The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Terkadang, yang kita harapkan memang tidak selalu sejalan. Renjana, mati matian mencoba tangguh dalam menghadapi jalan hidupnya. Ia telah kehilangan sosok Ibu sejak ia lahir ke dunia ini. Kini, satu satunya harta yang ia punya pun turut meninggalkannya, Sang Ayah dipanggil Tuhan karena pengorbanannya.
Tapi setidaknya, Renjana masih memiliki Barra Bramantyo, tempat Renjana pulang, tempat ia meluapkan keluh kesah dan sumber bahagianya.
Mereka saling mengikat janji untuk tetap bersama, akankah janji itu terikat selamanya? Atau hanya sekedar ucapan untuk penenang semata?.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by High Zero, 2023-05-29 09:55:12

DERANA

Terkadang, yang kita harapkan memang tidak selalu sejalan. Renjana, mati matian mencoba tangguh dalam menghadapi jalan hidupnya. Ia telah kehilangan sosok Ibu sejak ia lahir ke dunia ini. Kini, satu satunya harta yang ia punya pun turut meninggalkannya, Sang Ayah dipanggil Tuhan karena pengorbanannya.
Tapi setidaknya, Renjana masih memiliki Barra Bramantyo, tempat Renjana pulang, tempat ia meluapkan keluh kesah dan sumber bahagianya.
Mereka saling mengikat janji untuk tetap bersama, akankah janji itu terikat selamanya? Atau hanya sekedar ucapan untuk penenang semata?.

DERANA Nur Azhara, M. Zein Alfariz, Thio Risa Silvia Tahun 2023


ADEGAN 1 Bulan purnama bersinar terang, masih menyinari rumah Renjana malam ini. Renjana menyaksikan orang orang perlahan meninggalkan rumah kediaman nya dan Ayah nya itu yang sudah memberi jejak kehidupan dari waktu ke waktu. Hanya saja kali ini keadaan sudah berubah, tak ada lagi sosok Ayah disampingnya. Ayah yang selalu menemani, Ayah yang selalu membantu seorang Renjana, mendidik Renjana dari dia masih bayi sepeninggal nya sang ibu setelah kelahiran Renjana dahulu. Malam ini, hanya ada Barra kekasihnya duduk bersamanya membantu atas apapun yang Renjana butuhkan saat ini. Tepat di hari ketujuh setelah kepergian sang Ayah yang telah di panggil sang kuasa itu rasa sedih yang Renjana rasakan masih tak kunjung hilang. Renjana : "Bar," Barra : "iya Na?" Renjana : "Aku takut." Barra : "Takut kenapa Na?" (sambil mendekatkan diri ke renjana) Renjana : "Aku takut kamu ninggalin aku juga." (Barra menggenggam tangan Renjana) Barra : "Njana, aku selalu disini Na, disamping kamu, aku ga akan ninggalin kamu, aku janji." Renjana : "Itu juga janji yang Ayah ucapin dulu sama aku Bar, tapi kamu liat kan? Ayah tetap pergi ninggalin aku karena pengorbanan dia, aku mohon kita berhenti, terlalu banyak resikonya Bar, terutama kamu, aku gamau nasib kamu sama kaya Ayah, kalo kamu pergi ninggalin aku, aku sama siapa Bar?" Barra : "Aku ngerti Na, tapi ini udah setengah jalan gamungkin kita berhenti, aku tau kamu khawatir, tapi kamu inget kan tujuan kita untuk apa? kita ngelakuin ini untuk kita semua Na, untuk Ayah kamu, untuk rakyat, kita gabisa diem aja, aku bakal lanjutin perjuangan ini, aku bakal lanjutin semuanya supaya perjuangan Ayah kamu juga ga sia sia, kamu percaya sama aku kan Na? kalo kamu memang ingin berhenti gapapa Na, tapi aku tetap akan nerusin perjuangan ini, aku bisa Na jaga diri aku, aku janji sama kamu bakal menangin ini semua tanpa kurang suatu apapun dari diri aku, setelah kita menang, kita bakal hidup bebas Na, kita bakal bahagia bersama, aku janji.” Renjana : "Kalau kamu ingkarin janji kamu gimana Bar? kita gapernah tau kedepannya akan seperti apa, kalau pengorbanan kita berujung sia sia gimana? aku mohon Bar, berhenti, kita gabisa jamin semua aksi kita berhasil." Barra : "Percaya sama aku Na, kita bisa berhasil, gaakan terjadi apa apa, baik itu untuk aku, ataupun kamu."


ADEGAN 2 Hari ini tepat sebulan setelah kepergian Ayah Renjana. Barra duduk diatas motor nya menikmati teriknya matahari ditemani awan yang berjalan mengikuti lelaki itu dalam perjalanan menuju basecamp. Basecamp atau yang juga disebut rumah aksi itu sudah lama ditempati oleh Barra juga teman teman seperjuangan dengannya sebagai tempat untuk berbagi informasi juga tempat persembunyian mereka. Bahkan tempat itu jauh dari perkotaan sehingga sepertinya tak semua orang mengetahui akan keberadaan tempat itu. Basecamp yang dipenuhi oleh teman teman Barra yang kemungkinan jumlahnya lebih dari puluhan orang itu pastinya sungguh memberi kesan suara bising yang dimana disaat orang lewat akan merasakan keributan dari dalam sana karena suara mereka. Dalam perkumpulan orang banyak seperti ini hanya 4 orang saja yang sudah menjadi kawan dekat Barra. Aji, Guntur, Retno, dan Roni selalu menjadi orang yang lebih dulu mendukung Barra dan berada di sisinya dalam aksi seperti ini. Hanya merekalah yang Barra lebih percaya karena sudah jauh lebih dulu mengenal satu sama lain untuk waktu yang cukup lama. Aji : “Woi lo semua dengerin gua, bentar lagi Barra akan kesini buat cek segala persiapan buat di hari-h nya nanti lu pada yang serius! jangan bercandaaan mulu.” (Di respon oleh seluruh lelaki yang ada di ruangan itu) Guntur : “Siap bos!” Retno : “Siap Ji, emang si Barra kapan nyampe nya? Tumben banget si Barra lama.” Roni : “Macet kali, atau emang ada urusan dia. Biasalah diakan orang sibuk ga kaya lu Gun.” Guntur : “Dih sialan lu.” 10 menit berlalu, suara motor yang terdengaar baru saja menghampiri basecamp itu pun cukup menarik perhatian semua orang yang ada disana, mereka sudah sangat yakin itu Barra yang baru saja sampai. Dan diluar sana juga sudah berdiri Aji yang setia menunggu Barra dari 5 menit yang lalu. (Bara berjalan kearah pintu untuk menghampiri) Barra : “Eh Ji! Diluar aje lu sendirian.” Aji : “Yaelah kaya ga tau aja, gua nungguin lu lah.”


Barra : “Hahaha baik banget lu Ji, anak anak gimana? udh pada siap buat besok?” Aji : “Siap dong, tetap sesuai rencana kan?” Barra : Tetap kok. Lu udh bilang wartawan tentang rencana kita?” Aji : “Udah, nanti kita ketemuan sama mereka didepan Gedung” Barra : “Lu yakin mereka ga bakal Cepu?” Aji : “Tenang aja Bar, aman kok. Mereka perusahaan baru, jadi pasti gada Intel didalemnya.” Barra : “Bukan masalah baru atau lamanya Ji, ini masalahnya kalau sampe bocor bisa gagal total rencana kita” Aji : “Lu ga percaya sama gua Bar? Kita temenan dari bayi woi!” (Jawab Aji sembari berjalan beriringan disamping Barra menuju ke dalam ruangan) Barra : “Ha ha ha, bukan gitu maksud gua Ji, yaudalah kita masuk dulu. Obrolin bareng anak anak aja” Tidak terasa mereka telah berdiskusi hingga malam tiba, saat itupun Renjana datang menghampiri basecamp. "Assalamualaikum" Renjana tiba-tiba datang memecahkan suasana, "Waalaikumsalam" serentak Aji & Bara Barra : “Loh Jana, sini masuk.” (Bara pergi menghampiri Renjana)


Renjana : “Kalian lagi ngapain?” Barra : “Lagi bahas buat aksi besok Na, Kamu sendiri ngapain kesini?” Renjana : “Emang kenapa? Gaboleh? Kamu ngusir aku?” Barra : “Ga begitu Renjana...,aku kira kamu udah gamau dateng ke tempat ini, secara kamu sendiri yang bilang gamau untuk ikut aksi lagi.” Renjana : “Yang bilang mau ikutan siapa? aku cuma mau mampir doang kok.” Barra : “Mampir kesini untuk apa? untuk nengokin aku? kamu kangen ya sama aku? “ Renjana : “NGGAK, APAANSIH!!” Barra : “Yaudah iya deh, jangan galak gitu dong, mending kita keluar yuk, supaya kamu ga emosi terus, aku juga bosen disini daritadi yang aku liat cuman muka Aji” (Aji yang disebut namanya hanya menggelengkan kepala) Renjana : “Mau kemana? Aku baru sampe loh padahal.” Barra : “Udah ikut aja, yang jelas kamu akan suka sama tempat itu.” Barra mengajak Renjana pergi menuju sebuah pantai yang memang tidak jauh dari tempat mereka, mereka berjalan menyusuri dinginnya angin malam dan saling menggenggam erat tangan mereka yang hangat, satu sama lain merasa tenang, dan damai. (Sesampainya di pantai) Renjana : “Kamu kenapa ajak aku kesini?” Barra : “Kamu gasuka?”


Renjana : “Suka kok, aku ngerasa tenang disini.” Renjana perlahan menghampiri bibir pantai dan duduk diantara pasir pasir putih itu. Bara menghampiri Renjana dan duduk disebelahnya. Bara mengamati setiap inci wajah Renjana, mengamati rambut hitam legam milik Renjana yang menari nari karena tertiup angin. Bara tersenyum, ia merasa sangat bersyukur bisa memiliki Renjana. Barra : “Kamu cantik Na.” Renjana menoleh ke arah Barra dan mengangkat sebelah alisnya. Renjana : “Idih, kamu baru sadar aku cantik?” Barra : “Hahaha, engga Na, kamu cantik setiap saat, tapi malem ini cantiknya kamu nambah seribu persen, tuh aku yakin Bintang aja malu nunjukin dirinya karena kalah saing sama kecantikan kamu.” Renjana : “Apaan sih kamu lebay banget deh.” Bara menggenggam tangan Renjana, Renjana bersandar di bahu Bara, mereka terdiam beberapa saat, menikmati angin malam dan suara deru ombak, seolah mereka melepas semua kepenatan yang mereka simpan selama ini. Renjana : “Bar” Barra : “Hmm?” Renjana : “Kamu masih tetap akan nerusin aksi itu Bar?” Barra : “Iya, kenapa Na? kamu mau nyuruh aku buat berenti lagi? Aku udah bilang kan sama kamu Na, semuanya aman, cukup kamu percaya sama aku.” Renjana : “Aku cuman takut aja Bar.”


Barra : “Hilangin semua ketakutan kamu Na.” Renjana : “Kalau begitu, aku juga akan tetap lanjutin aksi ini, aku ikut kamu Bar, aku gamau kamu berjuang sendirian.” Bara terkejut mendengar ucapan Renjana. Barra : “Kamu serius? Na... aku gamau kalo kamu ngelakuin ini karena terpaksa, biarin aku aja yang perjuangin ini ya na?” Renjana : “Engga Bar, kalo kamu lanjut, aku lanjut, kamu bilang kamu akan selalu ada disamping aku kan? begitupun dengan aku Bar.” Bara tertegun mendengar ucapan Renjana, dengan diselimuti dinginnya malam, Bara memeluk tubuh Renjana, membiarkan Renjana merasakan hangatnya dekapan Barra. Barra : “Aku cinta kamu Na, selamanya.”


ADEGAN 3 Hari yang ditunggu pun tiba, Barra bersama mahasiswa lain akan berdemonstrasi didepan gedung parlemen. Namun tidak semudah itu, pemerintah sedang dalam keadaan sensitif pasca kerusuhan demo buruh waktu itu, mereka mengeluarkan larangan berdemonstrasi dan akan menghukum siapapun yang berdemonstrasi. Barra yang memimpin aksi tidak gentar sama sekali, dia sudah menyiapkan strategi yang pas untuk demo kali ini. Ia membagi mahasiswa dalam kelompok kelompok kecil yang akan berpencar dan berkumpul kembali didepan gedung parlemen. (Aji dan Guntur sedang mengangkat tas berisi keperluan demo kedalam mobil) Barra : “Udah semua kan?” Guntur : “Udah yok,” Barra : “Yaudah yuk jalan, bisa gawat kalo kita telat.” Aji : “Emang janjian jam brp deh Bar? Gue lupa.” Barra : “Jam 9 harus udah disana.” (Mereka naik ke mobil, Roni menyetir & Bara disebelahnya, Renjana & Retno ditengah, Aji & Guntur dibelakang.) Barra : “Lu tau jalannya kan Ron?” Roni : “Tau kok, tenang aja.” Barra : “Oke deh” (Diperjalanan) Retno : (Memandang langit) “Langitnya mendung banget, kayanya bakal hujan deh.” Aji : “Alhamdulillah ga panas panasan.”


Renjana : “Kok Alhamdulillah sih, nanti kalo kalian sakit gimana?” Guntur : “Betul tuh, nanti kalo gue sakit terus gue ga bisa sekolah gimana?” (Sambil memegang kepala) Aji : “Halah biasanya juga bolos lu (Sambil memukul Guntur) hidup kok gimik mulu.” All : “Hahaha” (Tertawa kecil) (Mobil berhenti) Barra : “Kok berhenti disini Ron?” Roni : “Dibelokan sana ada razia, jadi kita jalan kaki aja lewat gang yang disana, udah dekat kok." Barra : “Yaudah lah, ayo eh turun.” Aji : “Yaelah baru juga tidur.” (Mereka pun turun dari mobil dan berjalan melewati gang, saat di pertengahan gang) ` Guntur : “Ji” (Sambil berbisik) Aji : “Hah?!” Guntur : “Kok Roni tau ya disana ada razia?” Aji : “Dia cenayang kali.” (Jawab aji sambil mengantuk) Guntur : “Hahaha ngaco lo.”


(Polisi tiba tiba lewat didepan mereka) Barra : “Sialan, balik balik ada polisi.” (Jalan cepat, kemudian tiba tiba polisi juga muncul dibelakang mereka) Guntur : “Aduh, gimana nih Bar?” Barra : “Jalan aja dulu, pura pura gatau.” Renjana : “Bar, aku takut.” (sambil memegang erat tangan Barra) Barra : “Tenang mereka ga bakal ngapa ngapain kok.” Aji : “Tapi mereka megang pentungan Bar.” (Aji tiba tiba berada disebelah Barra) Barra : “Ini semua pasti gara gara wartawan itu Ji, kan gue udh bilang sama lo buat pastiin lagi.” Aji : “Gamungkin lah Bar, kan gua cuma kasih tau titik temunya.” Barra : “Sialan, masa iya kebetulan.” Roni : “Berhenti dulu deh Bar, gue punya rencana.” Barra : “Apa rencana lu?” (Barra menghampiri Roni) Roni : “Ini kita udh gamungkin buat lolos semua, jadi gimana kalo lu, gua, sama Guntur menahan polisinya, supaya Aji, Retno sama Renjana bisa kabur duluan buat panggilan bantuan.” Barra : “Hhmm oke, lumayan sih ide lu yaudah kalo gitu kita sepakat ya ikut ide Roni?.”


(Barra bertanya sambil menunjukkan wajah penasarannya dan teman temannya membalas dengan mengangguk pertanda setuju) Roni : “Nanti kalo gue bilang SEKARANG! Kalian maju ya.” Guntur : “Oke.” (Barra pun menghampiri Renjana untuk menjelaskan rencana Roni) Renjana : “Gak!!” Barra : “Na, ini demi keselamatan kita semua.” Renjana : “Ga! Nanti kalo rencana nya ga berhasil gimana Bar?! Kalo justru kalian kenapa napa gimana? Aku gamau kehilangan kamu Bar!” Barra : “Yang bilang aku bakal mati siapa? Aku kan udah janji sama kamu.” (Memegang tangan Renjana) Renjana : “Aku gamau Bar! Aku gamau pisah dari kamu! Aku takut.” (Memeluk Barra) Barra : “Aku juga takut Na, tapi aku lebih takut kalau rencana kita ngga menghasilkan hasil yang baik dan berujung melihat bangsa kita seperti ini juga selamanya.” Renjana : “Aku ga peduli! buat apa bangsa ini berubah kalo aku harus kehilanganmu Bar.” Barra : “Njanaa, aku ga bakal mati, aku ini kuat. Percaya sama ku Na, Ikutin strategi nya aja ya? dan kamu harus selamat ya, supaya semua ini selesai dan aku janji nanti kita main ke pantai lagi.” (Melepas pelukan Jana, lalu mengusap air matanya dan menatapnya) Renjana : “Janji?” Barra : “Janji sayang..” (Mengecup kening Renjana sekilas)


Renjana : “Awas ya kalo kamu bohong kaya Ayah, aku gasuka cowo pembohong. Pokoknya kamu harus kembali tanpa kekurangan suatu apapun Bar, aku mohon..” Barra : “Iya pacarku yang cantik.” (Sambil menatap matanya lalu memeluknya) (Tak terasa polisi pun sudah dihadapan mereka) Polisi 1 : “Kalian mau ngapain disini?” Roni : “Mau kerumah temen Pak, cuman kayanya kita nyasar kesini deh.” Polisi 2 : (Melirik seluruh kelompok) Polisi 3 : “Itu kalian bawa apaan, coba lihat.” Roni : “Itu cuma buku pelajaran Pak, gada apa apa kok.” Polisi 3 : “Udah sini saya mau liat.” (menunjuk tas Guntur) (Guntur memberikan tasnya) Polisi 3 : (Melihat isi tasnya) “Apa ini hah?” Roni : “SEKARANG!’ Guntur & Barra : “HYAAAAA MAJU LO POLISI BRENGSEK” (Perkelahian pun pecah) Barra : “Ji, Cepetan bawa pergi Njana sama Retno”


(Renjana masih tertahan) Aji : “Ayo Na, bisa bahaya disini.” (Sambil menarik lengan Renjana) Setelah pelarian yang mereka lakukan bersama akhirnya mereka selamat dari situasi tersebut. ●●● Perkelahian itu tak kunjung juga selesai, kondisi Barra, Guntur dan teman-temannya juga sudah mulai melemah sampai pada akhirnya Brukk!! Brukk!! (Seseorang memukul Barra dan Guntur di bagian kepala dari belakang) Guntur : “Arrghh sshhh,” (Guntur terjatuh dan kepala lelaki itu perlahan mengeluarkan darah segar) Tak di sangka sangka Roni, seorang kerabat yang sebelumnya membantu memberontak bersama mereka justru sudah melakukan hal yang sebaliknya. Ya, Roni memukul kepala Barra dan Guntur disaat pasukan mereka yang lain sudah dalam keadaan tidak sanggup untuk membantu lagi atau bahkan sudah banyak yang pingsan. Lelaki yang sebelumnya dianggap teman baik ini ternyata tidaklah berada di pihak mereka. Keadaan saat ini sudah berbanding terbalik, Roni berdiri sambil menginjak punggung Guntur agar beliau tidak dapat lagi bergerak sedangkan Barra sudah tidak sadarkan diri karena benturan keras yang sebelumnya secara mendadak dia rasakan di bagian kepala nya. Guntur : “Roni?!! Maksud lo apaan sialan??!!!” (seru nya dengan suara yang mulai melemah) Guntur terjatuh tepat disamping Bara yang sudah tidak sadarkan diri lagi, dia berusaha melepaskan diri dari perlakuan Roni yang seakan sudah mengunci pergerakan nya saat ini. Guntur : “Ternyata lu penghianat selama ini??!! Barra!! Bangun Barr, lu gabisa pingsan disaat keadaan kaya gini Bar!” (Guntur masih berusaha menggapai Barra)


Roni : “Mau sekeras apapun suara lu Barra gaakan bangun Gun, percuma hahaha, mending sekarang lu berdoa buat keadaan lu sendiri, kira kira abis ini lu bakal tetap hidup atau ngga sama sekali.” (Diucapkannya dengan nada sinis) Guntur perlahan menyadari kedatangan sebuah mobil mendekat kearah dia dicegat sekarang. Tanpa dia sadari ternyata teman temannya yang tadi masih sadarkan diri dengan tubuh lemah mereka juga sudah ikut di cegat sepertinya, keluar seorang bertubuh besar dari kerdaraan beroda empat itu dengan wajah asing mereka dan saat itu juga Guntur merasakan ada seseorang yang perlahan menutup matanya sengan kain hitam sehingga dia tak tau lagi apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah gelapnya seluruh penglihatan Guntur, saat itu juga dia sudah digiring kearah yang dia sendiri pun tak tahu kemana, mungkin saja dirinya pun akan dibawa kedalam mobil orang asing itu pikirnya, dengan tubuh yang sudah tak berdaya lagi. Semenjak kejadian ini, tak ada lagi yang mengatahui keberadaan Barra, Guntur dan teman teman lainnya. Bahkan tak ada gosip dan omongan diluar sana mengenai hal ini. Hilang begitu saja seakan tak terjadi apa apa.


ADEGAN 4 Tahun berganti tahun, perempuan dengan surai hitam itu kembali mendatangi pantai pasir putih yang sering ia kunjungi bersama kekasihnya dahulu, ia melangkahkan kakinya diantara pasir itu secara perlahan, menghampiri ombak yang memecah di tepi pantai. Ia berdiam diri, seolah membiarkan jiwanya ikut terbawa bersama gemuruh ombak, kini terbayang olehnya semua kenangan indah bersama Barra, Barra yang saat ini entah kemana, seolah semesta menyembunyikannya. "Kamu kemana Bar, entah sudah tahun keberapa kamu lenyap. Kembali Bar jangan sembunyi kita gak lagi main petak umpet kan Bar?, aku lelah cari kamu..aku mau kamu pulang Bar." Ucap Renjana diantara suara deru ombak, seolah Renjana yakin Barra bisa mendengarnya. Ia mendudukkan tubuhnya di tepi pantai, membiarkan ombak membasahi sebagian tubuhnya, ia menangis, dirinya rindu dengan Barra, ia rindu "Rumah" nya. "Kamu ingkarin janji kamu Bar, seperti ayah, kamu gak bisa nepatin janji kamu, janji untuk tetap ada di samping aku sampai kapan pun, janji bahwa kita akan berjuang bersama, tapi kenapa kamu tidak kembali?" Ucapnya bermonolog. "Kamu dimana bar... Dimana kamu... Ayo pulang, ayo kita kejar mimpi mimpi kita Bar" Renjana menangis tersedu sedu, ia meluapkan keresahannya, deru ombak kala itu semakin kencang, awan menurunkan rintik rintik air hujannya, seolah semesta ikut merasakan kesedihan yang dialami Renjana, seolah semesta ikut menangis bersamanya. Hujan yang mulanya rintik rintik kini berubah menjadi deras, Renjana bangkit dari duduknya ia merentangkan kedua tangannya, merasakan nikmatnya air hujan yang ikut membasahi dirinya, air hujan menyapu semua kegelisahan yang ada didalam Renjana. "Berjanjilah semesta, dimanapun dirinya kau tidak akan menyakitinya dengan cara apapun." Teriak Renjana dengan penuh harap.


Renjana merasa dirinya sudah tenang, ia merasa rindunya kepada Barra sudah tersampaikan. Perlahan ia pergi meninggalkan pantai itu, namun ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri, bahwa setiap dia rindu dengan Barra tempat ini akan menjadi tempat pertama yang Renjana datangi. Bahwa ia akan kembali pulang ke tempat itu untuk mencurahkan keluh kesahnya, seolah Barra pun hadir mendengarnya. Tamat


Click to View FlipBook Version