ELSDA Institute
yang besar mengenai going concern perusahaan. Tidak heran kalau
dalam Laporan Auditor Independen tahun‐tahun terakhir masalah
going concern ini mendapat perhatian ekstra sehingga auditor perlu
menambahkan paragraf khusus dalam laporan auditnya untuk
mengekspresikan opini auditor berkenaan dengan ketidakpastian PT
XYZ, Tbk. untuk dapat melangsungkan kegiatan operasionalnya.
TABEL 7: FIGUR LABA
(dalam jutaan 2002 2003 2004 2005 2006
rupiah)
Penjualan Bersih 2,259,386 1,871,209 1,278,060 818,030 451,028
Laba Rugi Kotor 187,951 (20,778) 241,150
Laba Rugi Usaha (75,707) (287,641) 56,417 9,851 (22,500)
Laba Rugi Sebelum (573,576) 104,806 (144,592)
Pajak (199,777) (191,819)
Laba Rugi Bersih
355,165 16,518
244,464 229,581 (143,276) 686,842 7,190
TABEL 8: TINGKAT PERTUMBUHAN
(dalam persen) 2002 2003 2004 2005 2006
Penjualan Bersih 41,15 (17,18) (31,70) (35,99) (44,86)
Laba Usaha (48,28) (279,94) (120,00) (454,10) 3,98
Laba Bersih (116,20) (6,09) (162,00) (579,30) (98,95)
Aktiva 4,04 (51,09) (1,00) (31,42) (5,52)
Ekuitas (209,41) (135,06) (31,00) (287,58) 0,68
Sebagaimana telah diungkap pada bagian sebelumnya tulisan
ini, dikaitkan dengan konteks indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan
kehutanan, analisis terhadap struktur laba PT XYZ, Tbk. dapat
mengidentifikasikan abnormalitas dari laba yang diperoleh
perusahaan tersebut. Adalah suatu yang tidak normal apabila PT
XYZ, Tbk. secara konsisten menunjukkan laba yang negatif tetapi
perusahaan yang bersangkutan terus dapat beroperasi secara
45
ELSDA Institute
normal. Jika hal itu terjadi pada PT XYZ, Tbk., ELSDA Institute patut
mempertanyakan sejumlah aspek yang pada akhirnya dapat
menjurus pada indikasi tindak Ketidakpatuhan pengelolaan
kehutanan yang dilakukan oleh PT XYZ, Tbk., yang mungkin
merupakan tindak Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang
tidak langsung (tidak seperti illegal logging misalnya).
Di sini, ELSDA Institute patut mempertanyakan kebijakan
akuntansi yang dipilih oleh PT XYZ, Tbk. mengingat faktor ini dapat
memungkinkan perusahaan melaporkan abnormalitas figur laba.
Salah satu contoh penting kebijakan akuntansi yang dapat ditelaah
adalah kebijakan memperlakukan pengeluaran biaya untuk
pengembangan Hutan Tanaman Industri menjadi beban perusahaan
seluruhnya padahal PSAK 32/1994 mengharuskan beberapa
pengeluaran harus dikapitalisasi. Kebijakan akuntansi yang
demikian akan membengkakkan beban PT XYZ, Tbk. yang akan
menurunkan jumlah laba yang dilaporkan. Hal lain yang dapat
ditelaah adalah kemungkinan adanya praktik markup dalam skema
mekanisme transfer price antara perusahaan dengan para
perusahaan afiliasi dapat menyebabkan beban produksi menjadi
tinggi. Hal ini juga akan menarik turun laba yang dilaporkan
perusahaan. Sayangnya, data pendukung tidak cukup tersedia
sehingga ELSDA Institute sulit menelaah ada tidaknya indikasi
Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan tersebut pada PT XYZ, Tbk.
46
ELSDA Institute
6. PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL
DARI STUDI KASUS PADA PT XYZ,
TBK
A nalisis keuangan terhadap laporan keuangan PT XYZ, Tbk.
memberikan begitu banyak pelajaran kepada ELSDA
Institute. Barangkali pelajaran yang terpenting adalah
bahwa informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan
perusahaan industri kehutanan belumlah secara optimal mendukung
penghitungan indikator umum pengelolaan SDA dan lingkungan
yang tidak berkelanjutan yang mengarah pada indikasi
Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan. Begitu banyak informasi
yang dibutuhkan namun belum semuanya tersedia secara eksplisit
dalam laporan keuangan sehingga indikasi tindak Ketidakpatuhan
pengelolaan kehutanan belum secara lengkap dapat diungkap.
Berikut ini adalah beberapa dari hal‐hal yang missing dalam laporan
keuangan PT XYZ, Tbk. yang patut disorot konsekuensinya.
Informasi mengenai sumber perolehan bahan baku kayu
bulat, termasuk bahan baku yang diperoleh dari realisasi
penebangan HPH dan HTI, di mana masing‐masing kategori
diuraikan jumlah m2 dan nilai rupiahnya, belum dijumpai dalam
laporan keuangan perusahaan industri kehutanan. Dengan tidak
tersedianya informasi ini, sulit bagi analis keuangan untuk
menelusuri sumber‐sumber perolehan bahan baku dan melakukan
Analisis Kapasitas HTI, Analisis Kapasitas HPH, Analisis
Dokumentasi Pembelian. Analisis Kapasitas HTI dilakukan untuk
47
ELSDA Institute
mengetahui apakah perolehan bahan baku dari HTI merupakan
sumber bahan baku yang signifikan. Jika ya, berarti pengelolaan SDA
dan lingkungan sudah dilakukan secara berkesinambungan sehingga
pasokan bahan baku secara material telah dipenuhi oleh sumber‐
sumber yang dapat diperbaharui. Di samping itu, analisis ini dapat
digunakan untuk melihat apakah penebangan kayu bulat dari HTI
melebihi ketentuan yang telah digariskan. Hal ini dkaitkan dengan
rencana tebang HTI yang telah disetujui oleh pihak berwenang.
Seberapa besar pasokan bahan baku masih dipenuhi oleh hutan alam
dapat diketahui dari Analisis Kapasitas HPH. Sama seperti pada tipe
analisis sebelumnya, analisis ini juga dapat mendeteksi ada tidaknya
indikasi penyalahgunaan HPH dalam bentuk penebangan HPH yang
menyalahi rencana tebang yang telah disetujui oleh pihak
berwenang. Pasokan bahan baku yang tidak dipatuhi oleh HTI dan
HPH merupakan pasokan yang diperoleh dari pembelian kayu bulat.
Di sini, dengan menganalisis dokumen pembelian, indikasi illegal
loging dapat diperoleh. Seperti pada kasus PT XYZ, Tbk.,
ketidaktersediaan informasi di atas telah menyebabkan indikasi
pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan menjadi
sulit untuk dideteksi melalui analisis laporan keuangan.
Luas area HPH yang dikelola dan HTI yang dikembangkan dan
mutasinya dari tahun ke tahun. Juga, potensi m2 kayu bulat yang
dimiliki masing‐masing HPH dan HTI umumnya tidak diungkapkan
dalam laporan keuangan. Seperti telah diuraikan dalam paragraf
sebelumnya, ketiadaan informasi ini menyebabkan Analisis
Kapasitas HTI dan Analisis Kapasitas HPH belum dapat dilakukan.
Dengan demikian, indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan
dalam bentuk penyalahgunaan ijin penebangan pada area HTI dan
HPH tidak dapat dideteksi.
Laporan keuangan PT XYZ, Tbk. juga belum mengungkapkan
informasi mengenai realisasi tebangan untuk HPH dan HTI untuk
48
ELSDA Institute
dikaitkan dengan pengungkapan informasi mengenai jumlah
kewajiban kepada negara yang harus dibayar kepada negara.
Keterbatasan informasi ini dan informasi yang diungkap dalam
paragraf sebelumnya telah memojokkan analis untuk hanya dapat
mengungkap prakiraan total kayu bulat yang diperoleh dan
digunakan dalam proses produksi. Lewat angka prakiraan ini, analis
hanya memperoleh gambaran kasar mengenai prakiraan total
kewajiban kepada negara yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Proses audit yang lebih detail diperlukan untuk mendapatkan secara
jelas berapa sebenarnya kewajiban kepada negara yang harus
dibayar kepada negara.
Keterbatasan‐keterbatasan informasi yang diungkap dalam
laporan keuangan telah menjadikan indikator‐indikator umum
pengelolaan SDA dan lingkungan belum menkajikan muatan
informasi yang lengkap dan tuntas untuk mengungkap indikasi
pengelolaan yang tidak berkelanjutan. Namun demikian,
sebagaimana diungkap dalam pendahuluan tulisan ini, indikator‐
indikator umum yang berhasil diidentifikasikan setidaknya mampu
mengibarkan red flags berkenaan dengan pengelolaan SDA dan
lingkungan yang tidak bekesinambungan. Dalam lingkup koridor
hukum dan peraturan yang berlaku, red flags ini dapat menginisasi
adanya proses audit dan investigasi yang lebih mendetail ke dalam
perusahaan‐perusahaan yang terindikasi untuk memastikan ada
tidaknya tindak pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak
berkesinambungan.
49
ELSDA Institute
7. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
K
ondisi hutan dan sumber daya alam Indonesia lainnya
seperti pertambangan umum dan migas yang sudah
sedemikian parah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
yang sungguh‐sungguh untuk menghentikan proses penghancuran
lingkungan dan SDA tersebut. Kebijakan pembangunan ekonomi
untuk mendorong lahirnya industri berbasis sumber daya alam perlu
dimonitor dan dikaji agar lebih berpihak kepada upaya‐upaya
pelestarian lingkungan dan sumber daya alam.
ELSDA Institute mencoba menelaah sejumlah kebijakan
pembangunan ekonomi: kebijakan investasi, kebijakan keuangan,
kebijakan pelaporan keuangan dan seterusnya. Salah satu yang
menjadi perhatian adalah kebijakan dibidang akuntansi dan
pelaporan keuangan. Menurut ELSDA Institute, kebijakan akuntansi
dan pelaporan keuangan yang dapat menjelaskan kinerja
perusahaan dalam mengelola lingkungan dan SDA akan sangat
membantu para stakeholders untuk menilai tanggung jawab
perusahaan untuk melestarikan lingkungan hidup dan sumber daya
alam.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
mengembangkan sejumlah INSTRUMEN PENDETEKSI (berupa data
dan informasi serta laporan yang tersedia di area publik) untuk
dilakukan sejumlah analisis keuangan dan analisis hukum, agar
dapat mengidentifikasikan sejumlah INDIKATOR UMUM
pengelolaan SDA dan lingkungan. Indikator umum dapat menjadi
digunakan untuk mengibarkan red flag yang akan menstimulasi para
pihak terkait untuk menyelidiki lebih lanjut dan lebih detail
kemungkinan terjadinya pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak
50
ELSDA Institute
bekesinambungan bahkan mungkin indikasi tindak ketidakpatuhan
dibidang pengelolaan lingkungan hidup dan SDA.
Namun demikian, analisis keuangan dan analisis hukum juga
sekaligus dapat mengidentifikasikan KEKURANGANKEKURANGAN
yang inheren dalam data dan informasi (instrumen pendeteksi) yang
sekarang tersedia. Dalam konteks tulisan ini yang mencoba
melakukan analisis keuangan terhadap laporan keuangan PT XYZ,
Tbk., kekurangan pengungkapan dalam laporan keuangan yang
menyebabkan hasil analisis belum menghasilkan informasi yang
lengkap. Untuk itu, sejumlah rekomendasi berkenaan dengan
perbaikan muatan informasi yang harus diungkap dalam laporan
keuangan dapat diajukan kepada pihak‐pihak yang berwenang
seperti: Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Departemen Keuangan,
Badan Pengelola Pasar Modal (Bapepam). Beberapa defisiensi
muatan informasi sudah diungkap dalam bagian sebelumnya tulisan
ini. Jika laporan keuangan telah mengandung seluruh informasi yang
diperlukan bagi analisis bisnis, laporan keuangan akan menjadi
INSTRUMEN yang efektif untuk menghasilkan sejumlah INDIKATOR
UMUM untuk mendeteksi tindak pengelolaan SDA dan lingkungan
yang tidak berkelanjutan yang dapat mengarah pada indikasi tindak
ketidakpatuhan dalam pengelolaan SDA dan lingkungan.
51
ELSDA Institute
DAFTAR PUSTAKA
Palepu, Krishna G., Paul M. Healy dan Victor L. Bernard, Business
Analysis and Valuation Using Financial Statements, Edisi 3,
Thomson South‐Western, Ohio, 2004.
PT XYZ, Tbk., Annual Report 2003
PT XYZ, Tbk., Annual Report 2004
PT XYZ, Tbk., Annual Report 2005
PT XYZ, Tbk., Laporan Keuangan 2006
52