PROYEK PEMBANGUNAN
BENDUNGAN WADUK JATILUHUR, PURWAKARTA, JAWA BARAT
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT DALAM MENYELESAIKAN
PENDIDIKAN TINGKAT SARJANA PROGRAM STRATA 1
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
TAHUN 2021
i
LEMBAR PENGESAHAN
PROYEK PEMBANGUNAN
BENDUNGAN WADUK JATILUHUR, PURWAKARTA, JAWA BARAT
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT DALAM MENYELESAIKAN
PENDIDIKAN TINGKAT SARJANA PROGRAM STRATA 1
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Ir. Aris Krisdiyanto, M.T. Ir. Kemmala Dewi, M.T.
NIDN : 0627116301 NIDN : 0629066301
Pada Tanggal :
…………………………….
ii
KELOMPOK 2
Proyek : Pembangunan Pembangunan Waduk Jatiluhur
Dosen Pembimbing : 1. Ir. Aris Krisdianto.,MT
2. Ir. Kemala Dewi.,MT
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kasih dan
karunia-Nya selama ini, sehingga kami dapat menyusun laporan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) dengan judul “Pembangunan Bendungan Waduk Jatiluhur,
Purwakarta, Jawa Barat” dapat selesai dengan baik.
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) pada suatu pelaksanaan proyek di
lapangan merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata
satu (S1) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas 17
Agustus 1945 Semarang. Kuliah Kerja Lapangan (KKL) bertujuan untuk
menambah wawasan dan mendapatkan pengalaman nyata dari suatu proyek
konstruksi agar nantinya mahasiswa mampu memahami dunia kerja nyata
pada saat lulus.
Dengan selesainya kami melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
dan pembuatan Laporan ini, perkenankanlah pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan terimakasih yang kepada :
1. Bapak Ir. Bambang Widodo, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik
Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
2. Bapak Ir. Aris Krisdiyanto,M.T. selaku Dosen Pembimbing Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
3. Ibu Ir. Kemmala Dewi, M.T. selaku Dosen Pembimbing Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945
Semarang.
iv
5. Keluarga besar Teknik Sipil UNTAG Semarang yang sudah membantu
dan mendukung dalam penyusunan Laporan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) ini.
6. Keluarga yang selalu memberikan dukungan untuk dapat segera
menyelesaikan laporan ini serta yang terus mendoakan sehingga
laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan
karena pengetahuan dan pengalaman penyusun yang belum mencukupi,
sehingga tidak semua hal dapat penyusun laporkan dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik kearah
perbaikan agar Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini bermanfaat
bagi kita semua.
Semarang, 17 Agustus 2021
Penyusun
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas saat ini setiap orang harus benar-benar
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing
dan bertahan di dalam kancah persaingan global (perekonomian), maka
diperlukan SDM yang berkompeten, berkualitas, terampil dan memahami serta
menguasai dunia kerja sesuai dengan bidangnya (spesialisasi). Sebagai orang
yang berkecimpungan di dunia pendidikan tentunya harus memahami dan
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah kelak dalam dunia kerja.
Sebagai mahasiswa generasi muda yang siap terjun dalam dunia kerja harus
dapat memahami berbagai persoalan tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan
teori yan telah dipelajari di bangku kuliah dan dapat mengaplikasikan dalam
dunia kerja yang sesuai dengan ilmu yang di terima.
Bendungan adalah sebuah bangunan air yang berfungsi sebagai penangkap
air dan menyimpannya di musim penghujan waktu air sungai mengalir dalam
jumlah besar. Pembangunan bendungan berfungsi untuk penyediaan air baku,
penyediaan air irigasi, tempat rekreasi, pengendali banjir dan/atau pembangkit
listrik tenaga air.
Proyek Serbaguna Jatiluhur merupakan Tahap I dari Pengembangan Sumber
daya Air di Wilayah Sungai Citarum dengan tujuan utama meningkatkan
produksi bahan pangan Nasional yaitu beras. Untuk mengenang jasa salah satu
putra terbaik bangsa indonesia bendungan dan PLTA Jatiluhur diresmikan
dengan nama Ir. H. Djuanda.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari proyek Pekerjaan Pembangunan Bendungan
Sidan adalah :
1. Menyediakan air baik untuk keperluan irigasi pertanian, maupun untuk
kebutuhan air minum.
2. Wahana pariwisata baru.
3. Mereduksi banjir di Purwakarta.
4. Memiliki potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Sedangkan tujuan dan manfaat bagi mahasiswa yang Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami pelaksanaan proyek bendungan.
2. Mengetahui dan memahami tipe bendungan random dengan inti tegak.
1.3 Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan
Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan Online di Tahun Ajaran 2021
dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 21 Agustus 2021
Tempat : Semarang
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
Berisi latar belakang, tujuan dan manfaat, waktu pelaksanaan serta
sistematika penulisan laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
Bab II. Landasan Teori
Bab III. Berisi uraian umum deskripsi dan lingkup kegiatan
Pembangunan Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta.
Pelaksanaan
Berisi spesifikasi data, lokasi proyek dan Pemaparan Proyek
Pembangunan Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta.
Bab IV. Pembahasan
Bab V. Membahas managemen proyek, metode pelaksanaan proyek,
diskusi dan tanya jawab.
Penutup
Berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bendungan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2010, bendungan adalah
bangunan yang berupa urugan tanah, urugan batu, beton, dan atau pasangan batu yang
dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk
menahan dan menampung limbah tambang (tailing) atau menampung lumpur sehingga
terbentuk waduk.
Bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya dimusim hujan
waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan baik untuk
keperluan. Bendungan digunakan untuk keperluan irigasi pertanian, air minum baku,
wahana pariwisata baru, mereduksi banjir, dan memiliki Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro (PLTM).
Definisi Bendungan menurut Peraturan Menteri No. 72/PRT/1997, adalah setiap
bangunan penahan air buatan, jenis urugan, atau jenis lainnya yang menampung air
atau dapat menampung air, termasuk pondasi, bukit/tebing tumpuan, serta bangunan
pelengkap dan peralatannya, termasuk juga bendungan limbah galian, tetapi tidak
termasuk bendung dan tanggul.
Menurut Sarono dkk (2007), terdapat beberapa fungsi dan manfaat bendungan,
yaitu:
a. Irigasi
Pada saat musim hujan, air hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian
besar akan ditampung sehingga pada musim kemarau air yang tertampung
tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai
irigasi lahan pertanian.
b. Penyediaan Air Baku
Waduk selain sebagai sumber untuk pengairan persawahan juga dimanfaatkan
sebagai bahan baku air minum dimana daerah perkotaan sangat langka dengan
air bersih.
c. Sebagai PLTA
Dalam menjalankan fungsinya sebagai PLTA, waduk dikelola untuk
mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan. Pembangkit listrik tenaga air
(PLTA) adalah suatu sistem pembangkit listrik yang biasanya terintegrasi
dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran air untuk
memutar turbin, diubah menjadi energi listrik melalui generator.
d. Pengendali Banjir
Pada saat musim hujan, air hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian
besar akan mengalir ke sungai-sungai yang pada akhirnya akan mengalir ke
hilir sungai yang tidak jarang mengakibatkan banjir di kawasan hilir sungai
tersebut, apabila kapasitas tampung bagian hilir sungai tidak memadai. Dengan
dibangunnya bendungan-bendungan di bagian hulu sungai maka kemungkinan
terjadinya banjir pada musim hujan dapat dikurangi dan pada musim kemarau
air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
antara lain untuk pembangkit listrik tenaga air, untuk irigasi lahan pertanian,
untuk perikanan, untuk pariwisata dan lain-lain.
e. Perikanan
Untuk mengganti mata pencaharian para penduduk yang tanahnya digunakan
untuk pembuatan waduk dari mata pencaharian sebelumnya beralih ke dunia
perikanan dengan memanfaatkan waduk untuk peternakan ikan di dalam jaring-
jaring apung atau karamba-karamba.
f. Pariwisata dan Olahraga Air
Dengan pemandangan yang indah waduk juga dapat dimanfaatkan sebagai
tempat rekreasi dan selain tempat rekreasi juga dimanfaatkan sebagai tempat
olahraga air maupun sebagai tempat latihan para atlet olahraga air.
2.2 Jenis-jenis Bendungan
Bendungan juga dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu
a. Bendungan berdasarkan ukuran
Berdasarkan ukurannya, terdapat dua jenis bendungan, yaitu:
1. Bendungan besar (Large Dams)
Adalah bendungan yang tingginya lebih dari 10 meter, diukur dari bagian
bawah pondasi hingga puncak bendungan.
2. Bendungan kecil (Small Dams)
Adalah bendungan yang tingginya kurang dari 10 meter, diukur dari bagian
bawah pondasi hingga puncak bendungan.
b. Bendungan berdasarkan tujuan pembangunan
Berdasarkan tujuan pembangunannya, terdapat dua jenis bendungan, yaitu:
1. Bendungan dengan tujuan tunggal (Single Purpose Dams)
Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja
misalnya PLTA.
2. Bendungan serba guna (Multi Purpose Dams)
Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan,
misalnya untuk irigasi, PLTA, pariwisata dan perikanan.
c. Bendungan berdasarkan penggunaannya
Berdasarkan penggunaannya, terdapat tiga jenis bendungan, yaitu:
1. Bendungan membentuk waduk (Storage Dams)
Bangunan yang dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air
pada waktu kelebihan agar dapat dipakai pada waktu diperlukan.
2. Bendungan penangkap atau pembelok air (Diversion Dams)
Bendungan yang dibangun agar permukaan air lebih tinggi, sehingga dapat
mengalir masuk kedalam saluran air atau terowongan air.
3. Bendungan untuk memperlambat air (Distension Dams)
Bendungan yang dibangun untuk memperlambat air sehingga dapat
mencegah terjadinya banjir.
d. Bendungan berdasarkan jalannya air
Berdasarkan jalannya air, terdapat dua jenis bendungan, yaitu:
1. Bendungan untuk dilewati air (Overflow Dams)
Adalah bendungan yang dibangun untuk dilewati air misalnya, pada
bangunan pelimpas (Spillway).
2. Bendungan untuk menahan air (Non Overflow Dams)
Adalah bendungan yang sama sekali tidak boleh dilewati air. Biasanya
dibangun berbatasan dan biasanya terbuat dari beton, pasangan batu, atau
pasangan bata.
e. Bendungan berdasarkan konstruksinya
Berdasarkan konstruksinya, terdapat empat jenis bendungan, yaitu:
1. Bendungan urugan (Fill Dams, Embankment Dams)
Definisi menurut ICOLD, adalah bendungan yang dibangun dari hasil
penggalian bahan atau material tanpa tambahan bahan lain yang bersifat
campuran secara kimia, jadi bahan pembentuk bendungan adalah asli.
Bendungan ini masih dapat dibagi menjadi :
- Bendungan serbasama (Homogeneus Dams)
Adalah bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri dari
bahan bangunan yang seragam.
- Bendungan urungan berlapis-lapis (Zoned Dams)
Adalah bendungan yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu, lapisan
kedapan air (Water Tight Layer), lapisan batu (Rock Zones), lapisan batu
teratur (Rip-rap) dan lapisan pengering (Filter zones).
- Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (Impermeable
Face Rock Fill Dams)
Adalah bendungan urugan batu berlapis-lapis yang lapisan kedap airnya
diletakan di sebelah hulu bendungan, lapisan yang biasanya dipakai
adalah aspal dan beton bertulang.
2. Bendungan beton (Concrete Dams)
Adalah bendungan yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan
atau tidak. Bendungan beton masih dibagi menjadi :
- Bendungan beton berdasar berat sendiri (Concrete Gravity Dams)
Adalah bendungan beton yang didesain untuk menahan beban dan gaya
yang bekerja padanya hanya dengan berat sendiri saja.
- Bendungan beton dengan penyangga (Concrete Butress Dams)
Adalah bendungan beton yang mempunyai penyangga untuk
menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya. Banyak dipakai apabila
sungainya sangat lebar sedangkan keadaan geologinya baik.
- Bendungan beton berbentuk lengkung atau busur (Concrete Arch Dams)
Adalah bendungan beton yang di desain untuk menyalurkan gaya-gaya
yang bekerja padanya lewat abutmen kiri dan abutmen kanan
bendungan.
- Bendungan beton kombinasi (Combination Concrete Dams, Mixed Type
Concrete Dams)
Adalah kombinasi antara lebih dari satu tipe bendungan.
f. Bendungan berdasarkan fungsi
Berdasarkan fungsinya, terdapat beberapa jenis bendungan, yaitu:
1. Bendungan pengelak pendahuluan (Primary Cofferdam, Dike)
Adalah bendungan yang pertama-tama dibangun di sungai pada waktu debit
air rendah agar lokasi rencana bendungan pengelak menjadi kering yang
memungkinkan pembangunannya secara teknis.
2. Bendungan pengelak (Cofferdam)
Adalah bendungan yang dibangun sesudah selesainya bendungan pengelak
pendahuluan sehingga lokasi rencana bendungan utama menjadi kering
yang memungkinkan pembangunannya secara teknis.
3. Bendungan utama (Main Dams)
Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu atau lebih tujuan
tertentu.
4. Bendungan sisi (High Level Dams)
Adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri dan sisi kanan
bendungan utama yang tinggi puncaknya juga sama. Ini dipakai untuk
membuat proyek seoptimal mungkin, artinya dengan menambah tinggi pada
bendungan utama diperoleh hasil yang sebesar-besarnya walaupun harus
menaikkan sebelah sisi kiri dan atau sisi kanan.
5. Bendungan ditempat rendah (Saddle Dams)
Adalah bendungan yang terletak di tepi waduk yang jauh dari bendungan
utama yang dibangun untuk mencegah keluarnya air dari waduk sehingga
air waduk tidak mengalir ke daerah sekitarnya.
6. Tanggul (Dyke, Levee)
Adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri dan atau kanan
bendungan utama dan di tempat yang jauh dari bendungan utama yang
tinggi maksimalnya hanya 5m dengan panjang puncaknya maksimal 5 kali
tingginya.
7. Bendungan limbah industri (Industrial Waste Dams)
Adalah bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk
menahan limbah yang berasal dari industri.
8. Bendungan pertambangan (Mine Tailing Dam, Tailing Dams)
Adalah bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk
menahan hasil galian pertambangan dan bahan pembuatnya pun berasal dari
hasil galian pertambangan juga.
2.3 Bagian-bagian Bendungan
Bendungan terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
2.3.1 Badan Bendungan (Body of Dams)
Adalah tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air. Bendungan
umumnya memiliki tujuan untuk menahan air, sedangkan struktur lain seperti pintu
air atau tanggul digunakan untuk mengelola atau mencegah aliran air ke dalam
daerah tanah yang spesifik. Kekuatan air memberikan listrik yang disimpan dalam
pompa air dan ini dimanfaatkan untuk menyediakan listrik bagi jutaan konsumen.
2.3.2 Pondasi (Foundation)
Adalah bagian dari bendungan yang berfungsi untuk menjaga kokohnya
bendungan.
2.3.3 Pintu Air (Gates)
Digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di saluran baik yang
terbuka maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air adalah
a. Daun pintu (Gate leaf)
Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat digerakkan
untuk membuka, mengatur dan menutup aliran air.
b. Rangka pengatur arah gerakan (Guide frame)
Adalah alur dari baja atau besi yang dipasang masuk kedalam beton yang
digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu sesuai dengan yang
direncanakan.
c. Angker (Anchorage)
Adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan untuk
menahan rangka pengatur arah gerakan agar memindahkan muatan dari pintu
air ke dalam konstruksi beton.
d. Hoist
Adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat dibuka dan diitutup
dengan mudah.
2.3.4 Bangunan Pelimpah (Spill way)
Adalah bangunan beserta instalasinya untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke
dalam waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan. Bangunan-
bangunan penting dari bangunan pelimpah sebagai berikut :
a. Saluran pengarah dan pengatur aliran (Control Structure)
Digunakan untuk mengarahkan dan mengatur aliran air, agar kecepatan
alirannya kecil tetapi debit airnya besar.
b. Saluran pengangkut debit air (saluran peluncur, chute, discharge carrier, flood
way)
Semakin tinggi bendungan, maka semakin besar perbedaan antara permukaan
air tertinggi di dalam waduk dengan permukaan air sungai disebelah hilir
bendungan. Apabila kemiringan saluran pengangkut debit air dibuat kecil, maka
ukurannya akan sangat panjang dan berakibat bangunan menjadi mahal. Oleh
karena itu, kemiringannya terpaksa dibuat besar dengan sendirinya disesuaikan
dengan keadaan topografi setempat.
c. Bangunan peredam energi (Energy Dissipator)
Digunakan untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi energi air agar
tidak merusak tebing, jembatan, jalan, bangunan dan instalasi lain di sekitar
hilir bangunan pelimpah.
2.3.5 Kanal (Canal)
Digunakan untuk menampung limpahan air ketika curah hujan tinggi.
2.3.6 Reservoir
Digunakan untuk menampung atau menerima limpahan air dari bendungan.
2.3.7 Stilling Basin
Memiliki fungsi yang sama dengan bangunan peredam energi (energy dissipator).
2.3.8 Katup (Kelep, Valves)
Fungsi dari katup sama dengan pintu air biasa, hanya dapat menahan tekanan yang
lebih tinggi (pipa air, pipa pesat dan terowongan tekan). Katup merupakan alat
untuk membuka, mengatur dan menutup aliran air dengan cara memutar,
menggerakkan kearah melintang atau memanjang didalam saluran airnya.
2.3.9 Drainage Gallery
Digunakan sebagai alat pembangkit listrik pada bendungan.
BAB III
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG
JATILUHUR
a. Data Umum Proyek
Nama Proyek : Bendungan Ir. H. Djuanda
Lokasi proyek : Berjarak ± 100 km tenggara Jakarta dan ± 60 km barat
Laut Bandung
b. Data Teknis Proyek
1. Bendungan Utama
Rockfill with inclined clay core
Tinggi 105 m
Panjang 1220 m
Elevasi puncak + 114,5 m
Volume Urugan 9,1 jt m3
2. Menara Pelimpah Utama
Tipe morning glory
Elevasi mercu + 107 m
Panjang pelimpah 151,5 m
Jendela 14 buah
Kapasitas maks 3000 m3/s di TMA +111,6 m
Memiliki 2 buah pintu/katup ‘hollowjet’ berkapasitas 270 m3/s untuk suplesi
irigasi.
3. Waduk
Volume tampungan 2,44 milyar m3 pada TMA + 107 m dengan luas genangan
8300 ha. Daerah tangkapan keseluruhan seluas 4500 km2 sedangkan luas daerah
tangkapan yang langsung ke waduk Ir. H. Djuanda 380 km2 (8%).
4. Bendungan Pelana
Berjumlah 4 buah dengan tipe Homogenous Earth fill dengan penutup
menggunakan batu andesit dan di beberapa tempat menggunakan chimney Drain.
Elevasi puncak bendungan pelana + 114,5 m.
Pasir gombong Barat (panjang 1950 m, tinggi maksimal 19 m)
Pasir gombong Timur (400 m, 15 m)
Ciganea (330 m, 12,5 m )
Ubrug (550 m, 17 m) dilengkapi dengan pelimpah bantu
5. Pelimpah Bantu Ubrug
Lantai pelimpah ± 102 m, pintu 4 buah, lebar 12,4 m, kapasitas pelimpah 2000
m3/s.
Gambar Lokasi Bendungan Jatiluhur
Gambar Bendungan Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gagasan Pembangunan Waduk Jatiluhur
Gagasan pembangunan bendungan di Sungai Citarum sudah dimulai pada
abad ke-19 oleh para ahli pengairan pada waktu itu dengan telah dilakukannya
survey awal antara lain survey topografi dan hidrologi. Bahkan pengukuran debit
Sungai Citarum untuk keperluan bendungan dan irigasi telah di mulai pada tahun
1888.
Gagasan pembangunan tersebut kemudian dikembangkan dan disempurnakan
oleh Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein, seorang ahli pengairan Belanda pada tahun
1930. Gagasan ini untuk pertama kali dipresentasikan pada pertemuan tahunan
Persatuan Insinyur Kerajaan Belanda (Koninklijk Instituut van Ingenieurs atau
KIVI) tanggal 18 Desember 1948 di Jakarta dengan judul “Een Federaal
Welvaartsplan voor het Westelijk Gedeelte van Java”. Ketika itu, Prof. Ir. W.J. van
Blommestein, Kepala Perencanaan Jawatan Pengairan Belanda, sudah melakukan
survey secara lebih rinci untuk membuat rencana pembangunan tiga waduk besar di
sepanjang aliran sungai Citarum; Saguling (sebelumnya dinamakan Waduk Tarum
oleh Prof. Ir. W.J. van Blommestein), Cirata dan Jatiluhur.
Selanjutnya Prof. W.J. van Blommestein sampai kepada sebuah gagasan
dimana selain potensi tiga waduk di Sungai Citarum, juga ada potensi
pengembangan antar Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk sungai-sungai di Pulau
Jawa, yang dikenal dalam tulisannya berjudul “A Development Project for the
Island of Java and Madura” pada Agustus 1979. Gagasannya waktu itu adalah
Jatiluhur hanya dikembangkan untuk kepentingan irigasi dan pembangunan kanal
untuk transportasi air dari Anyer sampai Surabaya melewati Solo.
Gagasan Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein kemudian dikaji ulang oleh Ir.
Van Scravendijk tahun 1955 dengan tulisan berjudul “Integrated Water Resources
Development in Citarum River Basin” (240,000 ha sawah). Gagasan ini kemudian
dilengkapi oleh Ir. Abdullah Angudi tahun 1960 melalui nota pengelolaan sehingga
menjadi rencana induk pengembangan proyek serbaguna Jatiluhur.
Gagasan untuk membangun sebuah bendungan di aliran sungai Citarum
dirintis kembali pada era tahun 1950-an. Ir. Agus Prawiranata sebagai Kepala
Jawatan Irigasi waktu itu mulai memikirkan pengembangan jaringan irigasi untuk
mengantisipasi kecukupan beras dalam negeri. Ketika itu, Indonesia sudah menjadi
negara pengimpor beras terbesar dunia. Namun untuk membangun bendungan
dengan skala besar, ketika itu masih menjadi bahan tertawaan, karena Pemerintah
RI belum punya uang.
Lalu ide ini dibahas bersama Ir. Sedyatmo, yang ketika itu menjabat sebagai
Kepala Direksi Konstruksi Badan Pembangkit Listrik Negara, Direktorat Jenderal
Ketenagaan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. Kebetulan waktu itu
PLN punya anggaran dan memang sedang berupaya mencari pengganti sumber
daya listrik yang masih menggunakan minyak, karena memang mahal. Lalu, Ir.
Sediyatmo menugaskan Ir. P.C. Harjosudirdjo (sekarang; Prof. DR. Ir. P.K.
Haryasudirja) ketika itu sebagai Asisten Kepala Direksi Konstruksi PLN, untuk
merancang bendungan Jatiluhur ini.
Sebelum pembangunan bendungan Jatiluhur, bagian utara Provinsi Jawa Barat
telah dibangun beberapa prasarana sumber daya air, seperti Bendung Walahar,
Pundong, Salamdarma, Barugbug dan sebagainya. Namun masing-masing prasarana
sumber daya air tersebut belum terintegrasi dan sebagaimana fungsi bendung, tidak
dapat menampung air dimusim hujan sehingga pada musim hujan selalu banjir dan
kekeringan pada musim kemarau. Intensitas tanam (crop intensity) hanya 1, yakni 1
kali tanam setahun. Kemudian daerah pertanian tersebut sebagian besar dikuasai
para tuan tanah, dan petani sebagian besar adalah penggarap yang tidak memiliki
tanah.
Hal penting yang juga menjadi pertimbangan saat itu, menurut Prof. DR. Ir.
P.K. Haryasudilja, ketika itu sebagai asisten urusan Jatiluhur yang menangani
urusan perencanaan maupun pelaksanaan pembangunannya, adalah pertimbangan
suplai air ke Jakarta. Ketika itu pelabuhan Tanjung Priok tak pernah disinggahi
kapal-kapal asing, karena tidak cukup air untuk perbekalan kapal. Sehingga
kegiatan ekspor-impor dari Tanjung Priok tersendat. Haryasudirja yang membuat
spesifikasi bendungan Jatiluhur, mengaku meniru gaya bendungan terbesar di dunia,
yaitu bendungan Aswan di Mesir. Menggunakan konsultan dari Perancis yang
sudah berpengalaman dalam membangun bendungan besar.
3.1.1 Masa Pembangunan Waduk Jatiluhur
Masa pembangunan proyek Jatiluhur juga unik, sebab sempat mengalami
sembilan kali pergantian kabinet dari Kabinet Karya Tahun 1957 sampai Kabinet
Ampera Tahun 1967.
Menteri-menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga pada masa pembangunan
bendungan Jatiluhur adalah Ir. Pangeran Mohamad Noor, Ir. Sardjono Dipokusumo,
Mayjen D. Suprayogi, dan Dr. Ir. Sutami. Pada tahun 1965 Menteri PUT dalam
kompartemen Pembangunan Mayjen D. Suprayogi membawahi 6 kementerian
yaitu: Kementerian Listrik dan Tenaga Ir. Setiadi Reksoprodjo, Menteri Pengairan
Dasar Ir. Petrus Kanisius Hardjosudirdjo, Menteri Binamarga Mayjen Hartawan
Wirjodiprodjo, Menteri Ciptakarya dan Konstruksi David Cheng, Menteri trans
Sumatera Ir. Bratanata dan Menteri Negara diperbantukan pada Menteri
Koordinator Pekerjaan Umum dan Tenaga Ir. Sutami.
Hal yang perlu dicatat dari periode pembangunan ini adalah Perancis tidak
pernah menyelesaikan pembangunan bendungan Jatiluhur. Pada tanggal 15 Oktober
1965, yakni 15 hari setelah pecah G 30 S PKI, para tenaga ahli asing kembali ke
negaranya. Pada saat itu sebagian konstruksi menara pelimpah utama bagian atas
belum selesai dan bendungan Pelana Pasirgombong Barat dan Timur sama sekali
belum dibuat. Penyelesaian pekerjaan yang tersisa tersebut dilaksanakan secara
swakelola oleh tenaga ahli dari Indonesia dengan memanfaatkan peralatan yang
ditinggalkan.
Namun demikian pada saat peresmian bendungan Jatiluhur oleh Presiden
Soeharto, pekerjaan masih belum selesai seratus persen. Pelimpah pembantu
(auxiliary) yang berada di tumpuan kiri bendungan Pelana Ubrug belum sesuai
dengan rencana awalnya, yakni penggunaan pintu radial pada kedua jendelanya. Hal
ini disebabkan biaya untuk penyelesaian tidak tersedia lagi.
Agar bendungan Jatiluhur dapat beroperasi sesuai rencana, pada keempat
jendela pelimpah pembantu Ubrug dibuat beton lunak lengkung yang puncaknya
mencapai elevasi +111,6 m, yakni elevasi banjir maksimum. Pelimpah pembantu
Ubrug dioperasikan dengan cara meledakkan beton lunak lengkung. Namun
demikian selama operasi bendungan Jatiluhur, pelimpah pembantu tersebut belum
pernah dioperasikan.
Berikut adalah tenaga ahli/insinyur periode awal pembangunan bendungan
Jatiluhur :
Ir. Patti (tidak sampai selesai)
Ir. Masduki Umar
Ir. Ahmad Musa
Ir. Donardi Senosarto
Ir. Sutopo
Ir. Sudarjo
Ir. Asban Basiran (saat ini masih membantu Direksi PJT II sebagai tenaga senior di
bidang bendungan)
Ir. Samsiar
3.1.2 Demografi Daerah Genangan
Genangan yang terjadi akibat pembangunan bendungan Jatiluhur
menenggelamkan 14 Desa dengan penduduk berjumlah 5.002 orang. Penduduk
tersebut kemudian sebagian dipindahkan ke daerah sekitar bendungan dan sebagian
lainnya pindah ke Kabupaten Karawang. Sebagian besar penduduk waktu itu
bekerja sebagai petani.
3.1.3 Produksi Listrik
Produksi listrik pertama dimulai pada tahun 1965 dan disalurkan ke Bandung
melalui Saluran udara tegangan tinggi 150 kV milik PLN. Penyaluran ke Jakarta
baru dilakukan pada tahun 1966. PLTA unit VI baru dipasang oleh PT. PLN
Pikitdro Jabar antara tahun 1979 – 1981 dengan kapasitas 32 MW.
3.1.4 Instrumen Keselamatan Bendungan
Dalam rangka keselamatan bendungan Ir. H. Djuanda, telah dipasang
instrumen yang berfungsi untuk memantau, yaitu :
1. Pergerakan
Pergerakan eksternal menggunakan peralatan topografi, pergerakan internal
menggunakan inclinometer. Pemantuan dilakukan secara bulanan.
2. Tekanan Air Pori
Tekanan air pori menggunakan piezometer dilakukan secara bulanan.
3. Rembesan / Bocoran
Pemantauan rembesan/bocoran menggunakan alat ukur V-notch, gelas ukur dan
stopwatch dilakukan secara harian.
4. Getaran
Pemantauan getaran ini secara khusus dimaksudkan untuk mengukur getaran akibat
gempa. Alat yang digunakan adalah Accelerograph berjumlah 2 buah, dipuncak dan
dibawah bendungan.
5. Klomatologi dan Hidrologi
Pencatatan dan klimatologi dan hidrologi dilakukan secara khusus untuk operasi
waduk, namun data tersebut berguna juga untuk mendapatkan korelasi dengan data
instrumen lain terkait dengan keselamatan bendungan. Peralatan yang dimiliki :
AWLR, ARR, dan Evaporasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil KKL tersebut penulis mengambil beberapa kesimpulan,
diantaranya :
a. Proyek Pembangunan Waduk Jatilihur dimulai sejak 16 Oktober 19 57
dengan masa pelaksanaan 3650 hari kalender.
b. Bendungan Jatiluhur ini memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut :
Menyediakan air baik untuk keperluan irigasi pertanian,
maupun untuk kebutuhan air baku.
Wahana pariwisata baru.
Mereduksi banjir di Purwakarta
Memiliki potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM).