The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Mereka Bilang di Sini Tidak Ada Tuhan ( PDFDrive )

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by widya pustaka SMP Negeri 5 melaya, 2021-04-19 06:11:09

Mereka Bilang di Sini Tidak Ada Tuhan ( PDFDrive )

Mereka Bilang di Sini Tidak Ada Tuhan ( PDFDrive )

CERITA MEREKA YANG TERTINDAS DAN BERJUANG

Dengan keyakinan itulah para korban terus
bergerak. Awalnya mereka mendatangi Komnas
HAM agar ada penyelidikan atas kasus itu. Tapi
sayang, tidak ada respon yang cukup serius.
Setelah berkali-kali didatangi dan didesak oleh
berbagai kalangan masyarakat, Komnas HAM
akhirnya mengambil langkah penyelidikan
untuk peristiwa Tanjung Priok. Penyelidikan
dilakukan dan berakhir dengan kesimpulan yang
kontroversial. Dalam laporannya, Komnas HAM
menyimpulkan bahwa pelanggaran berat HAM
juga dilakukan oleh masyarakat. “Mendengar
kesimpulan dan rekomendasi Komnas HAM,
saya malah sakit hati”, kata salah seorang kor-
ban ketika ditanya komentarnya. Bukan hanya
itu. Langkah Komnas HAM untuk menyelidiki
hilangnya sejumlah orang tanpa kabar dianggap
tidak maksimal. Padahal beberapa lokasi yang
diduga sebagai lokasi dimana korban dikubur
telah diketahui. Baru setelah didesak berbagai
kalangan, Komnas HAM melakukan penyeli-
dikan lanjutan. Hasil penyelidikan ini selanjut-
nya diserahkan kepada Jaksa Agung. Pada
tahap inilah kasus Tanjung Priok benar-benar
mengalami kemacetan. Jaksa Agung membiar-
kan kasus ini terus berlama-lama tanpa ada
kejelasan bagaimana hasilnya.

191

MEREKA BILANG DI SINI TIDAK ADA TUHAN

Pada waktu yang bersamaan, ada gerakan
lain. Sejumlah korban melakukan islah dengan
Try Sutrisno, Mantan Panglima Kodam Jaya-
karta. Dalam buku ini salah seorang korban
menjelaskan bahwa Try Sutrisno, yang juga
mantan Wakil Presiden semasa Suharto, men-
janjikan dana abadi kepada para korban Tan-
jung Priok. Namun, menurut korban hal itu
semua cuma janji kosong. Banyak janji yang
hingga kini tak terpenuhi atau tak sesuai dengan
harapan. Dari cerita buku ini, hal yang mesti
dicermati berkenaan dengan islah adalah; per-
tama, kaburnya kesepakatan untuk saling
memaafkan antara korban, keluarga korban
dengan sejumlah mantan petinggi militer ketika
peristiwa Tanjung Priok terjadi. Menurut Budi
Hardiman, memaafkan itu mengandaikan sub-
jek yang dimaafkan. Subjek dapat dimaafkan
hanya jika kesalahan bisa diidentifikasi. Dalam
hal islah, tidak jelas perbuatan apa yang dimaaf-
kan. Juga tidak terlalu jelas batas antara yang
meminta maaf dan yang memaafkan. Antara
yang berbuat sesuatu dan menerima akibat dari
sesuatu. Antara pelaku dan korban. Yang terlihat
jelas adalah mereka yang pernah mengalami
kekerasan dan menuntut. Mantan petinggi
militer dan juga TNI sendiri, memandang islah

192

CERITA MEREKA YANG TERTINDAS DAN BERJUANG

sebagai jalan yang tepat untuk mengakhiri per-
selisihan. Kedua, islah tidak dikenal dalam
ketentuan hukum, baik hukum nasional mau-
pun internasional. Dalam hukum nasional,
penyelesaian lain di luar pengadilan terhadap
kejahatan masa lalu, bisa dilakukan melalui
KKR. Dalam hukum internasional pemberian
pengampunan, pemaafan tidak dikenal untuk
kejahatan yang paling serius. Penyiksaan misal-
nya. Dalam Komentar Umum yang disetujui
Komite HAM PBB pada sidang ke-44 tahun
1992 yang berkaitan dengan larangan penyik-
saan. Komite menyatakan bahwa amnesti ter-
hadap tindak penyiksaan pada umumnya tidak
sesuai dengan kewajiban Negara untuk menye-
lidiki perbuatan tersebut; untuk menjamin
kebebasan dari perbuatan tersebut dalam yuris-
diksi mereka; dan untuk memastikan bahwa
perbuatan tersebut tidak terjadi lagi di masa
depan.

Terlebih lagi, sebagian korban mengaku
tidak mengetahui hal ihwal rencana perda-
maian lewat islah. Lihat saja pernyataan salah
seorang korban bernama Irta Sumirta yang
mewakili sejumlah korban lainnya yang meno-
lak cara islah. “Saya kecewa, karena Rambe cs
mengikrarkan perdamaian (islah) dengan para

193

MEREKA BILANG DI SINI TIDAK ADA TUHAN

pelaku tragedi Tanjung Priok. Buat saya dan
juga teman-teman lain yang satu pandangan,
islah itu tidak sah,” tegas Irta Sumirta, salah
seorang korban yang tertembak kakinya.

Secercah Harapan
Kini, peristiwa itu tengah diperiksa oleh

Pengadilan. Ini sebuah kemajuan, meski masih
cukup jauh untuk sampai pada tujuan. Setelah
berjalan hampir dua puluh tahun, tepatnya
sejak 12 September 1984, hasil dari perjuangan
hak-hak itu baru terlihat. Itupun setelah mela-
lui kontraksi perjuangan korban yang panjang.
Meski belum seperti yang diharapkan, digelar-
nya pengadilan HAM Ad Hoc bagi kejahatan
kemanusiaan dalam perkara Tanjung Priok,
menunjukkan kemajuan dalam penegakan
hukum dan penghormatan hak-hak asasi manu-
sia di Indonesia. Baru kali ini, perwira militer
aktif dan non aktif bisa diadili di depan penga-
dilan sipil.

Tentu saja, kemajuan seperti ini bukan ja-
minan bahwa keadilan akan dirasakan oleh para
korban. Apalagi banyak kalangan memberikan
kritik tajam terhadap proses pelaksanaan pe-
ngadilan itu sendiri. Ada di antaranya yang
menganggap bahwa jikapun pelaku dihukum,

194

CERITA MEREKA YANG TERTINDAS DAN BERJUANG

korban tetap tidak akan mendapat apa-apa.
Yang terlihat adalah pengadilan yang bersifat
ritual dan seremonial bagaimana para militer
ini diadili. Namun demikian, banyak korban
yang menunjukan sikap seperti tak pernah
mengenal putus asa. Berbagai usaha terus di-
tempuh. “Saya ingin menegakkan kebenaran dan
keadilan,” begitu kata Marullah, salah seorang
korban yang masih terus mengikuti jalannya
pengadilan HAM Ad Hoc untuk peristiwa Tan-
jung Priok.

Terakhir, saya ingin katakan bahwa tulisan-
tulisan dalam buku ini ingin bercerita kepada
kita bahwa tidak mudah melupakan apa yang
pernah berlalu dalam hidup mereka. Tidak juga
mudah untuk menerima apa yang telah terjadi
di masa lalu. Seperti banyak orang bilang, masa
lalu mungkin tak bisa lagi diubah. Namun,
adalah tak adil rasanya jika kita berdiam diri
dalam ketidakmenentuan masa depan. Oleh
karena itu, adalah penting bagi kita untuk se-
cara bersama membangun masa depan dengan
belajar pada masa lalu. Paling tidak, masa lalu
yang dilukiskan secara lisan oleh mereka yang
menjadi korban, tertindas dan berjuang.

Wassalam.

195



Foto: dok. Kontras


Click to View FlipBook Version