The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

How To Build FMEA Properly

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ardyananda.cla, 2022-10-21 05:42:33

FMEA

How To Build FMEA Properly

Keywords: FMEA;TQM

DASAR PEMBUATAN
FAILURE MODE &EFFECT

ANALYSIS (FMEA)

Modul Pelatihan Yutaka Learning Center

Muhammad Ardy Rizki Ananda
Quality Development & Education Center

Modul Pelatihan ini merupakan bagian dari standarisasi sistem manajemen perusahaan dalam hal
peningkatan kompetensi & wawasan para stake holder utama dalam ruang lingkup bisnis PT Yutaka
Manufacturing Indonesia. Penggunaan Modul ini adalah seijin & sepengetahuan Quality Assurance
PT Yutaka Manufacturing Indonesia.

DASAR PEMBUATAN
FAILURE MODE & EFFECT ANALYSIS (FMEA)

ESTABLISHED: 2018
PT YUTAKA MANUFACTURING INDONESIA

QUALITY ASSURANCE DIVISION

COPY IS PROHIBITED BY
PT YUTAKA MANUFACTURING INDONESIA

1

KATA PENGANTAR

Teknik pembuatan Failure Mode & Effect Analysis (FMEA) telah ada selama lebih dari 40
tahun. Baru pada awal abad ke-20 ,FMEA digunakan & disebarluaskan oleh industri
otomotif. Berawal dari requirement ISO-9000 & didukung juga melalui International
Automotive Task Force (IATF) untuk membangun standard ISO/TS 16949.

Pada standard ISO/TS 16949 meminta bahwa seluruh supplier industri otomotif mencoba
untuk menggunakan FMEA sebagai usaha untuk mencegah terjadinya kegagalan sebelum
kegagalan tersebut benar terjadi.

Tidak seperti banyak metode/tools pengembangan mutu, FMEA tidak membutuhkan ilmu
statistik yang kompleks. Namun FMEA dapat menghasilkan penghematan yang siginifikan
untuk perusahaan, untuk mencapai kondisi optimal antara customer requirement dengan
proses yang akan digunakan untuk mencapai customer requirement tersebut.

FMEA merupakan dokumen yang “hidup” (living document), membutuhkan waktu & sumber
daya manusia. FMEA berbasis tim karena dalam pembuatan FMEA memerlukan beberapa
personil yang mumpuni . Dasar dari FMEA adalah anggota tim. Ketidaksesuaian input akan
menyebabkan ketidaksesuaian output. FMEA yang efektif tidak dapat dilakukan oleh satu
orang saja yang duduk dikantor untuk mengerjakan tools tersebut.

Dewasa ini, Pelanggan (Customer) otomotif & auditor ISO dapat dengan mudah menemukan
FMEA digunakan sebagai tuntutan para customer & stake holder. Namun, tujuan utama dari
FMEA sebenarnya bukanlah sebagai tuntutan pemenuhan customer belaka, FMEA adalah
cara berpikir menggunakan metode “Risk-Based Thinking” dimana perusahaan mencoba
mengambil segala peluang yang ada dengan pertimbangan resiko yang dapat diukur & dapat
diminimalisir resiko tersebut demi kepentingan perusahaan & stake holder.

Pada akhirnya,modul ini dirancang untuk membantu memperpendek kurva pembelanjaran
terkait FMEA, memudahkan untuk memahami prinsip dasar FMEA, melakukan kegiatan
pembuatan, review, evaluasi FMEA yang efektif & efisien. Dalam hal ini tentu PT Yutaka
Manufacturing Indonesia merancang buku ini dengan dasar pembelajaran dari mother
company kami YUTAKA GIKEN (UG). Namun kami juga menyisipkan banyak referensi
dari berbagai sumber dengan harapan menjadi pengkayaan informasi bagi siapa yang
membacanya & dapat diterapkan dengan efektif di perusahaan & stake holder PT Yutaka
Manufacturing Indonesia.

Salam ,
Penulis
Cikarang Barat-2018

A. PENGERTIAN FMEA

FMEA adalah singkatan dari Failure Mode & Effect Analysis, merupakan sebuah
metode identifikasi & pencegahan masalah produk & proses suatu bisnis/aktivitas
sebelum masalah tersebut benar terjadi. FMEA difokuskan pada pencegahan &
menghilangkan dan atau mengurangi potensi cacat produk, kegagalan proses,
peningkatan keamanan (safety), & meningkatkan kepuasan pelanggan. Secara ideal,
Pembuatan FMEA dimulai dari product desain & berlanjut ke proses desain,
meskipun itu semua dikembalikan dari core bisnis suatu kegiatan/aktivitas sebagai
batasan.

Menurut OMDAHL 1988; ASQC 1983, FMEA merupakan suatu teknik dalam
rekayasa (engineering) yang digunakan untuk menetapkan, mengidentifikasi, dan
menghilangkan kegagalan yang diketahui dan atau potensi kegagalan , Masalah,
Kesalahan dari suatu system/design/proses/service sebelum kegagalan tersebut sampai
ditemukan oleh pelanggan atau menyebabkan kerugian suatu aktivitas bisnis baik dari
sisi biaya, kualitas produk & jasa, maupun kualitas pengiriman.

B. SEJARAH FMEA

Metode FMEA pertama kali digunakan secara formal oleh industri penerbangan luar
angkasa (Aerospace) pada pertengahan tahun 1960 & fokus pada masalah
keselamatan. Para ahli penerbangan luar angkasa sebelum melakukan perancangan
produk, melakukan analisa kemungkinan kegagalan yang terjadi terhadap
penerbangan luar angkasa & berusaha melakukan perhitungan resiko & peluang serta
mengurangi peluang terjadinya kegagalan tersebut. Tidak lama setelah digunakan oleh
industri penerbangan luar angkasa, FMEA menjadi alat/tools peningkatan keamanan
pada industri proses kimia (chemical).

Saat para insinyur tentu telah melakukan analisa terkait dengan desain proses & resiko
terkait potensi kegagalan yang mungkin terjadi, FMEA menjadi standard yang
digunakan untuk berkomunikasi baik di dalam internal perusahaan maupun antar
perusahaan sebagai tools yang ditetapkan dalam mengidentifikasi & menurunkan
potensi kegagalan terkait dari berbagai macam aspek lini bisnis

1

Seiring berkembangnya zaman, perusahaan atau persaingan bisnis dalam produk &
jasa semakin ketat. Konsumen tidak hanya dihadirkan satu macam produk dari
produsen tunggal atau monopoli bisnis, melainkan konsumen sangat fleksibel karena
dihadirkan banyak pilihan dari banyak produsen.

Kita berada pada zaman/ Era industri 4.0, dimana industri digital sedang berkembang
dengan pesat & perusahaan dituntut untuk melakukan identifikasi resiko dan peluang
secara berkesinambungan terkait proses bisnis yang dilakukan sehingga dapat
menimbang-nimbang tingkat keberterimaan resiko & pengambilan langkah yang tepat
untuk menurunkan resiko terkait produk & jasa yang dijual ke konsumen/pelanggan.

Kini, FMEA berkembang menjadi sebuah metode identifikasi resiko & peluang dari
berbagai lini aspect kehidupan, tidak hanya dalam bidang industri engineering, namun
juga penggunaan dalam industri jasa keuangan, asuransi, infrastruktur, energy,
fashion, dll menjadikan FMEA sebagai pertimbangan dalam menilai resiko dan
peluang dari berbagai lini bisnis.

Namun pada modul kali ini, FMEA yang digunakan berbasis tools penjaminan
kualitas produk pada industri otomotif.

C. FMEA DALAM RUANG LINGKUP ISO 9001-2015 & ISO/TS 16949

Dikarenakan konsumen/pelanggan sudah mampu menilai & diberikan keleluasaan
dalam memilih produk yang diinginkan, maka perusahaan berlomba-lomba untuk
melakukan peningkatan mutu produk & banyak perusahaan diseluruh dunia
menggunakan International Standard Organization (ISO) dalam hal ini 9001-2015
sebagai acuan untuk memenuhi ekspektasi pelanggan & kemajuan perusahaan dalam
berbagai aspek bisnis.

Termasuk juga didalamnya tools FMEA, dalam ISO-9001 2015 disebutkan secara
eksplisit bahwa suatu organisasi harus melakukan identifikasi terkait dengan peluang
& resiko produk yang akan dihasilkan ke pelanggan melalui metode yang tepat dan
digunakan secara berkesinambungan untuk kemajuan organisasi secara berkelanjutan.

2

Tidak hanya didalam ISO-9001 2015, didalam ISO/TS 16949 yang dilakukan
pengembangan sistem manajemen mutu supplier pertama kali oleh
Chrysler/Ford/General Motor meminta secara jelas, bahwa perusahaan industri
otomotif dalam hal ini industri komponen otomotif harus fokus dalam hal standarisasi
pencegahan kegagalan, kesalahan produk ketimbang melakukan deteksi/menemukan
kegagalan produk tersebut melalui usaha pembuatan FMEA secara berkesinambungan
(dalam clausal 5 (“Management Responsibility”), 6 (“Resource Management”), 7
(“Product Realization”). Seluruh kluasal tersebut menyatakan secara jelas untuk
mengidentifikasi, membuat, review, evaluasi terkait potensi kegagalan produk &
proses manufacturing melalui aktivitas pembuatan FMEA.

D. TUJUAN FMEA

Tujuan dari pembuatan FMEA adalah mencari/melakukan identifikasi potensi
kegagalan baik yang pernah terjadi (historical problem) , maupun yang mungkin
terjadi (beyond-identified) untuk dilakukan evaluasi terkait keberterimaan resiko
kegagalan nya sehingga dapat diambil tindakan yang dapat menghilangkan
/mengurangi kemungkinan terjadinya potensi kegagalan serta menjadi alat/tools
untuk mendokumentasikan seluruh potensi kegagalan produk & proses dengan tujuan
sebagai alat transfer pengetahuan kepada generasi berikutnya.

E. PARAMETER FMEA

Kegagalan tidak hanya terbatas karena masalah pada produk atau proses, namun
kegagalan bisa terjadi akibat kesalahan pengguna. Mudahnya, Potensi kegagalan bisa
di identifikasi melalui 4M + 1E , yaitu manpower, method, material, machine, &
environment. Seluruh potensi kegagalan tersebut bisa dimasukkan kedalam FMEA.

FMEA akan efektif jika dibuat sebelum terjadinya kejadian kegagalan, yang artinya
potensi kegagaln dapat diidentifikasi sebelum kegagalan tersebut terlanjur menjadi
bagian dari produk/proses.

Penilaian & Evaluasi tingkat resiko kegagalan ditentukan dalam 3 faktor utama :
1. Severity (S) – Akibat dari kegagalan yang terjadi (Konsekuensi)

3

2. Occurrence (O) – Tingkat kemungkinan atau frekuensi kejadian kegagalan
3. Detection (D) - Tingkat kemungkinan kegagalan dapat dideteksi sebelum

dampak kegagalan terjadi.

Menggunakan data & informasi/pengetahuan terkait produk & proses, setiap potensi
kegagalan dan efek nya di klasifikasi dalam skala (ranking) dari 1 hingga 10, dari
rendah (low) hingga tinggi (High).

Dengan cara melakukan perkalian dari 3 faktor utama tersebut yaitu ( Severity ,
Occurrence, & Detection), maka didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN)
dengan skala dari 1 hingga 1000 atau skala 1-100* untuk setiap potensi kegagalan .
Akibat dari 3 faktor utama tersebut yang dikalikan maka dianalogikan seperti sebuah
volume yang terdiri dari panjang x lebar x tinggi. Semakin besar volume/semakin
besar nilai RPN maka semakin besar pula resiko/beban potensi kegagalan yang harus
dipikul oleh suatu organisasi.

Setelah mengetahui nilai RPN, maka identifikasi dari seluruh mode/potensi kegagalan
tersebut mana yang bernilai RPN paling tinggi agar bisa dilakukan pengambilan
kegiatan korektif (Corrective Action) agar dapat menurunkan nilai RPN ke batas yang
mampu diterima nilai resiko nya oleh organisasi

Acuan dalam range RPN yang harus dilakukan pengambilan kegiatan korektif atau
tidak, dikembalikan kepada organisasi. Organisasi bisa menentukan nilai batas
keberterimaan RPN melalui hasil RPN yang paling tinggi, Tingkat konsekeuensi
(severity) yang paling tinggi (nilai 9 atau 10), atau mungkin berdasarkan riwayat
masalah dari customer sehingga diperlukan pengambilan tindakan korektif & juga
standard keberterimaan organisasi terkait nilai RPN . Contoh : untuk nilai RPN lebih
dari sama dengan 100 maka harus diambil tindakan korektif untuk menurunkan nilai
RPN tersebut.

*Jika hanya menggunakan parameter severity & detection
4

F. TIM FMEA

Pembuatan FMEA adalah berbasis tim. Tujuan dari pembuatan tim FMEA adalah
untuk memberikan variasi perspektif/pandangan dan pengalaman dari anggota FMEA
terkait FMEA tersebut.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Tim FMEA
1. Ukuran Tim FMEA

Ukuran ideal dalam tim biasanya terdiri dari 4 hingga 6 orang, namun minimal
anggota tim FMEA bergantung pada area kerja yang mempengaruhi dari FMEA
tersebut. Contoh: bagian engineering, bagian manufacturing, bagian maintenance,
bagian materials, bagian technical service harus ada dalam tim FMEA. Beberapa
organisasi membuat tim FMEA berdasarkan Quality Manual/Quality Assurance
Flow Process sebagai acuan, begitu juga dengan stake holder seperti pelanggan ,
supplier, dll, bisa dimasukkan kedalam pembuatan tim FMEA.

2. Anggota Tim FMEA
Dalam pembuatan FMEA, perbedaan level, perbedaan bagian dalam organisasi
membantu tim dalam melakukan brainstorming terkait dengan keberagaman cara
pandang terkait dengan identifikasi potensi kegagalan. Yang perlu diperhatikan
adalah anggota tim FMEA harus sesuai dengan ruang lingkup & juga kompetensi
anggota tim FMEA harus mumpuni/pengalaman dibidangnya untuk mencapai
pembuatan FMEA yang efektif & efisien.

Hal yang sensitif & perlu dihindari adalah terkait dengan kemungkinan pembuatan
FMEA terlalu diambil alih oleh anggota tim yang berperan dalam investasi project
serta personal integrity karena hal tersebut bisa mempengaruhi penurunan mutu
dari FMEA yang nantinya akan dihasilkan. Hal ini sangat sulit karena terkait
dengan personil, ego, self-esteem, dll yang akan mempengaruhi kontra-
produktifvitas terkait dengan pembuatan FMEA.

5

3. Koordinator Tim FMEA
Dalam pembuatan tim FMEA, Koordinator tim FMEA perlu ditunjuk oleh
management organisasi atau dipilih berdasarkan kesepakatan tim. Koordinator tim
memiliki tanggung jawab untuk melakukan koordinasi terkait:
a. Pengaturan & fasilitator meeting
b. Memastikan bahwa tim memilikki kecukupan kompetensi & terkait erat
dengan ruang lingkup pembuatan FMEA
c. Memastikan bahwa anggota tim sudah melakukan pemenuhan progress FMEA
sesuai area masing-masing (bagian)

Koordinator tim tidak diperbolehkan untuk mendominasi team , & bukan berarti
keputusan final berasal dari coordinator tim, Koordinator tim diibaratkan seperti
fasilitator daripada pembuat keputusan (decision maker). Koordinator tim juga
menunjuk seseorang dari tim atau diluar tim FMEA untuk bisa melakukan
dokumentasi minute meeting, progress perkembangan pembuatan FMEA, collect
data dari seluruh anggota tim .

4. Management Organisasi
Management organisasi dibutuhkan sebagai bagian dari tanggung jawab
management bahwa FMEA yang telah dibuat sudah sesuai dan telah memasukkan
seluruh identifikasi potensi kegagalan dari seluruh aspek yang berkaitan & sudah
tepat sasaran terkait perbaikan yang diambil. Beberapa contoh FMEA paling
mudah adalah dalam form FMEA yang nantinya sudah dibuat,
Management/minimal dept.head bagian masing –masing mengetahui terkait
FMEA yang telah dibuat.

5. Training FMEA
Sebelum melakukan pembuatan FMEA, anggota tim FMEA perlu memahami
terkait dasar pembuatan FMEA, tujuan FMEA, & hal apa saja yang diperlukan
dalam pembuatan FMEA seperti dengan mencari literature ataupun membaca
buku ini. Namun training yang intens jadi tidak perlu, jika anggota tim telah
memiliki pengalaman yang cukup dalam pengatasan masalah tim (problem –
solving team). Teknik problem solving menjadi penting karena anggota tim
FMEA harus mengetahui dasar teknik pembuatan FMEA, teknik konsesi, teknik

6

dokumentasi, menyatukan ide & gagasan, teknik brainstorming. Selain softskill,
tim FMEA juga perlu mengetahui cara penggunaan flowcharts, data analysis,
teknik graphics, & statistics .Sangat terbantu jika koordinator team mampu
menguasai hal-hal tersebut sehingga dalam perjalanan pembuatan FMEA,
coordinator tim mampu menjadi guide dalam pelaksanaan FMEA yang efektif &
efisien. Artinya, untuk memahami pembuatan FMEA tidak diperlukan classroom
training yang intens/periodic namun yang lebih penting adalah seluruh tim FMEA
dalam organisasi sering terlibat dalam FMEA project. Ada beberapa management
organisasi yang bahkan membuat struktur tim FMEA baku untuk berbagai project
sehingga tidak ada pergantian personil dalam hal tersebut untuk mengurangi
ketidakefektif & efisien terkait pembuatan FMEA.

G. RUANG LINGKUP FMEA (Boundaries of Freedom)

Ruang lingkup dalam pembuatan FMEA adalah sangat penting dan harus jelas
definisi batasan yang diambil dari aktivitas pembuatan FMEA termasuk juga dengan
cara perbaikan yang akan diterapkan. Contoh :

1. Apakah team pembuatan FMEA hanya bertanggung jawab untuk melakukan
analisa potensi kegagalan saja ? apakah mereka diperbolehkan memberikan
rekomendasi perbaikan ? apakah mereka/ anggota tim FMEA yang akan
melakukan improvement ?

2. Apakah tim FMEA akan mengeluarkan biaya (selama proses pembuatan FMEA &
perbaikan yang akan dijalankan ?

3. Apakah tim FMEA memiliki batas waktu pengerjaan FMEA atau kendala waktu
lainnya ?

4. Proses apakah yang harus tim FMEA kerjakan untuk jika mereka membutuhkan
perluasan identifikasi kegagalan yang diluar dari batasan/ ruang lingkup FMEA ?

5. Bagaimana tim FMEA dalam melakukan komunikasi terkait dengan proses
pembuatan & hasil FMEA kepada jajaran tinggi dalam organisasi ?

Management organisasi bertanggung-jawab dalam memberikan definisi batasan/ruang
lingkup FMEA. Batasan tersebut menjadi guide atau arahan bagi seluruh anggota tim
FMEA. Contoh, dalam organisasi perlu dibuatkan standard operasional yang

7

ditetapkan untuk mendefinisikan proses/tahapan pembuatan FMEA, peran &
tanggung jawab, dsb. Selain itu ruang lingkup yang perlu diterapkan adalah tipe
FMEA (Desain/Product atau Proses), Ruang lingkup lain FMEA (seperti biaya, fokus
pada produk yang dijual ke customer, dll) serta batsasan anggota dalam tim FMEA.
Saat management organisasi sudah bertanggung jawab untuk melakukan klarifikasi
terkait dengan ruang lingkup FMEA, maka seluruh anggota tim memiliki kesamaan
tanggung jawab untuk memastikan bahwa mereka mengerti, memahami, menjalankan
definisi batasan FMEA tersebut. Jika salah satu anggota tim tidak mengetahui batasan
tersebut, anggota tersebut harus melakukan klarifikasi sebelum proses pengerjaan
FMEA dilakukan.

Ruang lingkup FMEA harus didefinisikan dengan baik. Definisi ruang lingkup FMEA
biasanya akan datang dari koordinator penanggung jawab tim pembuatan FMEA. Jika
FMEA fokus pada desain produk maka semestinya kepala bagian desain produk yang
mengambil tanggung jawab untuk mendefinisikan ruang lingkup FMEA tersebut.
Namun jika fokus pada desain proses, maka pimpinan manufacturing atau pimpinan
engineering akan mengambil tanggung jawab untuk bisa mendefinisikan ruang
lingkup FMEA tersebut.

Spesifik & definisi yang jelas dibutuhkan dalam definisi FMEA . Contoh organisasi
harus memastikan bahwa batasan proses/produk yang diidentifikasi tingkat
kegagalannya. Contoh : banyak proses dalam industri manufacturing terkait dengan
rantai pasok seperti raw material ke komponen, semi komponen, & perakitan hingga
proses pengiriman dan atau semua bagian diantara proses-proses tersebut. Sehingga
sebelum melakukan pembuatan FMEA, seluruh hal tersebut harus didefinisikan
terlebih dahulu (design flow process). Tidak kalah pentingnya, FMEA harus
didefiniskan dengan jelas batasan waktu perancangan FMEA & pastikan seluruh
anggota memahami hal tersebut.

Dari penjelasan diatas dapat dirangkum bahwa batasan/ ruang lingkup perancangan
FMEA dibagi kedalam beberapa parameter

1. Tipe FMEA (Proses FMEA (PFMEA) atau Desain FMEA (DFMEA)

8

2. Tingkat kompetensi dari anggota tim FMEA dibandingkan dengan tipe FMEA
tersebut

3. Tipe Rantai Pasok (Customer , Supplier, Third Party, Stake holder lainnya)
4. Batasan tugas & tanggung jawab anggota tim FMEA
5. Batasan Budget pembuatan FMEA
6. Batasan Waktu
7. Proses Komunikasi FMEA
8. Revisi, Review, Evaluasi FMEA
Selain itu, Organisasi harus membuat FMEA ketika :
1. Desain baru, teknologi baru, atau proses baru
2. Modifikasi terhadap desain atau proses produksi yang telah berjalan
3. Penggunaan desain yang telah ada pada lingkungan, lokasi, atau aplikasi baru.
4. Pertimbangan Permintaan stake holder (pelanggan, commissioner, dll)
Berikut contoh lembar kerja start-up penentuan ruang lingkup FMEA

Gambar 1. FMEA Team Start-Up Worksheet
9

H. DFMEA VS PFMEA
Jenis FMEA dibagi kedalam 2 jenis utama :
1. Desain FMEA (DFMEA)
Merupakan alat analisa pencegahan untuk mengidentifikasi potensi kegagalan
pada proses perancangan produk (baik proses perancangan produk maupun
kegagalan produk yang tidak memenuhi persyaratan produk. Contohnya adalah
kegagalan safety, produk tidak berfungsi (malfunction), atau penurunan masa
produk. Hal ini penting karena konsumen juga memiliki pengalaman terkait
dengan kegagalan produk terutama produk yang sama/sejenis sehingga
pandangan/persepsi konsumen bisa juga menjadi bagian dari identifikasi
kegagalan .
DFMEA dapat dilakukan pembuatan dalam beberapa fase/step/stage dalam proses
desain produk seperti pra-eliminary desain, Prototype, atau final desain), atau bisa
juga menggunakan produk sejenis yang telah diproduksi sebelumnya . Kata kunci
dalam pembuatan DFMEA adalah bagaimana produk tesebut dikatakan gagal ?
Sebelum melakukan pembuatan DFMEA , perlu dilakukan pertemuan dengan
seluruh anggota tim FMEA untuk menentukan lebih detail ruang lingkup desain
FMEA (DFMEA). Contoh:

10

2. Proses FMEA (PFMEA)
Merupakan metode pencegahan untuk identifikasi potensi kegagalan proses
produksi (terkait dengan perancangan proses produksi untuk mendapatkan produk
yang dihasilkan)
Untuk membuat PFMEA, metode 4M + 1E yaitu manpower, method, material,
machine,& environment sebagai dasar identifikasi kegagalan. Dengan 5 parameter
tersebut kata kunci nya adalah “bagaimana kegagalan proses mempengaruhi mutu
produk, proses, efisiensi, atau safety ?
Berikut ini contoh lembar kerja untuk penentuan detail ruang lingkup PFMEA

I. FMEA WORK SHEET
Proses pembuatan FMEA harus didokumentasikan menggunakan lembar kerja FMEA
(Lihat Gambar.4 Contoh Lembar Kerja FMEA). Pada form ini mencakup seluruh
kebutuhan informasi penting yang dibutuhkan dalam pembuatan FMEA. Format
desain FMEA yang digunakan sebagai contoh merupakan format standard &
organisasi dipersilahkan melakukan modifikasi terkait format/form FMEA

11

disesuaikan dengan kebutuhan organisasi tanpa mengurangi format baku yang sudah
ada

Melakukan penggandaan (copy) FMEA harus dilakukan secara sentral ,agar FMEA
yang telah dibuat dapat dilakukan identifikasi, disimpan, dirawat dengan baik
terutama terkait dengan revisi terakhir (last updated). Sehingga jika dibutuhkan
sewaktu-waktu seperti review produk baru, review FMEA, problem, audit internal
maupun audit eksternal dapat ditunjukkan dengan cepat & akurat.

9

8
7
6

5
4
3
2
2

1

12

J. 10 LANGKAH PEMBUATAN FMEA

1. Review Ruang Lingkup & Tipe FMEA
Tujuan dari langkah pertama ini adalah :
a. Menetapkan ruang lingkup

Tetapkan persyaratan produk & kelemahan produk/proses berdasarkan
pengalaman sebelumnya/produk yang similar ataupun dari produk competitor.

Gunakan & modifikasi lembar kerja penetapan ruang lingkup FMEA sesuai
dengan Gambar 1. FMEA Tim Start-Up Check Sheet.

b. Menetapkan jenis/tipe FMEA

Tetapkan jenis /tipe FMEA yang digunakan apakah menggunakan DFMEA

atau PFMEA dan gunakan cek sheet bantu untuk detail ruang lingkup untuk

tipe FMEA yang dipilih

c. Menetapkan anggota tim

Tetapkan anggota tim, koordinator tim , serta tugas & tanggung jawab serta

aliran kerja setiap anggota tim.

d. Menyiapkan agenda, jadwal, & tahapan penting dalam proses pembuatan

FMEA

e. Identifikasi flow proses produksi secara general. Contoh : Casting, Machining,

Painting.

f. Tetapkan persyaratan /spesifikasi untuk setiap proses/ tahapan produksi seperti

karakteristik produk yang dibutuhkan oleh proses sesudahnya dan atau yang

dituntut oleh customer. Selain itu perhatikan juga terkait persyaratan

lingkungan & persyaratan keselamatan . Informasi mengenai persyaratan dari

setiap proses bisa melalui : Drawing, Spesifikasi Produk, Persyaratan proses

berikutnya, past trouble (internal, customer,supplier,dll), tingkat pengetahuan

& kompetensi para insinyur/engineer (experiences)

Contoh :

Proses Requirements

Injection Molding Cooling Sistem bersirkulasi dengan

baik

Auto Welding Assy Part A harus stabil pada poin diameter

(22,2 +0,4 +0,6)

13

2. Brainstorming Potential Failure Modes
Seluruh anggota tim pembuatan FMEA melakukan identifikasi potensi kegagalan
yang mungkin terjadi. Buat identifikasi kegagalan berdasarkan proses by proses
& tuliskan permintaan/requirement /standard yang akan dicapai sehingga untuk
membuat nya menjadi bagian dari identifikasi kegagalan, tim FMEA cukup
merubah kebalikan dari persyaratan produk/proses.

Masa brainstorming tidak diharuskan dalam satu waktu yang sama sehingga tim
FMEA dapat melakukan brainstorming secara periodic untuk mendapatkan
identifikasi yang ideal sehingga berpengaruh terhadap penurunan potensi resiko
kegagalan yang mungkin terjadi. Namun hal tersebut tentu perlu dibatasi waktu &
coordinator tim FMEA yang akan melakukan pembatasan waktu tersebut.

Dalam melakukan identifikasi kegagalan perhatikan sumber tim FMEA dalam
melakukan brainstorming dengan memperhatikan apa yang sudah dilakukan di
langkah pertama (semuanya langkah terhubung tidak saling independen)

Seluruh potensi kegagalan harus digambarkan dalam bentuk kegagalan yang
spesifik & tidak general untuk menghindari kesalahan dalam penilaian RPN serta
menghindari ketidakefektifan terkait dengan rencana perbaikan yang akan
diambil.

Contoh : Requirements Potential Failure Mode
Proses
- Cooling Sistem bersirkulasi -Cooling Sistem tidak
Injection
Molding dengan baik bersirkulasi dengan baik

Auto Part A harus stabil pada poin -Dimensi Part A tidak stabil
Welding
Assy diameter (22,2 +0,4 +0,6) pada poin diameter (22,2 +0,4

+0,6)

14

3. Catat potensi efek dari identifikasi kegagalan
Pada langkah ini, tim FMEA melakukan pencatatan potensi efek jika potensi
kegagalan benar terjadi. Pada proses ini dengan potensi kegagalan yang ada
belum tentu menghasilkan satu efek saja, bisa saja efek dari potensi kegagalan
lebih dari satu ataupun saling keterkaitan dengan potensi kegagalan yang lain.

Pada proses/tahap ini, tim FMEA harus mengumpulkan & melakukan review satu
anggota ke anggota tim yang lain terkait dengan efek dari potensi kegagalan yang
ada, karena ini akan berhubungan dengan pengambilan ranking resiko. Semakin
jelas, lengkap, & optimal dalam melakukan pencatatan efek potensi kegagalan
maka akan semakin mudah untuk tahap pembuatan FMEA berikutnya.

Contoh: Requirements Potential Failure Mode Efek Kegagalan
Proses
Injection - Cooling Sistem -Cooling Sistem tidak -Dimensi Part NG
Molding
bersirkulasi dengan bersirkulasi dengan baik

baik

Auto Part A harus stabil -Dimensi Part A tidak - Hasil welding
Welding
Assy pada poin diameter stabil pada poin bolong.

(22,2 +0,4 +0,6) diameter (22,2 +0,4

+0,6)

Part A Harus Stabil - Dimensi Burrying part

untuk tinggi burying A tidak stabil.

4. Identifikasi nilai severity Rank setiap poin identifikasi kegagalan
Untuk setiap efek kegagalan yang ditulis, Tim FMEA mengambil ranking untuk
nilai severity atau tingkat keseriusan dari efek kegagalan yang mungkin
ditimbulkan.

15

Untuk dapat memberikan nilai severity dengan baik, maka tim FMEA harus
memahami :
a. Fungsi dari Produk :

- Jika efek dari kegagalan sampai lolos ke pengguna kendaraan apakah yang
akan terjadi ? Kecelakaan? Seberapa besar tingkat keparahannya ?

- Apa kegunaan dari produk yang dibuat ?
b. Proses Selanjutnya

- Apa efek yang ditimbulkan pada proses selanjutnya jika potensi kegagalan
terjadi ?

- Apakah kegagalan proses bisa membahayakan operator ?
- Apakah kegagalan proses bisa merusak mesin atau peralatan lainnya ?

Cara pandang/perbedaan tingkat pemahaman akan berakibat pada perbedaan
penilaian tingkat keseriusan (severity) tersebut. Sehingga komunikasi &
kompetensi personil anggota tim FMEA sangat menentukan tingkat akurasi dari
penilaian ini.

Cantumkan dan klasifikasikan special karakteristik produk / proses biasanya
terdapat pada drawing atau spesifikasi. (Contoh : Safety, Fit Function, Regulasi
pemerintah, customer requirement)

Contoh :
HS HA HB

Pada kolom potensi penyebab dari kegagalan (Cause of failure) sesuai kolom
yang ada dengan pertimbangan sebagai berikut :

16

a. Jika potensi penyebab kegagalan tidak diketahui secara pasti, misalnya
dikarenakan temperature, tekanan atau kecepatan/speed, maka metode design
of experiment (DOE) adalah metode yang dapat diterapkan untuk mengetahui
factor dominan mana yang benar-benar merupakan penyebab masalah.

b. Jangan menggunakan kata-kata ambigu (ambiguous pharases),misalnya
human error, mesin tidak berfungsi. Tuliskan masalah secara spesifik,
misalnya operator gagal memasang seal.

17

Nilai severity bisa dimodifikasi sesuai kondisi perusahaan, tetapi tidak direkomendasikan
untuk merubah kriteria severity untuk nilai 9 & 10.

5. Identifikasi nilai Occurrence Rank setiap poin identifikasi kegagalan
Selanjutnya, Tim FMEA mengambil ranking untuk nilai Occurrence atau nilai
relatif munculnya penyebab kegagalan yang spesifik terjadi. Nilai Occurrence
bisa dilakukan modifikasi (Ranking) sesuai dengan jenis industri tiap perusahaan.

Tuliskan juga pada kolom pencegahan terhadap potensi penyebab kegagalan
untuk mengetahui cara pencegahan terhadap penyebab kegagalan/cara
mengurangi tingkat kejadian (occurrence) yang berarti pada kolom ini diperlukan
monitoring/pengendalian berkala agar penyebab kegagalan tidak terjadi/mampu
dikurangi. Contoh melalui : Pengecekan air pressure pada sistem pneumatic
setiap awal proses / shift, atau penggunaan sistem anti salah/error-
proofed/pokayoke ,penggunaan SPC (statistical process control) , dll.

Tim FMEA harus menerapkan sistem anti salah/error-proofed/pokayoke
direkomendasikan ketika terdapat kemungkinan timbulnya human error. Sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh APQP yang diinisiasi oleh
DaimlerChrysler, Ford & GM supplier Quality Requirements Task Force,
menyebutkan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh manusia tidak mungkin 100%
efektif atau terdapat faktor error. Pertanyaan yang menarik adalah bagaimana
organisasi menjamin operator bisa selalu konsentrasi 100% selama melakukan
pekerjaa 8 jam sehari, 5 hari seminggu, dan 56 Minggu dalam setahun ? tidak
adakah factor external yang mempengaruhi tingkat konsentrasi mereka ?
bagaimana dengan ketahanan fisik, psikis, mental mereka ? siapa yang menjamin?
Metodologi sistem anti salah/error-proofed/pokayoke sebaiknya ditetapkan pada
saat pembuatan perencanaan mutu (advanced product quality planning) serta
pelaksanaan tindakan perbaikan.

18

Katagori dari sistem anti salah/error-proofed/pokayoke :
a. Level tertinggi dari sistem anti salah/error-proofed/pokayoke : Final Part

yang reject tidak akan terproduksi
b. Error Proof pada line : tidak dapat meloloskan part reject pada proses

selanjutnya
c. Error Proof di proses selanjutnya : Reject sudah terkirim, tetapi tertangkap

pada sistem Error Proof pada proses berikutnya.

PFMEA Occurence Evaluation Criteria

(source: FMEA 4th edition, AIAG)

Likelihood of Criteria: Occurrence of Cause- PFMEA Rank
failure (Incidents per items/vehicles)
10
Very High > 100 per thousand 9
High > 1 in 10 8
7
Moderate 50 per thousand 6
1 in 20 5
Low 4
Very Low 20 per thousand 3
1 in 50 2
1
10 per thousand
1 in 100

2 per thousand
1 in 500

0,5 per thousand
1 in 2.000

0,1 per thousand
1 in 10.000

0,01 per thousand
1 in 100.000

< 0.001 per thousand
1 in 1.000.000

Failure is eliminated trough preventive control.

19

Kriteria occurrence diatas boleh dimodifikasi sesuai dengan kondisi industri. Ada
beberapa industri menggunakan tingkat kestabilan proses melalui pengukuran
Cp/Cpk & Pp/Ppk sebagai alat bantu untuk melakukan klasifikasi/rank occurance
pada pembuatan FMEA

6. Identifikasi nilai Detection Rank setiap poin identifikasi kegagalan
Selanjutnya, Tim FMEA mengambil ranking untuk nilai Detection, yaitu penilaian
kemampuan sistem control yang seakarang dilakukan dalam mendeteksi penyebab
kegagalan dan atau potensi kegagalan

20

Sebelum melakukan penilaian detection, tuliskaan terlebih dahulu cara deteksi
penyebab kegagalan dan atau potensi kegagalan. Penilaian detection adalah
penilaian terhadap efektifitas dari sistem inspeksi. Sistem inspeksi manual yang
mengandalkan konsentrasi manusia tentu akan jauh lebih tidak efektif ketimbang
menggunakan gauge.
Efektifitas sistem control proses terdiri dari 3 tingkatan:
1. Paling efektif – sistem anti salah/error-proofing/pokayoke
2. Efektifitas Sedang – Menggunakan alat ukur (bisa variable bisa attribute)
3. Efektifitas lemah – Menggunakan panca indra (manusia)

21

7. Kalkulasi nilai Risk Priority Number (RPN) untuk setiap efek kegagalan

Lakukan kalkulasi angka total resiko (risk priority number (RPN)) dengan formula
sebagai berikut :

a. RPN = Severity x Occurrence x Detection
Contoh : Severity = 7
Occurrence = 8
Detection =5
RPN = 7 x 8 x 5 = 280

b. RPN = S x O x D (hanya penyingkatan kata)
c. RPN = S x D

(Jika menggunakan perkalian ini maka, maksimal angka RPN adalah 100
Point, Occurrence tidak dimasukkan karena beberapa organisasi/ tim FMEA
belum mengetahui tingkat frekuensi kejadian kegagalan secara pasti sehingga
untuk FMEA dengan poin potensi kegagalan yang belum pernah terjadi
sebelumnya atau tidak ada past trouble/historical problem, untuk menghindari
ketidakakuratan penilaian RPN maka occurrence rank dihilangkan

8. Lakukan Klasifikasi/Prioritas aktivitas perbaikan terhadap efek kegagalan
Dalam menentukan prioritas perbaikan gunakan bebereapa rekomendasi sebagai
berikut :
a. Gunakan pareto diagram berdasarkan hasil nilai RPN yang ada
b. Ketika ada nilai severity 9 atau 10 perlu ada perhatian khusus sehingga
diperlukan tindakan perbaikan
c. Gunakan standard/batas minimal RPN, untuk HONDA memberikan
rekomendasi acuan nilai RPN lebih besar dari 100 poin yang perlu dilakukan
pengambilan tindakan perbaikan, beberapa industri otomotif seperti
daimlercrysler, GM untuk nilai RPN lebih dari 200 maka perlu dilakukan
tindakan perbaikan
d. Jika tidak ada usulan perbaikan tulis “NONE” atau “TIDAK ADA” pada
kolom usulan perbaikan

22

Proses Requirement/ Function Potensi Kegagalan Efek Kegagalan S Penyebab O Cara Deteksi D RPN
kegagalan 147
e. Standard nilai minimal RPN yang harus diambil tindakan perbaikan tidak
diatur dalam organisasi internasional karena setiap industri memilikiCooling SystemCooling SystemPompa CoolingDeteksi84
karakteristik produk yang berbeda-beda. Namun kata kunci nya adalahbersirkulasi denganbersirkulasi denganmenggunakan70
organisasi mampu melakukan identifikasi resiko & peluang & menilai resikoInjectionDimensi Part7tower tidak37
tersebut serta menerima potensi resiko tersebut untuk mengambil peluang yagMoldingbaikbaikNGberfungsi denganFlow Meter
ada (ISO.9001-2015)
baik
Berikut ini merupakan contoh pelaksanaan penilaian severity, occurrence, & detection sesuai
Auto dengan langkah 4-7Part A harus stabilDimensi Part A tidakDeteksi cek
Welding pada poin diameter stabil pada poin
23 Hasil Welding 7 Part tidak sesuai 3 produk 4
Assy (22,2 +0,4 +0,6) diameter (22,2 +0,4 Bolong standard menggunakan
+0,6)
Casting Crack go no go
Injection
Temperature Mold Temperatur mold Aliran cooling Cek sheet
sistem mampat 2 kontrol cooling 7
sesuai standard ( 40-60 tidak sesuai standard 5
oC ) system

Dalam Pengambilan Nilai Severity, Occurrence, & Detection

Bisa digunakan beberapa cara pengambilan nilai :

1. Untuk Nilai Severity,- Design Engineering & Quality Engineering yang melakukan
penilaian

2. Untuk Nilai Occurrence – Penilaian oleh bagian yang melakukan proses regular –seperti
QC, Produksi – Maintenance - gunakan data actual

3. Untuk Nilai Detection – Penilaian dilakukan oleh Design Engineering , Quality
Engineering , QC, Produksi – Maintenance

4. Diperbolehkan menggunakan penilaian Voting Antar Anggota (namun sesuaikan dengan
item penilaian nya )

5. Diperbolehkan voting berdasarkan yang memberikan penilaian paling tinggi
6. Diperbolehkan voting , Keputusan terakhir pada Koordinator tim FMEA
7. Jangan menggunakan sistem penilaian rata-rata penilaian antar kelompok !
8. Diperbolehkan Ambil nilai voting (yang paling tinggi)

9. Ambil aktivitas perbaikan yang tepat untuk menghilangkan potensi
kegagalan atau mengurangi resiko kegagalan (RPN turun).

Setelah melakukan aktivitas prioritas potensi kegagalan sesuai langkah nomor 8,
maka tim FMEA mengambil langkah perbaikan untuk menurunkan nilai RPN
sebelumnya dengan target waktu yang ditetapkan oleh tim FMEA & penilaian
RPN dilakukan setelah aktivitas perbaikan dilakukan. Jika merupakan project baru
, maka batas waktu penyelesaian aktivitas perbaikan tidak boleh melebihi awal
mass production. Jika merupakan FMEA yang improvement, maka perlu
dilakukan penetapan schedule sesuai dengan kesepakatan tim FMEA atau
kebijakan management organisasi / aktivitas kerja organisasi.

Berikut ini rekomandasi yang dapat diberikan terkait dengan tindakan perbaikan:
a. Untuk mengurangi ranking severity:

- Melalui perubahan desain produk atau proses
b. Untuk mengurangi rangking occurance:

- Perubahan desain produk/proses
- Fokus pada proses & metode 4M +1E
- Menghilangkan satu atau beberapa penyebab kegagalan dengan modifikasi

proses /produk – menerapkan SPC, DOE, dll
- Penggunaan Error-Proofing
- dll
c. Untuk mengurangi rangking detection :
- Penggunaan error-Proofing
- Ubah cara deteksi, contoh penggantian alat ukur dari manual ke digital,

atau penggunaan indera menjadi jig go no go,dll
- Sebelum dilakukan perbaikan, inspeksi dilakukan oleh proses selanjutnya,

setelah dilakukan perbaikan diubah menjadi pengecekan oleh proses yang
bersangkutan
- Meningkatkan frekuensi cek merupakan tindakan sementara !

24

10. Lakukan Aktivitas Review, Revisi, Evaluasi Perbaikan terkait FMEA secara
berkelanjutan.
FMEA merupakan dokumen “hidup”, yang artinya akan selalu update dengan
seiring berkembangnya waktu. Tim FMEA harus senantiasa melakukan update
terkait dengan FMEA yang dibuat agar dapat didokumentasikan & mampu
dilakukan mampu telusur jika dibutuhkan.

Frekuensi aktivitas review, revisi, evaluasi FMEA disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan kapan FMEA harus
dilakukan revisi
a. Terkait perubahan proses
b. Terkait improvement (contoh target cost, delivery, & mutu)
c. Terkait dengan claim customer (perbaikan inisiasi organisasi)
d. Terkait dengan permintaan customer (perubahan desain, aktivitas

improvement akibat penurunan kualitas/mutu yang diinisiasi customer)

Seluruh hasil revisi FMEA merupakan informasi yang sangat penting bagi project
berikutnya. FMEA terdahulu digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan
identifikasi potensi kegagalan pada project berikutnya.

11. Format FMEA

Format proses FMEA bervariasi tergantung kebutuhan perusahaan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam format FMEA :
a. Fungsi, persyaratan, dan target produk atau proses yang dianalisis harus jelas
b. Penetapan kegagalan adalah ketika persyaratan proses tidak tercapai
c. Penetapan penyabab potensi kegagalan yang terkait langsung dengan

kegagalan yang terjadi
d. Sistem pengendalian proses menjadi penyebab kegagalan dari proses
e. Tindakan untuk mencegah terjadinya/terulangnya kegagalan

25

12. Contoh FMEA (langkah 1-10)PenyebabO Cara Deteksi DRPN Tindakan Perbaikan D/DPIC S O D RPN
26 kegagalan
Proses Requirement/ Function Potensi Kegagalan Efek Kegagalan S

Injection Cooling System Cooling System Dimensi Part 7 Pompa Cooling 3 Deteksi 7 Melakukan
Molding bersirkulasi dengan bersirkulasi dengan NG tower tidak menggunakan penggantian sensor
147 air flow , jika tidak 02/12/2018 MAINT 7 2 2 28
baik baik berfungsi dengan Flow Meter masuk set standard
baik
, mesin tidak

Auto Part A harus stabil Dimensi Part A tidak Deteksi cek
Welding pada poin diameter stabil pada poin
Hasil Welding 7 Part tidak sesuai 3 produk 4 84 NONE
Assy (22,2 +0,4 +0,6) diameter (22,2 +0,4 Bolong standard menggunakan
+0,6)
Casting go no go
Injection
Temperature Mold Crack 5 Aliran cooling Cek sheet 70 NONE
Temperatur mold sistem mampat 2 kontrol cooling 7

sesuai standard ( 40-60 tidak sesuai standard system
oC )

Kelebihan Penggunaan FMEA :

1. Penilaian Resiko Akan didokumentasikan dengan baik (selalu diupdate)
2. Seluruh Potensi Kegagalan dapat ditangkap & Dinilai resiko nya
3. Media peluang perbaikan berkelanjutan
4. Mencegah terjadinya kegagalan berulang
5. Media statistika untuk memastikan penurunan resiko kegagalan
6. Karena Tim Base,Seluruh bagian terlibat & mengetahui resiko yang muncul terkait peluang

Yang diambil

Kekurangan

1. Ribet, membutuhkan waktu (review, revisi, evaluasi, monitoring, pengumpulan orang)
2. Memerlukan biaya (terkait perbaikan)
3. Penilaian bisa jadi subjektif (jika tidak dinilai oleh orang yang tepat & tidak berdasarkan

data)

K. REFERENCE
- SQM HONDA 2016
- QAS AHM 2018 (Ed 4)
- The Basic Of FMEA – Taylor & francis Group-2nd -2009
- FMEA- IPQI
- APQP

27

PT YUTAKA MANUFACTURING INDONESIA
PLANT 1
JL. Sulawesi I Block H-4
Cikarang Barat-bekasi 17520 INDONESIA
Phone: (021) 8980768-8980769
PLANT 2 (HEAD OFFICE)
Jl. Halmahera Block EE-1
Cikarang Barat- Bekasi 17520 INDONESIA

28


Click to View FlipBook Version