1 PENGARUH PERBEDAAN BUDAYA TERHADAP PROSES KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MAHASISWA UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA Pricilla Angel - 00000057435 Jolynn Alexander Lim - 00000057999 Levita Chen - 00000057178 Disty Dhama Yanti Saputri - 00000057201 Rennardo Juan Stefan - 00000058011 Jessica - 00000058000 Kelompok Ontologis MSC3008 - J Quantitative Communication Research Metode Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya perbedaan budaya yang terdapat dalam lingkungan Universitas Multimedia Nusantara. Hal ini dapat memicu komunikasi antarbudaya yang baik maupun buruk, dimana hal ini ditentukan dari efektivitas komunikasi antarpribadi para mahasiswa yang berbeda budaya selaku pelaku komunikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya melalui komunikasi antarpribadi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara angkatan 2020 dan 2021 dengan rentang usia 18 hingga 20 tahun. Mengacu pada teori komunikasi antarpribadi dan komunikasi antarbudaya, peneliti membuat suatu hipotesis bahwa perbedaan budaya berpengaruh pada komunikasi antarbudaya melalui komunikasi antarpribadi. Penelitian ini bersifat inferensial dengan metode survei. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan secara daring kepada 194 mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UMN angkatan 2020 dan 2021, dengan teknik penarikan sampel convenience sampling. Hipotesis diuji dengan menggunakan path analysis. Hasil penelitian membuktikan bahwa perbedaan budaya berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap komunikasi antarbudaya melalui komunikasi antarpribadi. Kata kunci: perbedaan budaya, komunikasi antarbudaya, komunikasi antarpribadi
2 Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, ras, etnis, suku, dan bahasa. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, populasi Indonesia per Juni 2022 telah mencapai 275,36 juta jiwa (bertambah 0,54% dari Desember 2021). Melalui data ini, dapat disimpulkan bahwa tidak hanya kaya akan budaya dan perbedaan, Indonesia juga merupakan negara dengan populasi yang cukup besar dan kian meningkat setiap tahunnya. Perbedaan budaya yang lahir di Indonesia ini kemudian dipersatukan oleh semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Semboyan ini pertama kali diusulkan oleh Mohammad Yamin pada saat sidang pertama BPUPKI. Harapannya, semboyan ini dapat membentuk bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa yang satu dan utuh dengan ragam budaya masing-masing. Berbicara mengenai populasi, maka terbentuklah suatu gambaran adanya hubungan yang terjadi satu sama lain. Manusia merupakan makhluk sosial (Aristoteles), tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain. Konsep kehidupan ini akhirnya membentuk suatu kaitan dengan konsep interpersonal, yaitu hubungan antara satu orang dengan yang lainnya. Pada praktiknya, untuk mewujudkan sebuah hubungan antarpribadi, dibutuhkan komunikasi sebagai proses untuk membangun hubungan tersebut. Komunikasi antarpribadi dapat terjadi dimanapun, kapanpun, oleh siapapun, serta tidak mengenal ruang dan waktu. Oleh karena komunikasi antarpribadi dapat dilakukan oleh siapapun, menjadi sangat mungkin untuk dilakukan oleh pribadi dengan dua kultur yang berbeda. Komunikasi antarpribadi yang terjadi dengan budaya yang berbeda disebut juga dengan komunikasi antarbudaya (intercultural communication). Ragam budaya dapat ditemukan dari ruang lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga. Untuk mendukung perbedaan budaya tersebut, diperlukan komunikasi antarbudaya yang bersifat terbuka, saling menghargai, dan terhindar dari stereotip. Sifat-sifat tersebut sangat penting dalam komunikasi antarbudaya dan harus ditanamkan sejak dini. Hal ini bertujuan untuk menghindari terbentuknya perselisihan atau konflik antarbudaya yang dapat terjadi di ruang lingkup yang lebih besar. Budaya telah menjadi salah satu bagian dari perilaku
3 komunikasi. Salah satunya adalah karena warisan budaya ditentukan dan diturunkan melalui komunikasi. Dalam berbagai budaya, seringkali terjadi akulturasi atau percampuran budaya. Akulturasi dapat menghasilkan suatu dampak negatif dalam berkomunikasi. Misalnya, miskomunikasi antarbudaya. Hal ini karena setiap budaya memiliki perbedaan dalam cara berkomunikasi, bahasa, serta kebiasaan. Oleh sebab itu, dibutuhkan komunikasi antarbudaya yang efektif untuk mengatasi kendala tersebut. Efektivitas komunikasi dapat menurun karena adanya perbedaan simbol-simbol, baik verbal maupun nonverbal, perbedaan fisik, maupun akademik (Ima Hidayati Utami, dkk : 2013). Tidak hanya itu, pelabelan atas suku atau budaya tertentu juga kerap terjadi dalam lingkup mahasiswa. Dalam ruang lingkup perkuliahan, mahasiswa datang dari berbagai macam latar belakang, suku, agama, ras, etnis, dan sebagainya. Oleh sebab itu, toleransi antarbudaya dan komunikasi antarpribadi yang baik harus bisa diterapkan agar tidak terjadi singgung menyinggung antarmahasiswa. Contoh konflik antarmahasiswa yang berbeda budaya adalah adanya perilaku stereotip terhadap mahasiswa Papua di Surabaya (CNN Indonesia : 2019). Kejadian ini diawali dengan melakukan pengepungan asrama Kamasan yang terdapat mahasiswa Papua oleh sekelompok ormas dan juga aparat karena tuduhan perusakan bendera merah putih. Pengepungan ini dilanjut dengan pemberian ucapan makian yang menunjukan sikap rasisme kepada kaum Papua. Padahal, hasil investigasi mengatakan bahwa perusakan bendera merah putih tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan mahasiswa Papua. Kasus ini tentu akan berdampak pada kehidupan perkuliahan mahasiswa, terutama bagi para mahasiswa yang merantau. Brown et al., (2020) menemukan keterampilan komunikasi antarpribadi oleh sebagai pengungkapan diri (sikap terbuka) dan kemampuan mendengar yang baik, merupakan komponen penting dalam membangun hubungan sesama manusia. Hal ini dapat dilihat dari adanya aktivitas saling berdiskusi, bertukar pikiran, bercerita, berbagi dan memberikan informasi satu sama lain sehingga menambah ilmu dan pengetahuan. Kemudian, Arbi et al., (2021) menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi berperan penting dalam memperbaiki hubungan antarmanusia, yaitu menyelesaikan masalah dalam suatu hubungan dan membangun keharmonisan dalam suatu hubungan tersebut.
4 Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengukur besar pengaruh perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya 2) Mengukur besar pengaruh perbedaan budaya terhadap komunikasi antarpribadi 3) Menguji pengaruh dan hubungan dari komunikasi antarpribadi dengan komunikasi antarbudaya. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan baru bagi Ilmu Komunikasi cabang Komunikasi Antarpribadi, sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya mengenai Komunikasi Antarbudaya dalam ruang lingkup mahasiswa, menjadi bahan rekomendasi bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi antarpribadi, serta menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya efektivitas dari komunikasi antarpribadi dalam mencegah konflik antarbudaya. Kerangka Teori Penelitian ini menggunakan teori Komunikasi Antarpribadi dan Komunikasi Antarbudaya, dimana teori ini digunakan sebagai teori utama untuk dasar penelitian dan menjadi pisau analisis hasil penelitian. Peneliti menggunakan konsep perbedaan budaya antarmahasiswa dan komunikasi antarbudaya karena konsep tersebut relevan dengan objek dan tujuan penelitian ini. 1. Penelitian Terdahulu Melalui berbagai tahapan pencarian informasi yang dilakukan oleh peneliti mengenai perbedaan budaya, komunikasi antarbudaya, dan komunikasi antarpribadi dalam lingkungan mahasiswa, terdapat penelitian-penelitian terdahulu untuk masing-masing topik. Dengan demikian, peneliti telah berhasil menemukan berbagai penelitian terdahulu sebagai referensi. Penelitian terdahulu akan digunakan sebagai dasar, landasan, dan penguat untuk masingmasing pembahasan mengenai pengaruh perbedaan budaya dalam pelaksanaan komunikasi antarbudaya di Universitas Multimedia Nusantara. Penelitian terdahulu juga akan dikelompokan ke dalam beberapa subtopik, mulai dari konsep, hubungan, dan hal-hal lain yang digunakan dalam metodologi penelitian dan hasil penelitian. Berdasarkan penelitian Ariyani & Hadiani (2020), teori komunikasi antarpribadi dari DeVito (2009) digunakan untuk menjelaskan hubungan komunikasi antarpribadi dengan prestasi akademik mahasiswa. Teori tersebut menjelaskan bagaimana proses komunikasi antarpribadi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
5 sehingga relevan dengan topik penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti. Pada penelitian tersebut menggunakan metode deduktif dengan pengumpulan data melalui kuesioner yang disusun dan dapat digunakan karena data valid dan reliabel. Hasil pengujian menggunakan SPSS dengan teknik korelasi yang menyatakan signifikan antara variabel keterampilan komunikasi interpersonal dengan variabel prestasi akademik Lalu, penelitian yang dilakukan oleh Syahrudin (2020) tentang Pengaruh Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Efektivitas Komunikasi Antarpribadi, mengatakan bahwa efektivitas komunikasi antarpribadi akan tercapai bila komunikan menginterpretasikan pesan yang diterima dengan makna yang sama dari komunikator. Sebuah komunikasi antarpribadi dapat dikatakan efektif juga apabila komunikasi yang terjadi antara individu-individu dapat “terhubung” dalam beberapa hal tersebut (Devito, 2013). Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi mempengaruhi efektivitas komunikasi antarpribadi. Kemudian, penelitian terdahulu berjudul “Hambatan Komunikasi Antarbudaya dan Efektivitas Komunikasi” (Muchtar et al., 2019) membahas tentang hubungan antara hambatan dalam komunikasi antarbudaya melalui perlakukan stereotip, etnosentrisme, prasangka, lingkungan fisik, dan situasi. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui pengamatan dan kuesioner dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa budaya, sosiobudaya, psikobudaya, dan lingkungan sebagai faktor dari hambatan komunikasi antarbudaya memberikan pengaruh negatif signifikan terhadap efektivitas komunikasinya. 2. Teori Komunikasi Antarpribadi Menurut DeVito (2009), komunikasi antarpribadi adalah proses pertukaran pesan oleh dua orang atau lebih yang menghasilkan efek dan umpan balik untuk menghasilkan sebuah makna. Komunikasi antarpribadi memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk belajar, menambah relasi atau berhubungan dengan orang lain, mempengaruhi orang lain, bermain, serta membantu manusia untuk dapat memperdalam pengetahuan mengenai dunia luar (DeVito, 2009). DeVito (1997) menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi yang efektif meliputi 5 dimensi komunikasi,
6 yakni keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan kesetaraan. Dalam dimensi komunikasi antarpribadi, keterbukaan merupakan sikap bagaimana seseorang menunjukan penerimaan terhadap saran. Empati merupakan keterampilan seseorang untuk dapat mengerti apa yang sedang dirasakan/dialami oleh orang lain. Dukungan menjelaskan bagaimana ketika kedua belah pihak memberi dukungan dalam melaksanakan sebuah komunikasi. Sikap positif menjelaskan bahwa pihak yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi harus memiliki sikap positif terhadap sesama tanpa adanya prasangka buruk. Terakhir, kesetaraan menjelaskan adanya pengakuan dari kedua belah pihak untuk saling menghargai dan menekankan kesadaran. Menurut Aw (2011) dan Betty & Maylanny (2012) terdapat sembilan komponen pendukung yang dapat menentukan keberhasilan suatu proses komunikasi antarpribadi, yakni komunikator, encoding, pesan, saluran, komunikan, decoding, umpan balik, gangguan dan konteks. Dalam proses komunikasi antarpribadi, efektivitas komunikasi perlu menjadi sorotan. Devito (2009) mengatakan bahwa tidak mungkin untuk dapat berkomunikasi secara efektif tanpa menyadari bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi manusia. Selain itu, pernyataan Devito didukung oleh Gudykunst dan Kim (1997) yang mengatakan bahwa komunikasi yang efektif terjadi apabila kesalahpahaman dapat diminimalisir. 3. Teori Komunikasi Antarbudaya Samani (2010) mengemukakan bahwa toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan kelembutan. Toleransi menjadi sikap awal yang dapat dilakukan oleh mahasiswa dalam mewujudkan komunikasi antarbudaya yang baik, serta untuk mencegah terjadinya konflik akibat hambatan-hambatan budaya. Berbicara mengenai hambatan, Gudykunst dan Kim (1997) menjabarkan empat faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan komunikasi antarbudaya, yakni faktor budaya, sosiobudaya, psikobudaya, dan lingkungan. Faktor budaya mencakup sikap individualistik, yaitu sikap memprioritaskan kepentingan atau urusannya sendiri, sedangkan faktor sosiobudaya membahas tentang adanya penggunaan bahasa yang berbeda akan mempengaruhi proses pertukaran informasi. Kemudian, faktor psikobudaya mencakup tiga hal yakni stereotip, etnosentrisme, dan prasangka. Barker (2004:415) mendefinisikan stereotip
7 sebagai representasi sederhana, menjelaskan bagaimana karakter seseorang terhadap orang lain yang mengarah kepada suatu hal yang negatif. Menurut KBBI, etnosentrisme adalah sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, disertai dengan sikap atau pandangan meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Dion (2003:507) mengartikan prasangka sebagai bias dan sikap yang selalu negatif terhadap suatu kelompok sosial dan anggotanya. Faktor terakhir yaitu faktor lingkungan, dengan lingkungan fisik, lingkungan psikologi, situasi, dan situational norms and rules yang dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya. Gudykunst dan Kim (1997) menyebutkan contoh dari faktor lingkungan fisik adalah letak geografis, sedangkan faktor lingkungan psikologis adalah kondisi atau respon secara psikologis dari seseorang. 4. Model Analisis Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori-teori yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perbedaan budaya memiliki pengaruh terhadap komunikasi antarbudaya melalui komunikasi antarpribadi: 5. Hipotesis Teoritis Rumusan hipotesis teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan budaya memiliki pengaruh yang kuat terhadap proses komunikasi antarbudaya mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara. 2. Proses komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara dipengaruhi oleh perbedaan budaya. 3. Komunikasi antarbudaya dan komunikasi antarpribadi saling mempengaruhi satu sama lain. Metodologi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe statistik inferensial sebab-akibat. Dalam mengumpulkan data, peneliti akan menggunakan metode survei dengan menyebarkan kuesioner secara daring. Metode ini akan diisi oleh mahasiswa
8 Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Komunikasi Strategis Universitas Multimedia Nusantara angkatan 2020 dan 2021 dengan latar budaya yang berbeda-beda, serta memiliki rasio usia 18 hingga 20 tahun. Untuk memperoleh data dari hasil survei, peneliti menggunakan teknik non probability sampling yang berupa convenience sampling. Setelah mengetahui teknik sampling dan jumlah populasi responden, peneliti menggunakan rumus Slovin untuk menentukan ukuran sampel dari populasi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi tahun 2020 dan 2021 yang berjumlah 3.882, dengan tingkat presisi 7%. Berikut adalah rumus Slovin: Keterangan: η = ukuran sampel N = ukuran populasi e = standar error (7%) Dari rumus Slovin tersebut, maka dapat diperoleh besar sampel sebagai berikut: η = 3882/1 + 3882 (0,07)2 = 193.8 = 194 Dengan menggunakan rumus Slovin tersebut, jumlah sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah 194 responden. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi antarbudaya. Dimensi komunikasi antarbudaya adalah sebagai berikut: tingkatan kelompok masyarakat tertentu dengan , konteks sosial yang berhubungan dengan tempat terjadinya komunikasi antarbudaya, dan saluran yang digunakan untuk melakukan komunikasi antarbudaya, apakah verbal atau nonverbal. Masing-masing dimensi memiliki 1 indikator. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perbedaan budaya. Berikut adalah lima dimensi dari budaya: power distance, individualism, masculinity, uncertainty avoidance, long-term orientation. Masingmasing dimensi memiliki 1 indikator. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi. Berikut dimensi komunikasi antarpribadi yang dipahami oleh peneliti: keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan kesetaraan. Masing-masing dimensi memiliki 1 indikator. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan berasal dari hasil survei tentang seberapa berpengaruh perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya masingmasing individu. Peneliti menggunakan skala Likert sebagai indikator pengukuran. Skala
9 Likert akan dimulai dari (1) sangat tidak setuju hingga (5) sangat setuju. Setelah membagikan kuesioner kepada 194 responden, peneliti melakukan uji validitas kepada 30 responden pertama dengan taraf signifikansi sebesar 5% dengan nilai rtabel sebesar 0,361. Uji validitas memiliki hasil > 0,361 untuk masing-masing variabel. Setelah uji validitas, peneliti melakukan uji reliabilitas dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal melalui formula Alpha Cronbach. Pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Hasil dari uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha variabel X berada pada 0,936, variabel Y berada pada 0,764, dan variabel Z berada pada 0,901. Dengan demikian, seluruh nilai Cronbach’s Alpha masing-masing berada pada > 0,7, sehingga pertanyaan-pertanyaan penelitian dapat dikatakan reliabel. Data dianalisis dengan menggunakan metode path analysis uji regresi linear berganda. Hipotesis penelitian dan statistik yang akan diuji meliputi: 1. H01 : Tidak terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya (nilai signifikansi < 0.05). Ha1 : Terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya (nilai signifikansi > 0.05). 2. H02 : Tidak terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (nilai signifikansi < 0.05). Ha2 : Terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (nilai signifikansi > 0.05). 3. H03 : Tidak terdapat pengaruh antara komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (nilai signifikansi < 0.05). Ha3 : Terdapat pengaruh antara komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (nilai signifikansi > 0.05). Temuan dan Pembahasan 1. Latar Belakang Budaya Mahasiswa UMN
10 Pada kuesioner yang dibagikan kepada 194 responden, peneliti membuat pertanyaan mengenai asal daerah para responden. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak budaya yang terdapat pada mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara angkatan 2020 dan 2021. Melalui hasil pendataan kuesioner yang disebarkan oleh peneliti, ditemukan bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara angkatan 2020 dan 2021 berasal dari berbagai daerah. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat beragam latar belakang budaya dalam lingkungan Universitas Multimedia Nusantara. Jumlah responden terbanyak berasal dari JABODETABEK. Sisanya berasal dari berbagai daerah seperti Singkawang, Padang, Semarang, Makassar, Jogja, Jambi, Palembang, Surabaya, dan Timika Papua. 2. Temuan Penelitian 2.1. Perbedaan Budaya Variabel perbedaan budaya diukur dengan 5 indikator melalui beberapa pertanyaan. Berdasarkan hasil jawaban dari 194 responden, berikut merupakan hasil analisis pada variabel independen: Pada dimensi pertama, yakni dimensi power distance, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa bahwa perbedaan budaya membuat para mahasiswa yang berbeda status sosial memiliki cara berkomunikasi dengan mahasiswa lain. Selain itu, mereka juga membentuk kelompok pertemanan berdasarkan status sosial mereka. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi power distance dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi kedua, yakni individualism, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa tertarik untuk mempelajari budaya lain karena hal itu penting. Hal ini menunjukkan bahwa
11 dimensi individualism dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi ketiga, yakni masculinity, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden cenderung merasa ingin lebih unggul dari mahasiswa lain dan mereka juga membutuhkan mahasiswa lain dalam proses perkuliahan. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi masculinity dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi keempat, yakni uncertainty avoidance, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa takut mendapatkan perlakuan diskriminasi dan merasa tidak nyaman ketika berhadapan dengan kelompok mayoritas. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi uncertainty avoidance dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi kelima, yakni long-term orientation, hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka mudah beradaptasi dengan rekan yang berbeda budaya, tetapi merasa malu untuk memulai interaksi dengan rekan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi long-term orientation dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. 2.2 Komunikasi Antarbudaya Variabel komunikasi antarbudaya diukur dengan 5 indikator melalui beberapa pertanyaan. Berdasarkan hasil jawaban dari 194 responden, berikut merupakan hasil analisis pada variabel dependen: Pada dimensi pertama, yakni tingkat kelompok masyarakat, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden terikat dalam suatu peraturan dalam kelompok pertemanan mereka dan mereka merasa bahwa keluarga besar UMN merupakan bagian dari keluarga mereka. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi tingkat kelompok masyarakat mempengaruhi komunikasi antarpribadi karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi kedua, yakni konteks sosial, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah
12 saling bertukar budaya dengan orang lain di dalam maupun luar universitas dan pernah mengalami konflik karena adanya perbedaan budaya. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi konteks sosial mempengaruhi komunikasi antarpribadi karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi ketiga, yakni saluran komunikasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah berbicara dalam bahasa daerah dengan teman mereka dan masih menggunakan kebiasaan daerah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi saluran komunikasi mempengaruhi komunikasi antarpribadi karena didominasi oleh pernyataan setuju. 2.3 Komunikasi Antarpribadi Variabel Komunikasi Antarpribadi diukur dengan 5 indikator melalui beberapa pertanyaan. Berdasarkan hasil jawaban dari 194 responden, berikut merupakan hasil analisis pada variabel Intervening: Pada dimensi pertama, yakni keterbukaan, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden bersikap terbuka dan mau menerima pendapat teman yang berbeda budaya saat berkomunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi keterbukaan dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi kedua, yakni empati, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mampu memahami perasaan orang lain dan turut merasakannya juga. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi empati dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi ketiga, yakni dukungan, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memperhatikan lawan bicara saat mereka menceritakan tentang budaya mereka dan peka apabila mereka merasa tidak nyaman dalam berinteraksi. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi dukungan dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi keempat, yakni sikap positif, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menerima
13 perbedaan prinsip antarmahasiswa yang berbeda budaya dan selalu menghargai setiap perbedaan yang dimiliki oleh rekan mahasiswa yang berbeda budaya, Hal ini menunjukkan bahwa dimensi sikap positif dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. Pada dimensi kelima, yakni kesetaraan, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menghargai semua perbedaan yang dimiliki oleh rekan berbeda budaya dan merasa bahwa perbedaan budaya berdampak baik dalam lingkungan perkuliahan. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi kesetaraan dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya karena didominasi oleh pernyataan setuju. 3. Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji regresi linear berganda. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan budaya terhadap proses komunikasi antarbudaya mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara, yakni dengan hipotesis: 1. H01 : Tidak terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya (H01: β = 0). Ha1 : Terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya (Ha1: β ≠ 0). 2. H02 : Tidak terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (H02: β = 0). Ha2 : Terdapat pengaruh antara perbedaan budaya terhadap komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (H02: β = 0). 3. H03 : Tidak terdapat pengaruh antara komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (H03: β = 0). Ha3 : Terdapat pengaruh antara komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antarpribadi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (H03: β = 0). Untuk mengambil keputusan mengenai hasil uji hipotesis, dasar yang digunakan adalah: 1. Apabila nilai signifikansi < 0.05, maka H0 diterima dan Ha ditolak. 2. Apabila nilai signifikansi > 0.05, maka H0 ditolak dan Ha diterima.
14 Untuk membuktikan hipotesis pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan software SmartPLS. SmartPLS merupakan software olah data yang digunakan untuk structural equation modeling (SEM) dengan metode partial least squares (PLS), digunakan untuk melihat keterkaitan antara teori yang digunakan dengan kehidupan nyata (Ghozali, 2019). Tabel R Square Nilai R square dari komunikasi antarbudaya adalah 0,603. Artinya, kontribusi pengaruh perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya adalah 60,3% (substansial) dengan 39,7% lainnya adalah kontribusi variabel lain diluar penelitian. Tabel Analisis Pengaruh Langsung Berdasarkan tabel analisis di atas, dapat diketahui bahwa Komunikasi Antarbudaya (X), Perbedaan Budaya (Y), dan Komunikasi Antarpribadi (Z) memiliki hasil P Values yang sama, yaitu 0,000 dan menunjukan arah pengaruh yang positif. Tabel Analisis Pengaruh Tidak Langsung Melalui tabel hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa Komunikasi Antarbudaya (X) dipengaruhi secara signifikan (0.000) oleh Perbedaan Budaya (Y) melalui Komunikasi Antarpribadi (Z). Tabel Goodness of Fit Model Tabel di atas menunjukkan nilai SRMR < 0,10, yakni sebesar 0,094. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan
15 bahwa model penelitian ini fit dengan data. 4. Pembahasan Dari hasil pengujian di atas, pengaruh dari perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara adalah positif signifikan. Pada pembahasan penelitian, peneliti akan mengaitkan dengan penelitian terdahulu yang telah dipilih sebagai berikut. Berdasarkan tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang berjudul “Toleransi Budaya di Kalangan Mahasiswa” milik Irawati (2020), penulis telah melihat bahwa sikap toleransi sebagai bagian dari dimensi komunikasi antarbudaya dibahas secara spesifik pada penelitian tersebut. Penelitian tersebut menghasilkan hasil yang negatif dan signifikan. Namun, sangat disayangkan penelitian tersebut tidak membahas sikap-sikap lain yang dibutuhkan dalam menjalin komunikasi atau hubungan antarbudaya dalam ruang lingkup mahasiswa. Untuk memperkuat penelitian tersebut, penelitian kami memperluas sikap-sikap dan unsur-unsur dalam membangun hubungan antarbudaya yang baik. Melalui jabaran atas masing-masing dimensi variabel yang sudah disebutkan pada bab sebelumnya, penelitian kami telah menghasilkan hasil positif dan signifikan. Penelitian penulis telah membantu pengembangan atas penelitian terdahulu, sehingga dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Diharapkan penelitian penulis dapat menjadi bahan acuan teoritis untuk sub judul penelitian selanjutnya. Selanjutnya, penelitian terdahulu yang berjudul “Hambatan Komunikasi Antarbudaya dan Efektivitas Komunikasi” (Muchtar et al., 2019) berfokus pada pembahasan mengenai hubungan antara hambatan dalam komunikasi antarbudaya (stereotip, etnosentrisme, prasangka, lingkungan fisik, dan situasi) dengan efektivitas komunikasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya, sosiobudaya, psikobudaya, dan lingkungan sebagai faktor dari hambatan komunikasi antarbudaya memberikan pengaruh negatif signifikan terhadap efektivitas komunikasinya. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian milik penulis, yakni positif signifikan, dapat disimpulkan bahwa semakin besar perbedaan budaya, maka efektivitas
16 komunikasi antarbudaya dapat meningkat dan juga menurun. Terakhir, dalam penelitian terdahulu dengan judul “Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa Perantauan Di Perguruan Tinggi” milik Parlindungan (2020), peneliti membahas bagaimana mahasiswa perantau beradaptasi dalam lingkungan baru pada tingkat perguruan tinggi. Mahasiswa perantau dengan perbedaan budaya masing-masing bersatu dalam lingkungan baru yang menyebabkan terjadinya culture shock. Hasil dari penelitian ini adalah positif signifikan. Dengan demikian, penelitian ini menjelaskan bahwa culture shock sebagai hasil dari perbedaan budaya mempengaruhi hubungan antar mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian milik Parlindungan (2020) mendukung penelitian milik penulis karena samasama memiliki arah positif signifikan, serta menjelaskan bagaimana perbedaan budaya berhasil mempengaruhi hubungan antarmahasiswa. Berdasarkan pembahasan di atas, penelitian ini telah menunjukkan bahwa hipotesis penelitian telah terbukti. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perbedaan budaya dan latar belakang yang dimiliki oleh mahasiswa UMN berpengaruh kuat dalam proses pelaksanaan komunikasi antarbudaya. Faktor perbedaan budaya seperti bahasa, sikap individualistik, stereotip dan etnosentrisme mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasi antarbudaya yang dijalankan. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbedaan budaya mempengaruhi komunikasi antarpribadi. Adanya perbedaan budaya antar individu dapat mempengaruhi bagaimana keterbukaan, empati, dukungan, dan sikap positif yang diberikan oleh seseorang. Penelitian ini juga membuktikan bahwa komunikasi antarpribadi dan komunikasi antarbudaya saling mempengaruhi satu sama lain, dimana tingkatan kelompok masyarakat, konteks sosial, dan saluran komunikasi mempengaruhi interaksi antar individu. Kesimpulan dan Saran Setelah melakukan analisis yang mendalam, peneliti menemukan empat kesimpulan dari penelitian. Pertama, terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari komunikasi antarpribadi terhadap komunikasi antarbudaya mahasiswa FIKOM UMN angkatan 2020 dan 2021. Kedua, terdapat pengaruh yang signifikan dan positif
17 dari perbedaan budaya terhadap komunikasi antarpribadi mahasiswa FIKOM UMN angkatan 2020 dan 2021. Ketiga, terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya mahasiswa FIKOM angkatan 2020 dan 2021. Keempat, terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya melalui komunikasi antarpribadi mahasiswa FIKOM UMN angkatan 2020 dan 2021. Kesimpulan ini ditarik berdasarkan hasil melihat nilai signifikansi masing-masing variabel, yaitu 0,000 dengan nilai R square dari komunikasi antarbudaya berada pada 60,3%. Hal ini menandakan bahwa kontribusi pengaruh perbedaan budaya terhadap komunikasi antarbudaya besar. Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa dalam kehidupan nyata FIKOM UMN angkatan 2020 dan 2021, implementasi teori perbedaan budaya yang dilakukan melalui komunikasi antarpribadi dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya yang terjalin antarmahasiswa. Penelitian ini juga manyatakan bahwa komunikasi antarpribadi dan komunikasi antarbudaya yang efektif merupakan kunci utama dari keberhasilan hubungan antarmahasiswa yang memiliki perbedaan budaya. Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat ditarik oleh peneliti adalah kemampuan komunikasi antarpribadi yang efektif dapat membangun komunikasi antarbudaya di tengah perbedaan budaya secara positif. Melalui penelitian ini, diharapkan para peneliti berikutnya dapat menggali ilmu pengetahuan dan informasi yang lebih dalam mengenai faktor komunikasi lainnya yang sekiranya dapat mempengaruhi atau merubah realitas topik pembahasan. Tidak hanya itu, penelitian ini diharapkan dapat menjangkau dan memperluas pembahasan teori komunikasi antarbudaya dan komunikasi antarpribadi pada penelitian berikutnya. Selain itu, diharapkan peneliti dapat mempelajari lebih dalam tentang budaya lain agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar, serta terbiasa untuk menghargai adanya perbedaan budaya dalam setiap individu. Hal ini juga diharapkan dapat menjadi awal mula adanya perbaikan dalam pola komunikasi antarpribadi untuk menghindari adanya konflik yang timbul dalam ruang lingkup individu, kelompok, dan universitas.
18 Referensi Ananda, a. (2019, August 19). Kronologi Pengepungan asrama Papua Surabaya Versi Mahasiswa. nasional. Retrieved September 6, 2022, from https://www.cnnindonesia.com/nasional/201908 19072043-20-422556/kronologi-pengepunganasrama-papua-surabaya-versi-mahasiswa Annisa, R., Brillianti, m., & Lilis, d. (n.d.). Prosiding Manajemen Komunikasi Komunikasi Antar Budaya dalam Proses Adaptasi mahasiswa multietnis (studi deskriptif mengenai komunikasi antar budaya dalam proses adaptasi pada mahasiswa multietnis ilmu komputasi angkatan 2013 fakultas teknik telkom university bandung) Intercultural Communication in the Process of Adaptation of Multiethnic Students. Ariyani, E. D., & Hadiani, D. (2020, August). Keterampilan Komunikasi Interpersonal Antar Mahasiswa dan Hubungannya dengan capaian Prestasi Akademik. JSHP : Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan. Retrieved September 20, 2022, from https://jurnal.poltekba.ac.id/index.php/jsh/article /view/849/569 Ayu Nadziya, F., & Nugroho, W. (2021). Pola Komunikasi Antarbudaya dalam Mencegah Konflik pada Lokal dan Pendatang. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 2(10), 1691–1703. https://doi.org/10.36418/jiss.v2i10.434 Bangun, D. P., & Harahap, E. I. S. S. (2021, April 28). Fenomena Bermain game online mobile legend terhadap Perilaku Komunikasi Antar Pribadi Mahasiswa fakultas Ekonomi Universitas Darma Agung Medan. Jurnal Social Opinion: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi. Retrieved September 20, 2022, from http://jurnal.darmaagung.ac.id/index.php/socialo pinion/article/view/1029 Elsa Felina Effendi, (2019). Analisis keterkaitan store image, customer satisfaction dan repurchase intention. http://scholar.unand.ac.id/42566/5/LENGK AP.pdf Hutami, I., Wirsadirana, D., & Nasution, Z. (2013, June 30). Analisis Model Komunikasi Antarbudaya: studi kasus Komunikasi Mahasiswa Papua dan Jawa di Universitas Brawijaya. Retrieved September 6, 2022, from http://fisip.ub.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/artikel-model-komjurnal-profit.pdf Jurnal, H., Febri Syahputra Siregar, E., & Perwita Sari, S. (n.d.). Pengaruh model Pair Checks terhadap Komunikasi Interpersonal Mahasiswa PGSD FKIP UMSU. Mahasiswa dan Lembaga dalam Membangun Toleransi Keragaman Budaya di Sekolah Tinggi Theologia Biblika Jakarta, P., & Tinggi Theologia Biblika Jakarta, S. (2020). Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) The Role of Students and Institutions in Developing Tolerance of Cultural Diversity in Sekolah Tinggi Theologia Biblika Jakarta Enny Irawati*. Journal of Social and Cultural Anthropology), 6(1), 137–144.
19 Meijiko, R. (2020, October 29). Stereotip Masyarakat terhadap orang Papua (Studi Kasus Masyarakat ... Stereotip Masyarakat Terhadap Orang papua (Studi Kasus Masyarakat Kecamatan Pamulang dan Ciputat, Kota Tangerang Selatan). Retrieved September 6, 2022, from https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/1 23456789/57133/1/REGINA%20MEIJIKO.FISI P.pdf Muchtar, K., Koswara, I., & Setiaman, A. (2019). Komunikasi Antar Budaya dalam Perspektif Antrapologi. Jurnal Manajemen Komunikasi, 1(1). https://doi.org/10.24198/jmk.v1i1.10064 Murdianto, O. : (n.d.). Stereotipe, Prasangka dan Resistensinya (Studi Kasus pada Etnis Madura dan Tionghoa di Indonesia). Ni’mah Suseno, M. (2009). Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal terhadap Efikasi Diri sebagai Pelatih pada Mahasiswa The Effect of Interpersonal Communication Training in Improving Self Efficacy as a Trainer Among College Students. Parela, K., Saffanah, W., & Anwar, K. (2018, December). Konflik Mahasiswa Timur di Kota Malang - researchgate. Retrieved September 13, 2022, from https://www.researchgate.net/publication/33078 8454_KONFLIK_MAHASISWA_TIMUR_DI_ KOTA_MALANG_Studi_Kasus_pada_Mahasis wa_Timur_di_Kota_Malang Putri, V. (2021, April 29). Bhinneka Tunggal Ika: Sejarah, Arti, Fungsi dan Prinsip halaman all. KOMPAS.com. Retrieved September 6, 2022, from https://www.kompas.com/skola/read/2021/04/29 /125939169/bhinneka-tunggal-ika-sejarah-artifungsi-dan-prinsip?page=all Rokhmat Subagiyo, (2019). Metode dan Teknik Pemilihan Data. (n.d.). http://repo.uinsatu.ac.id/7300/ Safitri, R. D., Mayangsari, M. D., & Erlyani, D. N. (2019). Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kesiapan Kerja Mahasiswa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) dalam memasuki dunia kerja di STKIP PGRI Banjarmasin. The Effect of Interpersonal Communication On Work Readness of Students Practival Field Experience in Dealing With the World at STKIP PGRI Banjarmasin. In Jurnal Kognisia (Vol. 2, Issue 2) Yulia, P. C., Afrianti, H., & Octaviani, V. (2015). Pengaruh komunikasi interpersonal mahasiswa dan dosen pembimbing skripsi terhadap gejala stres mahasiswa dalam menyusun skripsi.
20 Formulir Peer Review Kelompok Skala: 1 = Tidak berkontribusi sama sekali 2 = Minim kontribusi (berkontribusi namun sedikit, minim inisiatif, perlu diminta/disuruh) 3 = Cukup berkontribusi (berkontribusi sesuai dengan pembagian tugasnya masing-masing) 4 = Sangat berkontribusi (berkontribusi melebihi pembagian tugas, berinisiatif tinggi membantu tugas yang terbengkalai karena ditinggalkan atau tidak dikerjakan oleh temannya) Nama Indikator Nilai Teman (1): Disty Dhama Yanti Saputri Berkontribusi dalam: 1. Judul, abstrak, hingga pendahuluan 3 2. Kerangka teori 4 3. Metodologi (termasuk pengumpulan data) 4 4. Temuan & pembahasan 4 5. Kesimpulan & saran 4 6. Referensi (termasuk uji plagiat) 4 Teman (2): Jessica Berkontribusi dalam: 1. Judul, abstrak, hingga pendahuluan 1 2. Kerangka teori 1 3. Metodologi (termasuk pengumpulan data) 2 4. Temuan & pembahasan 1 5. Kesimpulan & saran 2 6. Referensi (termasuk uji plagiat) 4
21 Teman (3): Jolynn Alexander Lim Berkontribusi dalam: 1. Judul, abstrak, hingga pendahuluan 4 2. Kerangka teori 4 3. Metodologi (termasuk pengumpulan data) 4 4. Temuan & pembahasan 4 5. Kesimpulan & saran 4 6. Referensi (termasuk uji plagiat) 4 Teman (4): Levita Chen Berkontribusi dalam: 1. Judul, abstrak, hingga pendahuluan 4 2. Kerangka teori 3 3. Metodologi (termasuk pengumpulan data) 4 4. Temuan & pembahasan 4 5. Kesimpulan & saran 4 6. Referensi (termasuk uji plagiat) 4 Teman (5): Pricilla Angel Berkontribusi dalam: 1. Judul, abstrak, hingga pendahuluan 4 2. Kerangka teori 4 3. Metodologi (termasuk pengumpulan data) 4 4. Temuan & pembahasan 4
22 5. Kesimpulan & saran 4 6. Referensi (termasuk uji plagiat) 4 Teman (6): Rennardo Juan Stefan Berkontribusi dalam: 1. Judul, abstrak, hingga pendahuluan 2 2. Kerangka teori 4 3. Metodologi (termasuk pengumpulan data) 4 4. Temuan & pembahasan 3 5. Kesimpulan & saran 3 6. Referensi (termasuk uji plagiat) 4
23 Lampiran Turnitin
24