The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Perpustakaan Brawijaya E-Books, 2022-10-26 23:08:18

Maqashid Kesehatan Etika Medis dalam Islam (Sintesis Fikih dan Kedokteran)

by Dr. Ashadi L. Diab, M.A., M.Hum.

pemilik yang sesungguhnya atas apa yang ada pada alam
semesta termasuk manusia itu sendiri. Oleh karena itu
disamping memiliki hak manusia juga memilki
kewajibankepada Tuhan penciptanya maupun kepada manusia
dan makhluk lainnya yang mesti dipenuhi sebelum datangnya
hak. Dari kalimat tersebut sepanjang ajaran Islam, Allah
adalah pemilik hak mutlak, sebaliknya manusia sebagai
khalifah di bumi yang bertugas sebagai pengemban amanah
mewujudkan kemashlahatan manusia lahiriyah dan
bathiniyah dan juga berikut alam semesta. Dalam
pemahaman Islam hak akan timbul tanpa dituntut jika manusia
masing-masing mentaati apa yang menjadi kewajiban terhadap
Allah swt. yang mana hal tersebut selalu terlukis dalam ikrar
lima kali setiap hari saat mendirikan shalat QS al-‘An‘Am/6:
162:
Terjemahnya:

Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Manusia adalah jagat kecil atau suatu mikrokosmos yang
menjadi cermin bagi jagat besar atau makrokosmos yang
meliputi alam semesta. Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan
yang mana dikirim ke bumi untuk menjadi khalifah atau
wakilNya. Dalam pandangan Islam HAM adalah tuntutan fitrah
manusia.182 Disamping itu manusia mempunyai nilai yang
sangat tinggi di muka bumi ini, oleh Islam ditempatkan sebagai
makhluk yang memilki keutamaan dan kemulian, memilki

182 Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam, (Jakarta: Salemba
Dini@ah, 2003), h. 29.

93


harkat dan martabat sebagaimana apa yang telah disampaikan
dalam QS al-Isra/17: 70:
Terjemahnya:

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan.183

Adapun dalam Islam bukan hanya terdapat HAM (Hak
Asasi Manusia), akantetapi berimbang dengan KAM
(Kewajiban Asasi Manusia) yang mana jika tidak
terpenuhinya kewajiban maka tidak didapatkannya pula
haknya. Islam juga membatasi hak dan kebebasan seseorang
dengan hak dan kebebasan orang lain, maka hendaknya tidak
dibenarkan untuk mendapatkan hak yang menghilangkan atau
mengganggu hak orang lain. Seperti:

1. Dengan perbuatannya dapat merugikan orang lain.
2. Perbuatan tersebut tidak menghasilkan manfaat bagi

dirinya, sebaliknya menimbulkan kerugian baginya.
3. Perbuatan tersebut menimbulkan bencana umum bagi

masyarakat.184

Adanya hal tersebut mesti terdapat perimbangan
antara hak individu dan masyarakat beserta kewajiban
asasinya terhadap Tuhan dan manusia. Dalam hal ini
negara-negara Islampun mempunyai ketentuan tentang garis-
garis HAM yang mereka anut, yang mana pada beberapa
muatannya terdapat garis yangsama namun juga tidak

183 Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahnya, h. 435.
184 Ahmad Zaki Yamani, Syari’at Islam Yang Abadi Menjawab Tantangan

Masa Kini (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), h. 47.

94


sedikit garis dan unsur yang berbeda. Dalam hukum Islam
jelas tingginya kedudukan antara HAM (Hak Asasi
Manusia) dan KAM (Kewajiban Asasi Manusia).185Makna
kewajiban namun dalam hal ini sebuah kewajiban yang telah
diberikan Tuhan terhadap manusia melebihi nilai hak asasi
manusia.

Hak yang bersifat absolut dalam hukum Islam hanya ada
pada Allah. Allah adalah maha pemilik yang sesungguhnya atas
segala apa yang ada pada alam semesta termasuk manusia
sejatinya. Oleh karena itu selain manusia memilki hak asasi,
manusia juga mempunyai kewajiban asasi baik kepada Tuhan
Yang Maha Esa maupun kepada manusia dan makhluk
lainnya. Sejauh ini hukum Islampun merumuskan tentang
HAM dan KAM sebagai aplikasi dari apa yang ada pada ayat-
ayat al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang mana manusia
mempunyai tugas sebagai khalifah Nabi sehingga tertuang
konsep HAM dan KAM Islam tersebut dalam konstitusi
yang terjadi pada era nabi Muhammmad yang disebut Piagam
Madinah. Disamping itu negara-negara Islampun merumuskan
konsep HAM dan KAM dalam rancah Deklarasi Kairo 5
Agustus 1990 yang dikenal dengan Cairo Declaration
(CD).186 Layaknya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
diciptakan berpasangan, Hak dan kewajiban juga sering kita
jumpai berdampingan. Dan sekarang yang dipertanyakan adalah
jika Hak Asasi Manusia sering diketahui ia ada. Tapi kenapa
kita tak pernah dengar adanya Kewajiban Asasi Manusia. Dan
jika memang HAM (Hak Asasi Manusia) itu ada dan KAM
(Kewajiban Asasi Manusia) itu tak pernah ada.

185 Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam, h. xi.
186 Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam, h. XXV.

95


Dalam berbicara hak asasi bagi bagi setiap individu ada
hal prinsip yang harus disadari bahwa unsur kewajiban mengikat
kepada setiap individu tersebut. Hak kebebasan harus diimbangi
oleh kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang
melaksanakan kebebasan tersebut. Hubungan antara hak dan
kewajiban juga berlaku dalam hal hubungan antara warga negara
dan negara atau pemerintah. Semua warga negara memilliki hak
mendapatkan rasa aman dari aparat negara tanpa perbedaan
status sosial, tetapi merekapun berkewajiban untuk membayar
pajak kepada negara. Searah dengan itu negara memiliki
kewajiban untuk melindungi dan menjaga keamanan
warganegara. Tanpa komitmen menjaga keseimbangan hak dan
kewajiban antara sesama warga negara dan antara warga negara
dengan negara, kekacauan dalam tatanan kehidupan sosial
politik menjadi tak terelakkan, pasti terjadi.187

Hak tidak bisa dipisahkan dari kewajiban. Seseorang
berhak untuk melakukan apapun kehendak dan cita-citanya,
namun ia dibatasi oleh kewajiban untuk tidak melanggar hak
orang lain dalam memperoleh ketenangan dan rasa aman.
Dengan ungkapan lain, kebebasan seseorang dibatasi oleh
kebebasan orang lain untuk mendapatkan kebebasan yang sama

Pada hakekatnya Kewajiban Asasi Manusia hanya ada
satu yaitu menghormati HAM. Sedangkan Hak Asasi Manusia
lebih dari satu jumlahnya, yang semuanya adalah syarat-syarat
mutlak yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi manusia utuh.
Hanya manusialah yang memiliki hak, karena pada dasarnya ia
tidak sempurna, sehingga perlu dipenuhi hak-haknya agar
semakin mulus jalannya menuju manusia yang sempurna.

187 Suparman Usman, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di
Indonesia (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008), h. 86.

96


Tuhan tidak memiliki hak asasi, karena ia sudah lengkap
dan sempurna, sehingga tidak ada suatu apapun yang bisa
diberikan manusia kepada Tuhan agar Tuhan menjadi lebih
sempurna. Konsep hak mengandaikan masih adanya kebutuhan
yang perlu dipenuhi. Tuhan tidak memiliki kebutuhan yang
harus dipenuhi, sehingga sangatlah absurd kalau kita bicara soal
hak asasi Tuhan. Kalau kita mengaku orang beriman, kita harus
mengerti bahwa Tuhan justru memberikan sejumlah hak kepada
setiap manusia ketika ia dilahirkan. Itulah hak asasi manusia.
Selanjutnya adalah tah}si@niyat. Secara etimologi, tah}si@niyat
berarti pelengkap atau penyempurna. Dengan kata lain,
tah}si@niyat adalah aspek-aspek hukum yang berupa anjuran untuk
berperilaku mulia dan menjauhkan diri dari segala hal yang
dianggap nista menurut ukuran fitrah dan akal sehat
manusia.188Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tah}si@niyat
adalah kebutuhan-kebutuhan pelengkap untuk menjamin
tegaknya ajaran-ajaran, norma-norma, dan moralitas agama,agar
terwujud kehidupan yang harmonis dan sejahtera lahir dan batin.

Ajaran-ajaran Islam bertujuan untuk menegakkan nilai-
nilai kemanusiaan agar ummat manusia dapat hidup secara
terhormat dan bermartabat sesuai dengan prinsip "'al-kara>mah
al-insa>niyah" )ُ‫(ا ْل َك َرا َمةُ ال ِإ ْن َسانِيَّة‬yang merupakan asas penciptaan-
Nya. Dalam hal ini, Islam merumuskan konsep-konsep yang
bertujuan untuk menciptakan kehidupan dan interaksi sosial
yang berasaskan kemaslahatan bersama. Hal ini mengingat
tabiat dasar manusia yang bersifat sosial dan senantiasa ingin
hidup secara berkelompok. Tanpa adanya konsep-konsep dasar
yang bisa dijadikan panduan atau petunjuk dalam menjalani
kehidupan bersama tersebut, kehidupan sosial akan mengalami

188 Abu> Ish}a>q al-Sya>t}ibi@, al-Muwa>faqa>tFi@ Us}u>l al-Syari@‘ah, Jilid II, II, h. 5.

97


kekacauan (chaos) dan instabilitas.Konsep kemaslahatan
bersama ini sering dikenal dengan istilah “al-masa>lih} al-
‘a>mmah” )ُ‫(ا ْل َم َصا ِل ُح ا ْلعَا َّمة‬. Secara hierarkis, al-d}aru>riyya>t al-
khams )‫ (ال َّض ُر ْو ِريَّا ُت ا ْل َخ ْم ُس‬yang telah dijelaskan di atas mencakup
kelima prinsip dan tujuan ini, Pertama, memelihara agama;
Kedua, memelihara jiwa; Ketiga, memelihara akal; Keempat,
memelihara keturunan; dan Kelima memelihara harta.189

Penegakan kelima prinsip atau tujuan-tujuan ini harus
mendapatkan prioritas utama, dan segala sesuatu yang dapat
menghalangi penegakannya harus dihindarkan. Adapun hal-hal
yang bersifat h}a>jiyat dan tah}si@niyat hanyalah merupakan
pelengkap dan penyempurna dari hal-hal yang bersifat d}aru>riyat.
Dalam hal ini, seorang mujtahid harus memperhatikan derajat
kemaslahatan dari tingkatan-tingkatan kebutuhan
tersebut )‫ التَّ ْح ِس ْينِيَّات‬،‫ ال َحا ِجيَّات‬،‫(ال َّض ُر ْو ِريَّات‬. Untuk mempertajam
kajian ini dan agar pembahasan-pembahasannya lebih menukik,
penulis akan memfokuskan perhatian pada kemaslahatan-
kemaslahatan yang bersifat d}aru>riyat saja, yang meliputi:
Pertama, memelihara agama; Kedua, memelihara jiwa; Ketiga,
memelihara akal; Keempat, memelihara keturunan; Kelima,
memelihara harta. Kemaslahatan-kemaslahatan ini harus dinilai
secara hierarkis berdasarkan skala prioritas.

Urutan pertama adalah memelihara agama. Agama
mencakup hal-hal yang berkaitan dengan akidah, akhlak, dan
hukum, yang telah disyariatkan oleh Allah untuk mengatur
hubungan antara manusia dan Tuhan-Nya )ِ‫( َح ْب ٌل ِم َن الله‬, dan
hubungan antara sesama manusia )‫( َح ْب ٌل ِم َن النَّا ِس‬. Agama
merupakan kebutuhan alamiah manusia yang bertujuan untuk

189 Ali Hasbullah, Us}u>l al-Tasyri@‘ al-Isla>mi >(Bairu>t: Da>r al-Fikr al-'Arabi@,
1982) h. 334.

98


Click to View FlipBook Version