The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Emmy Saelan-Irmawati Puan Mawar-November

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by anton.nugro, 2021-11-14 20:50:26

Emmy Saelan-Irmawati Puan Mawar-November

Emmy Saelan-Irmawati Puan Mawar-November

Keywords: fiksi

Pada akhir November, Wolter bersama rekannya,
Wim, kembali ke Polongbangkeng. Wolter datang mengirim
kabar, termasuk surat-surat tentang kedatangan tentara
Belanda. Beberapa hari setelah keberangkatan itu,
tentara Westerling menginjakkan kaki di bumi Sulawesi.
(*)

42 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

Laskar Lipan Bajeng

Ketua : Daeng Karaeng Romo

Wakil : Raden Endang

Bagian Pertahanan dan Penerjang : Mohammad, Karaeng Leo,

Karaeng Temba

Penyelidik : Daeng Tutu

Bagian Palang Merah : Emmy Saelan, Maulwi Saelan,

Muhammad Yusuf, Supit

Bagian Penerangan : Daeng Nambung, Sumantri, Robert

Wolter Mongisidi

Bendahara : Karaeng Sija, Daeng Cando

Organisasi Harimau Indonesia

Pemimpin : Muhammad Syah

Wakil : Robert Wolter Mongisidi

Kepala Staf : Maulwi Saelan

Pimpinan Operasi : Hasanuddin Nawing, Muhammad

Sadiran, Kasim Marala, Raden

Endang

Pimpinan Pasukan Tempur : Ali Choldri, Wagimin, Pateri

Abdullah, Sanusi Jumrah, Hakim

Nawing, Abdullah Hadade

Pemimpin Laskar Wanita : Emmy Saelan

Wakil : Sri Mulyati

Irmawati Puan Mawar 43

5
Sepasang Martir

Dalam hidupnya yang singkat, tak banyak cerita
Emmy Saelan yang terungkap ke publik. Robert Wolter
Mongisidi, martir paling terkenal dalam sejarah Republik,
menceritakan kedekatannya dengan Emmy saat diperiksa
polisi Belanda sebelum dieksekusi mati.

Emmy alias Daeng Kebo adalah pendamping
Wolter dalam bergerilya. Mereka selalu bersama dalam
pertempuran-pertempuran sengit. Kedekatan Emmy
Saelan dan Wolter Mongisidi selama pertempuran
membuat dua pejuang itu menjadi saling memperhatikan
dan mengingatkan. Akan tetapi, pertempuran dan cerita
gerilya lebih banyak menyelimuti keduanya daripada
kisah romantis.

44 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

Hanya satu kalimat terucap dari mulut Emmy
Saelan ketika Wolter Mongisidi pamit pada Jumat siang
itu. Berbicara dalam bahasa Belanda, Emmy berpesan
agar Wolter jangan terlalu percaya diri sepanjang
perjalanan. Hari itu, 2 Agustus 1946, Wolter hendak
turun ke Makassar mendampingi kawannya, Endang,
salah seorang Ketua Laskar Lipan Bajeng.

Laskar Lipan Bajeng adalah kumpulan pejuang muda
yang bermarkas di Polongbangkeng, Takalar. Sebagian
besar anggotanya, termasuk Emmy, Wolter, juga Maulwi
Saelan adalah pelajar dari Sekolah Menengah Pertama
Nasional Makassar. Mereka membentuk pasukan karena
memiliki cita-cita yang sama, yaitu melawan penjajah
Belanda yang merangsek ke Sulawesi Selatan sejak
September 1945.

Walaupun Wolter pergi bukan untuk berperang,
Emmy tampak berat hati melepasnya. Emmy tahu
perjalanan ke kota akan sulit dan berbahaya karena
semakin banyak tentara NICA menduduki sebagian
besar wilayah di sekitar Makassar. Emmy, yang kala itu
didampingi Maulwi, bahkan mengantar Wolter sampai

Irmawati Puan Mawar 45

ke Ranaya. Dari situ, meskipun Wolter dan kawan
seperjalanannya sudah menjauh, Emmy masih mengikuti
dengan teropong.

Wolter juga merasakan kesedihan yang sama. Ia
berkali-kali menengok ke belakang, juga menggunakan
teropong. Ia mendapati Emmy masih mengamatinya.
Emmy, yang semasa bergerilya memiliki nama samaran
Daeng Kebo karena berkulit putih, membalas lambaian
tangannya dari jauh.

Hubungan Emmy dan Wolter menjadi dekat karena
sering bersama-sama ketika bergerilya. Keakraban
mereka itu sampai memunculkan rumor tentang jalinan
asmara dua pejuang itu. Halimah Daeng Sikati, lulusan
SMP Nasional tahun 1946, mengaku pernah mendengar
cerita itu. Begitu pula Bachtiar, kawan sepantaran
Maulwi ketika di SMP Nasional Makassar. Masalahnya,
tak ada bukti yang pasti mengenai kisah kasih antara
Emmy dan Wolter.

46 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

Irmawati Puan Mawar 47

Cerita tak jauh berbeda datang dari keluarga
Saelan yang masih hidup. Asha Saelan, putra Maulwi,
mengatakan bahwa ayahnya sempat bercerita tentang
kedekatan Emmy dan Wolter. Konon, cinta yang tak
kesampaian itu, selain karena Emmy mati muda, adalah
karena perbedaan agama. Keluarga Saelan muslim,
sedangkan Wolter penganut agama Katolik.

***

Interaksi Emmy dan Wolter memang dimulai saat
keduanya kerap bertemu di SMP Nasional Makassar.
Sekolah itu dibangun pada Oktober 1945 oleh kaum
republikan yang disponsori oleh Sam Ratulangi. Dulu
sekolah itu berdiri di sebelah rumah jabatan gubernur
yang berada di Gowa Weg, sekarang Jalan Ratulangi.

Sebetulnya, Emmy bukan siswa di situ. Hanya Wolter
yang tercatat sebagai pelajar di SMP Nasional Makassar
bersama saudara-saudara Emmy, yakni Maulwi serta
dua saudara perempuannya, Elly dan Rahayu. Emmy
Saelan atau Daeng Kebo kerap mampir karena sekolah
itu menjadi tempat berkumpul pejuang muda.

48 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

Interaksi Emmy-Wolter terjadi karena lelaki asal
asli Manado itu berkawan dengan Maulwi. “Emmy sudah
menganggap saya sebagai adiknya,” kata Wolter seperti
tertulis dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Keberanian Emmy itulah yang terekam dalam
dokumen BAP Wolter semasa ditahan tentara Belanda
setelah ditangkap pada akhir Februari 1947. Emmy
dan Wolter kembali dipertemukan pada pertengahan
Juli 1946. Merujuk pada dokumen tersebut, Wolter
mendeskripsikan secara khusus Emmy yang menjadi
satu-satunya perempuan yang bergabung dengan Laskar
Lipan Bajeng.

Sejak sama-sama bernaung di Lapris itulah
kedekatan Wolter dan Emmy semakin terlihat. Hampir
setiap kali Wolter mendapat tugas patroli, Emmy turut
serta. Salah satunya adalah saat Wolter dan para anggota
Laskar Lipan Bajeng menyerang serdadu NICA yang
sedang berada di dekat Kupang, selatan Polongbangkeng.
Selepas penyerangan pada pertengahan Juli 1946 itu,
Wolter dan Emmy sama-sama merawat salah seorang
anggota Laskar yang tertembak di dada.

Irmawati Puan Mawar 49

Emmy juga beberapa kali ikut bersama Wolter
berpatroli di tengah kota. Patroli adalah istilah para
serdadu republikan ketika bergerilya menyerang NICA.
Sebagai anggota Lapris, mereka saat itu mendapat
empat perintah dari pucuk pimpinan, yaitu bertempur,
menghancurkan ekonomi NICA, merampas senjata, dan
menghalangi pihak-pihak yang membantu NICA.

Waktu itu, 4 September 1946, Emmy dan Wolter
sempat bersama-sama berpindah-pindah dari Cakura,
Timbuseng, dan kemudian sempat berpisah di Taipaleleng.
Di situ Emmy ditemani Abdul Rauf karena Wolter harus
mencari seseorang bernama Mohammad di dekat Batu-
Batu, daerah di pinggir laut. Ternyata, orang tersebut
sudah pergi ke Pangkajene. Tak buru-buru menyusul
ke sana, Wolter sempat menemui Emmy dan meminta
nasihat. “Jangan ikut ke Pangkajene, tetapi ikuti perintah
pimpinan tertinggi,” kata Emmy berpesan.

Emmy dan Wolter terus bergerilya semasa
penambahan serdadu Belanda, yang dipimpin Westerling.
Karena kalah kekuatan, Emmy dan Wolter semakin
tersudut. Pada 23 Januari 1947 sore, Wolter memilih

50 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

mundur. Akan tetapi, Emmy, yang telah terpisah dari
Wolter, tetap bertempur bersama sekitar 40 prajurit.
Itulah hari terakhir Wolter berjuang bersama Emmy.
Daeng Kebo wafat lantaran meledakkan diri dengan
granat di tengah pasukan tentara Belanda. (*)

Irmawati Puan Mawar 51

Glosarium

Amtenar : sebutan untuk pegawai negeri, pegawai
pemerintahan.

BAP : Berita Acara Pemeriksaan

HBS : Hogere Burgerschool

HIS : Hollandsch-Inlandsche School

KNIL : Koninklijk Nederlands-Indische Leger.
Sebutan untuk tentara kerajaan Hindia
Belanda.

KRIS : Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi

KWS : Koningin Wilhelminaschool

LAPRIS : Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia
Sulawesi

NICA : Nederlandsch Indie Civil Administratie atau
Netherlands-Indies Civil Administration.
Sebutan untuk Pemerintah Sipil Hindia
Belanda.

52 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

Daftar Pustaka

Salim, Agus. 2016. Prasejarah Kemerdekaan di Sulawesi
Selatan.

Adam, Asvi Warman, dkk. 2014. Maulwi Saelan, Penjaga
Terakhir Soekarno. Jakarta: Kompas.

Majalah Tempo. “Kepahlawanan Emmy Saelan”. Edisi
24-30 April 2017.

Saelan, Maulwi. 2001. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta
‘66. Jakarta: Yayasan Hak Bangsa.

Arfah, Muhammad. 2005. Monumen Sejarah Perjuangan
Bangsa di Daerah Sulsel. Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan.

... 1984. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
di Sulawesi Selatan (1945-1950). Kerja sama
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan dan
Universitas Hasanuddin.

Ecip, Sinansari. 1981. Jejak Kaki Wolter Mongisidi.
Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Ecip, Sinansari Ecip. 1995. Wolter Mongisidi: Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) di Depan Polisi.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Irmawati Puan Mawar 53

Biodata Penulis

Nama Lengkap : Irmawati Puan Mawar
Kontak Ponsel : 0878 4001 9005
Pos-el (Email) : [email protected]
Akun Facebook : imhe mawar
Bidang Keahlian : Sains dan Komunikasi

Riwayat pekerjaan/profesi
1. 2016-2017 : Penulis dan Jurnalis Freelence
2. 2003-2016 : Jurnalis di Tempo

Riwayat Pendidikan Tinggi
S1: Matematika Universitas Hasanuddin (2000—2008)

Informasi Lain:
Lebih dikenal sebagai Imhe Mawar dan lahir di Sulawesi
Selatan. Senang mendengarkan waktu, percaya bahwa
bakat adalah ruang kosong yang perlu diisi, dan menulis
adalah cara terbaik untuk mendengarkan diri sendiri.
Bisa dihubungi melalui surel [email protected], FB:
imhe mawar, IG @imhemawar.

54 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

Biodata Penyunting

Nama lengkap : Martha Lena A.M.

Pos-el : [email protected]

Bidang Keahlian: Penyuntingan bahasa Indonesia

Riwayat Pekerjaan:
1996—sekarang penyunting bahasa Indonesia

Riwayat Pendidikan:
S-1 Sastra Indonesia Universitas Sumatra Utara, Medan
(1986)

Informasi Lain:
Aktif sebagai penyunting naskah akademik serta juri
lomba penulisan ilmiah, cerpen, dan puisi.

Irmawati Puan Mawar 55

Biodata Ilustrator

Nama Lengkap : Nabilah Zahra Salsabila
Pos-el (Email) : [email protected]
Informasi Lain:
Lahir di Makassar, 12 Oktober 2001. Saat ini tercatat
sebagai siswa di SMA Negeri 1 Makassar. Senang meng-
gambar dan membaca. IG @Nabilahzhrs.

56 Emmy Saelan Perempuan di Palagan

Muda dan berbahaya. Dalam sejarah pergerakan, namanya
tak begitu dikenal. Salmah Soehartini Saelan alias Emmy
Saelan gugur pada usia belia, 22 tahun. Ia perempuan
martir pertama yang tewas dengan cara meledakkan diri
karena menolak menyerah kepada tentara Belanda.
Tidak seperti kebanyakan perempuan pada masa itu
yang mengenakan gaun, Emmy memilih memakai celana
panjang. Ikut bergerilya bersama para pejuang lain,
termasuk Wolter Mongisidi. Ia organisatoris, ahli strategi,
perawat, dan berpendidikan. Emmy Saelan merupakan
“Kartini” di palagan yang sebenarnya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur


Click to View FlipBook Version