TENGGELAM 5 Februari 2013 Menjadi saksi nyata Karamnya bahtera rumah tangga Setelah sekian lama terbina Hancur luluh lantak tanpa sisa Diterpa gelombang samudera cinta Waktu itu Di depan penghulu kita beradu Aku dengan egoku Kamu dengan egomu Bergejolak dan berseteru Berderai air mata membasahi kemeja Ku jabat tangan mu tuk terakhir kali nya Saraya ku berkata: jaga anak kita Lalu kau palingkan muka Dan berkata: pergilah Dengan tunduk ku menjawab: tidak, kemarilah Lalu, Ku kecup kening jagoan kecil ku Yang tertidur di gendongan mu Air mata ku berkata: Anak ku, maafkan ayah mu Kau anak ku, darah daging ku Kau harapan ayah dan ibu Anak ku, Meskipun tanpa ayah mu Tolong jaga ibu mu Kelak kau akan tahu Luka di hati ayah mu Yang menanggung rindu pada mu
Titik kata: Perceraian bukan hanya membuat luka di hati, Tetapi menghancurkan keluarga dan mental seorang anak.
Seperti cerita lampu merah Di persimpangan jalan Lampu merah Ku lihat di sebelah sana Tertunduk malu pengemis tua Ya, dia pengemis tua renta Yang meminta-minta Ku lihat di sebelah sini Bernyanyi sendu sang musisi Ya, pengamen kecil nan dini Yang membawakan lagu sedih Ku lihat ke arah depan Senyum pembawa berita dalam tulisan Ya, dia penjual haluan koran Yang membacakan berita seorang korban Ku lihat ke arah belakang Gelak tawa pengusaha dagang Ya, dia pedagang asongan Yang menjajakan aneka barang Ku lihat di sekeliling Drama sandiwara pura-pura pusing Ya, dia si komedian badut keliling Yang menghibur sampai lampu kuning Begitulah lampu merah Tak seindah warna merah merona nya
titik kata : cerita lampu merah bukanlah dongeng tetapi cerita nyata. dari sebahagian keras dari kehidupan kota.
JALANAN KOTA Sepanjang jalanan kota Menjulang gedung-gedung pencakar cakrawala Berbaris-baris sejauh pandangan mata Sungguh berkelas dan mewah Sepanjang jalanan kota Tergambar jelas di bola mata Papan reklame usang iklan penyewa Menjual kwalitas bukan harga Sepanjang jalanan kota Terpampang tembok bersulam tuma Dengan syair-syair patah para pujangga Tentang politik bahkan tentang cinta Sepanjang jalanan kota Siru pikuk lolongan knalpot pengendara Berpacu dengan waktu bertaruh nyawa Demi menganyam asa dan cita-cita Sepanjang jalanan kota Dipenuhi drama peluh dan air mata Seperti cerita nyata di lampu merah Yang ditumbuhi para tunawisma Sepanjang jalanan kota Bertegak buruk halte tua Dihiasi semangat pengusaha muda Jasa tambal ban di samping nya Sepanjang jalanan kota, Tersiar slogan sang penguasa Kerja, kerja dan kerja ! Ya, begitulah kata nya
titik kata : kejam nya kehidupan kota keras melindas, lemah terlindas
PELABUHAN TIKUS Debur gelombang air pasang, Perlahan menutupi pelabuhan mungil. Ditandai percikan pasir belang Yang tersapu banyu terjal. Di sunyi petang, Menepi haluan sang nakhoda kapal. Dengan seutas tali tambang yang di sandang Olehnya: anak buru kapal. Tergesa, lari lintang pukang. Rintik hujan terpingkal riang Mengguyur pelataran parkir kapal. Diiringi arakan langkah kaki penumpang Menuju perahu beratapkan terpal. Iba malang. Air mata jatuh di dermaga usang Menyaksikan nafas buru panggul yang tersengal. Buru panggul tua renta tak berpantang, Sang penakluk binal nya badai Menggotong semangat sekeras karang. Itulah pelabuhan tikus, Sama rata di bilas arus.
Titik kata : Pelabuhan tikus, Bukan hanya kapal yang berlabuh Tapi juga pernah ada luka yang bersandar....
SURAT KULI UNTUK PIMPINAN Bapak pimpinan, Kalau memang kendati kapal akan karam Tolong berikan kami keterangan Kenapa kau masih berpangku diam ? Seakan kami yang dipersalahkan Di mana hilang nya layar-layar keadilan Seperti janji-janji yang pernah dilayangkan Jangan bunuh kami dengan harapan Keluarga kami juga butuh makan ! Bapak pimpinan, Berikan kami kepastian Jangan berpaling dan membungkam Lihatlah kami yang tertawan, Suara kami tolong di dengarkan ! Kami tertunduk, bukan meminta makan Bukan juga meminta belas kasihan Tidak, kami hanya meminta pertanggung jawaban Kapan hak kami di tunaikan ! Bapak pimpinan, Derai hujan di sela pori-pori kulit kami Apakah, kurang sebagai bukti ! Perjuangan kami setengah mati Pergi malam pulang pagi Dari kami, Segenap para kuli yang tersakiti Keringat kami menjelma puisi paling duri Patah harapan termakan janji g bayar aji kami
Titik Kata : Jangan pernah mempermainkan hak seorang kuli Karena ketika nama mu di sebut nya di akhir sujud nya Maka kelar hidupAnda.
SANG PEJUANG UPAH Jika layar sudah kita kembangkan Surut bagi kami untuk berpantang Semua ada di tangan mu kawan Duduk kecut atau tarik sebilah pedang Genderang perang terlanjur di dengungkan Jangan mundur sebelum berperang Kawan, Kini kita sedang berperang Melawan ke tidak adilan, Jangan pernah menghilang Atau lari ketakutan Teruslah menentang Hapuskan kezaliman Kawan, Jangan ragu untuk berjuang Mungkin ini sudah takdir Tuhan. Jangan bimbang, Maju sebagai pahlawan Atau mundur sebagai pecundang. Kawan, Jika esok ada perpisahan Jangan tangisi kita yang malang. Jika kau rindu, tulislah sepucuk pesan “Tentang kita yang pernah saling sayang” Kawan ku, Cerita kita selalu ada dalam album kenangan. maju-mundur sama-sama bayar Hak KAMI
titik kata : Perjuangkan apa yang menjadi Hak Mu, apapun Taruhan nya...
PENUTUP Buku ini memiliki banyak sekali kekurangan dari penyusunan kalimat dan bahasa nya yang kurang bagus, huruf yang di terapkan secara acak dan masih banyak lagi kekurangankekurangan yang harus di perbaiki oleh penulis nya. Namun buku ini adalah bahagian dari pengalaman pribadi sang penulis dengan maksud tujuan untuk berbagi rasa dan menghibur para pembaca nya, jadi untuk segala bentuk kekurangan mohon untuk di maklumi ada nya.
PERMOHONAN MAAF Puisi dalam buku ini adalah bahagian dari pengalaman pribadi sang penulis, maka dengan ada nya segala bentuk kesamaan : Nama,lokasi, dan hal-hal lainya yang tidak sengaja/kebetulan memiliki kesamaan maka dengan demikian saya selaku penulis memohon maaf yang sebesar-besar nya.
kalau ada sumur di ladang bolehlah kita menumpang mandi kalau ada umur yang panjang bolehlah kita berjumpa lagi see you, bye bye
BULAN SENJA Bulan senja aku menamai mu, Begitu membekas di ingatan ku Sangkala awal kita bertemu padu Kau menatap ku dengan syahdu. Kerlingan indah mata mu, menyapu segenap lara ku. Anggun nan elok pesona mu Lenggak lenggok gemulai kemayu, Senyum manis mu mengalikan dunia ku. Bulan senja aku memanggil mu Kau bersinar di puncak langit cinta, senja itu. Kemilau jingga mu menerangi relung hati ku. Dikau, yang melumpuhkan ku Membuat ku di mabuk asmara semu, Pagi mengenang, malam merindu. Entah, apa dikau jua begitu ? Bulan senja ku. Romansa ini begitu menyeba’ dada ku. Ku coba meyakinkan hati, kau bukan kepunyaan ku. Bulan senja, Aku kini bak gagak rimba Yang mimpi melayang ke awan jingga Siang terkenang manis senyum nya Dan malam terbayang indah tawa nya. Aku bersembunyi dibalik muram durja Seraya bermunajat ada keajaiban cinta Seperti yang tersurat dalam dongeng cinta Jikalau jodoh tidak ke mana Bulan senja ku, Walau rindu dan cinta kini menjelma Gelora di dada bak gelombang samudera Apalah daya hendak di kata Hakekat nya kita tak sama Meski, Cinta setinggi puncak Himalaya Dan kasih sedalam palung Mariana Namun ku sadar jua, hamba sahaya Cinta kita sama-sama sudah berpunya. karya : Robin Nelson