataupun menganggap kedua hal tersebut adalah hal yang sama. Namun, hal ini menjadi sebuah tanda bahwa organisasi eksternal mulai terancam tergusur dengan maraknya berbagai program magang mahasiswa dan seakan-akan mulai kehilangan jati dirinya sebagai sebuah organisasi dengan menggunakan embel-embel "magang". Dengan terjadinya tipu daya ini juga menjadi salah satu bukti yang menandakan bahwa mahasiswa di zaman sekarang ini lebih memilih untuk mengikuti program magang ketimbang organisasi eksternal. Secara realistis pengalaman pernah mengikuti program magang seakan memberi kesan dan nilai tambah lebih untuk terjun ke dunia kerja nantinya sehingga menarik lebih banyak peminat terutama bagi mahasiswa. Hal ini bukan lain juga disebabkan oleh maraknya pengangguran yang ada di Indonesia. Dilansir dari dpd.go.id, terdapat sebanyak 8,42 juta pengangguran yang tersebar di seluruh Indonesia. Tentunya hal ini juga menjadi salah satu faktor ketakutan mahasiswa pasca kelulusan yang menjadikan alasan untuk condong memilih program magang. Selain itu, belum lagi dengan berbagai tradisi organisasi yang dirasa kurang penting atau membuang-buang waktu saja seperti melaksanakan rapat hingga berjam-jam atau mungkin seharian. Memang betul rapat diperlukan untuk menghindari terjadi miskomunikasi namun jika dilaksanakan selama seharian yang seharusnya bisa kita bagi-bagi waktu tersebut untuk mengerjakan tugas atau beristirahat menjadi hanya digunakan untuk rapat saja. Tidak lupa dengan individu yang berada didalamnya yang bisa jadi hanya masuk kedalam organisasi untuk membanggakan eksistensinya tanpa mau mengemban tanggung jawab yang telah diberikannya karena jika dipikirkan, jika kita ingin lepas tanggung jawab dan “menghilang” dari suatu organisasi dapat dengan mudah kita lakukan karena kita tidak terikat oleh suatu perjanjian yang dapat merugikan material atau apapun yang merugikan kita. Kita diterima dan diberikan tanggung jawab hanya berdasarkan kepercayaan. Namun apakah sebenarnya organisasi eksternal itu masih diperlukan atau tidak di masa mendatang? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat diambil contoh jika seorang mahasiswa ingin mengembangkan diri di ranah kepemimpinan, bekerja dalam team, kemampuan komunikasi, dan pengembangan karakter diri lainnya. Organisasi merupakan wadah yang tepat untuk diikuti mahasiswa tersebut. Begitu juga sebaliknya jika mahasiswa tersebut ingin lebih mendapatkan pengalaman mengenai lingkungan dan simulasi kerja yang sebelumnya mungkin tidak akan didapat di dalam kampus maupun organisasi eksternal. Program magang merupakan pilihan yang sesuai dengan keinginan mahasiswa tersebut. Dengan kedua contoh yang sudah dipaparkan tadi dapat disimpulkan bahwa hal tersebut bergantung pada kebutuhan diri mahasiswa tersebut. Selain kebutuhan bukankah lebih baik memilih hal yang kita senangi dan nikmati ketika berada didalamnya. Daripada mencemaskan dan mempertanyakan masa yang akan datang yang kita semua tahu tidak akan menemukan jawabannya di masa sekarang, lebih baik kita fokus menikmati masa sekarang dan memberikan usaha terbaik kita karena tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Sumber: canva.com


Orang-orang memilih untuk kuliah pastinya dari awal memiliki niat agar mencapai potensi diri kita sampai maksimal. Dan untuk mencapai potensi diri kita bisa melalui organisasi. Seperti yang kita semua tahu, organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dan ingin mencapainya bersama. Banyak mahasiswa yang masih berpendapat untuk berorganisasi agar mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Entah itu ilmu, relasi, pengalaman atau bahkan hanya sekedar pelarian dari kehidupan akademik kampus yang bisa dibilang cukup hambar. Hampir semua orang pasti disaat wawancara untuk mendapatkan tempat di organisasi menjawab hal yang sama. Tapi apa sebenarnya kelebihan yang didapat untuk berorganisasi? Apakah yang di dapat sesuai dengan ekspetasi atau hanya sekedar beban masalah yang sempurna sehingga kita di terjang hal-hal emosional dari projek kerja yang didapat. 17 Upgrading Diri Dari Organisasi atau Mawas Diri Pastinya yang kita jumpai dari organisasi adalah orang-orang dengan persektif baru. Mungkin tidak perlu organisasi juga kita bisa menemukannya dari teman kelas di kuliah. Tapi orang-orang yang didapat pastinya lebih banyak dari teman-teman sekelas. Dan dari teman-teman tadi kita pastinya mendapat insight baru dari background yang berbedabeda. Mungkin kita bisa dibilang tidak sefrekuensi dalam menemukan pertemanan. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa memulai yang baru dari banyak orang yang baru. Tapi apakah hanya dari organisasi juga untuk mendapatkan teman baru. Ternyata tidak juga. Kita bisa bertemu dari program kerja suatu kepanitiaan, volunteer, kerja sampiran, atau mungkin berpesta bagi mahasiswa yang memiliki “kelebihan” dalam beberapa hal. Pada intinya kita semua dikembalikan lagi oleh satu hal. Dan satu hal itu dari diri kita sendiri. Kita harus bisa lebih adaptif dalam menemukan pertemanan. Mungkin pertemanan itu bisa menjadi sebuah ”keluarga” baru sehingga kitab isa menanggapnya rumah. Kembali lagi ke kultur kekeluargaan, apa sih yang dimaksud kultur kekeluargaan? Kultur kekeluargaan pada dasarnya pertemanan yang sangat dekat sehingga mereka merasa memiliki keluarga baru. Penulis: Irham Kinanto Sumber: canva.com Sumber: canva.com OPINI


18 OPINI Ini yang biasanya diberikan atau sering dikaderisasi dalam organisasi kepada mahasiswa yang belum tahu. Apa kekeluargaan ini dapat menggantikan keluarga sesungguhnya? Ya tentu tidak. Mau bagaimanapun kita tetap terikat dalam darah kita. Mau kita menyukai itu atau tidak. Tapi terkadang darah belum tentu bisa mengalahkan hati yang ada di dalam kita. Hati yang merasakan kita agar kita merasa memiliki rumah. Tapi apakah jika kita berorganisasi terbiasa dengan lingkup kerja? Ya tidak juga. Karena organisasi apalagi di bidang kampus kita dibolehkan untuk salah. Kenapa? Karena urgensi yang tidak begitu besar. Karena kecilnya urgensi tersebut tidak heran kenapa ada orang yang hilang dari program kerjanya. Ada? Iya ada. Terlalu banyak mungkin karena mereka tidak mementingkan program kerja yang mereka jalani. Karena pada dasarnya kita semua kuliah dibayar oleh orang tua kita untuk menjalani akademik yang ada di kuliah. Maka dari itu tidak heran banyak orang yang hilang-hilangan dalam suatu program kerja karena fokus akademiknya. Tidak menutup kemungkinan dari kita agar mendapatkan “suasana kerja” ada orang yang bisa dibilang takut tertinggal dalam hal ini. Ada orang yang bisa dibilang terlalu produktif agar dia tidak merasa tertinggal dengan teman-temannya yang “produktif”. Kata produktif ini yang bisa dibilang dilebih-lebihkan dalam dunia perkuliahan ini terlalu naif. Karena produktif sendiri bisa dari menyelesaikan tugas, aktif dalam kelas, dsb itu bisa dibilang produktif juga. Untuk menjadi produktif itu tidak perlu sulit. Inti dari produktif itu sendiri ya mengeluarkan produk dari dirinya sendiri. Sehingga personal branding yang dia bangun tetap dalam kualitas terbaik. Jadi apakah organisasi itu penting? Tidak juga, pada intinya kita tetap harus adaptif dalam kehidupan perkuliahan, atau bahkan dalam kehidupan pada umumnya. Relasi dan kultur kerja bisa didapat seiring berjalannya waktu dan kegiatan yang kita ikuti. Pada akhirnya kita harus selalu serius dan memberikan ouput terbaik yang bisa kita berikan. Dan dengan hasil terbaik yang kita dapat mungkin sudah cukup untuk kita mendapatkan pekerjaan yang selayaknya. Atau setidakya tidak merusak personal branding yang berusaha kita bangun seumur hidup kita. Sumber: canva.com


19 Perppu Cipta Kerja adalah Sebuah Kesalahan Perppu Cipta Kerja yang sekarang telah resmi menjadi undang-undang menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat terhadap keputusan para pembuat kebijakan yang ada. Melihat bagaimana proses penyusunan undang undang tersebut, pendapat para akademisi, dan kuatnya penolakan dari kelompok pekerja seharusnya menjadi pertimbangan keras bagi DPR sebelum mengesahkan Perppu menjadi undang-undang. Sesuai pernyataan Airlangga Hartanto, alasan pemerintah menerbitkan Perppu ini karena adanya situasi genting seperti ancaman resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagnansi, lalu masalah akibat perang rusia dan ukraina, juga krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim. Meski dalam UUD Negara Republik Indonesia Pasal 22 ayat (1) dijelaskan bahwa presiden dapat menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang jika ada kegentingan yang memaksa, yang mana dalam Putusan MK 138/PUU-VII/2009 dijelaskan bahwa yang termasuk kegentingan yang memaksa ialah adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang; adanya kekosongan hukum karena belum ada undangundang yang mengatur, atau undang-undang yang tersedia tidak memadai; dan karena pembuatan UU dengan prosedur biasa memerlukan waktu yang lama sedangkan keadaan yang mendesak perlu kepastian untuk diselesaikan dalam mengatasi kekosongan hukum tersebut. Dalam kasus Perppu Cipta Kerja, kegentingan yang terjadi terkesan di buat-buat. Tidak menutup kemungkinan dari kita agar mendapatkan “suasana kerja” ada orang yang bisa dibilang takut tertinggal dalam hal ini. Ada orang yang bisa dibilang terlalu produktif agar dia tidak merasa tertinggal dengan temantemannya yang “produktif”. Kata produktif ini yang bisa dibilang dilebih-lebihkan dalam dunia perkuliahan ini terlalu naif. Karena produktif sendiri bisa dari menyelesaikan tugas, aktif dalam kelas, dsb itu bisa dibilang produktif juga. Untuk menjadi produktif itu tidak perlu sulit. Inti dari produktif itu sendiri ya mengeluarkan produk dari dirinya sendiri. Sehingga personal branding yang dia bangun tetap dalam kualitas terbaik. Jadi apakah organisasi itu penting? Tidak juga, pada intinya kita tetap harus adaptif dalam kehidupan perkuliahan, atau bahkan dalam kehidupan pada umumnya. Relasi dan kultur kerja bisa didapat seiring berjalannya waktu dan kegiatan yang kita ikuti. Pada akhirnya kita harus selalu serius dan memberikan ouput terbaik yang bisa kita berikan. Dan dengan hasil terbaik yang kita dapat mungkin sudah cukup untuk kita mendapatkan pekerjaan yang selayaknya. Atau setidakya tidak merusak personal branding yang berusaha kita bangun seumur hidup kita. Penulis : Khairul Ihwan OPINI Fotografer: Muhammad Fitra Fahrur Ramadhan


Dalam putusan MK, pembuat UU diharapkan dapat membuat UU Cipta Kerja sesuai dengan isi UU 13/2022 dan menerapkan asas keterbukaan dan “partisipasi bermakna”. Namun alih-alih revisi, pemerintah justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja yang metodenya juga tidak dibenarkan dengan UU 13/2022. Cepatnya pembahasan UU Cipta Kerja sendiri di nilai sebagai wujud ugal-ugalan pembuat UU, padahal isi yang dimuat akan menyangkut kehidupan banyak orang. Isi Perppu Cipta Kerja memberi kemudahan bagi para investor dengan cara memungkinkan biaya rendah bagi buruh dan tanah, termasuk lingkungan serta memungkinkan eksploitasi sumberdaya alam. Misalnya isi dalam pasal 88 C, D dan F yang berisi penetapan upah minimum, di dalam ketentuannya terdapat klausa “indeks tertentu” yang dapat digunakan untuk memuluskan upah murah. Adanya ketentuan yang memperbolehkan pemerintah menetapkan formula upah minimum berbeda dari yang diatur UU Cipta Kerja maupun Perppu Cipta Kerja; pasal 81 nomor 15 terkait ketenagakerjaan yang berisi mengenai waktu perjanjian kerja, di mana di dalamnya terdapat kriteria pekerjaan yang termasuk dalam perjanjian kerja waktu tertentu, di mana tertulis salah satunya “pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama”. Kata “tidak terlalu lama” dirasa berpotensi disalahgunakan oleh pemilik usaha. Pasal 17 berisi perubahan terhadap UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di mana salah satu masalahnya ada pada pasal 1 poin 32 yang diubah menjadi “Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang”. Kata “kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang” dianggap dapat mempersulit masyarakat yang merasa dirugikan dari persetujuan tersebut, karena persetujuan bukan termasuk objek gugatan TUN. Selain dari pasal-pasal di atas masih banyak juga pasal pasal lain yang bermasalah seperti pasal 16, pasal 22, pasal 42, pasal 64, pasal 79, pasal 84, pasal 81 nomor 42, pasal 154A, pasal 172, pasal 78, pasal 59 ayat 4. Perppu Cipta Kerja sendiri mendapat banyak pandangan kontra dari para akademisi baik secara hukum maupun masalah lingkungan. Dari segi hukum, dosen hukum UII Allan Facthan Gani Wardhana berpendapat Perppu Cipta Kerja menjadi bukti pemerintah tidak beritikad OPINI 20 Fotografer: Muhammad Fitra Fahrur Ramadhan


baik terhadap putusan MK Nomor 91/PUUXVIII/2020 serta menurutnya secara faktanya tidak ada kekosongan hukum untuk melegitimasi Perppu Cipta Kerja. Selain itu, pakar hukum UM surabaya Satria Unggul Wicaksana Prakasa berpendapat bahwa Perppu Cipta Kerja dinilai tidak tepat karena dianggap mengelabui regulasi perundangan, ugal-ugalan dalam pembuatan dengan alasan resesi global yang bertentangan dengan tujuan negara hukum, pengabaian hak. warga negara dan kelompok rentan, penerapan regulasi yang kudeta konstitusi melalui hukum, dan serangan terhadap akademik dan demokrasi. Sedangkan dari segi lingkungan, Tenaga Ahli PSLH-UGM Wahyu Yun Santoso berpendapat bahwa beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja memiliki tujuan yang lebih baik untuk pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan penyederhanaan proses perizinan usaha di bidang lingkungan hidup menjadi hal yang mendesak namun penerbitan Perppu Cipta Kerja bukan sebuah konsep yang sesuai untuk menjembatani penguatan dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. 21 Pembentukan Perppu Cipta Kerja dalam masa revisi UU Cipta Kerja merupakan bukti adanya itikad tidak baik dari pemerintah untuk mengabaikan putusan MK Nomor 91/PUUXVIII/2020. Selain itu, Perppu yang dibuat juga mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap sistem pembentukan undang-undang yang benar. Ditambah lagi banyaknya pasal-pasal bermasalah dalam isi Perppu yang dapat di salah gunakan untuk kepentingan pihak tertentu seharusnya di minimalisir sebelum disahkan menjadi undang-undang. DPR selaku wakil rakyat seharusnya lebih bijak dan berhati-hati dalam membentuk undang-undang, dan bukan berfokus pada kecepatan mengesahkan. OPINI Fotografer: Muhammad Fitra Fahrur Ramadhan Fotografer: Muhammad Fitra Fahrur Ramadhan


Click to View FlipBook Version