2020
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Fitri Aulia 1805124364
PE Akuntansi – 5
11/25/2020
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan kemampuan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan E-Book yang berjudul “Lembaga
Keuangan Syariah”. Penulis menyadari bahwa penyelesaian E-Book ini tidak terlepas dari
motivasi dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu, terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. H. Gimin, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Inovasi Pendidikan
Ekonomi.
2. Kepada teman-teman seangkatan yang bersedia membantu dan memberikan masukan
yang bersifat membangun demi penyelesaian dan kesempurnaan E-Book ini.
Semoga kebaikan yang telah mereka berikan dibalas oleh Allah Swt. Penulis telah
berusaha menyelesaikan E-Book ini sesuai dengan ilmu dan pengetahuan yang penulis
peroleh. Penulis berharap agar E-Book ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama dalam
kemajuan dunia pendidikan,.
Penulis menyadari bahwa E-Book ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi
sistematika penulisan maupun dari segi penyajian. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan dari pembaca. Atas perhatian, saran, dan kritikan dari
pembaca penulis ucapkan terima kasih.
Lirik, 25 November 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
B. DEFINISI LEMBAGA KEUANGAN ........................................................................ 4
C. PRINSIP DASAR LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH .......................................... 4
D. JENIS-JENIS LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH................................................. 5
E. PRINSIP MANAJEMEN DALAM LEMBAGA KEUANGAN................................ 13
F. AKAD-AKAD MUAMALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ..... 14
BAB II PENUTUP ............................................................................................................ 19
RINGKASAN ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 21
iii
BAB I PENDAHULUAN
PENGANTAR
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem
ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh
karenanya, keberadaanya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan
masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi
merupakan ilmu yang netral-nilai. Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang syarat
orientasi nilai.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi dunia islam mempunyai
sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang
bersumber dari Al Qur‟an dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al
Qiyas. Sistem perekonomian islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem
Ekonomi Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi
secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan banyaknya instruksi
yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam
menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang meneliti tentang hal-hal
yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan. Al Quran
selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas
ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem
ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh
karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan
1
masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi
merupakan ilmu yang netral-nilai. Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang syarat
orientasi nilai.
Sebenarnya, bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan
bisnis yang berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan
aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan antisosial.
Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk memberikan sumbangan positif
terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara
syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik
kecurangan.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai
sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang
bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al
Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem
Ekonomi Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi
secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan banyaknya instruksi
yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam
menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang meneliti tentang hal-hal
yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Quran
selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas
ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai dengan
pandangan Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca
keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati,
perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi Keseimbangan
merupakan faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya
kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu,
Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum
sosialis, tetapi Islam mengakui hak individul dan masyarakat.
Dari kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi Syariah
mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun
2
sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih berpikir dengan kerangka
ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat, dan
juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata
di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami sistem perekonomian
yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah,
dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan Syariah.
Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-
usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang
menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan
mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek
yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga
Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi
produk dan operasional lembaga tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-
koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi
dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui
kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal bunga,
baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan
bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra ,
penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana
dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak
menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan di
3
depan meskipun bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
B. DEFINISI LEMBAGA KEUANGAN
Dalam bahasa Inggris, dalam pengertian fisik, lembaga dapat disebut institute,
yaitu sarana (organisasi) untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan lembaga dalam
pengertian non fisik adalah institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi
kebutuhan.1 Sedangkan lembaga keuangan, menurut SK Menkeu RI No. 792 tahun
1990, adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan
penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai
investasi perusahaan.
Lembaga keuangan sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga keuangan
konvensional dan lembaga keuangan syariah. Secara esensial, lembaga keuangan
konvensional berbeda dengan lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan
konvensional lebih menggunakan sistem bunga dalam penyelenggaraan sistem
keuangannya. Sedangkan lembaga keuangan syariah lebih mengedepankan bagi hasil
dan beberapa akad muamalah.2
Lembaga keuangan ini, pada prinsipnya berperan sebagai lembaga
intermediasi bagi pihak yang kelebihn dana dan pihak yang kekurangan dana.
Lembaga keuangan ini memiliki peran yang strategis untuk menggerakkan sektor
perekonomian. Sebab, dengan adanya lembaga keuangan ini, pihak-pihak yang
kekurangan dana tetap memiliki peluang untuk mengembangkan usahanya dan
terbantu dengan kehadiran lembaga keuangan ini.
C. PRINSIP DASAR LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Prinsip utama yang dijadikan landasan dalam operasional lembaga keuangan
syariah antara lain:
1. Bebas dari unsur maisir, gharar dan riba.
Maisir merupakan transaksi yang dihubungkan dengan kondisi yang tidak
pasti dan bersifat untung-untungan atau biasa dikenal dengan istilah perjudian.
Maisir ini merupakan bentuk investasi yang tidak produktif, karena tidak terkait
1 Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995, hlm.1.
2 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 39.
4
langsung dengan sektor riil. Larangan maisir sangat jelas sebagaimana dalam QS Al-
Baqarah, [2]: 219.3
Gharar artinya menipu, memperdaya, ketidakpastian. Gharar adalah sesuatu
yang memperdayakan manusia dalam masalah harta. Gharar dapat terjadi pada
transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki dan tidak dimiliki keberadaannya,
atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan.
Riba adalah suatu tambahan yang tidak ada padanannya. Riba ini secara tegas
dilarang dalam Al Qur‟an.
2. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan yang
sah menurut syariah Islam.
Ketika menjalankan bisnis atau bentuk perdagangan, maka transaksi yang
dilakukan hendaknya sesuai dan yang diakui oleh syariah. Misalnya, akad yang
dilakukan harus memenuhi syarat dan rukunnya sesuai dengan ketentuan figh
muamalah. Seperti adanya objek yang dijadikan akad, pihak-pihak yang berakad,
adanya pernyataan akad untuk mengikatkan diri dalam transaksi tersebut dan
diupayakan adanya saksi, terutama untuk baran-barang yang berharga. Di
samping harus memenuhi syarat dan rukun akad, harus puls diperhatikan etika
dalam islam, seperti kejujuran, amanah, pelestarian lingkungan dan lain-lain.
3. Menyalurkan zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWA)
Berbeda dengan lembaga keuangan konvensional, Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) juga memiliki peran sosial. Artinya, di samping menjadi badan usaha di
bidang keuangan, LKS ini juga menjadi lembaga sosial, khususnya terkait dengan
penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf.
D. JENIS-JENIS LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
1. BUS (Bank Umum Syariah), BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah), dan
UUS (Unit Usaha Syariah) Bank Konvensional
Menurut Undang-undang perbankan syariah Indonesia No 21 Tahun 2008,
dikatakan bahwa bank terbagi kepada dua jenis, yaitu Bank Syariah dan Bank
3 “Mereka bertanya tentang arak dan judi. Katakanlah, di dalam arak dan judi terdapat dosa besar dan tidak
ada manfaat bagi manusia, tetapi dosanya jauh lebih besar daripada manfaatnya” QS Al-Baqarah, [2]: 219.
Lihat Zaini Hasan, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan Artinya, UII Press, Yogyakarta : 2001, hlm. 60.
5
Konvensional. Bank Syariah merupakan jenis bank yang beroperasi secara
syariah dan menerapkan prinsip-prinsip yang telah ada dalam Islam. Sedangkan
Bank Konvensional adalah bank yang beroperasi secara konvensional (seperti
bank pada umumya). Bank Konvensional dibagi kepada dua jenis yaitu Bank
Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
Berdasarkan Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008,
dijelaskan bahwa Bank Konvensional yang ingin melaksanakan usaha syariah
harus membuat UUS yang hanya boleh beroperasi sesuai dengan sistem syariah.
Bank Syariah antara lain BUS dan BPRS. BUS merupakan Bank Syariah yang
bertugas memberikan jasa dalam hal lalu lintas pembayaran. Sedangkan BPRS
adalah Bank Syariah yang beroperasi dengan cara tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
2. BMT (Baitulmal Wat Tamwil)
BMT merupakan sebuah lembaga keuangan syariah yang bertugas
menghimpun dan menyalurkan dana kepada para anggotanya. Biasanya BMT
beroperasi dalam skala mikro dan juga sering disebut sebagai Koperasi Syariah.
Di samping itu. BMT juga termasuk sebagai lembaga keuangan syariah pertama
yang sudah dikembangkan di Indonesia. BMT yang pertama kali didirikan yaitu
Bait at Tamwil Salman pada tahun 1980 oleh pihak Mahasiswa ITB. Dengan
didirikannya BMT tersebut menarik perhatian masyarakat yang sehingga
berkeinginan untuk mendirikan lembaga yang serupa. Pada tahun 2008 jumlah
BMT di Indonesia sekitar 3.200. Istilah BMT merupakan gabungan dari dua
istilah yaitu Baitulmal dan Baitultamwil. Baitulmal adalah istilah yang digunakan
untuk lembaga yang bergerak di bidang nonprofit (tidak mencari keuntungan).
Contoh dari penghimpunan dan penyaluran nonprofit seperti penghimpunan dan
penyaluran zakat, infak, dan sedekah.
Baitultamwil merupakan lembaga atau organisasi yang bergerak di bidang
komersial (menghimpun dan menyalurkan dana yang dapat diproduktifkan). Jadi,
dapat disimpulkan bahwa BMT merupakan organisasi yang memiliki dua aspek
penghimpunan dan penyaluran dana. Aspek pertama menghimpun dana
nonkomersial dan aspek kedua menghimpun dan menyalurkan dana komersial.
6
Dalam proses operasionalnya, BMT terkadang menggunakan badan hukum
koperasi. Sehingga BMT sering dinamai dengan koperasi jasa keuangan syariah.
BMT sering bekerjasama dengan Bank Syariah dalam hal penyaluran dana,
dikarenakan BMT memiliki kemampuan akses ke tempat masyarakat yang
berpenghasilan rendah dalam hal membiayai usaha mikro.
BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada
pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang
produktif bagi anggota dan kesejahteraan social masyarakat sekitar, terutama
usaha mikro dan fakir miskin.
Prinsip dasar BMT, adalah:
1) Ahsan (mutu hasil terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ‟amala(memuaskan
semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian,
dan kesejahteraan.
2) Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan(keterbukaan), dan bertangggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
3) Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)
4) Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5) Keadilan social dan kesetaraan jender, non-diskriminatif
6) Ramah lingkungan
7) Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta keanekaragaman
budaya.
8) Keberlanjutan, memberdayakan masyarat dengan meningkatkan kemampuan
diri dan lembaga masyarakat lokal.
Peran BMT di masyarakat sebagai berikut :
1) Motor penggerak ekonomi dan social masyarakat banyak
2) Ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah
3) Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu‟afa (miskin)
4) Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah,
ahsanu „amaia dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir
qalbiyah ilahiah.
Fungsi BMT di masayarakat
7
1) Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih
professional, salaam, dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
berjuang dan berusaha menghadapi tantangan global.
2) Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh
masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan luar organisasi
untuk kepentingan rakyat banyak.
3) Mengembangkan kesempatan kerja.
4) Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk
anggota
5) Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial
rakyat banyak.
3. Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab
istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa
berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa
takut.
Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang
dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.
Asuransi Syariah pertama kali didirikan di Indonesia yaitu asuransi jiwa yang
diberi nama "PT. Asuransi Takaful Keluarga" dan "PT. Asuransi Takaful Umum"
8
yang berdiri pada tahun 1993. Kedua perusahaan asuransi ini merupakan anak
perusahaan dari PT. Sarikat Takaful Indonesia yang pendiriannya diprakarsai oleh
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama
Bank Muamalat Indonesia dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri. Asuransi
Syariah memiliki kaitan yang erat dengan Bank Syariah.
Karena, Bank Syariah sering mengasuransikan berbagai pembiayaan yang
disalurkan kepada nasabah, dengan tujuan untuk mengantisipasi kegagalan bayar
oleh nasabah, baik karena faktor meninggalnya nasabah ataupun faktor lainnya
yang telah disepakati oleh pihak asuransi.
4. Pasar Modal Syariah
Pasar Modal adalah tempat diterbitkannya surat berharga perusahaan, baik
berbentuk saham maupun obligasi, dengan tujuan untuk memperoleh dana dari
para investor (penanam modal). Saat ini di Bursa Efek Indonesia saham dan
obligasi sudah dibedakan antara yang syariah dengan konvensional. Indikator
perkembangan saham yang berdasarkan syariah dijelaskan dalam JII (Jakarta
Islamic Index).
Bank Syariah dapat memanfaatkan Pasar Modal Syariah dengan pembelian
surat berharga untuk menginvestasikan dananya jika terjadi kelebihan dana, dan
nantinya akan mendapatkan keuntungan dari hasil investasi tersebut. Saat ini,
Bank Syariah hanya diberikan izin untuk menginvestasikan dananya dengan cara
membeli obligasi syariah. Sedangkan untuk pembelian saham secara langsung
tidak dibolehkan, hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 21 Tahun 2008.
5. Reksadana Syariah
Reksadana Syariah adalah perusahaan sekuritas yang hanya memfasilitasi para
investor untuk menginvestasikan dananya pada surat berharga syariah.
Disebabkan adanya larangan bagi Bank Syariah untuk membeli saham secara
langsung di Pasar Modal menjadikan Bank Syariah tidak berhubungan dengan
Reksadana dalam hal pembelian saham.
Namun, Bank Syariah masih tetap bisa bekerja sama dalam hal pembelian
obligasi syariah jika Bank Syariah hendak membeli obligasi melalui Reksadana
Syariah. Kerja Sama antara Bank Syariah dengan Reksadana Syariah juga terjadi
9
disaat Bank Syariah hendak mengeluarkan saham ataupun obligasi di Pasar
Modal dengan tujuan untuk mendapatkan dana dari para investor. Berkaitan
dengan hal ini, Bank Syariah memerlukan peran dari Reksadana Syariah sebagai
penjamin emisi penerbitan surat berharga bank.
Reksadana Syariah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor
yang menginginkan memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang
bersih dapat dipertanggungjawabkan secara religius yang memang sejalan dengan
prinsip syariah.
Reksadana Syariah dapat mengambil bentuk seperti reksadana konvensional.
Namun memilki perbedaan dalam operasionalnya, dan yang paling tampak adalah
proses screening dalam mengontruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip
syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba,
gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, prostitusi, pornografi dan
seterusnya. Reksa Dana Syariah di dalam investasinya tidak hanya bertujuan
untuk mendapatkan return yang tinggi. Tidak hanya melakukan maksimalisasi
kesejahteraan yang tinggi terhadap pemilik modal, tetapi memperhatikan pula
bahwa portofolio yang dimiliki tetap berada pada aspek investasi pada perusahaan
yang memiliki produk halal dan baik yang tidak melanggar aturan syariah.
6. Ar-Rahnu (Pegadaian Syariah)
Ar-Rahnu merupakan lembaga pegadaian yang dijalankan sesuai dengan
prinsip-prinsip dan aturan syariah. Di Indonesia Pegadaian Syariah diprakarsai
oleh BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mana BMI ini bekerja sama dengan
perum pegadaian dalam hal menyalurkan tambahan modal untuk Unit Layanan
Gadai Syariah yang berada di berbagai kota di Indonesia.
7. LAZ (Lembaga Amil Zakat) dan BAZ (Badan Amil Zakat)
Adalah Lembaga Amil Zakat yang diikuti perkembangan dan keberadaannya
oleh pemerintah Indonesia. LAZ didirikan oleh masyarakat, sedangkan BAZ
didirikan oleh pemerintah Indonesia. Dalam Undang-undang tentang perbankan
syariah dijelaskan bahwa Bank Syariah juga dapat bergerak di fungsi sosial yaitu
dengan cara mendirikan lembaga baitulmal yang tujuannya yaitu untuk menerima
dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, dan dana sosial lainnya.
10
8. Koperasi Syariah
Istilah koperasi berasal dari bahasa Inggris yaitu cooperation, yang berarti
suatu ikatan kerja sama. Sedangkan pengertian koperasi secara istilah yaitu
sekumpulan orang yang bersatu dalam organisasi yang tujuannya tidak lain
hanyalah untuk saling membantu dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan
antara anggota organisasi (koperasi) yang satu dengan yang lainnya. Secara
sekilas, koperasi itu sendiri terlihat sebagai suatu bentuk kekeluargaan yang
saling melengkapi atau mencukupi di dalamnya. Para anggota yang telah
menyetorkan modalnya akan memperoleh bagi hasil atas keuntungan pengelolaan
modal oleh pihak koperasi. Di samping itu, juga akan dibagikan sisa hasil usaha
oleh pihak koperasi kepada para anggotanya sesuai dengan jumlah modal atau
peran para anggota terhadap usaha yang dijalankan pihak koperasi.
Menurut Row Ewell Paul koperasi merupakan wadah perkumpulan (asosiasi)
sekelompok orang untuk tujuan kerja sama dalam bidang bisnis yang saling
menguntungkan diantara anggota perkumpulan.
Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun
mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit koperasi yaitu:
1) Kebenaran untuk menggerakan kepercayaan (trust)
2) Keadilan dalam usaha bersama
3) Kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan
4) Tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas
5) Paham yang sehat, cerdas dan tegas
6) Kemauan menolong diri sendiri
7) Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif
8) Kesetiaan dalam kekeluargaan.
Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai koperasi versi Hatta,
dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan
eksternal,yaitu:
1) Keanggotaan sukarela dan terbuka
2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis
3) Partisipasi ekonomis anggota
4) Otonomi dan kebebasan
11
5) Pendidikan, pelatihan dan informasi
6) Kerjasama antarkoperasi
7) Kepedulian terhadap komunitas.
9. Pasar Uang Syariah
Dengan adanya Pasar Uang Syariah maka akan memungkinkan berbagai
lembaga keuangan untuk menggunakan atau memanfaatkan instrumen yang ada
di pasar uang syariah, baik penggunaan instrumen yang berhubungan dengan
kelebihan modal atau kekurangan modal. Di samping itu, dengan adanya Pasar
Uang Syariah maka dapat memberikan pilihan kepada lembaga keuangan syariah
ataupun bagi masyarakat untuk memilih pasar uang yang sesuai syariah ataupun
yang tidak sesuai syariah. Atau dalam kata lain memberikan sebuah alternatif
yang lebih baik bagi berbagai pihak.
10. Dana Pensiun Syariah
Dengan didirikannya lembaga Dana Pensiun Syariah, maka akan
memungkinkan bahwa iuran yang telah dikumpulkan oleh para peserta dikelola
dengan baik oleh pihak lembaga, yaitu sesuai dengan prinsip syariah.
Antara lain dengan cara menginvestasikan dana yang telah terkumpul kepada
bidang-bidang yang menjalankan aktivitas atau bisnis yang berbasis syariah,
sehingga akan terhindar dari yang namanya maysir, gharar, risywah, riba, batil,
dan berbagai hal terlarang lainnya. Di samping itu, dengan diperolehnya
keuntungan yang halal, maka bagian keuntungan yang disalurkan kepada para
penerima dana pensiun pun akan ikut halal, begitu juga sebaliknya.
11. Leasing Syariah
Leasing Syariah atau yang lebih dikenal dengan sewa guna usaha menjadi
lembaga yang sangat mendukung pihak masyarakat dalam hal transaksi sewa-
menyewa, khususnya transaksi sewa-menyewa yang berpedoman kepada konsep
ijarah (sewa-menyewa dengan sistem syariah).
Selain memudahkan masyarakat, hadirnya Leasing Syariah juga dapat
memberikan warna atau tawaran baru kepada berbagai pihak untuk memilih
konsep sewa-menyewa mana yang terbaik untuk mereka.
12
12. Modal Ventura Syariah
Pada dasarnya, sistem yang digunakan dalam Modal Ventura Syariah tidak
jauh berbeda dengan sistem yang ada dalam akad musyarakah. Hal ini
dikarenakan Modal Ventura Syariah bergerak di bidang permodalan, dan tentunya
bidang permodalan ini melibatkan berbagai pihak yang juga ikut berkontribusi
untuk membangun sebuah usaha yang lebih besar dan maju.
Kehadiran Modal Ventura Syariah memberikan kemudahan bagi berbagai
bidang usaha dalam hal permodalan atau pendanaan, sehingga sangat
memungkinkan memperbaiki kualitas perekonomian suatu negara, khususnya di
Indonesia, yang merupakan negara berkembang dan membutuhkan lebih banyak
suntikan atau bantuan agar mampu bergerak cepat untuk memperbaiki berbagai
bidang, tepatnya bidang perekonomian atau usaha.
13. Anjak Piutang Syariah
Anjak Piutang Syariah atau yang dikenal sebagai lembaga yang mengambil
alih pembayaran kredit suatu perusahaan, khususnya yang berhubungan dengan
kredit macet/bermasalah, menjadi solusi terbaik bagi perusahaan atau pihak yang
bersangkutan. Di samping itu, Anjak Piutang Syariah itu sendiri berprinsip
kepada aturan syariah, yaitu menggunakan akad hiwalah (pengalihan utang yang
sesuai dengan prinsip syariah) dalam hal operasionalnya.
E. PRINSIP MANAJEMEN DALAM LEMBAGA KEUANGAN
Ekonomi syariah menekankan pada ekonomi keseimbangan, artinya bahwa
hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentag
dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman
dan kekuasaan. Ekonomi yang menekankan pada aspek keseimbangan merupakan
paham ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah
sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Disamping itu, islam juga tidak
menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam
13
mangakui hak individual dan masyarakat.4
Lembaga keuangan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi syariah, dalam
menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari nilai-nilai syariah. Oleh
karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha
yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan. Demikian pula dengan
proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas atau berkaitan dengan
perbuatan mesum/asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-
proyek yang dapat merugikan syiar islam.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai
dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
2) Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan
hubungan debitur-kreditur.
3) Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit oriented,
tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di
akhirat.
4) Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinam-meminjam (qardh/kredit) guna transaksi sosial.
Lembaga keuangan syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar islam.
F. AKAD-AKAD MUAMALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Secara garis besar, akad-akad yang dipraktikkan dalam Lembaga Keuangan
Syariah adalah :
1) Penghimpun Dana
a. Al-wadi‟ah
Pada dasarnya adalah penitipan barang/uang antara pihak yang
mempunyai barang/uang (muwaddi’) dengan pihak yang diberi kepercayaan
4 Diunduh dari http://www.anekamakalah.com/2013/01/makalah-lembaga-keuangan-syariah.html
14
(mustawda’) dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta
keutuhan barang/uang. Dalam dunia perbankan syaria‟ah, al-wadi’ah terdiri
dari jenis, yaitu: wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad al-damanah
Wadi’ah yad al-amanah adalah akad penitipan barang/uang dimana
pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang
dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima
titipan (Wirdyaningsih, (ed), 2005:128).
wadi’ah yad al-damanah adalah dimana pihak penerima titipan dengan
atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkannya dan harus
bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/ uang titipan
tersebut.
b. Al-mudarabah
Adalah perjanjian atas suatu jenis penkongsian dimana pihak
pertama(sahibul mal) menyediakan dana dan pihak kedua(mudarib)
bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha
dibagikan sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati
bersama sejak awal.
Tujuan mudarabah adalah supaya ada kerja sama kemitraan antara
pemilik harta(modal) yang tidak atau kurang berpengalaman dalam
perniagaan/ karena tidak ada kesempatan untuk menggeluti dunia
usaha(Wiroso,2005:34).
Akad mudarabah ini dipergunakan oleh perbankan syariah dalam
rangka menghimpun dana, dimana penyimpan bertindak sebagai sahibul mal
dan mudarib. Dana nasabah yang telah disimpan di bank akan dikelola oleh
bank untuk mendapatkan keuntungan. Hasil pengelolaannya dibagikan antara
bank dan nasabah. Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai
mudarib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:
a. Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari
nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam
bentuk investasi berdasarkan prinsip mudarabah mutlaqah.
15
b. Rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai manajer
investasi bagi nasabah untuk menginvestasikan dana tersebut pada unit-
unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui.
c. Rekening tabungan mudarabah, tidak dapat ditarik sewaktu-waktu
sebagaimana tabungan wadi’ah.
2) Pembiayaan atau Penyaluran Dana
a. Jual Beli (al-buyu’)
1) Bai’ Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah
sebagai pembeli. Bank syariah menerapkan murabahah pada pembiayaan
untuk pembeliann barang-barang inventori, baik produksi maupun
konsumsi.
2) Bai’ al-salam
Pembiayaan bai’ al salam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana
yang dibutukan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa dengan
pembayaran dimuka sebelum barang/jasa diantarkan atau bahka belum
terbentuk(Wirdyaningsih,ed, 2005:135). Dalam akad bai al-salam ini
nasabah berkewajiban mengembalikan talangan dana tersebut di tambah
margin keuntungan bank secara menyicil sampai lunas dalam jangka
waktu tertentu atau tunai sesuai kesepakatan.
3) Bai’ Istisna
Untuk pembiayaan konstruksi dan barang-barang manufaktur jangka
pendek, bank syariah biasanya menggunakan akad bai’istina. Dalam hal
ini bank bertindak sebagai pemesan(pembeli) sedangkan nasabah
bertindak sebagai penjual(pembuat). Bank dapat menyalurkan dana
secara bertahap sesuai dengan prinsip bai’istina.
Ketika barang akan atau sudah selesai, bank dapat menjualnya secara
cicilan kepada nasabah lain untuk mendapat keuntungan.
b. Bagi Hasil (Muqasamah fi al-ribh)
16
1) Akad Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakahh. Pembiayaan
dengan akad musyarakah, yaitu pembiayaan sebagian modal pada suatu
usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih
dibagi antara bank sebagai penyandang dana (sahibul mal) dengan
pengelola usaha (mudarib). Pada akhir jangka waktu pembiayaan
dikembalikan kepada bank. Transaksi musyarka dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset
yang mereka miliki secara bersama-sama.
2) Akad mudarabah
Untuk proyek jangka pendek maupun jangka panjang, bank dapat
melakukan pembiayaan kepada nasabah dengan sistem bagi hasil atas
dasar prinsip al-mudarabah. Dalam hal ini bank bertindak sebagai sahibul
mal(pemilik modal). Dan nasabah bertindak sebagai mudarib(pengelola).
Jika itu mendapat keuntungan, maka keuntungan itu dibagi menurut
kesepakatan awal. Sedangkan jika terjadi kerugian yang disebabkan bukan
karena kelalaian nasabah, maka hal itu menjadi risiko bank. Mudarabah
merupakan kontrak profit and loss sharing, dimana satu pihak
mempercayakan sejumlah modal kepada seorang investor dengan imbalan
memperoleh suatu bagian yang ditentukan dari keuntungan/kerugian
bisnis yang dimodali.
3) Jasa Pelayanan
Selain jenis-jenis penghimpunan dan penyaluran, perbankan syariah
juga menyelenggarakan pelayanan-pelayanan dengan memperoleh upah
atau fee sebagaimana yang dilakukan bank konvensional. Jenis-jenis
pelayanan yang biasanya diselenggarakan oleh perbankan syariah antara
lain :
a. Al kafilah, yaitu pemberian jaminan oleh bank sebagai penanggung
(kafil) kepada pihak ketiga atas kewajiban pihak kedua (yang
ditanggung makful anhu). Atas pemberian jaminan ini bank
memperoleh fee.
17
b. Al Hiwalah, yaitu jasa pengalihan tanggung jawab pembayaran utang
dari seseorang yang berutang kepada orang lain. Atas jasa pengalihan
utang ini bank memperoleh fee.
c. Al Wakalah, yaitu jasa melakukan tindakan/pekerjaan mewakili
nasabah sebagai pemberi kuasa. Untuk mewakili nasabah melakukan
tindakan/pekerjaan tersebut nasabah diminta untuk mendepositokan
dananya secukupnya.
d. Al Rahn, yaitu pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan
jaminan barang bergerak yang nilai relative tetap seperti emas, perak,
intan, berlian, batu mulia, dll, dalam jangka tertentu sesuai
kesepakatan.
e. Al Ju’alah, yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan tertentu dari
nasabah, misalnya untuk memesan tiket pesawat atau barang dengan
mempergunakan kartu debet atau kartu kredit/cek/transfer. Atas jasa
pelayaanan ini bank memperoleh fee.
f. Problematika penerapan akad di lembaga keuaangan syariah.
18
BAB II PENUTUP
PENGANTAR
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
RINGKASAN
Dalam pandangan konvensionalnya, lembaga keuangan adalah badan usaha yang
kekayaan utama berbentuk asset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan dananya
dalam surat berharga, serta menawarkan jasa keuangan lain seperti simpanan, asuransi,
investasi , pembiayaan, dan lain-lain. Sedangkan dalam pandangan syariah, lembaga
keuangan adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada
prinsip-prinsip syariah islamiah.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah lembaga keuangan syariah
adalah lembaga, baik bank maupun non-bank, yang memiliki spirit islam baik dalam
pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaannya diawasi oleh sebuah lembaga
yang disebut Dewan Pengawasan Syariah. Lembaga keuangan syariah mencakup semua aspek
keuangan baik persoalan perbankan maupun kerjasama pembiayaan, keamanan dan asuransi
perusahaan, dan lain sebagainya yang berlangsung di luar konteks perbankan. Lembaga
Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip :
1) Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan
resiko masing-masing pihak
2) Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3) Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara
terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi
dananya;
4) Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat islami, termasuk dalam
memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jenis-jenis produk bank syariah yang
19
ditawarkan adalah Al-wadi‟ah (simpanan) dan pembiayaan dengan bagi hasil.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ghofur, Abdul. 2018. Pengantar Ekonomi Syariah : Kosep Dasar,
Paradigma,Pengembangan Ekonomi Syariah. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
21
2020
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Fitri Aulia 1805124364
PE Akuntansi – 5
11/25/2020
1