DALAM RUANG C-19* (1)
Pada kedalaman hati
Dadamu terbuka, menjadi belah pintu
Kumasuki diam-diam, ada sesudut sunyi
Kau berbisik ke telingaku, aku terkesiap
Kaukah pembawa wabah itu?
Hari-hari tiba-tiba terlihat lengang Lahir 2 November 1969. Sejak 2005, bekerja
Kita berjarak antara rindu dan petaka sebagai jurnalis/redaktur di Harian Padang
Menjaga lubang hidung dan nganga mulut Ekspres. Selain menu! is puisi, lebih banyak
Sembari teriak, mana pelukanmu?
menulis cerita pendek. Kumpulan
lnilah masa yang mendebarkan puisi tunggalnya, "Interior Kelahiran"
Kita mawas diri pada lubang hidung (Angkasa Bandung, 1997). Kumpulan cerpen
Pada mulut yang sesekali mendesah terbarunya "Ayah, Anjing" (Kaba rita, 2019).
Pada tangan yang hilang gairah memeluk
Dua kumpulan cerpennya berjudul
"Kembali Ke Pangkal Jalan" (Kompas, 2003),
dan "Hasrat Membunuh"
(Dian Aksara Press (2004) .
Kini mengelola Toko Buku OKB d i Padang.
Kaukah pembawa wabah itu?
kita pun sa ling curiga
pada tubuhku, pada tubuhmu
bagai ada racun yang menyebar
menjalar ke hati dan pikiran
begitu menakutkan, mencekam
kaukah itu, wabah!
Padang, Mei 2020
*Covid-19
••••••••••••••••••••••
PUISI CORONA ATAU 2019
Pertama tentang puisi. Dalam tradisi sastra Asia terdapat pengertian
yang agak umum bahwa puisi atau sajak adalah pernyataan estetis yang
disampaikan sebagai tanggapan terhadap kehidupan. Te rhadap keadaan-
keadaan yang dialami penyair di lingkungan masyarakatnya atau di tempat di
mana ia hidup. Tanggapan itu dikemukakan dengan ungkapan kata-kata
sedemikian rupa agar bisa menggugah perasaan. Dahu lu ungkapan itu harus
disusun secara beraturan dengan jumlah suku kata tertentu pada setiap
barisnya. Misalnya syair dalam sastra Melayu yang lazimnya terdiri da ri empat
baris dengan pola bunyi akhir AAAA dan setiap barisnya tidak lebih dari 8
sampai 10 suku kata . lni dilakukan agar puisi itu mudah dinyanyikan.
Secara garis besar ada dua corak pengucapan puitis atau puisi. Pertama
pengucapan berisi tanggapan berdasar pandangan hidup tertentu atau
ideologi. Yang ini bisa disebut sebagai puisi ideologis. Termasuk ke dalam
wilayah ini misalnya puisi yang ditulis berdasar paham keagamaan atau
keruhanian tertentu seperti puisi Sufi, Zen Buddhis, Taois, Vedanta, dan lain-
lain. Yang kedua ialah puisi-puisi yangtak terikat pada salah satu dari way oflife
atau ideologi tertentu. Namun tak berarti puisi semacam itu bebas dari
pandangan hidup yang ada dalam masyarakat, sebab harus diakui penul is puisi
atau penyair adalah anggota masyarakat. Ia tidak menulis di tengah
kekosongan, termasuk kekosongan pandangan hidup, nilai-nilai, paham
keagamaan atau ideologi tertentu.
Yang kedua tentang virus Corona atau COVID-19 yang menghantui umat
manusia di seluruh manusia dewasa ini. Virus yang dikesan berasal dari Wu
Han, di Daratan Cina ini telah menimbulkan reaksi beragam dari pemerintah
negara-negara di dunia. Negara-negara G-9 marah kepada Cina karena tidak
memberikan informasi yang jelas semenjak awal tersebarnya wabah tersebut.
Bahkan beberapa negara seperti lnggris menuntut pemerintah Cina Komunis
memberikan ganti rugi sekian juta dollar AS. Pemerintah Cina Komunis dituding
lalai memberikan informasi mengenai wabah ini sehingga tidak sedi kit
pemerintahan di dunia bingung bagaimana mengatasinya.
131
~-----------------------------------
Menurut mereka apabila sejak awal ada keterangan yang jelas dan rinci,
kemungkinan tidak terlalu sulit untuk menghadapi atau mencegah penularan
wabah ini.
Sejak awal pula disangka bahwa wabah ini merupakan senjata biologis
yang sengaja dikembangkan dengan tujuan tertentu. Sejak awal pula t imbul
berbagai tanggapan yang berbeda mengenai apakah wabah ini buatan man usia
atau bala tentara Tuhan. Ada yang beranggapan bahwa pada mulanya memang
manusia yang merekayasa virus ini, namun karena tidak bisa dikendalikan pada
akhirnya Tuhanlah yang mengambil alih penanganannya. Orang-orang beriman
dari semua agama pada akhirnya menerima dengan sikap pasrah kepada takdir,
sambil terus berusaha dan waspada menghadapi kepesatan penularan wabah
ini. Salah satunya dengan menaati aturan-aturan yang ditetapkan dalam
protokol kesehatan.
Sajak Ayu Cipta berikut ini adalah contoh puisi yang memperihatkan
sikap pasrah menghadapi COVID-19. Sajak ini ditulis mungkin pada bulan Juni
saat wabah Corona sedang marak tersebar di seluruh dunia.
Data dunia berkata
3,8 juta man usia
Di 152 negara terinfeksi Covid 19
Heningdiri
Sunyi dalam elegi
Epitaf ngungun di papan nisan
Lagu dukana
Nyanyian purba gagak hitam
Wangi kembang kamboja
Tak ada arak arakan penguburan
132
------------------------------------~
Baris selanjutnya adalah suasana dingin dan beku yang meliputi
perasaan penulis:
Aku terbata dalam kata
Doa terlontar
Kepada langit kupasrahkan
Jiwa bersedekap
Tuhan
Dalam rengkuh cahayaMu
Bebaskan dunia dari Corona
Tetapi ada juga sajak yang mengandung kritik sosial. Seperti kita tahu
banyak orang yang tidak puas dengan ketakpatuhan masyarakat Indonesia
terhadap protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah . Misalnya seperti
tampak dalam sajak Bam bang Widiatmoko "Negeri Yang Aneh":
Rasanya aku telah hidup di negeri yang aneh
Meski negeri itu adalah tanah airku sendiri
Presiden menghimbau untuk tidak mudik
Namun ribuan kendaraan terus melaju ke luar Jakarta
Mengelabui petugas, mencoba mencarijalan alternatif
Dst
Apa yang saya kemukakan itu hanya sebagian saja dari contoh betapa
beragamnya tanggapan kita menghadapi masalah yang sama dan kompleks
seperti persoalan COVID-19 dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat di
berbagai aspek. Saya pun tak bisa berpanjang-panjang menulis epilog ini
karena semakin hari semakin tidak jelas apa yang akan terjadi pada kita dan
dunia apabila penyebaran COVID-19 belum selesai sampai akhr tahun 2020.
Namun semoga saja tidak. Semua kita berharap dalam dua tiga bulan
mendatang Corona sudah berakhir.
Bogor, 15 Juli 2020
Puisi bukan undang-undang untuk dunia .
Puisi adalah dalih, kilah untuk dunia
agar ada alasan untuk hid up di bumi ini dengan makna.
rvrv SUTARDJI CALZQUM BACHRI """
134
DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
2020