RESUME PENCEGAHAN KEKERASAN/BULLYING PADA ANAK DAN STANDARISASI ALAT PERAGA UNTUK ANAK USIA DINI A. Kekerasan Dan Bullying Pada Anak Pengertian kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis maupun mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak definisi yang berbeda-beda. Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi pengertian kekerasan terhadap anak oleh beberapa ahli. Kempe, dkk (1962) dalam Soetjiningsih (2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah timbulnya perlakuan yang salah secara fisik yang Jurnal Keislaman, Vol. 2, No. 2, September 181 ekstrem kepada anak-anak. Sementara Delsboro (dalam Soetjiningsih, 1995) menyebutkan bahwa seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut. Fontana (1971) dalam Soetjiningsih (2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya. David Gill (dalam Sudaryono, 2007) mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan, pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru. Sedangkan Nadia (2004) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang. Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan Jurnal Keislaman, Vol. 2, No.
2, September 182 komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah baik dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik, psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak. Bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan. Perundungan berasal dari kata rundung yang berarti mengganggu, mengusik, menindas, mengintimidasi, secara terus menerus dan menyusahkan. Perundungan lebih populer disebut Bullying, yang berarti menggertak dan menggunakan kekuatan serta kekuasaan untuk menakutnakuti atau menyakiti anak yang lebih lemah, baik secara fisik dan atau psikologis B.Jenis-Jenis Perundungan 1. Perundungan Fisik Perundungan fisik adalah perilaku seorang anak atau kelompok anak yang menyerang menggunakan kekuatan fisik dengan kaki, tangan, badan dan jari tangan. 2. Perundungan Verbal Perundungan fisik adalah perilaku seorang anak atau kelompok anak yang menyerang menggunakan kekuatan fisik dengan kaki, tangan, badan dan jari tangan. 3.Perundungan Sosial Perundungan sosial adalah perilaku seorang anak atau kelompok anak melalui perilaku yang membatasi atau mengasingkan temannya dari pergaulan, seperti mengucilkan, mendiamkan. Contoh: "tidak mengajak main karena berbeda", "mengucilkan karena tidak memiliki mainan yang sama". 4. Perundunjgan Di Dunia Maya Perundungan yang dilakukan di media sosial atau maya (dalam jaringan) melalui berbagai macam hal, seperti menuliskan kalimat negatif, memperolok, mengancam, menghina,umpatam, kata-kata kotor dan lain sebagaianya. Pada umumnya perundungan di dunia maya ini ditemukan pada anak usia sekolah dasar keatas.
C.Pencegahan Kekerasan/ Bullying Pencegahan kekerasan/bullying diantaranya dapat dilakukan : 1.Di Satuan PAUD Kunci keberhasilan program pencegahan perundungan ada pada kepemimpinan dan komitmen kepala sekolah. Kepala sekolah mengintegrasikan program pencegahan perundungan dalam berbagai dokumen kebijakan di satuan PAUD, seperti mengintegrasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), program pelibatan keluarga, penyediaan sarana dan prasarana. Secara spesifik program pencegahan perundungan dapat dilakukan dengan: Upaya pencegahan perundungan pada tingkat satuan PAUD dapat dilakukan melalui cara berikut ini: 1. Merancang Program Anti Perundungan (Anti Bullying) Program kerja di satuan PAUD Menyamakan pemahaman tentang perundungan antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan orang tua. 2. Menyediakan Buku Panduan pencegahan perundungan. 3. Menyusun Standar Operasional Prosedural (SOP) pencegahan perundungan Menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bermuatan pencegahan perundungan 4. Menyusun perencanaan pembelajaran. 5. Menyediakan media belajar. Menyediakan bahan ajar pencegahan perundungan 6. Menyediakan sarana prasarana yang mendukung pencegahaan perundungan (misalnya: pada komplek sekolah dari PAUD sampai SMA hendaknya toilet dipisahkan sesuai dengan jenjang dan jenis kelamin serta berada pada lokasi yang mudah dipantau oleh guru) 7. Media publikasi pencegahan perundungan. 2. Pencegahan Perundungan di Keluarga Pihak yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak adalah orang tua/keluarga. Pengasuhan yang diterapkan orang tua akan menentukan perkembangan anak dikemudian hari, maka orang tua perlu memperhatikan perilakunya. Orang tua harus menjadi tauladan yang baik. Segala bentuk perilaku orang tua akan ditiru oleh anak. Maka, pengasuhan yang baik tentu akan mengoptimalkan perkembangan anak 3. Pencegahan Perundungan di Masyarakat
Masyarakat memiliki peran dalam melakukan pencegahan perilaku perundungan di lingkungannya, diantaranya adalah: Membentuk Gerakan Masyarakat Anti Perundungan Gerakan masyarakat anti perundungan adalah upaya proaktif dalam mencegah perundungan di lingkungan sekitarnya. Program yang dapat dilakukan oleh gerakan ini antara lain kampanye anti perundungan, sosialisasi bahaya perundungan, festival anti perundungan dan lain sebagainya. Kampanye dan sosialisasi dapat berbentuk poster, pamflet, buku dan media sosial. D. STANDAR ALAT PERAGA UNTUK ANAK USIA DINI Alat peraga yang digunakan di PAUD bisa beragam, seperti: miniatur hewan, manusia, pekerjaan, dan lain sebagainya. Menurut Anggani Sudono (1995: 13), alat peraga merupakan semua alat yang digunakan oleh guru untuk menerangkan atau memperagakan materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran.Alat peraga pendidikan yang banyak digunakan di sekolah-sekolah terdiri dari berbagai jenis diantaranya berupa mainan anak, alat perga ini digunakan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Dasar, dan Sekolah luar biasa. Standar untuk alat peraga ini dikembangkan oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan yang bertanggungjawab kepada Menteri Pendidikan Nasional. Mengingat alat peraga khususnya yang berupa mainan anak sangat terkait dengan aspek keamanan dan keselamatan, seperti permukaan atau ujung maninan tersebut tidak tajam sehingga tidak mudah melukai, cat yang dipergunakan tidak boleh mengandung bahan berbahaya seperti timah, arsen , dll atau jika ada tidak melebihi ambang batas yang ditentukan. Alat peraga untuk pendidikan anak usia dini merupakan sarana pembelajaran yang berpengaruh untuk memajukan aspek-aspek perkembangan anak. Alat ini sering di sebut mainan APE. Alat ini merupakan sarana pendidikan yang wajib digunakan oleh sekolah-sekolah agar materi pelajaran yang disampaikan guru bisa lebih mudah diterima oleh siswa, khususnya siswa di lembaga pra sekolah seperti PAUD dan TK. Alat peraga yang disiapkan untuk peserta didik sangatlah variatif. Ada yang berasal dari pabrik, ada yang dibuat oleh pendidik. Ada juga yang berasal dari alam atau benda-benda sekitar yang digunakan untuk kegiatan bermain. Dalam merancang atau membuat APE (Alat Peraga Edukatif) dengan memanfaatkan bahan bekas atau bahan yang ada di lingkungan, pendidik perlu memperhatikan segi keamanan dan keselamatan. Hal-hal yang biasanya menjadi pertimbangan keamanan dan keselamatan ketika membuat APE sendiri adalah jenis bahan yang digunakan (seperti tidak kasar, tidak runcing, tidak tajam, tidak menggunakan cat berbau beracun, kokoh dan awet atau tidak mudah rusak), menstimulasi aspek-aspek perkembangan peserta didik, dan mudah disimpan. Dalam pemilihan APE pabrikan, pendidik perlu memperhatikan kesesuian dengan kondisi dan kebutuhan satuan PAUD. Jangan memaksakan membeli alat main yang tidak terlalu diperlukan peserta didik, pertimbangkan juga ruangan yang diperlukan. Selain kesesuaian
dengan kebutuhan dan ruang, pendidik juga perlu mempertimbangkan bahan APE yang dipilih. APE dipilih dengan mengunakan bahan terbaik sehingga daya tahan usia pemakaian lebih lama. Pemilihan APE juga harus memperhatikan kebutuhan peserta didik dan ramah terhadap penyandang disabilitas, dengan memperhatikan: a) Ketersediaan dan kecukupan APE berdasarkan hambatan dan potensi peserta didik; b) Kemudahan peserta didik dalam menjangkau dan mengunakannya secara mandiri; c) Ramah terhadap kelestarian lingkungan, dan efisiensi energi. Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar tanpa merusak alam,misalnya dengan menggunakan barang bekas dan layak pakai. Prinsip-prinsip umum pemilihan dan pengembangan APE mengacu pada pasal 25 ayat 2, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu: 1. Menunjang penyelenggaraan pembelajaran yang aktif, kreatif, kolaboratif, menyenangkan, dan efektif dengan memperhatikan: a) Kesesuaian usia dan tingkat perkembangan peserta didik sehingga dapat mengembangkan kemampuannya; b) Kenyamanan dan keleluasaan peserta didik dalam bergerak dan memanfaatkannya dengan berbagai macam cara; c) Daya tarik yang dapat mendorong peserta didik untuk bereksplorasi dan bereksperimen sendiri maupun bersama-sama dengan temannya; d) Alat-alat yang ada di sekitar dapat dijadikan sebagai alat bantu/pendukung dalam kegiatan bermain peserta didik, misalnya: meja dan kursi dapat digunakan untuk bermain peran mobil-mobilan sesuai imajinasi peserta didik, dengan pendampingan orang dewasa e) Variasi dan jenis APE disesuaikan dengan jumlah peserta didik dan tujuan pembelajaran 2. Menjamin keamanan, kesehatan, dan keselamatan peserta didik. Secara umum pembuatan dan pemilihan APE sebaiknya memperhatikan beberapa syarat berikut ini: a) Syarat edukatif, artinya pembuatan APE disesuaikan dengan tujuan program pendidikan, standar pencapaian perkembangan peserta didik atau kurikulum yang berlaku, serta dapat membantu aktivitas dan kreativitas peserta didik sesuai tahap perkembangannya; b) Syarat teknis, diantaranya tepat bentuk dan ukuran sehingga tidak menimbulkan kesalahan konsep, multiguna, dibuat dengan bahan yang aman dan kuat (tidak mengandung unsur membahayakan bagi peserta didik), serta mudah digunakan, menambah kesenangan peserta didik untuk bereksperimen dan bereksplorasi; c) Syarat estetika, antara lain bentuk yang ergonomis, fleksibel, mudah dibawa oleh peserta didik, keserasian ukuran serta kombinasi warna.
Referensi Kemendikbud.DirjenPAUDDIkdasmen. 2022. PENCEGAHAN PERUNDUNGAN Pada Anak Usia Dini. Jakarta. https://media.neliti.com/media/publications/499719-none-90cfa360.pdf https://paudpedia.kemdikbud.go.id/uploads/pdfs/TINY_20220222_100716.pdf https://123dok.com/article/pengertian-alat-peraga-dan-permainan-edukatif.q5m20mjr https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/847/Koordinasi-Integritas-Penerapan-SNIMainan-Anak-di-Direktorat-PAUD