Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Tanaman serai dikenal dengan nama berbeda di setiap
daerah. Daerah Jawa mengenal serai dengan nama sereh atau sere.
Daerah Sumatera dikenal dengan nama serai, sorai atau sanger-sange.
Kalimantan mengenal nama serai dengan nama belangkak, senggalau atau
salai. Nusa Tenggara mengenal serai dengan nama see, nau sina atau bu
muke. Sulawesi mengenal nama serai dengan nama tonti atau sare
sedangkan di Maluku dikenal dengan nama hisa atau isa (Syamsuhidayat
dan Hutapea, 1991).
Manfaat: Menurut Obute dan Godswill (2007) manfaat serai dapur
(Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) adalah untuk obat nyamuk. Serai
dapur dapat menolak serangga hama dan nyamuk (Jantan dan Zaki, 1998
dalam Adnyana et al, 2012:2). Indonesia mempunyai keanekaragaman
hayati tanaman penghasil minyak atsiri sehingga membuka peluang
Indonesia untuk mengembangkan minyak atsiri sebagai insektisida
botani. (Arswendiyumna et al., 2011:2). Minyak atsiri dari Cymbopogon
sp. terdiri dari berbagai senyawa. Salah satu senyawa yang dapat
membunuh nyamuk adalah sitronellal. Sitronellal mempunyai sifat racun
(desiscant), menurut cara kerjanya racun ini seperti racun kontak
yang dapat memberikan kematian karena kehilangan cairan secara terus-
menerus sehingga tubuh nyamuk kekurangan cairan (Arswendiyumna et al,
2011:2). Serai dapur dapat digunakan sebagai penolak serangga hama
dan nyamuk (Jantan dan Zaki, 1998).
BATANG SERAI
CENGKEH Kingdom Plantae
Phylum Tracheophyta
Syzygium Class Magnoliopsida
aromaticum Order Myrtales
Family Myrtaceae
Genus Syzygium
Spesies Syzygium aromaticum
((L.) Merr. & Perry, 1939)
Oleh: Adam Almaliki (017)
Cengkih adalah tumbuhan asli Indonesia yang dikenal dunia, 80% kebutuhan cengkih dunia
dipenuhi dari Indonesia hal ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil
cengkih terbesar di dunia. Cengkih dikenal karena kekhasannya yakni sebagai rempah yang
memiliki aroma harum yang disebabkan kandungan eugenol sebanyak 80% dan eugenyil 5%
(Boughendjioua, 2018). Sejak abad 14 lalu cengkih mulai dikenal dunia secara luas, saat
bangsa Portugis dan Spanyol mulai membeli langsung cengkih dari Kepulauan Maluku dan
menjadi salah satu sebab meningkatnya laju perekonomian di kawasan Asia Tenggara kala itu
(Kamatou, et al. 2012). Pada abad ke-18, cengkih semakin dikenal dunia. Salah satu bukti
ialah adanya gambar cengkih yang sangat detail pada buku tahun 1788 berbahasa Latin dan
Jerman (Hochenleitter & Kompagnie, 1788).
Syzygium aromaticum
Baksh-Comeau, Y., Maharaj, S.S., Adams, C.D., Harris, S.A., Filer, D.L. & Hawthorne, W.D. (2016); Byng,
J.W. & al. (2016); Soh, W.K. & Parnell, J. (2015); Figueiredo, E., Paiva, J., Stévart, T., Oliveira, F.
& Smith, G.F. (2011); Soepadmo, E., swa, L.G., Chung, R.C.K. & Kiew, R. (eds.) (2011); Govaerts, R.,
Sobral, N., Ashton, P., Barrie, F., Holst, B.K., Landrum, L.L., Matsumoto, K., Fernanda Mazine, F., Nic
Lughadha, E., Proença, C. & al. (2008); Govaerts, R. (2003).
Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tanaman pohon dengan batang
besar berkayu keras yang tingginya mencapai 20–30 m. Tanaman ini mampu
bertahan hidup hingga lebih dari 100 tahun dan tumbuh dengan baik di
daerah tropis dengan ketinggian 600–1000 meter di atas permukaan laut
(dpl) (Danarti dan Najiyati, 2003). Tanaman cengkeh memiliki 4 jenis akar
yaitu akar tunggang, akar lateral, akar serabut dan akar rambut. Daun dari
tanaman cengkeh merupakan daun tunggal yang kaku dan bertangkai tebal
dengan panjang tangkai daun sekitar 2–3 cm (Nuraini, 2014). Daun cengkeh
berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing, tepi rata, tulang daun
menyirip, panjang daun 6–13 cm dan lebarnya 2,5–5 cm. Daun cengkeh muda
berwarna hijau muda, sedangkan daun cengkeh tua berwarna hijau kemerahan
(Kardinan, 2003). Tanaman cengkeh mulai berbunga setelah berumur 4,5–8,5
tahun, tergantung keadaan lingkungannya. Bunga cengkeh merupakan bunga
tunggal berukuran kecil dengan panjang 1–2 cm dan tersusun dalam satu
tandan yang keluar pada ujung-ujung ranting. Setiap tandan terdiri dari 2–
3 cabang malai yang bisa bercabang lagi. Jumlah bunga per malai bisa
mencapai lebih dari 15 kuntum. Bunga cengkeh muda berwarna hijau muda,
kemudian berubah menjadi kuning pucat kehijauan dan berubah menjadi
kemerahan apabila sudah tua. Bunga cengkeh kering akan berwarna coklat
kehitaman dan berasa pedas karena mengandung minyak atsiri (Thomas, 2007).
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Cengkeh dikenal dengan berbagai macam istilah di
beberapa daerah seperti bunga rawan (Sulawesi), bungeu lawang
(Sumatra) dan cengkeh (Jawa). Istilah lain dari cengkeh
diantaranya sinke, cangke, cengke, gomode, sake, singke, sangke
dan hungo lawa (Nuraini, 2014).
Manfaat: Tanaman cengkeh banyak dimanfaatkan dalam industri rokok
kretek, makanan, minuman dan obat-obatan. Tanaman cengkeh bahkan
dijadikan sebagai obat tradisional karena memiliki khasiat untuk
mengobati sakit gigi, rasa mulas sewaktu haid, rematik, pegal
linu, masuk angin, sebagai ramuan penghangat badan dan penghilang
rasa mual (Nuraini, 2014). Bagian tanaman cengkeh yang banyak
dimanfaatkan adalah bunga, tangkai bunga dan daun (Nurdjannah,
2007). Produk cengkeh bisa digunakan sebagai fungisida,
bakterisida, nematisida, dan insektisida (Asman dkk, 1997).
1 TANAMAN UTUH BUNGA
Sciencephoto.com Dokumentasi pribadi
KELOR Kingdom Plantae
Phylum Tracheophyta
Moringa oleifera Class Magnoliopsida
Order Brassicales
Family Moringaceae
Genus Moringa
Spesies Moringa oleifera
(Lam, 1785)
Oleh: Adam Almaliki (017)
Tanaman kelor adalah tanaman berkayu lunak dan selama berabad-abad telah diadvokasi sebagai
bahan pengobatan tradisional dan penggunaan industri lainnya. Semua bagian dari tanaman
kelor dapat dimakan (dikonsumsi) manusia dan hewan, serta keperluan industri lainnya
(Fuglie, 2001; Tsaknis et.al., 1999). Selain itu, tanaman ini telah ditemukan sebagai
sumber bahan obat-obatan dan juga menunjukkan sifat antimikroba (Alessandro et al., 2015;
Fahey, 2005), sehingga tanaman ini disebut sebagai pohon ajaib dan multiguna. Dalam
beberapa waktu terakhir ini, tanaman kelor telah diadvokasi sebagai sumber yang luar biasa
dari protein, mineral, dan vitamin yang sangat mudah dicerna untuk memerangi kasus
kekurangan gizi di beberapa Negara (Fahey, 2005).
Moringa oleifera
Acevedo-Rodríguez, P. & Strong, M.T. (2012); Akoègninou, A., van der Burg, W.J. & van der Maesen, L.J.G.
(eds.) (2006); Aké Assi, L. (2002); Audru, J., Cesar, J. & Lebrun, J.-P. (1994); Baksh-Comeau, Y.,
Maharaj, S.S., Adams, C.D., Harris, S.A., Filer, D.L. & Hawthorne, W.D. (2016); Balkrishna, A. (2018);
Berendsohn, W.G., Gruber, A.K. & Monterrosa Salomón, J. (2012); Catarino, L., Sampaio Martins, E.,
Pinto-Basto, M.F. & Diniz, M.A. (2006); Dassanayake (ed.) (1999).
Bagian-bagian tanaman kelor (Moringa oleifera Lamk.) yang bisa
dimanfaatkan adalah akar, batang, daun dan bijinya. Tanaman kelor (Moringa
oleifera Lamk.) memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Pohon kelor
(Moringa oleifera Lamk.) tidak terlalu besar. Batang kayunya mudah patah
dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Daunnya berbentuk
bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai.
Kelor (Moringa oleifera Lamk.) dapat berkembang biak dengan baik pada
daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan
laut. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah
bunganya berwarna hijau. Bunga kelor (Moringa oleifera Lamk.) keluar
sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor (Moringa oleifera
Lamk.) berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa). Sedang
getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa)
(Tilong, 2011). Daun tanaman kelor (Moringa oleifera L) memiliki
karakteristik bersirip tidak sempurna, berbentuk menyerupai telur.
Bersusun majemuk dalam satu tangkai, tersusun berseling, dan beranak daun
gasal (imparipinnatus). Ukuran bentuk helai daun mempunyai panjang 1-2 cm,
lebar 1-2 cm. Daunnya tipis dan lemas, ujung pangkal tumpul (obtusus),
pangkal daun membulat, tepi daun rata, susunan tulang menyirip (pinate),
serta permukaan atas dan bawah halus (Winarti, 2010).
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Di Indonesia, tanaman kelor (Moringa oleifera Lamk.) mempunyai
nama lokal yaitu kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru),
Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis),
Kawano (Sumba), Ongge (Bima), Hau fo (Timor) (Tilong, 2011).
Manfaat: Diketahui bahwa daun kelor memiliki beberapa senyawa metabolit
sekunder yang meliputi alkaloid, flavonoid, tannin, steroid, dan
triterpenoid. Tanin pada daun kelor berperan sebagai pendenaturasi protein
serta mencegah proses pencernaan bakteri. Tannin mempunyai rasa pahit yang
tidak disukai oleh beberapa serangga sehingga bisa digunakan sebagai
pertahanan diri bagi tumbuhan (Astuti, 2016). Ketika senyawa tannin
melakukan interaksi dengan protein maka dapat bersifat racun (toksik) yang
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan serangga
melalui penghambatan aktivitas enzim pencernaan (Yogantara, dkk., 2017).
Sedangkan flavonoid yaitu senyawa yang mudah larut dalam air untuk kerja
antimikroba dan antivirus (Naiborhu, 2002). Flavonoid memiliki sifat anti
serangga (repellent) dengan cara menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa
organ vital serangga yang dapat menyebabkan kematian, seperti pernapasan
(Musau, et al., 2016). Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung nitrogen
yang bersifat basa dan mempunyai aktifitas farmakologis. 50 Bagi tumbuhan,
alkaloid berfungsi sebagai senyawa racun yang melindungi tumbuhan dari
serangga atau herbivora (hama dan penyakit) (Lumbanraja, 2009).
1 TANAMAN UTUH DAUN
Dokumentasi pribadi Dokumentasi pribadi
Bengkuang Kingdom Plantae
Phylum Magnoliophyta
Pachyrhizus Class Magnoliopsida
erosus Order Fabales
Family Fabaceae
Genus Pachyrhizus
Spesies Pachyrhizus erosus
(Urban 1905)
Oleh: Adam Almaliki (017)
Bengkuang (Pachyrhizus erosus L.) adalah tanaman polong yang berasal dari Amerika tropis
dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman pangan sumber karbohidrat sekaligus
protein nabati. Bengkoang memiliki kulit berwarna coklat muda dan daging buah yang warnanya
mendekati putih tumbuh baik di daerah tropis, dan juga akan tumbuh di daerah tanah yang
tidak berawa. Tanaman ini dapat merambat di atas tanah atau dapat merambat ke atas ajir.
Tingginya mencapai 2 sampai 6 meter dan diameter akar tunggang sekitar 5-30 cm, serta
memiliki batang berbulu. Bengkoang berdaun majemuk, dengan 3 anak daun dan bertulang daun
menyirip. Tanaman ini juga menghasilkan bunga dengan kelopak berwarna biru atau putih serta
buah legum yang berbulu ketika muda. Tanaman ini juga menghasilkan bunga dengan kelopak
berwarna biru atau putih serta buah legum yang berbulu ketika muda (Karuniawan, 2004).
Pachyrhizus erosus
Acevedo-Rodríguez, P. & Strong, M.T. (2012); Akoègninou, A., van der Burg, W.J. & van der Maesen, L.J.G.
(eds.) (2006); Baksh-Comeau, Y., Maharaj, S.S., Adams, C.D., Harris, S.A., Filer, D.L. & Hawthorne, W.D.
(2016); Balick, M.J., Nee, M.H. & Atha, D.E. (2000); D'Arcy, W.G. (1987); Du Puy, D.J., Labat, N.-N.,
Rabevohitra, R., Villiers, J.-F., Bosser, J. & Moat, J. (2002).
Bengkuang merupakan tanaman tahunan yang dapat mencapai panjang 4-5 meter,
sedangkan akarnya dapat mencapai 2 meter. Tumbuhan ini membentuk umbi akar
(cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti gasing dengan berat dapat
mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian
dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Daun majemuk
menyirip beranak daun 3, bertangkai 8,5-16 cm, anak daun bundar telur
melebar, dengan ujung runcing dan bergigi besar, berambut di kedua belah
sisinya; anak daun ujung paling besar, bentuk belah ketupat, 7-21 × 6-20
cm. Bunga berkumpul dalam tandan di ujung atau di ketiak daun, sendiri
atau berkelompok 2-4 tandan, panjang hingga 60 cm, berambut coklat. Tabung
kelopak bentuk lonceng, kecoklatan, panjang sekitar 0,5 cm, bertaju hingga
0,5 cm. Mahkota putih ungu kebiru-biruan dan gundul. Tangkai sari pipih,
dengan ujung sedikit menggulung; kepala putik bentuk bola, di bawah ujung
tangkai putik, tangkai putik di bawah kepala putik berjanggut. Buah polong
bentuk garis, pipih, panjang 8-13 cm, berambut, berbiji 4-9 butir (Heyne,
1987).
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Di Indonesia, tanaman kelor (Moringa oleifera Lamk.) mempunyai
nama lokal yaitu kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru),
Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis),
Kawano (Sumba), Ongge (Bima), Hau fo (Timor) (Tilong, 2011).
Manfaat: Diketahui bahwa daun kelor memiliki beberapa senyawa metabolit
sekunder yang meliputi alkaloid, flavonoid, tannin, steroid, dan
triterpenoid. Tanin pada daun kelor berperan sebagai pendenaturasi protein
serta mencegah proses pencernaan bakteri. Tannin mempunyai rasa pahit yang
tidak disukai oleh beberapa serangga sehingga bisa digunakan sebagai
pertahanan diri bagi tumbuhan (Astuti, 2016). Ketika senyawa tannin
melakukan interaksi dengan protein maka dapat bersifat racun (toksik) yang
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan serangga
melalui penghambatan aktivitas enzim pencernaan (Yogantara, dkk., 2017).
Sedangkan flavonoid yaitu senyawa yang mudah larut dalam air untuk kerja
antimikroba dan antivirus (Naiborhu, 2002). Flavonoid memiliki sifat anti
serangga (repellent) dengan cara menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa
organ vital serangga yang dapat menyebabkan kematian, seperti pernapasan
(Musau, et al., 2016). Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung nitrogen
yang bersifat basa dan mempunyai aktifitas farmakologis. 50 Bagi tumbuhan,
alkaloid berfungsi sebagai senyawa racun yang melindungi tumbuhan dari
serangga atau herbivora (hama dan penyakit) (Lumbanraja, 2009).
1 TANAMAN UTUH
cnseed.org
LENGKUAS Kingdom Plantae
Phylum Tracheophyta
Alpinia galanga Class Magnoliopsida
Order Zingiberales
Family Zingiberaceae
Genus Alpinia
Spesies Alpinia galanga
(L. Swartz, 1785)
Oleh: Muhammad Daffa (031)
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga, L) termasuk dalam famili Zingiberaceae. Ada dua jenis
lengkuas, yaitu lengkuas putih dan merah yang bisa digunakan sebagai bumbu penyedap dan obat.
Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terdiri
atas metil sinamat 48%, sineol 20-30%, eugenol, amfer 1%, seskuiterpen, d-pinen, galangin, dan
lain-lain. Selain itu, rimpang juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna
kuning yang disebut aemferida dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum,
beberapa senyawa flavonoid, dan lain-lain (Azwar, 2010). Minyak atsiri berwarna kehijauan yang
mengandung methyl cinamate 48%, cineol 2-30%, kamfer, d-pinen, galangin, dan eugenol (yang
membuat pedas). Selain itu juga mengandung sesquiterpene, camphor, galangol, cadinine, hydrate
hexahydro cadalene, dan aristal kuning (Fauzi, 2009).
Alpinia galanga
Ahmed, Z.U. (ed.) (2008). Encyclopedia of Flora and Fauna of Bangladesh 12: 1-505. Asiatic Society of
Bangladesh. ; Albano, P.-O. (2003). La Conaissance des Plantes Exotiques: 1-324. Édisud, Aix-en-
Provence. ; Govaerts, R. (1995). World Checklist of Seed Plants 1(1, 2): 1-483, 1-529. MIM, Deurne. ;
Leti, M., Hul, S., Fouché, J.-G., Cheng, S.K. & David, B. (2013). Flore photographique du Cambodge:
1-589. Éditions Privat, Toulouse. ; National Parks Board Singapore (2006). Vascular Plant Life
Checklist Pulau Ubin
Tanaman lengkuas memiliki batang semu yang tingginya dapat mencapai 2
meter dengan daun yang cukup rimbun dan panjang. Biasanya tumbuh dengan
merumput dan juga sangat rapat, selain itu batang tumbuh dengan tegak yang
tersusun dari beberapa pelepah – pelepah daun yang membentuk batang semu,
berwarna hijau muda hingga tua. Batang muda ini akan keluar dengan bentuk
tunas baru dari pangkal bawah hingga pangkal atas. Daun tanaman ini
berwarna hijau bertangkai pendek yang tersusun dengan selang seling serta
buah berbentuk bulat dan keras, selagi masih muda berwarna hijau dan
setelah tua berwarna merah kehitaman (Fauzi, 2009).Bagian dari lengkuas
yang biasanya dimanfaatkan adalah bagian pada rimpangnya. Rimpang lengkuas
di beberapa daerah disebut dengan laja (Sunda) atau langkueh (Minang).
Tanaman ini asli Asia Tenggara dan Indonesia, serta dibudidayakan di
Malaysia, Laos, dan Thailand. Tanaman yang masa panennya dilakukan pada
umur 7 tahun ini, membutuhkan cahaya matahari penuh untuk pertumbuhannya
(Azwar, 2010).
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Di Indonesia, tanaman lengkuas memiliki nama lain langkueh
(Minang), lengkueus (Gayo), lengkueueh (Aceh), halawas (Batak), laos
(Jawa), laja (Sunda), langkuas (Banjar), dan aliku (Bugis).
Manfaat: Lengkuas mengandung anti-inflamasi, meringankan peradangan pada
perut atau bisul, mencegah mabuk laut dan mual, sebagai anti-oksidan,
meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh, meringankan diare. kudis, panu,
dan menghilangkan bau mulut (Atjung, 1990). Salah satu tanaman yang
diketahui memiliki aktivitas sebagai antibakteri adalah tanaman lengkuas
(Languas galanga(L.) Stuntz).
rimpang lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol, dan
terpenoid sebagai antijamur dan antibakteri (Yurahmen, 2002). Fenol bekerja
dengan cara denaturasi protein sel, merusak dinding sel bakteri. Dan dapat
meracuni protoplasma bakteri sehingga menyebabkan pengumpulan protein.
Mekanisme koagulasi dan denaturasi protein protoplasma bakteri karena
adanya ikatan antara fenol dan bakteri melalui proses adsobsi fenol oleh
sel bakteri, adsorbsi ini melibatkan ikatan hydrogen, bila ikatan hydrogen
rendah, maka kompleks antara protein sel bakteri dan fenol akan lemah dan
akhirnya terurai sehingga menyebabkan penetrasi fenol ke sel bakteri dan
menimbulkan presipitasi dan denaturasi sel bakteri, akhirnya bakteri akan
lisis dan adanya kebocoran sel.
Kerusakan dinding sel bakteri terjadi karena dinding sel yang tersususn
atas polipeptidoglikan akan dirusak oleh fenol. Kerusakan ini menyebabkan
tekanan osmotik dalam sel lebih tinggi dari pada diluar sel sehingga
bakteri menjadi lisis (Indosian Journal Of Dentistry, 2005).
1 TANAMAN UTUH RIMPANG
MENGKUDU Kingdom Plantae
Phylum Tracheophyta
Morinda citrifolia Class Magnoliopsida
Order Gentianales
Family Rubiaceae
Genus Morinda
Spesies Morinda citrifolia
Oleh: Muhammad Daffa (031) NODC Taxonomic Code, 1996
Mengkudu atau pace (Morinda citrifolia L.) Merupakan salah satu tanaman obat yang dalam be-
berapa tahun terakhir banyak peminatnya. Merupakan tanaman tropis dan liar, mengkudu dapat
tumbuh di tepi pantai hingga ketinggian 1500 m dpl (diatas permukaan laut), baik di lahan
subur maupun marginal. Penyebarannya cukup luas, meliputi seluruh kepulauan Pasifik
Selatan, Malaysia, Indonesia, Taiwan, Filipina, Vietnam, India, Afrika, dan India Barat
(Solomon 1999).Buah mengkudu mengandung alkaloid yang dinamakan xeronin. Alkaloid ini
berguna untuk mengaktifkan enzim-enzim dan mengatur pembentukan protein serta bekerja untuk
melawan peradangan yang terjadi di dalam tubuh (Wijayakusuma, 2008). )
Morinda citrifolia
Bernal, R., Gradstein, S.R. & Celis, M. (eds.). 2015. Catálogo de plantas y líquenes de Colombia.
Instituto de Ciencias Naturales, Universidad Nacional de Colombia, Bogotá. :
Bagian-bagian tanaman kelor (Moringa oleifera Lamk.) yang bisa
dimanfaatkan adalah akar, batang, daun dan bijinya. Tanaman kelor (Moringa
oleifera Lamk.) memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Pohon kelor
(Moringa oleifera Lamk.) tidak terlalu besar. Batang kayunya mudah patah
dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Daunnya berbentuk
bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai.
Kelor (Moringa oleifera Lamk.) dapat berkembang biak dengan baik pada
daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan
laut. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah
bunganya berwarna hijau. Bunga kelor (Moringa oleifera Lamk.) keluar
sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor (Moringa oleifera
Lamk.) berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa). Sedang
getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa)
(Tilong, 2011). Daun tanaman kelor (Moringa oleifera L) memiliki
karakteristik bersirip tidak sempurna, berbentuk menyerupai telur.
Bersusun majemuk dalam satu tangkai, tersusun berseling, dan beranak daun
gasal (imparipinnatus). Ukuran bentuk helai daun mempunyai panjang 1-2 cm,
lebar 1-2 cm. Daunnya tipis dan lemas, ujung pangkal tumpul (obtusus),
pangkal daun membulat, tepi daun rata, susunan tulang menyirip (pinate),
serta permukaan atas dan bawah halus (Winarti, 2010).
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Tanaman ini di Aceh biasa disebut keumeudee, di jawa disebut
kemudu atau kudu, di Sunda disebut Cangkudu, di Bali disebut Tibah
Manfaat: Mengkudu dengan kandungan anthraquinon dan scopoletin dapat
berfungsi sebagai anti jamur dan dengan sifat anti septiknya yaitu membunuh
atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dapat mencegah terjadinya infeksi
yang berkepanjangan dan mempercepat proses penyembuhan (Dripa, 2010).
Dengan demikian kerusakan jaringan yang berlebih dapat dihindari, hal ini
menyebabkan menurunnya jumlah neutrofil. Menurut Solomon (2006), scopoletin
merupakan agen yang dapat bersinergi dengan tubuh sebagai anti radang dan
antihistamin. Anthrquinon dan asam benzoat yang terkandung dalam buah
mengkudu dapat berfungsi sebagai anti jamur dengan cara menghambat sintesis
asam folat jamur (Assi, 2015). Hal ini tentunya akan mengurangi peradangan
serta kerusakan jaringan tidak berlanjut, dengan demikian dapat meringankan
peran neutrofil sebagai sel yang bertugas untuk memfagosit mikroorganisme
asing dan luka akan semakin cepat pulih. Kandungan nitric oxide dan vitamin
C yang terdapat dalam mengkudu mempunyai peranan dalam inflamasi akut.
Nitric oxide dapat menghambat adhesi neutrofil pada endotel vaskular (Assi,
2015). Adanya kandungan vitamin C dapat mengurangi infiltrasi leukosit
terutama neutrofil pada area yang meradang (Null, 2011). Hal ini
mengakibatkan jumlah neutrofil pada kelompok perlakuan lebih kecil
dibanding dengan kelompok kontrol. Keberadaan buah mengkudu sebagai anti
radang dapat membunuh bakteri yang terdapat dalam luka sehingga meringankan
kerja neutrofil. Dapat dikatakan bahwa pengeluaran sel radang dari sumsum
tulang menjadi lebih sedikit karena kerja dari sel radang sebagai fagosit
telah diringankan dengan pemberian perasan buah mengkudu.
1 TANAMAN UTUH BUAH MENGKUDU
BANDOTAN Kingdom Plantae
Phylum Tracheophyta
Ageratum conyzoides Class Magnoliopsida
Order Asterales
Family Asteraceae
Genus Ageratum
Spesies Ageratum conyzoides
NODC Taxonomic Code, 1996
Oleh: Muhammad Daffa (031)
Tanaman bandotan yang memiliki nama ilmiah Ageratum conyzoides L masuk ke dalam family
Asteraceae dan salah satu dari genus Ageratum. Tanaman ini bisa ditemukan didaerah tropis
dan subtropik seperti Indonesia. Keberadaan tanaman ini di Indonesia cukup mudah untuk
ditemukan khususnya di daerah Jawa dan Sumatera. Tanaman ini mempunyai beberapa sebutan di
berbagai daerah seperti bandotan sering digunakan di pulau Jawa dan Dus Wedusan di pulau
Madura.
Ageratum conyzoides
M. Thulin et al. Flora of Somalia Vol. 1-4 [updated 2008] : Bernal, R., Gradstein, S.R. & Celis, M.
(eds.). 2015. Catálogo de plantas y líquenes de Colombia. Instituto de Ciencias Naturales, Universidad
Nacional de Colombia, Bogotá.: Compositae, H. Beentje, C. Jeffrey & D.J.N. Hind. Flora of Tropical East
Africa. 2005 : Compositae, C. D. Adams. Flora of West Tropical Africa 2. 1963
Bandotan mempunyai jenis daun yangbertangkai tunggal, letaknya bersilang
dan berhadapan. Daun bandotan memiliki bentuk bulat telur yang pada bagian
panggkalnya membulat dengan ujung yang runcing. Tepian daun bandotan
bergerigi, umunya memiliki ukuran lebar 0,5-6 cm, dan panjang 1-10 cm,
bagian permukaan atas maupun bawah daun mempunyai rambut panjang dengan
kelenjar yang terletak di permukaan bawah daun, warnanya hijau
(Syamsuhidayat & Hutapea, 1991). Bandotan memiliki ketinggian mencapai 1
meter dengan ciri daun yang mempunyai bulu berwarna putih halus. Bunga
berukuran kecil, berwarna putih keunguan pucat, berbentuk seperti bunga
matahari dengan diameter 5-8 mm. Batang dan daun ditutup oleh bulu halus
berwarna putih dan daunnya mencapai panjang 7.5 cm. Buahnya mudah tersebar
sedangkan bijinya ringan dan mudah terhembus angin (Prasad, 2011).Bandotan
telah digunakan di Afrika sebagai tanaman obat untuk berbagai macam
penyakit. Daun bandotan biasanya digunakan untuk pengobatan luka, selain
itu juga sebagai antiinflamasi, analgesik dan antipiretik (Adebayo, et
al.,2010). Kandungan fitokimia pada tanaman bandotan menunjukkan adanya
senyawa sebagai berikut : steroid, terpenoid, fenol, saponin, asam lemak
dan alkaloid (Kamboj dan Saluja, 2010). Studi fitokimia lain yang
dilakukan oleh Dash dan Murthy (2011), ekstrak bandotan menunjukkan
beberapa kandungan antara lain steroid, sterol, triterpenoid, alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, fenolik, karbohidrat dan protein.
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Ageratum conyzoides L. di Sumatera dikenal dengan nama daun
tombak, rumput tahi ayam atau siangit sedangkan di Jawa dikenal dengan nama
babandotan, bandotan, dus wedusan, tempuyak dan berokan, untuk masyarakat
Sulawesi mengenal tumbuhan ini dengan nama dawet, lawet, rukut manoe dan
sopi (Dalimartha, 2006).
Manfaat: Tanaman bandotan yang memiliki nama ilmiah Ageratum conyzoides L
yang merupakan salah satu tumbuhan obat yang cukup mudah didapatkan di
Indonesia. Manfaat dari tumbuhan ini umumnya dimanfaatkan sebagai obat
bisul,luka luar yang berdarah, eksema, serta digunakan untuk mengobati
beberapa jenis penyakit infeksi dari bakteri. Selain itu bandotan umumnya
juga digunakan sebagai perawatan rambut, diuretik, dan penyegar badan
(Depkes, 1979; Syamsuhidayat & Hutapea, 1991; Wijayakusuma, 1994). Dan juga
ekstrak daun etanol 96% bisa dimanfaatkan sebagai antimikroba (Gunawan &
Mulyani, 2004). Ektrak daun bandotan dengan etanol 96% juga mempunyai
manfaat sebagai antivirus (Solizhati, 2010).Daun bandotan dengan esktrak
etanol 96% teridentifikasi golongasenyawa yaitu flavonoid, triterpenoid,
minyak atsiri dan saponin (Solizhati, 2010). Hal tersebut juga dilaporkan
oleh Amadi et al., (2012), yang menyebutkan bahwa Bandotan memiliki senyawa
flavonoid.
1 TANAMAN UTUH DAUN
SIRSAK Kingdom Plantae
Phylum Tracheophyta
Annona muricata Class Magnoliopsida
Order Magnoliales
Family Annonaceae
Genus Annona
Spesies Annona muricata
Oleh: Muhammad Daffa (031) NODC Taxonomic Code, 1996
Sirsak(Annona muricataL.) adalah tumbuhan berguna yang berasaldari Karibia, Amerika Tengah,
danAmerika Selatan khususnya di Amazon, juga ditemukan di Polinesia. Masyarakat adat dari
hutan Amazon menyebutnya sebagai pohon keajaiban. Penduduk setempat telah menggunakan kulit
kayu, daun akar, buah, biji, dan bunga sirsak selama ribuantahun untuk mengobati segala
penyakit, mulai dari artritis ke masalah hati. Sebagai contoh, buah dan biji-bijian
digunakan untuk kesehatan usus dan membasmi parasit
Annona muricata
Bernal, R., Gradstein, S.R. & Celis, M. (eds.). 2015. Catálogo de plantas y líquenes de Colombia.
Instituto de Ciencias Naturales, Universidad Nacional de Colombia, Bogotá. :M. Thulin et al. Flora of
Somalia Vol. 1-4 [updated 2008 :
Sirsak merupakan pohon yang tinggi dapat mencapai sekitar 3-8 meter. Daun
memanjang, bentuk lanset atau bulat telur terbalik, ujung meruncing
pendek, seperti kulit, panjang 6-18 cm, tepi rata. Bunga berdiri sendiri
berhadapan dengan daun dan baunya tidak enak.Daun kelopak kecil, daun
mahkota berdaging,3 yang terluar hijau, kemudian kuning, panjang 3.5-5 cm,
3 yang terdalam bulat telur, kuning muda. Daun kelopak dan daun mahkota
yang terluar pada kuncup tersusun seperti katup, daun mahkota terdalam
secara genting. Dasar bunga cekung sekali. Benang sari banyak penghubung
ruas sari di atas ruang sari melebar, menutup ruangnya, dan putih.Bakal
buah banyak, bakal biji 1. Tangkai putik langsing, berambut kepala
silindris. Buah majemuk tidak beraturan, bentuk telur miring atau bengkok,
15-35 kali, diameter 10-15 cm. Biji hitam dan daging buah putih (Gambar 2)
(Steenis, 2003).
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Sirsak dalam bahasa Indonesia disebut nangka sabrang, nangka
landa atau nangka walanda (Jawa), sirsak (Sunda), nangka buris (Madura),
srikaya jawa (Bali),deureuyen belanda (Aceh), durio ulondro (Nias), durian
batawi (Minangkabau), jambu landa (Lampung), langelo walanda (Gorontalo),
sirikaya balanda (Bugis dan Ujung pandang), wakano (Nusa Laut), naka
walanda (Ternate), naka (Flores), Ai ata malai (Timor) (CoData, 2000).
Manfaat: Menurut Jackson (2006), menyatakan bahwa tanaman sirsak
telahdigunakan dalam medis untuk pengobatan karena berisi senyawa-senyawa
kimia yang antara lain yaitu tannin, alkaloid dan flavonoid yang ditemukan
di bagian akar, daun, buah dan bijinya. Daun sirsak mengandung bahan aktif
annonain, saponin, flavonoid, tanin (Kardinan, 2004). Bahkan Naria (2005),
menyatakanbahwa pada sirsak ditemukan senyawa bersifat bioaktif yang
dikenal dengan nama acetogenin. Para ilmuwan telah mempelajari sifat-sifat
sirsak sejak tahun 1940-an.Sebagian besar penelitian berfokus pada bahan
kimia yang disebutAnnonaceous
acetogenins yang hanya ditemukan dalam keluarga Annonaceae. Annonaceous
acetogenins yang ditemukan dalam graviola antara lain annocatalin,
annohexocin, annomonicin, annomontacin dan masih banyak lainnya. Graviola
menghasilkan senyawa alami ini dalam daun, batang, kulit kayu, buah, dan
biji. Annonaceous acetogenins secara umum telah dicatat memiliki sifat
antitumor, antiparasit, insektisida, dan aktivitas antimikroba. Annonaceous
acetogenin setelahmenunjukkan toksisitas selektif untuk sel tumor pada
dosis yang sangat rendah (Malau, 2011).
1 TANAMAN UTUH BUAH
KENCUR Kingdom Plantae
Phylum Tracheophyta
Kaempferia galanga Class Magnoliopsida
Order Zingiberales
Family Zingiberaceae
Genus Kaempferia
Spesies Kaempferia galanga
Oleh: Muhammad Daffa (031) The PLANTS Database, 1996
Kencur adaptif di daerah berketinggian 50–600 m di atas permukaan laut yang bersuhu 25º –
30º C. Kencur menghendaki 5–9 bulan basah dan 5–6 bulan kering per tahun. Intensitas cahaya
matahari idealnya penuh (100%) atau ternaungi sampai 25%–30% hingga tanaman berumur 6
bulan. Syarat lainnya adalah drainase tanah baik, tekstur tanah lempung sampai lempung liat
berpasir, kemiringan lahan kurang dari 3%, kemasaman tanah 5,5–6,5(Pujiharti, 2012).Tanaman
kencur ini banyak dibudidayakan di Indonesia, terutama di pulau Jawa, selain itu juga
banyak ditanam di India, Malaysia, Taiwan, dan Cina.
Kaempferia galanga
Ahmed, Z.U. (ed.) (2008). Encyclopedia of Flora and Fauna of Bangladesh 12: 1-505. Asiatic Society of
Bangladesh.Girmansyah, D. & al. (eds.) (2013). Flora of Bali an annotated checklist: 1-158. Herbarium
Bogorensis, Indonesia. Govaerts, R. (2004). World Checklist of Monocotyledons Database in ACCESS: 1-
54382. The Board of Trustees of the Royal Botanic Gardens, Kew. Techaprasan, J., Klinbunga, S.,
Ngamriabsakul, C. & Jenjittikul, T. (2010). Genetic variation of Kaempferia (Zingiberaceae) in Thailand
based on chloroplast DNA (psbA-trnH and petA-psbJ) sequences Genetics and Molecular Research 9: 1957-
1973.
Kencur merupakan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu tinggi, lebih
kurang 20 cm dan tumbuh dalam rumpun. Daun tunggal, berwarna hijau dengan
pinggir merah kecoklatan bergelombang. Bentuk daun jorong lebar sampai
bundar, panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung runcing, pangkai berlekuk,
dan tepinya rata. Permukaan daun bagian atas tidak berbulu, sedangkan
bagian bawah berbulu halus. Tangkai daun pendek, berukuran 3-10 cm,
pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna putih. Jumlah
daun tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan (Damayanti,
2008).Bunga tunggal, bentuk terompet, panjang sekitar 2,5-5 cm. Benang
sari panjang sekitar 4 mm, berwarna kuning. Putik berwarna putih atau
putih keunguan. Bunga tersusun setengah duduk, mahkota bunga berjumlah 4-
12 buah dengan warna putih lebih dominan. Tanaman kencur berbeda dengan
famili Zingiberaceae lainnya, yaitu daunnya merapat ke permukaan tanah,
batangnya pendek, akar serabut berwarna coklat kekuningan, rimpang pendek
berwarna coklat, berbentuk jari dan tumpul, bagian luarnya atau kulit
rimpangnya berwarna coklat mengkilat, memiliki aroma yang spesifik, bagian
dalamnya berwarna putih dengan daging lunak, dan tidak berserat
(Damayanti, 2008).
Sebagai biopestisida
Nama Lokal: Kencur (nama bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) dikenal di
berbagai tempat dengan nama yang berbeda-beda: cikur (bahasa Sunda); ceuko
(bahasa Aceh); kaciwer (bahasa Karo); kencor (Madura); cekuh (bahasa Bali);
Sekuh atau Sekur (bahasa Sasak), kencur, sukung (bahasa Melayu Manado);
asauli, sauleh, soul, umpa (bahasa-bahasa di Maluku); serta cekir (Sumba).
Manfaat: Kencur (Kaempferia galanga L.) banyak digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan
dan minuman, rempah, serta bahan campuran saus, rokok pada industri rokok
kretek. Secara empirik kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan,
infeksi bakteri, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran, masuk angin,
sakit perut(Pujiharti, 2012). Kencur juga juga memiliki bermacam-macam
kegunaan lain, diantaranya sebagai antibakteri, antifungi, analgesik,anti-
inflamasi, antioksidan, antivirus, antihipertensi, antikarsinogenik,
antinosiseptif, antituberkulosis dan larvasida.Minyak atsiri rimpang kencur
juga digunakan sebagai bahan parfum, obat-obatan, dan untuk aromaterapi
inhalan dan pijat untuk mengurangi kecemasan, stres, dan depresi (Kumar,
2014).
1 TANAMAN UTUH RIMPANG
PENUTUP
Tanaman biopestisida memiliki manfaat yang luar biasa.
Selain efektif mengendalikan hama dan penyakit (OPT),
menggunakan biopestisida juga berperan meminimalisir
penggunaan pestisida sintesis yang dapat berdampak
buruk bagi lingkungan. Tanaman biopestisida dapat
ditemukan di lingkungan sekitar kita.
Buku ini tentu saja masih terdapat banyak kekurangan,
maka segala kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan pembaca semua. Akhirnya semoga buku
ini dapat menambah wawasan mengenai tanaman
biopestisida.
DAFTAR PUSTAKA
Acevedo-Rodríguez, P. & Strong, M.T. (2012). Catalogue of seed plants of
the West Indies Smithsonian Contributions to Botany 98: 1-1192
Adrianto, H., Yotopranoto, S., & Hamidah, H. (2014). Efektivitas Ekstrak
Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix), Jeruk Limau (Citrus amblycarpa), dan
Jeruk Bali (Citrus maxima) terhadap Larva Aedes aegypti. Jurnal Aspirator,
6(1), 1-6.
Adnyana, I. G. S., Sumiartha, K., dan Sudiarta, I. P. (2012). Efikasi
Pestisida Nabati Minyak Atsiri Tanaman Tropis terhadap Mortalitas Ulat Bulu
Gempinis. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515, 1 (1): 1- 11.
Agoes, Azwar. (2010). Tanaman Obat Indonesia Buku 3. Jakarta : Salemba
Medika.
Aguilar-Melendez, A., Morrell, P. L., Roose, M. L. & Kim, Seung-Chul
(2009). Genetic diversity and structure in semiwild and domesticated chiles
( Capsicum annuum; Solanaceae) from Mexico. American Journal of Botany 96:
1190-1202.
Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung:
Penerbit ITB.
Aiello, S. E. (2012). The Merck etinary manual. USA: Merck Sharp & Dohme
Corp.
Alessandro, L., Alberto S., Alberto B., Alberto S., Junior A., Simona B.
(2015). Cultivation, Genetic, Ethnopharmacology, Phytochemistry and
Pharmacology of Moringa oleifera Leaves: An Overview. Int. J. Mol. Sci. 16,
12791-12835.
Ali, M. (2015). Pengaruh dosis pemupukan NPK terhadap produksi dan
kandungan capsaicin pada buah tanaman cabe rawit (Capsicum frutescens L.).
Jurnal Agrosains: Karya Kreatif Dan Inovatif, 2(2), 171-178.
Aloe vera center. (2013). Lidah buaya: khasiat dan budidaya. Pontianak:
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak.
Ambarningrum, T. B., Arthadi, A., Pratiknyo, H., & Priyanto, S. (2012).
Ekstrak kulit jengkol (Pithecellobium lobatum): pengaruhnya sebagai anti
makan dan terhadap efisiensi pemanfaatan makanan larva instar V Heliothis
armigera. Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung, 5(3), 165-170.
Amir, A. M., & Hartono, J. (2013). TOKSISITAS INSEKTISIDA NABATI MINYAK
BIJI JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.) TERHADAP THRIPS Selenothrips
rubrocinctus Giard. In Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.
Andiliani, S. (2018). EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EKSTRAK BIJI BENGKUANG
(PACHYRRHIZUS EROSUS L.) TERHADAP MORTALITAS RAYAP (COPTOTERMES
CURVIGNATHUS HOLMGREN). ETD Unsyiah
DAFTAR PUSTAKA
Aoyama, S., & Yamamoto, Y. (2007). Antioxidant activity and flavonoid
content of Welsh onion (Allium fistulosum) and the effect of thermal
treatment. Food science and technology research, 13(1), 67-72.
Arisandi, Y & Andriani, Y. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka Buku
Merah.
Arswendiyumna, R., Burhan, R. Y. P., dan Zetra, Y. (2011). Minyak Atsiri
dari Daun dan Batang Tanaman Dua Spesies Genus Cymbopogon, Famili Gramineae
sebagai Insektisida Alami dan Antibakteri. Prosiding Skripsi Semester Genap
2010/2011 Jurusan Kimia Fakulas Matemaika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Ashour, M., Wink, M., & Gershenzon, J. (2010). Biochemistry of terpenoids
:monoterpenes, sequiterpenes and diterpenes. In M. Wink (ed.), Annual plant
review: Biochemistry of plant secondary metabolism (2nd ed.; pp. 258-286).
USA: Blackwell Publishing.
Ashraf, M.A.; Maah, M.J.; Yusoff, I. (2011).Heavy metals accumulation in
plants growing in ex tinmining catchment. International Journal of
Environmental Science and Technology. 8 (2): 401–416.
Asman, A, Tombe, M & Manohara, D. (1997). Peluang Penggunaan Produk Cengkeh
sebagai Pestisida Nabati, Monografi Tanaman Cengkeh Ke-2. Bogor : Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Astawan, M. dan Kasih, A. L. (2008). Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Astuti, P. (2013). Uji efektivitas kulit buah jengkol (Pithecolobium
lobatum) terhadap kematian siput murbei (Pomacea canaliculata). Ziraa'ah,
37(2), 40-45.
Astuti, R. B. (2016). Pengaruh Pemberian Pestisida Organik Dari Daun Mindi
(Melia azedarach L.), Daun Pepaya (Carica papaya L.), Dan Campuran Daun
Pepaya (Carica papaya L.), Dan Daun Mindi (Melia azedarach L.) Terhadap Hama
Dan Penyakit Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi. Yogyakarta :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Atjung. (1990). Tanaman Obat dan Minuman Segar. Jakarta : Penerbit Yasaguna.
DAFTAR PUSTAKA
Berger CA, Witkus ER, McMahon RM (1958). Cytotaxonomic studies in the
Leguminosae. Bulletin of the Torrey Botanical Club. 85(6): 405–415
Boughendjioua, H. (2018). Essential Oil Composition of Syzygium aromaticum
(L.). International Research Journal of Pharmacy and Medical Sciences
(IRJPMS), 1(3):26-28.
Catarino, L., Martins, E.S., Diniz, M.A. & Pinto-Basto, M.F. (2006). Check-
list da flora vascular do parque natural das Lagos de Cufada (Guiné-Bissau)
Garcia de Orta, Série de Botânica 17: 97-141
CCRC. (2008). Kunyit (Curcuma longa Linn.). [online]. Available at :
https://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345 . Diakses pada 11 Juni 2021
Carolia, N., & Noventi, W. (2016). Potensi ekstrak daun sirih hijau (Piper
betle L.) sebagai alternatif terapi Acne vulgaris. Jurnal Majority, 5(1),
140-145.
Chan, E., & Elevitch, C. R. (2006). Cocos nucifera (coconut). Species
profiles for Pacific Island agroforestry, 2, 1-27.
Cirilo, N. & Proctor, G.R. (1994). Vascular plants of the Caribbean Swan
islands of Honduras Brenesia 41-42: 73-80
Damayanti, D, (2008). Buku Pintar Tanaman Obat, Cetakan Pertama, Jakarta:
Agromedia. Pustaka.
Danarti dan Najiyati, S. (2003). Budidaya dan Penanganan Pasca Panen
Cengkih. Jakarta: Penebar Swadaya.
Djarwaningsih, T. (1986). Jenis-jenis Capsicum L. (Solanaceae) di Indonesia.
Berita Biologi 3 (5): 225-228.
Djoar, D. W., Sahari, P., Sugiyono. (2011). Studi Morfologi dan Analisis
Korelasi antar Karakter Komponen Hasil Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon Sp.)
dalam Upaya Perbaikan Produksi Minyak. Jurnal Fakultas Pertanian UNS.
Ekowati, G. (2015). Sumber Glukomanan dari Edible Araceae Di Jawa Timur. J-
PAL 6 no. 1 (ISSN: 2087-3522 dan E-ISSN: 2338-1671).
Fahey, J.W. (2005). Moringa oleifera: A review of the medical evidence for
its nutritional, therapeutic, and prophylactic properties. Part 1. Trees for
Life Journal. 1: 5
DAFTAR PUSTAKA
Fatria, D., & Noflindawati, N. (2014). KARAKTERISASI KUALITAS BUAH
EMPAT GENOTIP PEPAYA (Carica papaya L.) KOLEKSI BALAI PENELITIAN
TANAMAN BUAH TROPIKA. Jurnal Floratek, 9(1), 1-5
Fauzi, Arif. (2009) Aneka Tanaman Obat Dan Khasiatnya. Yogyakarta:
Media Pressindo
Fuglie, JW. (2001). The miracle tree: Moringa oleifera, natural
nutrition for the tropics. Training Manual. Dakar, Senegal; Church
World Service. P. 172.
Furnawanthi, I. (2002). Khasiat dan manfaat lidah buaya. Jakarta:Agro
MediaNaviri, T. (2015). 1001 Makanan Sehat. Elex Media Komputindo.
Goulart, F.S. (1995). Super Healing Foods. New York : Penguin Putnam
Inc.
Gershenzon J., & Croteau, R. (1991). Terpenoid. In G.A. Resenthal, &
M.R. Barembaun (Eds.), Herbivores their interaction with secondary
plant metabolies (2nd ed.). London: Academic Press.
Guenther, E. (1990). Minyak Atsiri Jilid IV A. Jakarta: UI-Press.
Hidayat, E.B. (1994). Morfologi Tumbuhan. Proyek Pendidikan Tenaga
Akademik. Jakarta: Jalan Pintu Satu Senayan.
Hernani, dan E. Mulyono. (1997). Pengolahan dan Penganekaragaman
Hasil. Di dalam : Sitepu D, Sudiarto, N. Bermawie, Supriadi, Soetopo
D., Rosita S.M.D., Hernani, Rivai A.M., editors. Monograf no 3 : Jahe.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Badan Litbang Deptan. hlm
122-128
Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, 2, 1188-1189.
Hidayat, R.S., & Napitupulu, R.M. (2015). Kitab tumbuhan obat.Jakarta:
AgriFlo.
Hochenleitter, L. & Kompagnie. (1788). Plantarum indigenarum et
exoticarum icones ad vivum coloratae, oder, Sammlung nach der Natur
gemalter Abbildungen inn- und ausländlischer Pflanzen, für Liebhaber
und Beflissene der Botanik, Vol. 1. Harvard University Botany
Libraries.
Jaiswal, P., Kumar, P., Singh, V.K., & Singh, D.K. (2011). “Areca
catechu L.: A Valuable Medicine Against Different Helath Problems”.
Research Journal of Medicinal Plant.
DAFTAR PUSTAKA
Janson, P.C. (1981). Spices, Condiments and Medicinal Plants in
Ethopia. Wagenurgan : Centre for Agricultural Publishing &
Documentation.
Jantan, I., dan Zaki. (1998). Development of Environment-friendly
Insect Repellent from The Leaf Oils of Selected Malaysian Plant.
Article VI Asean Review of Biodiversity and Environment Conservation
(ARBEC).
Jørgensen, P.M., Nee, M.H. & Beck., S.G. (eds.) (2013). Catálogo de
las plantas vasculares de Bolivia Monographs in Systematic Botany from
the Missouri Botanical Garden 127: 1-1741.
Kamatou, G.P., Vermaak, I., and Viljoen, A.M. (2012). Eugenol—From the
Remote Maluku Islands to the International Market Place: A Review of a
Remarkable and Versatile Molecule. Molecules 17: 6953-6981.
Kardinan. (2004). Pestisida nabati ramuan dan aplikasi. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Kardinan, A. (2005). Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta:
Agro Media Pustaka.
Karuniawan, A. (2004). Cultivation status and genetic diversity of yam
bean (Pachyrhizus erosus (L.) Urban) in Indonesia. Cuvillier Verlag.
Katritzky, (2003). Model Compounds of Caged Capsaicin: Design,
Synthesis, and Photoreactivity. J. Org. Chem., 68(23)
Krishnaswamy K. (2008). Traditional Indian spices and their health.
Asia Pacif J Clinc Nutr 17:265-8.
Lédo, Ana da Silva; Passos, Edson Eduardo Melo; Fontes, Humberto
Rolemberg; Ferreira, Joana Maria Santos; Talamini, Viviane; Vendrame,
Wagner A.; Lédo, Ana d
Silva; Passos, Edson Eduardo Melo; Fontes, Humberto Rolemberg;
Ferreira, Joana Maria Santos; Talamini, Viviane; Vendrame, Wagner A.
(2019). Advances in Coconut palm propagation. Revista Brasileira de
Fruticultura. 41 (2). doi:10.1590/0100-29452019159
Leong-Škorničková, J. A. N. A., ŠÍDA, O., Wijesundara, S., & Marhold,
K. (2008). On the identity of turmeric: the typification of Curcuma
longa L.(Zingiberaceae). Botanical Journal of the Linnean Society,
157(1), 37-46.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, K. A. (2020). Pengembangan Booklet Karakteristik Morfologi
Tumbuhan Family Zingiberaceae Sebagai Sumber Belajar.
Li, Hong Mei. (2014). “Inhybitory Effects of Colocasia esculenta L. Schott
Constituents on Aldose Reductase. Molecules
Lingga, L. (2014). Health secret of pepper. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Liu, C.J., Chen, C.L., Chang, K.W., Chu, C.H., & Liu, T.Y. (2000). Safrole
in betel quid may be a risk factor for hepatocellular carcinoma: case
report. CMAJ 162(3): 359-60.
López Patiño, E.J., Szeszko, D.R., Rascala Pérez, J. & Beltrán Retis, A.S.
(2012). The flora of the Tenacingo-Malinalco-Zumpahuacán protected natural
area, state of Mexico, Mexico Harvard Papers in Botany 17: 65-167.
Lumbanraja, L. B. (2009). Skrining Fitokimia dan Uji Efek Antiinflamasi
Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap Radang pada
Tikus. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, 83.
Magenda, S., Kandou, F.E F., & Umboh, S.D. (2011). Karakteristik isolat
jamur Sclerotium rolfsii dari tanaman kacang tanah (Arachis hypogea Linn.)
. Jurnal Bioslogos, 1(1), 1-7.
Matius, P. (2019). Jenis Jenis Tumbuh-Tumbuhan Yang Digunakan Untuk Upacara
Ritual Beliatn Pada Suku Dayak Benuaq Di Kutai Barat. Samarinda: Mulawarman
University PRESS
McVicar, J. (1994). Jekka’s complete herb book. London: Kyle Cathie
Limited.
Mpila, D., Fatimawali, F., & Wiyono, W. (2012). Uji aktivitas antibakteri
ekstrak etanol daun mayana (Coleus atropurpureus [L] Benth) terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa secara
in-vitro. Pharmacon, 1(1).
Minantyorini & Hanarida, I. (2002) Panduan karakterisasi dan evaluasi
plasma nutfah talas. Jakarta: Komisi Nasional Plasma Nutfah.
Munawaroh, E. (2017). The Diversity and Conservation of Piper (Piperaceae)
in Bukit Barisan Selatan National Park, Lampung Province. Media Konservasi,
22(2), 118-128.
DAFTAR PUSTAKA
Musau, J. K., Mbaria, J. M., Nguta, J. M., Mathiu, M., & Kiama, S.
G. (2016). Phytochemical composition and larvicidal properties of
plants used for mosquito control in Kwale County, Kenya.
Naiborhu, P. E. (2002). Ekstraksi dan manfaat ekstrak mangrove
(Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris) sebagai bahan alami
antibakterial pada patogen udang windu, Vibrio harveyi. Scientific
Journal of Bogor Agricultural University.
Nova P. Kumolontang (2014) Tepung Kelapa sebagai Substituen Parsial
dalam Pembuatan White Bread. Jurnal Penelitian Teknologi Industri
Novera, R., Hasanuddin, H., & Safrida, S. (2017). Pemanfaatan
ekstrak daun jeruk purut sebagai insektisida alami pembasmi larva
instar III Culex sp. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi,
2(1), 78-89.
Nuraini, D. N. (2014). Aneka Manfaat Bunga Untuk Kesehatan.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Nurdjannah, N. (2007). Diversifikasi Penggunaan Cengkeh. Bogor:
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian
Indonesia.
Nurjasmi, R., Suryani, & Carta. (2019). Penghambatan Actinomycetes
asal limbah kulit bawang merah terhadap Sclerotium Rolfsii secara in
vitro. Jurnal Ilmiah Respati, 10(1), 17-18.
Obongoyo BO, Wagai SO, Odhiambo G. 2010. Phytotoxic effect of
selected crude plant extracts on soil-borne fungi of common bean.
Afrikan Crop Sci. J. 18(1): 15-22.
Obute, G. C. & Godswill O. Adubor. (2007). Chemicals Detected in
Plants Used For Folk Medicine in South Eastern Nigeria.
Ethnobotanical Leaflets 11: 173- 194.
Pangesti, T., Fitriani, I. N., Ekaputra, F., & Hermawan, A. (2013).
“Sweet Papaya Seed Candy” Antibacterial Escherichia Coli Candy With
Papaya Seed (Carica Papaya L.). Pelita-Jurnal Penelitian Mahasiswa
UNY, 8(2).
Permatasari, E. (2002). Studi Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang
(Pachyrrizus erosus) Terhadap Perkembangan Lalat Rumah (Musca
domestica) di Darmaga, Lasem, dan Kajar.
DAFTAR PUSTAKA
Plantus. (2008). Execitive summary from the report: analysis of
adverse reactions to Monosodium Clutamate (MSG). Journal of Nutrition,
126(6): 1743-1745.
Prabowo, H., Martono, E., & Witjaksono, W. (2016). Activity of Liquid
Smoke of Tobacco Stem Waste as An Insecticide on Spodoptera litura
Fabricius Larvae. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 20(1): 22-27.
Pracaya. (2010). Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : PT Penebar
swadaya.
Purbaya, J.R. (2003). Mengenal dan memanfaatkan khasiat aloe vera
(lidah buaya). Bandung: Pionir Jaya.
Pujiharti, N. Y., (2012). Budidaya Tanaman Obat Keluarga (Toga), Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian, pp. 16-22
PURBOWO, H. S. (2017). PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK TOMAT BUAH
(Lycopersicum commune) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP KEMATIAN LARVA
NYAMUK Aedes sp (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).
Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green, and S.R.J. Robbins. (1979).
Spices 1. London: Longman.
Putri, Z. F. (2010). Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
sirih (Piper betle L.) terhadap Propioni bacterium acne dan
Staphylococcus aureus multiresisten [skripsi]. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Putri, A. K. (2019). Studi Morfologi Piper betle L. dan Pemanfaatannya
dalam Kehidupan Sehari–Hari. [Online]. Available at
https://doi.org/10.31219/osf.io/94yvq
Rahmat R. (1994). Bawang merah, budidaya dan pengolahan pasca panen.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rahmat, R. (1995). Budidaya Bawang Putih. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Raven, Peter H.; Evert, Ray F.; Eichhorn, Susan E. ( 2005). Section 6.
Physiology of Seed Plants: 29. Plant Nutrition and Soils Biology of
Plants (7th ed.). New York: W. H. Freeman and Company. p. 639. ISBN
978-0-7167-1007-3.
Rismunandar. (1986). Membudidayakan lima jenis bawang. Bandung:
Penerbit Sinar Baru.
DAFTAR PUSTAKA
Samsi, A. S. (2000). Analisis Keragaman Genetik Pada Tanaman Mahoni Daun Besar
(Swietenia Macrophylla King) Di Kebun Benih Parung Panjang. Skripsi. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat.
Sankat, C.K. and R.Maharaj. (1997). Papaya.p.167-189. In S.K. Mitra (Ed).Postharvest
Physiology and Storage of Tropical and Subtropical Fruits. USA: Cab. International.
Santoso, H.B. (2000). Bawang Putih. Edisi ke-12. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Santoso, R. S. (2016). Asap Cair Sabut Kelapa sebagai Repelan Bagi Hama Padi Walang
Sangit (Leptocorisa oratorius). Sainsmat. 4(2): 81-86
Salunkhe, D.K., , B.B. Desai. (1984). Papaya. In: Biotechnology of Fruits. pp. 13-26.
CRC Press Inc., Boca Raton, Florida. 147.
Sasikumar, B. (2005). Genetic resources of Curcuma: diversity, characterization and
utilization. Plant Genetic Resources, 3(2), 230-251.
Sembiring, N. N. (2009). Pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kualitas produk cabai
merah (Capsicum annum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin. Medan : Universitas
Sumatera Utara.
Setiawan, A. B., Murti, R. H., & Purwantoro, A. (2015). Pengaruh Giberelin Terhadap
Karakter Morfologi dan Hasil Buah Partenokarpi pada Tujuh Genotipe Tomat (Solanum
lycopersicum L.) The Effect of Gibberellin on Parthenocarpic Fruit Morphology and Yield
of Seven Tomato Genotypes (Solanum lycopersicum L.). Ilmu Pertanian, 18(2), 69-76.
Setiawati, W., Murtiningsih, R., Gunaeni, N., & Rubiati, T. (2008). Tumbuhan bahan
pestisida nabati dan cara pembuatannya untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
(OPT). Bandung : BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN
Setiawati, W., Murtiningsih, R., Gunaeni, N., & Rubiati T. (2008). Tumbuhan bahan
pestisida nabati dan cara pembuatannya untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan
(OPT). Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Setiyowati H, Surahman M, Wiyono S, (2007), Pengaruh Seed coating dengan Fungisida
Benomil dan Tepung Curcuma terhadap Patogen Antraknosa Terbawa Benih dan Viabilitas
Benih Cabai Besar (Capsicum annuum L.), Bul. Agron. (35) (3) 176 – 182 (2007)
Setyowati, M., Somantri, I H. & Sutoro (2007) Karakteristik umbi plasma nutfah tanaman
talas (Colocasia esculenta). Buletin Plasma Nutfah, 13 (2), 49–55. doi:
10.21082/blpn.v13n2.2007.p49-55.
DAFTAR PUSTAKA
Sengupta, K., Mishra, A.T., Rao, M.K., Sarma, K.V.S., Krishna-raju,
A.V., & Trimurtulu, G. (2012). Efficacy of an herbal formulation
LI10903F containing Dolichos biflorus and Piper betle extracts on
weight management. Lipids in Health and Disease 11(176).
Silalahi, M., Nisyawati, Walujo, E.B. & Supriatna, J. (2015). Local
knowledge of medicinal plants in sub-ethnic Batak Simalungun of North
Sumatra, Indonesia. Biodiversitas 16(1): 44-54.
Siswono. (2008). Puti malu untuk batuk dan bronchitis. [Online].
[Cited on 2009 February 11]. Available from URL: http://gizi.net/cgi-
bin/berita/fullnews.cgi?newsid110965058275115/
Sulistyowati, P.V., Kendarini, N. & Respatijarti. (2014). Observasi
keberadaan tanaman talas-talasan genus Colocasia dan Xanthosoma di
Kecamatan Kedungkandang Kota Malang dan Kecamatan Ampelgading
Kabupaten Malang. Jurnal Produksi Tanaman, 2 (2), 86–93.
Sumiartha, K., Kohdrata, N., dan Antara, N. S. (2012). Modul
Pelatihan Budidaya dan Pasca Panen Tanaman Serai (Cymbopogon citratus
(DC.) Stap). Bali: Pusat Studi Ketahanan Pangan Universitas Udayana.
Sosef, M.S.M. & al. (2006). Check-list des plantes vasculaires du
Gabon Scripta Botanica Belgica 35: 1-438.
Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. Jakarta
:PT Pradnya Paramita.
Syamsuhidayat, S. S., & Hutapea, J. R. (1991). Inventaris tanaman
obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 420-421.
Tarigan, L. A., Batubara, R., & Sumardi, S. (2014). The Giving
Variation of Concentration Kecombrang Flowers Extract (Etlingera
elatior Jack RM Sm) as Natural Insectiside Against Aedes spp.
Peronema Forestry Science Journal, 3(1), 56-61.
Thomas, A.N.S. (2007). Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta:
Kanisius.
Tilong, A. (2011). Kelor Penakluk Diabetes. Yogjakarta: Diva Press.
Tsaknis, J., Lalas, S., Gergis, V., Spiliotis, V., 1999. A total
characterisation of Moringa oleifera Malawi seed oil. Riv. Ital.
Sost. Gras. 75(1): 21–27
DAFTAR PUSTAKA
Umar, A. (2014). Potensi lidah buaya sebagai pestisida nabati
untuk mengendalikan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi
di Kalimantan Barat, Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Spesifik Lokasi, Pontianak, 20-21 Agustus 2014. Bogor: Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Wakano, D. (2013). UJI EKSTRAK BUAH CABAI RAWIT SEBAGAI PESTISIDA
NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA ULAT TITIK TUMBUH PADA TANAMAN
SAWI. BIOSEL (Biology Science and Education): Jurnal Penelitian
Science dan Pendidikan, 2(1), 57-52.
Ware, M. 2017. Ginger: Health Benefits and Dietary Tips.
https://www.medicalnewstoday.com /articles/265990.php. (diakses
tanggal 15 September 2019).
Warisno. (2003). Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Kanisius.
WCVP (2021). World Checklist of Vascular Plants, version 2.0.
Facilitated by the Royal Botanic Gardens, Kew. Published on the
Internet; http://wcvp.science.kew.org Retrieved 25 April 2021
Weiss, E.A. (1971). Castor, sesame, and safflower. London :
Leonard Hill.
Wibowo, S. (2005). Budi daya bawang putih, merah dan bombay.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Widianti, N., & Wulandari, N. (2008). Buku pintar tanaman obat:
431 jenis tanaman penggempur aneka penyakit. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Wijayakusuma, H.M.H. (2008). Ramuan lengkap herbal taklukkan
penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda.
Winarti, S. (2010). Makanan Fungsional. Yogjakarta: Graha Ilmu.
Wijayakusuma H., (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit.
Jakarta : Pustaka Bunda
Winarti, Sri. (2010). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wulanningtyas, H. S., Sabda, M., Ondikeleuw, M., & Baliadi, Y.
(2019). Keragaman Morfologi Talas (Colocasia esculenta L.) Lokal
Papua. Buletin Plasma Nutfah Vol, 25(2), 23-30.
Yon, R.Md. (ed.). (1994). Papaya, Fruit Development, Post Harvest
Physiology, Handling and Marketing in ASEAN. ASEAN Food Handling
Bureau. Kuala Lumpur, Malaysia, 14. 4p.
DAFTAR PUSTAKA
Yunita, E. A., Suparpti, N. H., & Hidayat, J. W. (2009). Pengaruh
ekstrak daun teklan (Eupatorium riparium) terhadap mortalitas dan
perkembangan larva Aedes aegypti. Bioma,11(1), 11-17.
Y Titin, 2008. Ensiklopedia tanaman obat tradisional. Yogyakarta :
Media Pressindo.
Yogantara, A. A. G. G., Wijaya, I. N., & Sritamin, M. (2017).
Pengaruh beberapa jenis ekstrak daun gulma terhadap biologi ulat
krop kubis (Crocidolomia pavonana F.) di laboratorium. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology),
370-377.
Yurahmen, Y., Eryanti, dan Nurbalatif, (2002), Uji Aktivitas
Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia
galanga), Jurnal Nature Indonesia, 4 (2), 178-183
Disusun oleh
Felicia Alifah
140410190015
Adam Almaliki
140410190017
Muhammad Daffa N
140410190031
Disusun oleh
Azhar Fauzan
Fawazillah
140410190057
Ester Mega Bintang. S
140410190069
Sarah Khoerun Nisa
140410190103