KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN
PANDUAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN
PADA PROYEK STRATEGIS NASIONAL
DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN
PERMUKIMAN
Kata Pengantar
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga penulis dapat menyelesaikan buku saku yang berjudul
“Buku Panduan Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Pada
Proyek Strategis Nasional Direktorat Pengembangan Kawasan
Permukiman”
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.Ibu Soelistianing Kusmawati, S.T., M.T., Kasubdit Wil. II Direktorat
Pengembangan Kawasan Permukiman, sebagai mentor
2.Ibu Indah Swastika Purnama Sari, S.T., M.T., Sub Koordinator PLT
Bali Nusa Tenggara Direktorat Pengembangan Kawasan
Permukiman, sebagai co-mentor
3.Ibu Melly Septiani, S.E., M.T., Widiyaswara Ahli Madya Balai
Pengembangan Kompetensi Kementerian PUPR, sebagai coach
4.Teman-teman, para senior, dan rekan-rekan CPNS Direktorat
Pengembangan Kawasan Permukiman
Akhir kata, penulis berharap buku panduan ini bermanfaat bagi
pembaca
Daftar Isi
02 Kata Pengantar
04 Dasar Hukum
05 Definisi
07 Bagan Alir Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study)
11 Identifikasi Kawasan Makro
12 Identifikasi Kawasan Mikro
13 Kajian Kelayakan Ekonomi
19 Kajian Kelayakan Lingkungan
25 Kajian Kelayakan Sosial Budaya
29 Kajian Kelayakan Teknis
41 Kesimpulan dan Rekomendasi
47 Glosarium
49 Catatan
Dasar Hukum
1.PP Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis
Nasional
2.Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepetan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
3.UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan
Permukiman
4.UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
5.UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
6.UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
7.Permen PUPR Nomor 29 Tahun 2018 tentang Standar Teknis
Pelayanan Minimal Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
8.PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung
9.Permen PUPR Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
10.Permen PUPR Nomor 05 Tahun 2008 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan
11.02/SE/M/2018 tentang Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki
12.Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
DEFINISI
Proyek Strategis Nasional Kawasan Strategis Prioritas
Nasional
Proyek yang dilaksanakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau Merupakan program strategis prioritas
badan usaha yang memiliki sifat strategis nasional yang memiliki fungsi utama
untuk peningkatan pertumbuhan dan pariwisata atau memiliki potensi untuk
pemerataan pembangunan dalam rangka pengembangan pariwisata yang
meningkatkan kesejahteraan masyarakat berpengaruh penting dalam satu atau lebih
dan pembangunan daerah aspek
Studi Kelayakan
(Feasibility Study)
Kajian yang dilihat dari berbagai segi
aspek baik aspek ekonomi, lingkungan,
sosial budaya, dan teknis yang hasilnya
digunakan untuk mengambil keputusan
suatu proyek dijalankan, ditunda, atau
tidak dijalankan
Identifikasi Kebijakan RTRW
Kawasan Makro Penataan Ruang
RDTR
Kebijakan
Pembangunan RPJPD
Identifikasi RPJMD
Kondisi Ekonomi
Tingkat
Pendapatan
Mata Pencaharian
Masyarakat
Persiapan Studi Kelayakan
Identifikasi Identifikasi Kondisi Penyediaan
Kawasan Mikro Lingkungan Air Minum
Identifikasi Kondisi Air
Teknis Limbah
Kondisi
Persampahan
Kondisi
Drainase
Infrastruktur yang
dibangun
Persyaratan teknis
infrastruktur
BAGAN ALIR PENYUSUNAN
STUDI KELAYAKAN
(FEASIBILITY STUDY)
Kajian Kelayakan
EKonomi
Kajian Kelayakan Kesimpulan
Lingkungan Analisis
Kajian Kelayakan Tidak Layak Layak
Sosial Budaya
Rekomendasi
Kajian Kelayakan
Teknis
IDENTIFI
KAWA
KASI
ASAN
IDENTIFIKASI KAWASAN
Identifikasi Kawasan Makro:
A. Kebijakan Penataan Ruang
1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
RTRW digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD.
Muatan RTRW meliputi kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana
struktur dan pola ruang, penetapan kawasan strategis, arahan
pengendalian dan pemanfaatan ruang. Data bisa didapatkan dari
Pemerintah Daerah setempat
2. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
RDTR disusun untuk bagian dari wilayah kabupaten/kota yang
merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis. Muatan
RDTR meliputi tujuan penataan ruang bagian wilayah perencanaan,
rencana pola ruang, rencana jaringan prasarana, penetapan sub bagian
wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya, ketentuan
pemanfaatan ruang dan peraturan zonasi. Data bisa didapatkan dari
Bappeda dan Dinas Tata Ruang daerah setempat
B. Kebijakan Pembangunan
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Dokumen perencanaan pembangunan daerah yang merupakan jabaran
dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan daerah untuk masa 20
tahun ke depan. Data bisa didapatkan dari Bappeda setempat
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka periode
selama 5 tahunan yang berisi penjabaran dari visi, misi, dan program
kepala daerah dengan berpedoman pada RPJPD serta memperhatikan
RPJM Nasional. Data bisa didapatkan dari Bappeda setempat
Identifikasi Kawasan Mikro:
A. Identifikasi Kondisi Ekonomi
1. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan merupakan salah satu kriteria maju tidaknya
suatu daerah. Tingkat pendapatan bisa didapatkan dari data BPS
Nasional
2. Mata Pencaharian Masyarakat
Mata pencaharian merupakan macam kegiatan pekerjaan atau
aktivitas yang dilakukan oleh penduduk yang termasuk dalam
golongan bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan pernah bekerja
dengan tujuan mendapatkan penghasilan. Data bisa didapatkan dari
data BPS Nasional
B. Identifikasi Kondisi Lingkungan
1. Penyediaan Air Minum
2. Kondisi Pengelolaan Air Limbah
3. Kondisi Persampahan
4. Kondisi Drainase
C. Identifikasi Kondisi Sosial Budaya
1. Adat Istiadat
2. Komunitas Sosial Masyarakat
D. Identifikasi Teknis
1. Infrastruktur yang dibangun
2. Persyaratan teknis infrastruktur
KAJIAN KELAYAKAN
EKONOMI
1. Analisis Dampak Ekonomi Pembangunan Infrastruktur
Dalam analisis ini data yang digunakan berupa data sekunder yang didapat dari
Lembaga pemerintah terkait seputar pembangunan infrastruktur. Jenis data yang
digunakan sebagai berikut
Tabel Variabel Analisis Kelayakan Aspek Ekonomi
Variabel data pada tabel diatas mempengaruhi pembangunan infrastruktur dan
perekonomian dilihat dari segi wilayah Fungsi Kawasan Strategis dengan Tematik
Pariwisata. Variabel data tersebut digunakan dan diolah untuk mengetahui dampak
ekonomi pembangunan infrastruktur pada Kawasan Strategis Prioritas Nasional
2. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Suatu daerah otonom mampu berotonomi adalah terletak pada kemampuan
keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya
dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat yang mempunyai
proporsi semakin kecil. Untuk mengetahui kemampuan daerah, dapat diukur melalui
kinerja keuangan daerah. Perhitungan kinerja keuangan daerah sebagai berikut:
2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
Dimana:
DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal
PAD = Pendapatan Asli Daerah
TPD = Total Pendapatan Daerah
BHPBP = Rasio bagi hasil pajak dan Bukan Pajak
Apabila hasil rasio antara PAD dengan TPD maupun BHPBP dengan TPD lebih dari
50% maka kemampuan keuangan daerah semakin baik/mandiri. Sebaliknya jika
nilai kurang dari 50% maka kemampuan keuangan daerah belum mandiri.
2.2 Derajat Otonomi Fiskal (DOF)
Dimana:
DOF = Derajat Otonomi Fiskal
PAD = Pendapatan Asli Daerah
Apabila hasil persentase DOF masih rendah maka kemampuan pemerintah daerah
dalam membiayai sendiri kegiatan penyelenggaraan pemerintah serta
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat masih tergolong rendah.
2.3 Kebutuhan Fiskal
Dimana:
SKBF = Kebutuhan Fiskal
Kebutuhan fiskal merupakan tolak ukur kebutuhan pendanaan daerah untuk
melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum. Semakin besar kebutuhan fiskal maka
pengeluaran semakin meningkat. Peningkatan pengeluaran yang sebanding dengan
pendapatan yang diterima akan mengakibatkan ketimpangan.
2.4 Kapasitas Fiskal
Dimana:
SKaF = Kapasitas Fiskal
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
Kapasitas Fiskal menunjukkan berapa besar usaha dari daerah yang diwujudkan
dalam PDRB untuk memenuhi semua kebutuhannya (total pengeluaran daerah).
Apabila kapasitas fiskal suatu daerah lebih besar dibanding kebutuhan fiskalnya
maka daerah tersebut tidak memiliki ketergantungan fiskal terhadap pemerintah
pusat.
2.5 Upaya/Posisi Fiskal
Posisi Fiskal suatu daerah dihitung dengan mencari koefisien elastisitas PAD
terhadap PDRB dengan rata – rata pertumbuhan selama kurun waktu tertentu.
Dimana:
PAD = Pendapatan Asli Daerah
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
Semakin elastis PAD terhadap PDRB suatu daerah, maka struktur PAD semakin baik.
3. Analisis Kemandirian Keuangan Daerah dan Pola Hubungan
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam
membiayai sendiri penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat. Analisis rasio kemandirian dihitung berdasarkan rumus berikut:
Dari rasio kemandirian dapat diketahui pola hubungan terhadap pemerintah pusat.
Dari pola hubungan tersebut dapat diketahui peranan pemerintah pusat apakah
lebih dominan dari kemandirian pemerintah daerah.
4. Analisis Kelayakan Ekonomi Kawasan
4.1 Net Present Value (NPV)
Dimana:
Bt = Total Benefit
Ct = Total Cost
Apabila NPV > 0 maka proyek itu layak secara ekonomis, sebaliknya NPV < 0 maka
proyek tidak layak secara ekonomis.
4.2 Benefit Cost Ratio (BCR)
Dimana:
Pvi (Bt) = Present Value Benefit
Pvi (Ct) = Present Value Cost
Apabila BCR > 1 maka proyek itu layak secara ekonomis, sebaliknya apabila BCR < 1
maka proyek itu tidak layak secara ekonomis.
4.3 Internal Rate of Return (IRR)
Dimana:
Cn = Cash/Arus Kas
Syarat kelayakannya yaitu apabila IRR > MARR
4.4 Payback Period (PP)
Dimana:
PP = Payback Period
NPV = Net Present Value
5. Hasil Kelayakan Ekonomi
Setelah melakukan perhitungan analisis kelayakan ekonomi dapat diketahui layak
atau tidak layak nya suatu pembangunan infrastruktur. Berikut adalah tabel hasil
kelayakan ekonomi
KAJIAN KEL
LINGKU
LAYAKAN
NGAN
1. Analisis Kebutuhan Sarana Prasarana
Perkembangan kebutuhan sarana prasarana sangat mempengaruhi perkembangan
penduduk dan pembangunan lainnya. Terutama kebutuhan pendukung sektor
pariwisata yang merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan. Sejalan
dengan analisis kebutuhan sarana prasarana berikut ini proyeksi penduduk dan
perkembangan kunjungan parwisata yang mengacu kepada data BPS serta
dokumen - dokumen perencanaan
1.1 Analisis Proyeksi Penduduk
Data yang diperlukan untuk analisis proyeksi penduduk antara lain:
a. Jumlah KK (Data BPS)
b. Jumlah penduduk (Data BPS dan Dukcapil)
Data tersebut digunakan untuk menentukan klasifikasi/kategori wilayah kota
berdasarkan data jumlah kepadatan penduduk. Untuk mengetahui perkembangan
jumlah penduduk hingga akhir tahun perencanaan (selama 20 tahun) maka perlu
perhitungan proyeksi jumlah penduduk kota yang dilakukan dengan meode
artimatik. Berikut ini adalah rumus proyeksi jumlah penduduk kota:
Dimana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n;
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
Tn = tahun ke n;
To = tahun dasar;
Ka = konstanta arithmatik;
P1 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke I
P2 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir;
T1 = tahun ke I yang diketahui;
T2 = tahun akhir yang diketahui
1.2 Analisis Proyeksi Kunjungan Wisatawan
Kunjungan wisatawan akan menambah beban kebutuhan sarana prasarana yang
besarnya tergantung kepada intensitas kunjungan berdasarkan data yang tersedia.
Kebutuhan sarana prasarana utilitas umum di wilayah perencanaan KSPN selain
kebutuhan alamiah akibat pertambahan penduduk secara alamiah juga dipengaruhi
oleh besarnya beban kebutuhan untuk melayani wisatawan.
Kebutuhan sarana prasarana utilitas umum di KPSN dapat dihitung dari kebutuhan
alamiah penduduk setempat ditambah dengan kebutuhan dalam rangka
mendukung pariwisata. Kebutuhan dukungan untuk pariwisata itu sendiri dapat
diketahui berdasarkan jumlah populasi harian wisatawan atau berdasarkan batas
daya dukung parawisata.
1.3 Bidang Air Minum
Air minum merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam melangsungkan
kegiatannya sehari-hari, sehingga pemenuhan kebutuhan terhadap air minum
tersebut merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Rencana
pengembangan prasarana air minum di Kawasan didasarkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) dan peraturan lainnya, sebagai berikut:
1.Mengembangkan SPAM dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
minimal untuk memperluas
2.Jangkauan pelayanan air minum terutama untuk masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR) yang dilakukan secara bertahap;
3.Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan SPAM;
4.Meningkatkan dan memperluas akses air yang aman melalui non perpipaan
terlindungi bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
5.Mengembangkan penyediaan air minum yang terpadu dengan sistem sanitasi;
6.Mengembangkan pelayanan air minum dengan kualitas yang sesuai dengan
standar baku mutu
1.4 Bidang Air Limbah
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
Agar limbah tersebut tidak mencemari lingkungan maka perlu diatur sistem
pengelolaan air limbah. Pengolahan air limbah domestik dalam aplikasinya dibagi
dalam 2 (dua) sistem pengolahan, yaitu Pengolahan Limbah Cair Sistem Setempat
dan Pengolahan Limbah Cair Sistem Terpusat. Penentuan sistem pengelolaan
limbah selain faktor kepadatan permukiman juga perlu memperhatikan kelerengan
lahan dan permeabilitas tanah. Untuk mengetahui besar kecilnya permeabilitas
tanah dapat diperkirakan dengan memperhatikan jenis tanah dan angka infiltrasi
tanah atau berdasarkan tes perkolasi tanah. Perlu dilakukan analisis proyeksi
timbulan air limbah dan proyeksi timbulan lumpur tinja seperti berikut:
a. Timbulan air limbah = asumsi 80% x konsumsi air bersih
b. Timbulan air lumpur tinja = 0,5 L/orang/hari
1.5 Bidang Persampahan
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan, daur
ulang, atau pembuangan dari material sampah. Rencana Teknis Operasional
penanganan sampah dilakukan secara terpadu melalui perwadahan, pengumpulan,
pengangkutan dan pembuangan akhir sampah. Perlu dilakukan analisis proyeksi
kebutuhan penanganan persampahan kawasan, maka perlu diketahui komponen
sumber sampah meliputi:
a. Sumber dari rumah permanen dan semi permanen
b. Rumah non permanen
c. Kantor, Toko/ruko, Sekolah, Pasar, Hotel
d. Jalan arteri dan kolektor sekunder
e. Jalan lokal
f. Taman
g. Tempat Wisata
h. Rumah sakit
i. Rumah ibadah
1.4 Bidang Drainase
Drainase merupakan saluran yang digunakan untuk menyalurkan massa air berlebih
dari sebuah kawasan seperti perumahan, perkotaan, dan jalan. Sistem drainase
berdasar status pengalirannya di dapat dibagi menjadi tiga:
1.Drainase primer, adalah drainase utama yang berfungsi sebagai daerah
tumpahan air dari drainase sekunder dan drainase tersier sebelum ke laut.
2.Drainase sekunder, adalah wadah pengaliran dari drainase tersier sebelum ke
drainase primer. Drainase sekunder tersebut dapat berupa anak-anak sungai
dari drainase primer.
3.Drainase tersier, adalah drainase yang merupakan wadah pengaliran yang
umumnya merupakan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang berada
di lingkungan pemukiman maupun perkotaan.
2. Hasil Kelayakan Lingkungan
2.1 Penggunaan Sumber Air untuk Kawasan
Apabila debit air bersih yang diperlukan di kawasan proyek strategis nasional belum
bisa terpenuhi. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
1.Mengurangi penggunaan air bersih antara lain dengan memprioritaskan
pembangunan unit tertentu dengan kebutuhan air yang rendah
2.Penggunaan sumber air dari sumur dalam merupakan upaya sementara
sebelum suply dari SPAM jaringan perkotaan ditambah dan mencukupi
kebutuhan air bersih untuk kawasan
2.2 Daya Tampung Fisik Kawasan/Physical Carrying Capacity (PCC)
Dimana:
PCC = Daya Tampung Fisik Kawasan
A = Luas Efektif Kawasan
Rf = Faktor ritasi
KAJIAN KELAYA
SOSIAL BUDA
AKAN
AYA
1. Konsep dan Pendekatan Sosial Budaya
Bagian ini membahas mengenai sosial budaya dan masyarakat di daerah proyek
Kawasan Strategis Prioritas Nasional (KSPN). Ruang lingkup wilayah kajian sosial
budaya dibagi menjadi 2 lingkup tinjauan yaitu:
1. Lingkup makro, meliputi kajian pada wilayah administrasi daerah
2. Lingkup mikro, meliputi kajian pada Sebagian wilayah administrasi daerah
2. Metodologi Kajian Sosial Budaya
Untuk menjelaskan kajian sosial budaya maka digunakan pendekatan yang
digabung dengan deskripsi fungsi dan unsur budaya lokal. Salah satu cara analisis
berbasis budaya adalah dengan mengkaji unsur dan fungsi budaya eksisting yang
terdapat pada proyek kawasan strategis prioritas nasional. Pendekatan yang akan
dikaji difokuskan pada penggunaan ruang – ruang wilayah yang sesuai dengan
unsur wilayah daerah yang diterapkan pada lokasi yang akan dibangun.
3. Konteks Analisis Sosial Budaya
Budaya dibagi beberapa unsur pembentuk menjadi tujuh yang disebut seven
cultural universal (Kluckhohn (1953)) antara lain:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi, alat produksi, alat transportasi)
2. Sistem mata pencaharin hidup (pertanian, produksi, peternakan)
3. Sistem masyarakat (organisasi, partai politik, sisitem kekerabatan, sistem adat)
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan
7. Sistem religi
Ketujuh unsur ini merupakan bagian yang menjadi fokus pembahasan sosial
budaya. Soekanto (2010) mengatakan bahwa semua unsur kebudayaan saling
berkaitan erat dan tidak dapat dikaji secara terpisah. Perencanaan, penanganan,
dan pembangunan yang ada dalam proyek Kawasan Strategis Prioritas Nasional
melibatkan dan bersinggungan dengan kegiatan budaya masyarakat.
4. Kondisi Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan keadaan atau
situasi dalam masyarakat tertentu yang berhubungan dengan keadaan sosial
budaya daerah tersebut. Kondisi sosial budaya ini ditinjau dari:
1. Histori Daerah meliputi asal usul, pola bermukim dan permukiman, rumah adat
2. Sejarah pembentukkan daerah
3. Suku – suku dan adat istiadat
4. Mata pencaharian penduduk
5. Bahasa daerah
6. Agama
7. Makanan pokok tradisional
8. Kesenian
9. Transformasi sosio kultural
10. Arsitektur bangunan sebagai representasi budaya
KAJIAN KE
TEK
ELAYAKAN
KNIS
KAJIAN KELAYAKAN TEKNIS
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berhubungan dengan teknis proyek
seperti lokasi, fasilitas umum, tinggi bangunan, luas bangunan, dan tata ruang.
Pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk memberikan
batasan garis besar parameter-parameter teknis yang berkaitan dengan
perwujudan fisik proyek (Soeharto, 1999). Pekerjaan yang akan dikaji aspek
teknisnya meliputi pekerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Direktorat PKP yaitu
pembangunan infrastruktur permukiman pada Kawasan Strategis Prioritas Nasional
antara lain:
A. Jalan Lingkungan
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah
B. Jalur Pedestrian
Merupakan jalur pejalan kaki yang sejajar dan bersebelahan dengan jalur lalu lintas
yang diperkeras dengan konstruksi perkerasan yang permukaannya lebih tinggi dari
permukaan jalan
C. Bangunan Gedung
Merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan latau di dalam tanah
dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
D. RTH
Merupakan area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH dibagi menjadi 2, yaitu:
a. RTH publik
b. RTH privat
E. Jembatan Pejalan Kaki
Merupakan fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan atau laut yang lebar
dengan menggunakan jembatan
F. Dermaga
Merupakan suatu bangunan di pelabuhan yang dibuat untuk menambatkan atau
merapatkan kapal yang akan melakukan bongkar atau memasukkan barang serta
menaik-turunkan penumpang
G. Landmark/Landscape
Merupakan bangunan sebagai penanda kawasan KSPN daerah yang bersangkutan
Kriteria Persyaratan Teknis
A. Jalan Lingkungan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/201, kriteria
Persyaratan Teknis jalan lingkungan sekurang–kurangnya meliputi:
1.Lebar bahu jalan untuk jalan lingkungan paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter,
seluruhnya harus diperkeras dengan paling sedikit perkerasan tanpa penutup
2.Usia rencana tingkat pelayanan ditentukan: paling sedikit 5 (lima) tahun untuk
jalan lingkungan
3.Dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran jalan lingkungan primer 5
(lima) meter dan jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter
4.Ruwasja jalan lingkungan dengan berpenutup aspal/beton lebar paling kecil 5m
5.Ruwasja jalan lingkungan tanpa penutup (kerikil/tanah) lebar paling kecil 5m
6.Kecepatan rencana pada jalan lingkungan primer min 15km/jam dan jalan
lingkungan sekunder min 10km/jam
7.Lebar badan jalan lingkungan min 6,5m, jalan yang tidak diperuntukkan untuk
kendaraan roda 3 atau lebih, lebar jalan min 3,5m
8. Nilai CBR 5 - 10% kekuatan subgrade nya
B. Jalur Pedestrian
Berdasarkan SE Menteri PUPR Nomor 02/SE/M/2018, kriteria Persyaratan Teknis
jalur pedestrian sekurang – kurangnya meliputi:
1.Memenuhi kriteria pemenuhan kebutuhan kapasitas (demand)
2.Memenuhi ketentuan kontinuitas dan memenuhi persyaratan teknis aksesibilitas
bagi semua pengguna termasuk pejalan kaki berkebutuhan khusus
3.Memilih konstruksi atau bahan yang memenuhi syarat keamanan dan relatif
mudah dalam pemeliharan
4.Lebar efektif lajur pejalan kaki berdasarkan kebutuhan satu orang adalah 60 cm
dengan lebar ruang gerak tambahan 15 cm untuk bergerak tanpa membawa
barang, sehingga kebutuhan total lajur bagi pejalan kaki sebesar 1,5m.
5.Kemiringan memanjang trotoar idealnya 8 % dan disediakan landasan datar
setiap jarak 9 m dengan panjang minimal 1,2 m
6.Kemiringan melintang trotoar harus memiliki kemiringan permukaan 2 % sampai
dengan 4 % untuk kepentingan penyaluran air permukaan. Arah kemiringan
permukaan disesuaikan dengan perencanaan drainase.
Pekerjaan Sarana Pelengkap Jalan
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 25, fasilitas-fasilitas pelengkap jalan
berupa:
1. Rambu lalu lintas
2. Marka jalan
3. Alat penarangan jalan
4. Fasilitas pejalan kaki
5. Fasilitas pendukung
6. Lalu lintas angkutan jalan
C. Bangunan Gedung
Berdasarkan Permen PUPR No.29 Tahun 2006 yaitu Pedoman persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan
bangunan gedung. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan antara lain:
1. Peruntukan Lokasi
a. Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai ketentuan tata ruang dan tata
bangunan
b. Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui:
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),
Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL).
2. Intensitas Bangunan Gedung
a. Kepadatan dan Ketinggian Bangunan Gedung
b. Penetapan KDB dan Jumlah Lantai/KLB
c. Perhitungan KDB, KLB, KDH, KBG berdasarkan PP No. 16 Tahun 2021
Rumus Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Rumus Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Rumus Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Rumus Ketinggian Bangunan Gedung (KBG)
KBG = Maksimal jumlah lantai bangunan yang diperkenankan
d. Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana
tata bangunan dan lingkungan, serta peraturan bangunan setempat
3. Arsitektur Bangunan Gedung
a. Persyaratan penampilan bangunan gedung
b. Tata ruang - dalam
4. Pengendalian dampak lingkungan
4.1 Dampak Penting
a.Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang menimbulkan
dampak penting harus dilengkapi dengan AMDAL
b.Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang tidak
menimbulkan dampak penting harus melengkapi UKL dan UPL
4.2 Ketentuan Pengelolaan Dampak Lingkungan
4.3 Ketentuan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL)
5. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
5.1 Tindak Lanjut RTRW atau Rencana Teknik Ruang Kabupaten/Kota
a. RTBL menindaklanjuti rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang
kabupaten/kota, dan sebagai panduan rancangan kawasan, dalam rangka
perwujudan kesatuan karakter, kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang
berkelanjutan.
b. RTBL digunakan sebagai panduan dalam pemanfaatan ruang suatu
lingkungan/kawasan pengendalian.
5.2 Muatan Materi RTBL
a. Program Bangunan dan Lingkungan
b. Rencana Umum dan Panduan Rancangan
c. Rencana Investasi
d. Ketentuan Pengendalian Rencana dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
5.3 Penyusunan RTBL
a. RTBL dapat disusun berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta, dan/atau
masyarakat sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang
bersangkutan.
b. RTBL didasarkan pada pola penanganan penataan bangunan gedung dan
lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
6. Pembangunan Bangunan Gedung Diatas Tanah Dan Prasarana/Sarana Umum
Pembangunan bangunan gedung di atas prasarana dan/atau sarana umum harus:
a.Sesuai dengan RTRW dan rencana teknik ruang kabupaten/kota, dan/atau RTBL
b.Tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawahnya
dan/atau di sekitarnya
c.Tetap memperhatikan keserasian bangunan terhadap lingkungannya.
Pembangunan bangunan gedung harus mendapat persetujuan dari Bupati/Walikota
setelah mempertimbangkan pendapat dari tim ahli bangunan gedung dan pendapat
publik.
Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung, antara lain:
1. Persyaratan keselamatan bangunan gedung
2. Persyaratan kesehatan bangunan gedung
3. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung
4. Persyaratan kemudahan bangunan gedung
D. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan
Perkotaan. Penyediaan RTH pada KSPN meliputi:
1. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah dan kebutuhan fungsi tertentu
2. Arahan penyediaan RTH
3. Kriteria vegetasi RTH
4. Ketentuan penanaman
RTH harus memenuhi ketentuan status lahan bebas (clean and clear)
Penyediaan dan pemanfaatan RTH Publik meliputi:
1. Perencanaan
2. Pengadaan lahan
3. Perancangan Teknik
4. Pelaksanaan pembangunan RTH
5. Pemanfaatan dan pemeliharaan
Penyediaan dan pemanfaatan RTH Privat dilaksanakan oleh masyarakat termasuk
pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan.
E. Jembatan Pejalan Kaki
Berdasarkan ketentuan teknis konstruksi jembatan pejalan kaki untuk infrastruktur
Deck pada KSPN mengikuti No. 027/T/Bt/1995 tentang tata cara perencanaan
jembatan untuk pejalan kaki antara lain:
1.Jembatan pejalan kaki harus dibangun dengan konstruksi yang kuat dan mudah
dipelihara.
2.Jembatan pejalan kaki memiliki lebar min. 2 (dua) meter.
3.Bila jembatan juga diperuntukkan bagi sepeda, maka lebar minimal adalah 2,75
m.
4.Jembatan pejalan kaki dapat dilengkapi dengan pagar yang memadai.
5.Lokasi dan bangunan jembatan pejalan kaki harus sesuai dengan kebutuhan
pejalan kaki dan estetika.
6.Jembatan pejalan kaki (deck) harus menyesuaikan lahan yang sudah bebas dan
konsep desain (sambung-menyambung dengan pedestrian)
F. Dermaga
Persyaratan teknis dermaga dalam KSPN adalah sebagai berikut:
1. Unsur struktur dermaga:
a. Plat lantai dermaga
b. Balok lantai (memanjang dan melintang)
c. Poer
d. Tiang pancang
Dermaga dibangun menggunakan konstruksi beton bertulang Pre Cast dan cast in
situ untuk lantai dermaga, Cast in situ untuk balok memanjang, balok melintang dan
poer (pile cap). Sedangkan untuk tiang pancang menggunakan tiang pancang
prestressed prefabrikasi. Dermaga dilengkapi dengan bollard (bolder), fender.
G.Landmark
Pada KSPN yang merupakan pekerjaan Landmark antara lain gerbang wisata,
pendopo, dll. Ketentuan persyaratan pembangunan landmark mengikuti peraturan -
peraturan dan SNI yang berlaku
Ketentuan Pekerjaan Konstruksi
Jenis pekerjaan konstruksi infrastruktur kawasan strategis prioritas nasional
Direktorat PKP disusun berdasarkan lingkup pekerjaan yang ditetapkan dan DED
yang direncanakan. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi berdasarkan perencanaan.
Ketentuan dan persyaratan teknis pelaksanaan harus mengacu pada Spesifikasi
Umum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan perubahannya
serta spesifikasi khusus.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan Kajian Kelayakan Ekonomi
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian kelayakan ekonomi pembangunan
infrastruktur di Kawasan Strategis Prioritas Nasional antara lain:
2. Kesimpulan Kajian Kelayakan Lingkungan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian kelayakan lingkungan pembangunan
infrastruktur di Kawasan Strategis Prioritas Nasional adalah keuntungan atau
kerugian terhadap lingkungan (outcome) dengan terbangunnya infrastruktur
meliputi:
a. Pengaruh wisatawan terhadap kelestarian lingkungan
b. Perbandingan antara resistensi lingkungan obyek wisata remote dengan obyek
wisata sekitar daerah tersebut
c. Peningkatan/penurunan persentase perkembangan wisatawan yang tinggal
didaerah tersebut hingga akhir tahun perencanaan (selama 20 tahun)
3. Kesimpulan Kajian Kelayakan Sosial Budaya
Kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis kelayakan sosial budaya pembangunan
infrastruktur di Kawasan Strategis Prioritas Nasional antara lain:
1. Penjelasan terkait unsur budaya lokal pada kawasan yang akan dibangun
2. Penjelasan terkait antisipasi isu global berbasis budaya agar tidak menggeser
identitas dan nilai budaya daerah lokal
4. Kesimpulan Kajian Kelayakan Teknis
Kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis kelayakan teknis infrastruktur di
Kawasan Strategis Prioritas Nasional antara lain:
1. Jalan Lingkungan
a. Nilai CBR minimal 5-10%
b. Lebar bahu jalan minimal 0,5m
c. Lebar badan jalan minimal 6,5m
2. Jalur Pedestrian
a. Lebar minimal trotoar bagi pejalan kaki sebesar 1,5m
b. Kemiringan permukaan trotoar 2-4%
c. Dilengkapi dengan sarana pelengkap jalan
3. Bangunan Gedung
a. Pada kawasan peruntukan permukiman perkotaan ketentuan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) maksimal 60%, Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimal 3-4
lantai, dan Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimal 20%
b. Dilengkapi AMDAL/UKL-UPL
c. Memenuhi persyaratan keandalan bangunan
4. RTH
a. Harus memenuhi dengan ketentuan lahan status clean n clear/bebas
b. Memenuhi ketentuan penyediaan dan pemanfaatan di kawasan
5. Jembatan pejalan kaki (deck)
a. Harus menyesuaikan lahan yang sudah bebas dan konsep desain (sambung-
menyambung dengan pedestrian)
b. Jembatan pejalan kaki memiliki lebar min. 2 (dua) meter
6. Dermaga
Harus memenuhi persyaratan teknis dermaga dalam KSPN antara lain
memperhatikan unsur struktur dan kelengkapan dermaga
7. Landmark
Harus memenuhi kriteria yang merupakan penanda masuk wilayah KSPN daerah
tersebut
1. Rekomendasi Kelayakan Ekonomi
Rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil kelayakan ekonomi pembangunan
infrastruktur kawasan strategis prioritas nasional antara lain:
2. Rekomendasi Kelayakan Lingkungan
Berikut rekomendasi pada program untuk bidang air bersih, bidang air limbah, dan
pengelolaan sampahan dalam tabel dibawah ini:
3. Rekomendasi Kelayakan Sosial Budaya
Penanganan dan pemanfaatan kawasan strategis prioritas nasional perlu
melibatkan masyarakat secara aktif khususnya kawasan yang memberikan peluang
bagi peningkatan ekonomi rakyat secara langsung maupun tidak langsung.
4. Rekomendasi Kelayakan Teknis
Berikut rekomendasi pada infrastruktur kawasan strategis prioritas nasional antara
lain:
GLOSARIUM
Rencana Detail Tata Rencana secara terperinci tentang tata ruang
Ruang (RDTR) wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan
Rencana Tata Bangunan peraturan zonasi kabupaten/ kota
dan Lingkungan (RTBL)
Hasil perencanaan tata ruang pada wilayah yang
Rencana Tata Ruang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
Wilayah (RTRW) unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Panduan rancang bangun suatu kawasan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat
RTH Publik materi pokok ketentuan program bangunan dan
lingkungan, rencana umum dan panduan
RTH Privat rancangan, rencana investasi, ketentuan
pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian
Derajat Desentralisasi pelaksanaan
Fiskal (DDF) Area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
Derajat Otonomi Fiskal penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
(DOF) tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
Pendapatan Asli Daerah secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
(PAD) RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara umum
RTH milik institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk
kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau
halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta
yang ditanami tumbuhan
Tingkat kemampuan daerah dalam kemandirian
fiskal
Tingkat kemampuan daerah dalam meningkatan
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Koefisien Dasar Angka persentase berdasarkan perbandingan
Bangunan (KDB) antara luas seluruh lantai dasar Bangunan Gedung
terhadap luas lahan perpetakan atau daerah
Koefisien Lantai perencanaan sesuai KRK
Bangunan (KLB) Angka persentase perbandingan antara luas seluruh
lantai Bangunan Gedung terhadap luas lahan
Koefisien Daerah Hijau perpetakan atau daerah perencanaan sesuai KRK
(KDH) Angka persentase perbandingan antara luas seluruh
ruang terbuka di luar Bangunan Gedung yang
Ketinggian Bangunan diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan
terhadap luas lahan perpetakan atau daerah
Gedung (KBG) perencanaan sesuai KRK
Garis Sempadan Angka maksimal jumlah lantai bangunan gedung
yang diperkenankan
Bangunan (GSB)
Garis yang mengatur batasan lahan yang tidak
Physical Carrying boleh dilewati dengan bangunan yang membatasi
Capacity (PCC) fisik bangunan ke arah depan, belakang, maupun
samping
Net Present Value (NPV) Jumlah maksimal pengunjung yang dapat secara
fisik memenuhi suatu ruang yang telah ditentukan
Benefit Cost Ratio (BCR) pada waktu tertentu
Konsep keuntungan proyek yang menghitung
Internal Rate of Return seluruh nilai biaya dan manfaat proyek secara
(IRR) kuantitatif pada masa sekarang
Metode yang digunakan untuk mengevaluasi
Payback period (PP) proyek-proyek yang dilakukan berdasarkan
perbandingan antara manfaat dengan biaya dari
Produk Domestik suatu proyek pada waktu tertentu
Regional Bruto (PDRB) Suatu nilai petunjuk yang identik dengan seberapa
besar suku bunga yang dapat diberikan oleh suatu
investasi tersebut dibandingkan dengan suku
bunga bank yang berlaku umum MARR (minimum
attractive rate of return)
Metode untuk mengukur seberapa cepat suatu
investasi dapat kembali dari hasil pendapatan
bersih atau aliran kas netto (net cash flow)
Jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh
sektor perekonomian di daerah tersebut
CATATAN