DIAN SUKMAWATI, S.Pd SILANG BUDAYA LOKAL dan H I NDU-BUDDHA DI Nusantara
CAPAIAN PEMBELAJARAN Peserta didik memahami konsep dasar kerajaan Hindu-Buddha; menganalisis manusia dalam kerajaan Hindu-Buddha; menganalisis kerajaan HinduBuddha dalam ruang lingkup lokal,nasional, dan global; menganalisis kerajaan HinduBuddha dalam dimensi masa lalu, masa kini, dan masa depan; menganalisis kerajaan HinduBuddha dari pola perkembangan, perubahan, keberlanjutan, dan keberulangan; menganalisis kerajaan Hindu-Buddha secara diakronis (kronologi) maupun sinkronis.
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran berbasis masalah pada lingkup materi Teori-teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu – Buddha, diharapkan siswa mampu : Menganalisis berbagai bukti-bukti adanya interaksi budaya lokal dengan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Mengolah informasi tentang buktibukti Pengaruh Hindu-Buddha dalam kehidupan masyakat Indonesia yang masih ada hingga kini Menyusun hasil analisis dan pengolahan informasi tentang bukti- bukti pengaruh Hindu-Buddha dalam kehidupan masyarakat Indonesia masa kini dalam bentuk Rangkuman.
PETUNJUK BELAJAR 1.Peserta didik membaca dan memahami tujuan pembelajaran. 2.Peserta didik mencermati peta konsep yang ada. 3.Peserta didik mengaitkan pembelajaran sebelumnya yang relevan untuk memahami alur 4.pembelajaran pada bahan ajar ini. Peserta didik melakukan kegiatan literasi dari berbagai sumber yang relevan dengan tema dan tujuan pembelajaran. 5.Apabila ada materi yang tidak dimengerti dan kurang jelas segera bertanya kepada guru
SAJIAN MATERI Masuknya para pedagang India di indonesia disertai dengan pengenalan kebudayaan yang mereka bawa. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah memiliki kebudayaan yang kuat. Kebudayaan India tidak lantas menghilangkan unsur kebudayaan asli masyarakat Indonesia. Kebudayaan India diterima dan diolah masyarakat Indonesia sehingga menghasilkan perpaduan berupa kebudayaan baru. Hal ini menyebabkan kebudayaan Hindu-budha di Indonesia memiliki karakter yang khas. Warisan budaya masa Hindu-Buddha di Indonesia tidak hanya terbatas pada benda (fisik), namun ada yang berwujud nilai budaya (nonfisik) seperti seni bangunan, seni rupa dan ukir, seni pertunjukkan, seni sastra dan aksara, sistem kepercayaan, sistem pemerintahan, arsitektur, sistem sosial kemasyarakatan, pendidikan, serta sistem kalender. Sebelum mempelajari peninggalan-penginggalan sejarah masa Hindu-Buddha di nusantara, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu perubahan pola kebudayaan yang mengakibatkan adanya proses akulturasi dan asimilasi dari kebudayaan tersebut. 1. Proses Akulturasi dan Asimilasi Budaya Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) akulturasi adalah proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu. Sementara itu, dalam buku Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsurunsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri, (Restu:2021, https://www.gramedia.com). Secara sederhana, akulturasi adalah adanya budaya asing yang masuk ke dalam budaya sendiri sehingga perlahan-lahan akan diterima oleh anggota masyarakat tanpa harus menghilangkan karakter kebudayaan itu sendiri. Asimilasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar. Sedangkan dalam buku Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar budaya yang berbeda-beda yang saling bertemu dalam waktu yang cukup lama sehingga bisa menggantikan unsur-unsur kebudayaan yang lama dan digantikan dengan budaya baru (Restu:2021, https://www.gramedia.com). Singkatnya, asimilasi adalah suatu perubahan budaya yang terjadi karena adanya individu atau kelompok yang memiliki latar belakang berbeda yang hidup di lingkungan atau suatu daerah yang sama. Adapun faktor pendorong tejadinya akulturasi dan asimilasi antara lain: a. Sikap dan perilaku saling Menghargai Budaya b. Toleransi Terhadap Budaya lain c. Adanya masyarakat Heterogen
d. Terbiasa membuka diri dengan budaya luar e. Perkawinan antar kelompok budaya Sedangakan faktor penghambat terjadinya akulturasi dan kebudayaan anatara lain: a. Takut menghadapi budaya baru b. Imu pengetahuan yang bergerak lambat c. Sikap masyarakat yang tradisional d. Hal-hal baru dianggap buruk e. Adat dan kebiasaan Akulturasi maupun asimilasi bisa terjadi karena adanya pencampuran budaya sendiri dengan budaya asing. Budaya asing yang masuk ke lingkungan masyarakat tidak langsung diterima begitu saja, hal ini disebabkan oleh: a. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia. b. Kecakapan Istimewa. Bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah kecakapan istimewa atau local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Maka dari itu, peleburan suatu kebudayaan dibutuhkan proses akulturasi dan asimilasi dalam waktu yang cukup lama. Misalnya, adanya bangunan candi di Indonesia tidak terlepas dari hubungan masyarakat Indonesia dan pedagang India yang terjalin intensif. Menurut Dr. Brandes, selain mengenal sistem kepercayaan animisme dan dinamisme, menjelang akhir masa praaksara nenek moyang bangsa Indonesia telah menguasai beberapa kemampuan, seperti: 1) Kemampuan bercocok tanam 2) Kemampuan berlayar dengan perahu bercadik 3) Kemampuan mengenal arah dengan menggunakan petunjuk melalaui rasi bintang 4) Mengenal kesenian wayang sebagai media untuk melakukan hubungan dengan arwah nenek moyang 5) Memiliki kemampuan membuat peralatan dari batu, tanah liat, dan teknik pembuatan barang-barang dari logam 6) Kemampuan membangun tempat pemujaan, seperti menhir, dan punden berundak-undak 7) Mengenal sistem pemerintahan dan cara pemilihan kepala suku, yang disebut primus interpares, dan 8) Mengenal seni gamelan Semua kemampuan tersebut kemudian digolongkan sebagai tradisi, budaya, dan kearifan lokal dari bangsa Indonesia sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha.
2. Interaksi Budaya Lokal dengan Kebudayaan Hindu-buddha di Indonesia Para ahli masih sulit memastikan kebudayaan mana yang lebih dahulu masuk ke Indonesia, apakah kebudayaan Hindu ataukah Buddha. Ada beberapa temuan patung Buddha di beberapa tempat di Indonesia yang menurut para arkeolog dibuat sekitar abad ke-2 dan ke-3 M. patung-patung Buddha tersebut misalnya dapat ditemukan di Jember (jawa Timur), Sempaga (Sulawesi Selatan), Bukit Seguntang (Palembang), dan Gua Sikumbang (Muara Kaman). Hal tersebut diperkuat penelitian sejarawan F.D.K Bosch, yang menyatakan arca Buddha yang ditemukan di Sembaga masuk antara abad ke 2 atau abad ke 3 M. Arca Buddha yang terdapat di bukit Seguntang juga diperkirakan berasal dari abad ke -2 Masehi. Sementara itu, ditemukannya patung Buddha bergaya Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dari bukti-bukti arkeologi tersebut, kebudayaan dan agama Buddha masuk lebih dahulu ke Indonesia, yaitu sekitar abad ke 2 M, dan men yebar di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Agama dan kebudayaan Hindu muncul belakangan, yaitu sekitar abad ke 4 hal ini dibuktikan dengan temuan prasasti tertua bercorak Hindu di Indonesia. Hasil interaksi budaya lokal dengan kebudayaan Hindu-Buddha melalui proses asimilasi dan akulturasi dapat terlihat dalam peninggalan-peninggalan berikut: A. Aksara dan Bahasa Dikenalnya aksara oleh penduduk Nusantara merupakan proses asimilasi. Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia belum mengenal aksara dan tulisan. Bangsa India mengenalkan sistem akasara berupa tulisan pallawa dan siddham yang berasal dari India. Akan tetapi, hanya aksara pallawa yang paling sering digunakan dalam penulisan prasasti. Aksara pallawa merupakan turunan dari aksara Brahmi yang digunakan di India Selatan. Selanjutnya, aksara pallawa berkembang menjadi aksara hanacaraka yang digunakan dalam aksara Jawa, Sunda, dan Bali. A.1 Pengaruh aksara Pallawa pada beberapa aksara di Nusantara. Sumber: https://bertigamas.github.io/meteor/post/aksara-pallawa/
Sebelum kedatangan Bangsa India di Indonesia, masyarakat menggunakan bahasa daerah atau lokal seperti bahasa Jawa Kuno, dan Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno termasuk dalam rumpun bahasa Melayu Austronesia. Jenis bahasa ini digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Setelah masuknya kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia maka turut pula mempengaruhi penggunaan bahasa di Indonesia. Bentuk pengaruh tersebut terlilhat dari penggunaan bahasa Sansekerta dan Pali. Bahasa Sansekerta secara harfiah berarti bahasa yang sempurna, sedangkan secara sifat berarti berbudaya. Bahasa Sansekerta digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab Weda. Selain bahasa sansekerta, bahasa Pali juga digunakan sebagai bahasa pengantar kitab suci agama Buddha yaitu kitab Tripitaka. Bahasa Sansekerta kemudian banyak mempengaruhi bahasa Kawi (bahasa Jawa Kuno) dan bahasa Melayu kuno. Bahasa Kawi banyak menyerap kosakata dari bahasa Sansekerta namun tidak meniru bahasanya karena tata bahasa Sansekerta sangat rumit. Istilah Kawi sendiri bermakna “penyair”,dan karya sastra yang dihasilkan oleh sang kawi disebut kakawin. Adapun sebutan Jawa Kuno menunjukkan kedudukannya sebagai bahasa Jawa yang paling kuno atau tua. Menurut Prof.Dr. P.J. Zoetmuldeer, bahasa jawa Kuno umum yang digunakan selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Keberadaan Bahasa Melayu Kuno diketahui dari sejumlah prasasti dan keping logam, baik berupa emas maupun tembaga, di Sumatra, dan Jawa. Kosakata bahasa ini banyak dipengaruhi bahasa sansekerta. Hal ini dapat dibuktikan dari catatan-catatan tertulis pernah digunakan pada sekitar abad ke VII hingga abad XIII, yaitu pada zaman Wangsa Syailendra di Jawa Tengah dan di Kerajaan Sriwijaya. Huruf pallawa dan bahasa sansekerta menjadi huruf dan bahasa utama dalam banyak prasasti di Indonesia. Prasasti yang paling tua adalah prasasati yupa yang ditemukan di Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti lain yang menggunakan huruf dan bahasa yang sama ditemukan dari masa kerajaan Tarumanegara, Sriwijaya, dan Mataram Kuno. Prasasti atau inkripsi dapat diartikan sebagai tulisan yang dipahatkan pada benda keras, seperti batu dan logam. Sumber dari Jawa Kuno mencatat ada tiga jenis prasasti berdasarkan bahannya. Tiga jenis prasasti tersebut adalah prasasti batu, prasasti tembaga, dan prasasti daun lontar. Secara umum prasasti merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan seorang raja atau pejabat tinggi kerajaan. Dengan demikian, prasasti dianggap sebagai benda yang sakral. B. Agama dan Sosial-Budaya Sejak zaman praaksara bangsa Indonesia telah memilki kepercayaan berupa pemujaan terhadap roh nenek moyang disebut animisme dan juga kepercayaan terhadap adanya kekuatan pada benda-benda tertentu, yang disebut dinamisme. Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia, terjadi akulturasi. Sebagai contoh, dalam upacara keagamaan atau pemujaan terhadap para dewa-dewi di candi, terlihat adanya unsur
pemujaan terhadap roh nenek moyang. Hal ini menunjukkan dengan adanya pripih didalam bangunan candi, yaitu tempat benda-benda lambang jasmaniah raja yang membangun candi tersebut disimpan. Dengan demikian candi dianggap, sebagai makam atau tempat berdiamnya roh raja yang telah meninggal tersebut. Hal ini memiliki kemiripan dengan fungsi bangunan menhir, dolmen, dan punden berundak-undak pada zaman megalitikum. Selain itu biasanya diatas pripih terdapat arca dewa yang merupakan perwujudan raja yang didharmakan di dalam candi. Pada puncak candi terdapat lambang para dewa, biasanya berupa gambar teratai pada batu persegi empat. Singkatnya, upacara keagamaan atau pemujaan terhadap dewa yang ada di candi pada hakikatnya juga merupakan pemujaan terhadap roh nenek moyang, dan disitulah letak akulturasi antar sistem kepercayaan masa praaksara dan kebudayaan Hindu-Buddha. Dalam kehidupan sosial, pengaruh kebudayaan Hindu yang nyata adalah dikenalnya sistem pelapisan sosial di dalam masyarakat yang disebut kasta. Meskipun demikian, sistem kasta yang berlaku di Indonesia tidak seketat di negeri asalnya, India. Adapun dalam agama Buddha, tidak mengenal kasta. B.1. Sistem kasta dalam agama Hindu Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kasta C. Sistem Politik dan Pemerintahan Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia adalah sistem pemerintahan desa. Pemimpinnya adalah seorang kepala suku dan dipilih berdasarkan kekuatan dan kelebihannya (konsep primus inter parest). Salah satu pengaruh Hindu di bidang politik muncul konsep dewa-raja. Dalam bahasa sansekerta, istilah dewa raja dapat bermakna “raja para dewa”. Konsep ini memposisikan raja sebagai
titisan dewa. Para ahli menganggap konsep dewa-raja sebagai proses akulturasi, yaitu perpaduan antara ajaran Hindu dan pemujaan nenek moyang sudah lama dianut penduduk nusantara. Konsep dewa-raja tercermin dari peninggalan-peninggalan masa Hindu-Buddha, yaitu sebagai berikut: 1) Prasasti ciaruteun dari abad V mengukirkan telapak kaki Raja Purnawarman laksana tepak kaki Wisnu 2) Prasasti Kebon Kopi I mengukirkan telapak kaki gajah tunggangan raja sebagai telapak kaki Airawata, gajah tunggangan Dewa Indra. 3) Ada kebiasaan membangun candi untuk memuliakan atau mendharmakan arwah raja yang meninggal dunia. Arca dewa diruangan utama candi seringkali merupakan arca perwujudan anumerta sang raja yangdigambarkan sebagai dewa tertentu yang arwahnya bersatu dengan dewa yang dipuja dan naik ke Swargaloka. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut: a. Raja Airlangga dari Jawa didharmakan sebagai titisan Wisnu. Monumen peringatannya memperlihatkan ia sebagai Wisnu yang mengendarai Garuda. b. Ken Arok dari Singasari digambarkan sebagai inkarnasi Wisnu,juga anak Brahma dan Syiwa c. Raja Kertajasa atau Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit di Jawa, diabadaikan dalam patung yang memperlihatkan ia sebagai Halihara, yaitu perpaduan antara Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Sebagai penguasa, raja memiliki wewenang penuh terhadap seluruh tanah diwilayah kerajaannya, sedangkan rakyat hanyalah penggarap. Rakyat juga wajib memberikan kesetiaan yang penuh terhadap titah raja, termasuk dalam membangun istana dan candi tanpa menuntut upah. Sistem pemerintahan kerajaan pada masa kerajaan Hindu-Buddha pada umumnya terbagi dalam beberapa bidang, yaitu bidang pertahanan atau angkatan perang, perdagangan, keuangan, urusan luar negeri, pajak dan hukum. Jabatan-jabatan ini dapat dirangkap hanya oleh beberapa orang, bergantung keinginan raja dan luasnya kerajaan. Terdapat perbedaan sistem pemerintahan antara kerajaan Hindu-Buddha yang berlokasi di Jawa Timur, Jawa tengah bangian utara dan Jawa Tengah bagian selatan. Hal ini dapat diidentifikasi dengan melihat denah bangunan candi di dalam sebuah kompleks. Pemerintahan kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Tengah bagian selatan bersifat feodal. Hal ini terlihat dari denah bangunan candi-candi induk ditempatkan dibagian tengah dan dikelilingi candi-candi perwara seperti pada candi Prambanan. Hal ini menunjukkan pusat pemerintahan sepenuhnya berada di tangan raja.
C.1 Denah candi Prambanan Sumber: https://macanulisaksarajawa.blogspot.com/2013/06/sejarah-candi-prambanan-alkisah-pada.html Sementara itu, bangunan candi-candi di Jawa Tengah bagian utara mencerminkan sistem pemerintahan federal. Pemerintah pusat memerintah kerajaan-kerajaan kecil yang sederajat secara demokratis. Hal ini tercermin dari lokasi-lokasi dalam denah bangunan candi yang menyebar dalam kompleks percandian. Sistem federal juga terlihat pada kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Timur, di mana negara-negara bagaian yang berada di wilayah kekuasaannya memiliki otoritas penuh. Hal ini ditunjukkan oleh denah bangunan candi. Candi yang besar yang melambangkan pemerintahan pusat dibangunan di bagian belakang candi-candi lain. D. Sistem Pembangunan Tata Kota Bentuk akulturasi lainnya tampak pada sistem bangunan tata kota. Bentuk akulturasinya sampai saat ini masih dapat kita jumpai di hampir seluruh bangunan tata kota di Pulau Jawa. Pada zaman sebelum Hindu-buddha, masyarakat Indonesia belum mengenal bangunan dan tata kota yang kompleks, tertata, dan bernilai seni tinggi. Singkatnya, belum mengenal arsitektur. Sejak masa Hindu-Buddha, kita mengenal sistem bangunan yang lebih kompleks, tertata rapi, dan bernilai seni tinggi dibandingkan sebelumnya. Bangunan ini adalah keraton. Tempat tinggal raja ini biasanya terletak di pusat kota dan dikelilingi tembok yang tinggi. Tembok tersebut, sebagaimana tampak di keraton Yogyakarta dan Solo, umumnya memiliki empat pintu gerbang atau gapura yang menghadap ke empat arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat dan timur. D.1 Tampak Pintu Gerbang Utama Keraton Yogyakarta Sumber: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/keraton-yogyakarta-singgasana-sultan-yang-penuhmakna-filosofis/
Disebelah selatan istana, biasanya terdapat alun-alun dan di bagian barat keraton terdapat bangunan tempat peribadatan. Alun-laun keraton yogya misalnya, memiliki fungsi masing-masing. Alun-alun utara merupakan tempat berkumpul masyarakat dan bersifat dinamis. Adapun alun-alun Selatan dianggap sebagai penyeimbang karena dimaksudkan sebagai tempat palereman (istirahat) para dewa. Karena itu, suasananya juga dibangun untuk menentramkan hati banyak orang. Tata letak bangunan ini lazim disebut macapat. D.2 Sistem Macapat Sumber: https://serbainformatif.blogspot.com/2015/07/sepuluh-unsur-kebudayaan-asli-indonesia.html E. Ekonomi dan Sistem Mata Pencaharian Pengaruh India dalam bidang ekonomi tidak begitu besar. Sebab, sejak masa praaksara, penduduk Nusantara telah mengenal tradisi agraris, perdagangan dan pelayaran. M. Dj. Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto mencatat pada zaman praaksara penduduk Indonesia adalah pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Lautan bukan penghalang, melainkan penghubung antara pulau (Marwati:2010:07). Kedatangan India memperkuat tradisi agraris, misalnya dengan mengenalkan teknologi irigasi serta semakin meramaikan aktivitas perdagangan dan pelayaran. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya kota-kota pelabuhan sebagaimana ditunjukkan kerajaan Pajajaran (pelabuhan Sunda Kelapa), Sriwijaya, dan Majapahit. F. Seni Bangunan dan Seni Rupa a. Seni Bangunan Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsan Indonesia telah mengenal seni bangunan dalam bentuk bangunan-bangunan besar dari masa megalitikum, yaitu bangunan yang terkait erat dengan kegiatan pemujaan dan penghormatan kepada nenek moyang. Contohnya dolmen, punden berundak-undak dan menhir. Pada masa Hindu-Buddha, kita mengenal konsep candi. Bangunan candi dimaksudkan untuk menghormati raja yang sudah meninggal. Mirip dengan dolmen, menhir, dan punden berundak-undak, candi adalah monumen tempat pengdharmaan bagi
raja yang sudah meninggal. Hal ini sesuai dengan asal kata candi itu sendiri yang berasal dari kata candika, yaitu nama salahsatu perwujudan dewi kematian, yaitu Dewi Durga. Bangunan candi memang memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai tempat mendharmakan raja (misalnya candi Kidal untuk mendharmakan Raja Anusapati dari kerajaan Singasari), memuja dewa-dewi tertentu, dan tempat bersemedi para pendeta dan pemuka agama. Dibawah patung raja yang didharmakan, biasanya juga tersimpan bendabenda berharga milik raja disebuah pripih. Benda-benda itu dianggap sebagai lambang jasmani raja. Gambar F.a.1: Pripih Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/pripih/ Masyarakat yang beragama Buddha juga mendirikan bangunan candi dengan fungsi yang mirip. Stupa pada candi-candi bercorak Buddha awalnya berfungsi seperti pripih. Selain itu, sebagai tempat menyimpan abu jenazah buddha Gautama atau barang-barang berharga milik raja yang telah meninggal. Namun, dalam perkembangannya digunakan sebagai tempat menyimpan abu jenazah para arhat (orang suci) yang berjasa menyebarkan ajaran Buddha. Dari segi arsitektur bangunannya, salah satu candi bercorak Buddha yaitu candi Borobudur, sangat mirip dengan punden berundak-undak (tempat pemujaan zaman megalitikum). https://ikisworld.blogspot.com/20 12/02/peninggalan-zamanmegalitikum.html https://kitacerdas.com/tentangcandi-borobudur-dansejarahnya/ https://www.merdeka.com/gaya/ca ndi-sukuh-misteriusnya-piramidamaya-di-tengah-pulau-jawa.html Gambar diatas merupakan punden berundak-undak masa praksara, candi borobudur dan candi sukuh yang merupakan akulturasi antara budaya lokal dengan kebudayaan Hindu-Buddha. Berbeda dari menhir dan dolmen yang lebih sederhana, candi biasanya lebih rumit, namun artistik. Di bagian luarnya, terdapat relung-relung candi yang diisi dengan patung perwujudan dari Dewa Syiwa, Durga, Wisnu, Brahma, dan Ganesha. Bagian atap candi
Hindu biasanya bertingkat tiga dan bagian puncaknya dibentuk seperti genta, yaitu lonceng dengan posisi telungkup. Bangunan candi Buddha banyak dipenuhi stupa yang bentuknya mirip mangkuk yang terbalik. Gambar F.a.4: Trimurti atau tiga dewa tertinggi agama Hindu yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa Sumber: https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/17/180000379/tiga-dewa-tertinggi-dalamagama-hindu?page=all Bangunan candi pada umumnya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: 1) Bhurloka, yaitu bagian bawah candi yang melambangkan kehidupan dunia fana 2) Bhurvaloka, adalah bagian candi yang melambangkan tahap pembersihan dan pemurnian jiwa 3) Svarloka, yang melambangkan tempat para dewa atau jiwa yang telah disucikan. Meskipun struktur bangunan semua candi sama, masih terdapat perbedaan penting antara bentuk candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berikut perbedaannya. 1) Di Jawa tengah Berbentuk tambun dengan hiasan kalamakara diatas gawang pintu masuk, puncak candi berbentuk stupa, bahan utamanya batu andesit, dan umumnya menghadap ke timur. 2) Di Jawa Timur Berbentuk lebih ramping, puncak candi berbentuk kubus dan diatas gawang pintu terdapat hiasan kala atau wujud kepala raksasa yang bentuknya lebih sederhana dari kalamakara, bahan utama dari batu bata, dan umumnya menghadap ke barat. Gambar F.a.5: Kalamakara Pada Pintu Gerbang Candi Kidal Sumber: https://www.dictio.id/t/apa-yang-anda-ketahui-tentang-candi-kidal-candi-untukmendarmakan-raja-anusapati/8755
Selain perbedaan candi di Jawa tengah dan Jawa Timur, ada juga perbedaan antara candi bercorak Hindu dan candi Buddha dimana candi bercorak Hindu umumnya berfungsi untuk menghormati dan memuliakan dewa-dewi Hindu. Contoh-contoh candi Hindu adalah Prambanan (untuk memulia Dewa Siwa), Kalasan (Dewi Tara), Sewu (Manjusri), Gebang, kelompok candi Dieng, candi Gedong Songo, candi Panarataran, dan candi cangkuang. Beberapa ciri candi Hindu adalah sebagai berikut: 1) Adanya ratna (hiasan bernentuk bunga teratai yang masih kuncup) di puncaknya 2) Relief (ukiran-ukiran yang membentuk suatu seri cerita atau ajaran) di dindingdindingnya. 3) Arca Trimurti, Durgamahisasuramardini, Agastya, serta Ganesha (baik dalam bilik candi maupun relung dinding candi) Gambar F.a.6: Ilustrasi struktur candi prambanan Sumber: https://serbasejarah.blogspot.com/2012/03/pembagian-struktur-candi.html Candi-candi bercorak Buddha umumnya berfungsi sebagai sarana ritual (memuliakan Buddha), menyimpan relikui Buddhis atau biksu terkemuka atau keluarga kerajaan penganut Buddha (seperti abu jenazah), atau sebagai tempat ziara bagi para penganutnya. Contohnya borobudur, Sewu, Sari, Plaosan, banyunibo, Sumberawan, dan Muara Takus. Beberapa ciri candi Buddha adalah sebagai berikut: 1) Terdapat banyak patung Buddha dengan atribut sederhana serta bangunan stupa dengan patung Buddha di dalamnya. Dikening Buddha selalu terdapat bintik kecil yang disebut dengan urna, sebuah tanda yang menyimbolkan mata ketiga, yang mampu memandang ke dunia ilahi (nirwana)
2) Candi Buddha juga mengenal relief, seperti terdapat pada dinding candi borobudur (yang menggambarkan kehidupan sang Buddha dan ajaran-ajarannya) b. Seni Rupa Jika pada masa sebelum Hindu-Buddha masyarakat kita terbiasa melukis diguagua (lukisan gua), misalnya gambar hewan, manusia, atau jari tangan, pada masa HinduBuddha, masyarakat kita diperkenalkan dengan relief. Relief adalah seni pahatan berupa ukiran (seni ukir) yang biasanya dibuat pada dinding candi, kuil, monumen, atau tempat bersejarah. Relief-relief ini tersusun sedemikian rupa sehingga menjadi rangkaian cerita, biasanya diambil dari sejumlah karya sastra yang lahir pada masa itu. Gambar F.b.1: Letak Candi-Candi Hindu-Buddha di Indonesia Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Candi_of_Indonesia Di candi Prambanan misalnya, dinding bagian luar candi dipahatkan kisah Ramayana. Didinding candi Borobudur kita dapat lihat pahatan cerita Lalitawistara, yaitu kisah tentang perjalanan Pangeran Siddharta Gautama mulai dari lahir, menerima penerangan agung, sampai wafatnya. Pada dinding lain candi Borobudur, terdapat pula relief karmawibhangga yiatu penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahirhidup-mati (samsara) yang tidak pernah berakhir.
Gambar: F.b.2: Relief di dinding Candi borobudur yang mengilustrasikan karmawibhangga Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Borobudur Terdapat perbedaan yang cukup menonjol antara relief candi-candi di Jawa Tengah dan candi-candi di Jawa Timur. Relief candi di Jawa Tengah bersifat naturalis, artinya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sedangkan relief candi di Jawa Timur lebih bersifat simbolis. Contoh relief candi yang bersifat simbolis adalah relief candi Jago, Jawa Timur. Di dalamnya terdapat relief punakawan, yaitu kisah para abdi dari para ksatria masa lalu yang merupakan simbol pengabdian dan kesetiaan tidak terbatas dari rakyat kepada rajanya. Seni rupa lainnya adalah dalam bentuk patung atau arca. Sebelum masa Hindubuddha, kita juga telah mengenal seni patung dan arca binatang yang dianggap suci yang disebut kepercayaan totemisme. Selain itu, terdapat arca berwujud manusia berciri negrito yang dianggap sebagai perwujudan sekaligus bentuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Pada masa Hindu, kita mengenal patung-patung yang menunjukkan dewa utama, seperti Brahmana, Wisnu, dan Syiwa. Setiap Dewa memiliki ciri laksana, berupa lingkaran di kepala atau seluruh badan yang menggambarkan kesucian dari dewa-dewa tersebut. Pada Dewa Wisnu, misalnya laksananya bertangan empat dengan setiap tangan memegang gada, cakra, atau senjata pemusnah, kerang bersayap dan kuncup teratai, serta menaiki burung garuda sebagai tunggangannya. Bentuk seni rupa lainnya yang mendapat pengaruh Hindu adalah ragam hias. Pada masa praaksara, bangsa Indonesia sudah mengenal ragam hia, sperti yang terlihat apda nekara, gerabah, serta alat upacara berupa kapak dan candrasa. Kemampuan membuat ragam hias semakin berkembang pada masa Hindu. Berbagai bentuk dapat ditemui, seperti geometris garis sejajar, bentuk S atau pilin berganda, gigi belalang, meander, ataupun swastika. Sementara itu, ragam hias tubuh manusia pada masa praakasara dikenal dengan totem. Pada masa Hindu-buddha, kita mengenal hiasan kepala orang yang biasa dipahat di bagian atas gapura. Hiasan tersebut yang dikenal dengan nama kalamakara. Kita juga mengenal ragam hias binatang.
Masa praaksara, gambar binatang dijumpai pada lukisan di dinding gua. Masa Hindu-Buddha, gambar berkembang dalam bentuk yang lebih jelas dan umumnya merupakan gambar binatang yang dianggap keramat, misalnya sebagai kendaraan para dewa. Terakhir, ada juga ragam hias tumbuh-tumbuhan yang sampai sekarang masih digunakan sebagai lambang penghargaan tertinggi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup, kalpataru. Gambar F.b.3: Relief kalpataru di candi Pawon Sumber: https://kanalkomunikasi.pskl.menlhk.go.id/sejarah-kalpataru/ G. Kesustraan Dengan kemampuan membaca dan menulis, bangsa kita akhirnya mampu menulis karya sastra. Naskah-naskah kuno itu ditulis di atas daun lontar, umumnya bentuk puisi, prosa, dan tembang. Karya sastra terkenal berbentuk epos yang berasal dari India, seperti kitab Ramayana dan Mahabrata, telah memicu para pujangga Nusantara untuk menghasilkan karya-karya sastra baru. Awalnya, mereka mereka hanya menyalin dan menterjemahkan karya-karya tersebut. Namun dalam perkembangannya para pujangga itu mengubahnya secara kreaktif dan indah dalam berbagai bentuk karya sastra dan kitab. Pembuatan kitab pertama kali dirintis pada masa Dinasti Isyana, yaitu pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh. Ia memelopori penggubahan epik Mahabrata ke dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno). Sesuai tahapan perkembangannya, naskah-naskah kuno ini mulai ditulis sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno, kemudian pada zaman Kerajaan Kediri, dan berakhir pada zaman Majapahit. Pada zaman Majapahit, tembang tidak lagi menggunakan Bahasa Sansekerta, tetapi bahasa Kawi atau bahasa Jawa Kuno, yang disebut kakawin dan kidung. Beberapa karya sastra tersebut meliputi sebagai berikut: 1) Pada masa Mataram Kuno, ditulis Ramayana oleh Mpu Walmiki (terdiri atas tujuh Kanda atau tujuh bagian), Mahabrata oleh Mpu Wiyasa. Keduanya merupakan kisah kepahlawanan atau epos yang disadur dari India 2) Pada saat Mataram berada di bawah kekuasaan Mpu Sindok, ditulis kitab berjudul Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab ini merupakan kitab suci agama Buddha aliran Mahayana, berisi tentang ajaran Buddha Tatrayana.
3) Pada masa kerajaan Kediri, karya sastra para Mpu bertambah banyak, diantaranya Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa, kresnayana oleh Mpu Triguna, Smaradahana oleh Mpu Dharmaja, barathayuda oleh Mpu Sedah dan Panuluh, dan Gatotkacasraya oleh Mpu Panuluh. 4) Pada masa kerajaan Majapahit, ditulis kitab Nagarakertagama oleh Mpu Prapanca, Sutosoma, dan Arjunawijaya oleh Mpu Tantular, dan beberapa kitab lain yang sampai sekarang belum diketahui penulisnya, seperti Pararaton, Tantu Panggelaran, Calon Arang, Sundayana, dan Bubhuksah. H. Sistem Kalender Sistem kalender atau kalender Hindu-Buddha trut berpengaruh terhadap kebudayaan Indonesia yaitu digunakannya kalender dari India bernama Kalender Saka. Tahun Saka dimulai tahun 78 M. Penggunaan kalender Saka ditemukan dalam prasasti Tang Tuo. Prasasti berhuruf Pallawa dan Berbahasa Melayu Kuno tersebut menjelaskan tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, berangka tahun 606 Saka atau 686 M. Perhutungan tahun saka sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat Bali yang beragama Hindu. Perhitungan ini digunakan untuk menentukan hari dari sejumlah kegiatan upacara keagamaan yang mereka anut. H.1. Kalender Saka yang masih digunakan oleh umat Hindu di Bali Sumber: https://www.hindu-dharma.org/2013/03/sejarah-tahun-saka/
KESIMPULAN Masuknya kebudayaan Hidnu-Buddha di Indonesia membawa pengaruh yang sangat positif bagi bangsa Indonesia, yaitu pengenalan budaya tulis berupa huruf pallawa dan bahasa sansekerta. Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha ke Indonesia, sistem pemerintahan yang dianut bangsa Indonesia adalah sistem pemerintahan desa, yang dipimpin oleh seorang kepala suku dan dipilih berdasarkan kekuatan dan kelebihannya (primus enterperes). Dengann masuknya pengaruh Hindu, muncul konsep tentang dewa-raja pemimpin tertinggi dalam sebuah kelompok adakah seorang raja yang diyakini sebagai titisan dewa yaitu dewa Wisnu. Karena merupakan titisan dewa kekuasaanya bersifat mutlak dan berlangsung turun-temurun. Seperti masa-masa sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, sistem mata pencaharian masyarakat Indonesia bertumpu pada tradisi pertanian datau agraris. Pemahaman tentang pertanian bertambah maju ketika orang-orang India ini mengenal sistem irigasi dan sistem pelayaran. Sebelum masuknya agama Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal sisitem kepercayaan animisme dan dinamisme serta sejumlah kegiatan upacara yang terkait dengan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Masuknya pengaruh Hindu membuta masyarakat Indonesia mengenal dewa-dewi, yang merupakan perwujudan atau manisfestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan sosial, pengaruh kebudayaan Hindu yang nyata adalah dikenalnya sistem pelapisan sosial di dalam masyarakat yang disebut sistem kasta. Candi merupakan bangunan utama yang banyak didirikan pada masa pengaruh HinduBuddha. Hal ini karena agama Buddha maupun agama Hindu sama-sama memiliki konsep pemujaan, baik terhadap Buddha maupun terhadap dewa-dewa agama Hindu. Candi dalam agama Hindu memiliki fungsi yang lebih luas: selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam raja (menyimpan abu jenazah). Hal ini terkait dengan konsep dewa raja, dimana seorang raja harus dihormati sedemikian rupa karena raja adalah titisan Dewa Wisnu sang pemelihara alam.
LATIHAN SOAL A. PILIHAN GANDA Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Salah satu pengaruh masuknya agama dan kebudayaan Hindu dalam bidang sosial adalah .... a. Pengenalan sistem irigasi subak b. Adanya kesenian kerajaan dan kesenian rakyat c. Berlakunya sistem kasta dalam masyarakat d. Berkembangnya sistem feodalisme e. Pengenalan mata uang emas dan perak 2. Hasil kesustraan India yang menjadi sumber kisah pewayangan di Nusantara adalah ... a. Negarakertagama dan pararaton b. Bharatayudha dan smaradhana c. Jangka jayabhaya dan lubdaka d. Mahabrata dan ramayana e. Arjunawiwaha dan Sang Hyang Kamahayanikan 3. Bentuk bangunan candi memiliki kemiripan dengan punden berundak sebab.... a. Candi meniru konsep bangunan punden berundak b. Punden berundak memberikan pondasi pembangunan candi c. Budaya Nusantara sepenuhnya dipengaruhi proses Indianisasi d. Akulturasi budaya lokal Nusantara dengan budaya Hindu-Buddha e. Candi dan punden berundak sama-sama sebagai tempat ritual menuju dewa 4. Perhatikan gambar berikut! Sumber: https://kitacerdas.com/tentang-candi-borobudur-dan-sejarahnya/ Gambar tersebut merupakan salah satu bangunan hasil akulturasi antara Stupa dalam agama Buddha dan Kebudayaan asli bangsa Indonesia yang berupa bangunan .... a. Menhir b. Dolmen c. Waruga d. Punden berundak e. sarkofagus 5. Orang-orang yang dianggap berada diluar kasta dalam agama dan kebudayaan Hindu disebut dengan golongan …. a. Brahmana
b. Paria c. Sudra d. Waisya e. Ksatria 6. Agama Buddha diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar 5 M. Ajaran Buddha yang paling banyak dianut oleh sebagian besar rakyat Indonesia adalah aliran …. a. Mahayana b. Syiwa-Buddha c. Hinayana d. Tantrayana e. Wisnu-Buddha 7. Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum datangnya agama Hinu-Buddha adalah …. a. Totenisme dan panteisme b. Politesme dan monoteisme c. Animisme dan dinamisme d. Panteisme dan ateisme e. Ateisme dan politeisme 8. Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha membawa banyak perubahan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Penngaruh yang terbesar terhadap peradaban bangsa adalah dikenalnya …. a. Sistem pemerintahan kerajaan b. Tradisi aksara c. Cara pembuatan relief candi d. Arsitektur bangunan candi e. Sistem pelapisan sosial 9. Pengaruh Hindu-Buddha terhadap bangsa Indonesia dalam bidang aksara adalah dalam bentuk huruf …. a. Pallawa b. Kawi c. Jawa kuno d. Bali e. latin 10. Perubahan yang menyangkut sistem pemerintahan adalah mulai dikenalnya sistem kerajaan yang didasari konsepsi tentang kepemimpinan yang disebut …. a. Dinasti b. Monarki absolut c. Tirani d. Dewa-raja e. Oligarki
B. URAIAN Kerjakan soal-soal berikut! 1. Bagaimana Sistem kepemimpinan di Indonesia sebelum masuknya pengaruh HinduBuddha? 2. Jelaskan pengaruh bahasa Sansekerta dan Pali dalam proses integrasi bangsa Indonesia pada masa Hindu-Buddha! 3. Jelaskan tentang klasifikasi sosial dalam masyarakat Hindu? 4. Deskripsikan perbedaan fungsi candi dalam agama Hindu dan agama Buddha! 5. Klasifikasilah 3 candi di Indonesia yang ebrcorak Hindu dan Buddha? C. PEMBAHASAN SOAL A. PILIHAN GANDA 1. Jawaban c Berlakunya sistem kasta dalam masyarakat 2. Jawaban d Mahabrata dan ramayana 3. Jawaban e Candi dan punden berundak sama-sama sebagai tempat ritual menuju dewa 4. Jawaban d Punden Berundak-undak 5. Jawaban d Golongan Paria yang terdiri dari pengemis dan gelandangan 6. Jawaban c Hinayana 7. Jawaban c Dinamisme dan animisme 8. Jawaban b Tradisi aksara 9. Jawaban a Huruf Pallawa 10. Jawaban d Dewa Raja B. URAIAN 1. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia telah hidup dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok tersebut dipimpin oleh kepala suku yang dipilih melalui sistem primus interpares. Jabatan kepala suku tidak dapat diwariskan. Oleh karena itu, saat seorang kepala suku meninggal, rakyat akan memilih kembali pemimpin mereka.
2. Perkembangan agama Hindu-Buddha mempengaruhi penggunaan bahasa masyarakat di Indonesia. Bentuk pengaruh tersebut terlihat dari penggunaan bahasa Sansekerta dan Pali. Bahasa Sansekerta digunakan sebagai pengantar dalam kitab suci agama Hindu. Adapun bahasa Pali digunakan sebagai pengantar kitab suci agama Buddha. Perkembangan kedua bahsa tersebut di Indonesia tidak menyebabkan bahasa Jawa Kuno dan bahasa Melayu Kuno punah. Kedua bahasa lokal tersbut tetap berkembang dan berpadu dengan bahasa sansekerta. Bahkan, dalam perkembangannya, bahasa-bahasa lokal yang berakulutrasi dengan bahasa sansekerta dan Pali digunakan sebagai sarana komunikasi antarpulau. 3. Stratifkasi sosial pada masyarakat Hindu terbagi menjadi empat kasta berdasarkan pembagian tugas atau pekerjaan. Keempat kasta itu adalah kasta Brahmana terdiri atas pemuka Agama Hindu; kasta Kesatria terdiri atas raja dan keluarga serta bangsawan istana; kasta Waisya terdiri atas pedagang, petani, dan peternak; kasta Sudra terdiri atas orang miskin dan buruh. Selain keempat kasta tersebut, terdapat juga kelompok masyarakat yang berada di luar kasta tersebut yang disebut kasta Paria yang terdiri atas para pengemis dan gelandangan. 4. Dalam agama Hindu, candi berfungsi sebagai makam untuk menyimpan abu jenazah para raja dan tokoh istana. Candi juga digunakan untuk menyimpan pripih atau benda-benda berharga sebagai bekal kubur, seperti kalung, emas, gelang, dan cincin. Abu jenazah dan pripih dikuburkan di dalam ruang utama candi (sumuran). Di atas sumuran, biasanya dibuat sebuah patung dewa yang merupakan perlambang raja yang telah meninggal. Dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat upacara peribadatan. Di dalam candi Buddha tidak terdapat pripih dan arca berwujud dewa yang melambangkan seorang raja yang telah meninggal. Ciri khas bangunan candi Buddha adalah adanya stupa yang berisi patung Buddha. 5. Klasifikasi candi-candi di Indonesia yang bercorak Hindu dan Buddha yaitu Candi bercorak Hindu: Candi Penataran, Candi Singasari, dan Candi Prambanan. Candi bercorak Buddha: Candi Borobudur, Candi Muara Takus, dan Candi Plaosan.
DAFTAR PUSTAKA Dwitasari, 2012. Peninggalan zaman megalitikum. https://ikisworld.blogspot.com/2012/02/peninggalan-zaman-megalitikum.html diakses 27 Januari 2023 ……….. Bunga Majapahit tentang dan Seputar Majapahit. https://bunga911.blogspot.com/2013/12/candi-sukuh-dalam-kacamata-tantu_7.html Styorini, Tantri, 2022. Candi Sukuh, Misteriusnya Piramida Maya Bernuansa Erotis di Tengah Pulau Jawa. https://www.merdeka.com/gaya/candi-sukuh-misteriusnya-piramidamaya-di-tengah-pulau-jawa.html diakses 27 Januari 2023 ………, 2016 Mengenal Candi Borobudur Dan Sejarahnya. https://kitacerdas.com/tentang-candiborobudur-dan-sejarahnya/ diakses 27 Januari 2023 Kompas, 2022 https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/17/180000379/tiga-dewa-tertinggidalam-agama-hindu?page=all diakses 27 Januari 2023 Balai Pelestarian Cakar Budaya Jawa Tengah, 2017. Pripih. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/pripih/ di akses 27 Januari 2023 Zahro, A.M. 2017. Apa yang anda ketahui tentang Candi Kidal : Candi untuk mendarmakan Raja Anusapati?. https://www.dictio.id/t/apa-yang-anda-ketahui-tentang-candi-kidal-candiuntuk-mendarmakan-raja-anusapati/8755 diakses 27 Januari 2022 ……., 2015. Pembagian Struktur Candi https://serbasejarah.blogspot.com/2012/03/pembagianstruktur-candi.html di akses 27 Januari 2023 Wikipedia, 2015. Candi Of Indonesia. https://en.wikipedia.org/wiki/Candi_of_Indonesia di akses 27 Januari 2023 Wikipedia, 2023. Borobudur. https://en.wikipedia.org/wiki/Borobudur diakses 27 Januari 2023 Ridwan, 2022. Sejarah Kalpataru. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. https://kanalkomunikasi.pskl.menlhk.go.id/sejarah-kalpataru/ diakses 27 Januari 2023 Wikipedia, 2022. Kasta. https://id.wikipedia.org/wiki/Kasta diakses 28 Januari 2023 Pengebon, 2013. Sejarah Tahun Saka. https://www.hindu-dharma.org/2013/03/sejarah-tahunsaka/ diakses 28 Januari 2023