50
Contoh:
Prof Dr Kenzie Markonah kemarin sore masuk rumah sakit Jakarta
setelah tangan kirinya hampir putus digigit anjing piaraannya.
Selain dua tipe Lead atau Teras Berita, Group Kompas dalam buku
‘Vademecum Wartawan’17 menyebut sedikitnya ada enam belas jenis
Lead yang bisa digunakan dalam menulis berita atau artikel panjang/
feature. Jenis-Jenis Lead Berita, artikel atau tulisan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. LEAD PASAK
2. LEAD KONTRAS
3. LEAD PERTANYAAN
4. LEAD DISKRIPTIF
5. LEAD STAKATO
6. LEAD LEDAKAN
7.LEAD FIGURATIF
8.LEAD EPIGRAM
9. LEAD LITERER
10. LEAD PARODI
11. LEAD KUTIPAN
12. LEAD DIALOG
13. LEAD KUMULATIF
14. LEAD SUSPENSI
15. LEAD URUTAN
16. LEAD SAPAAN
Contoh-contoh lead dapat dibaca di bawah ini.
1. LEAD PASAK (lead yang langsung mengungkap persoalan yang
paling utama dalam berita).
17 Untuk lebih jelasnya, bisa dibaca ‘Vademecum Wartawan Kompas, Gramedia
51
Putus asa karena ditinggal suami yang kawin lagi, seorang ibu
tega menggantung tiga anaknya kemarin siang di Cipanas. Ketiga
korban berumur 4, 6 dan 8 tahun itu masih berpakaian seragam
sekolah lengkap.
2. LEAD KONTRAS (lead yang memerlihatkan kontras yang terjadi di
antara subjek atau objek yang hendak ditulis dengan orang lain
atau lingkungannya).
Di Medan, di kantor yang modern ber-AC, di balik meja tua yang
sudutnya bekas terbakar, T.D Pardede menerima pemilihannya
sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil Indonesia. Berita itu
disampaikan dengan telepon tadi malam dari Jakarta, tempat
pemilihan itu berlangsung.
3. LEAD PERTANYAAN
Berapa ratus Baileys-kah untuk memulihkan sebuah kebahagiaan?
Arjuna (37) bukan nama sebenarnya, salah satu peminum berat
yang kepergok kemarin di salah satu bar di Jakarta, menjawab
dua botol sekali minum, dua kali sehari, 25 hari sebulan. Ia seo-
rang pengusaha yang sukses, tetapi seorang suami yang malang,
menurut pengakuannya.
4. LEAD DESKRIPTIF
Gedung Gotham masih mencakar langit sampai pukul 14.35
kemarin, ketika tiba-tiba puncaknya gemetar, hanya satu menit,
lalu retak kecil membelah dari atas sampai ke bawah. Tidak
seorangpun penghuninya sempat berteriak, tahu-tahu gedung itu
sudah roboh jadi puing berlepotan darah, korban gempa
berkekuatan enam pada skala Richter.
5. LEAD STAKATO
Wus, wus, wus! Lima mobil balap serentak meraung. Kuning-
merah-hijau-putih-hitam. Hayo-hayo! Penonton serentak ber-
jingkrak dan berteriak. Laki-perempuan-tua-muda. Urutan warna
tidak berubah.
52
Finish! Mobil kuning sudah pasti menang setelah tikungan maut
itu, kemarin sore di sirkuit Sentul.
6. LEAD LEDAKAN
Seorang lelaki keriput bagai buah markisa tua tertatih-tatih di
tengah peserta seminar parapsikologi kemarin di Jakarta. Tiba
sidang gempar. Lelaki tua itu menghamburkan serbuk merica ke
seluruh ruangan, menyebabkan orang ramai bersin. Dengan itulah
seminar resmi dibuka.
7. LEAD FIGURATIF
Bagai siang memetik malam, begitulah perkawinan Firman (27)
dan Fiona (54) kemarin sore di Cibubur. Beda usia yang besar
tampak tidak mampu membedakan, malah menyamakan keduanya.
8. LEAD EPIGRAM
Sudah diberi hati minta jantung pula. Seorang suami diancam
cerai oleh istrinya di PN jakarta Selatan, kemarin pagi. Suami itu
dituduh memperkosa anak tirinya, anak dari istri dari perkawinan
terdahulu, sementara istrinya membanting tulang berjualan di
pasar. Sang suami menolak tuduhan. Katanya malah dirinya yang
dipaksa oleh anak tirinya.
9. LEAD LITERER
Kisah si kabayan terulang di Ciputat kemarin sore. Seorang laki-
laki muda dituduh oleh penduduk mencuri sapi. Laki-laki itu mem-
bantah. Alasannya, dia hanya memungut tali jerami yang melintang
di jalan. Bukan salahnya, kata lelaki itu, jika di ujung tali tersebut
terikat seekor sapi.
10. LEAD PARODI
Gara-gara terlalu bersemangat mengolahragakan masyarakat dan
memasyarakatkan olahraga. Rumahpun disantroni maling. Itulah
yang menimpa keluarga panjaitan ketika seisi rumahnya, termasuk
pembantu, meninggalkan rumah untuk lari di Monas Minggu pagi.
53
11. LEAD KUTIPAN
“Akan saya gebuk,” kata Presiden Soeharto kemarin di Boyolali,
mereka yang mencoba mengganti presiden dengan cara-cara yang
tidak konstitusional.
12. LEAD DIALOG
“Betulkah saudara mencuri sapi?”
“Tidak pak Hakim. Saya hanya menarik tali. Eh tahu-tahu ada anak
sapi di ujungnya,” begitulah dialog hakim dan tersangka kemarin
siang di PN Jakarta Selatan.
13. LEAD KUMULATIF
Polisi menerima laporan seorang gadis di Menteng, Jakarta Pusat
kemarin sore. Konon di rumahnya ada cairan nitrogliserin, bahan
pokok pembuat bom. Sepasukan polisi segera datang menggele-
dah kulkas, tempat cairan itu. Si gadis mengatakan, ia panik saat
menerima botol itu dari temannya dan disuruh untuk melemparkan
pada siapa saja yang berani mengganggu. Ketika polisi menemu-
kan dan memeriksanya, benda itu ternyata cuma lem.
14. LEAD SUSPENSI
Seorang pemuda bermaksud mengukur kadar cinta kekasihnya.
Dia lantas menyamar sebagai pelanglang kelelahan dan kumuh.
Ia memperkenalkan diri sebagai teman kekasih si gadis. Ia minta
tolong diijinkan bermalam di rumah itu. Si gadis itu curiga, namun
tak lama kemudian dia mengerti bahwa si penyamar adalah
kekasihnya. Ia mengerti tujuan si pemuda. Si gadis ternyata punya
ide lain. Ia pun ingin menguji cinta lelaki ini sekalian. Diam-diam
si gadis melapor pada hansip bahwa di rumahnya ada tamu men-
curigakan. Hansip segera datang dan menanyakan tujuan si pemuda.
Benar si pemuda itu sangat gugup sehingga makin mencurigakan.
Tanpa ragu-ragu hansip memborgol kedua tangannya.
Sementara itu pada saat bersamaan, si gadis berharap kekasihnya
itu segera minta maaf sebelum diborgol. Tetapi nyatanya pemuda
ini membiarkan dirinya dibawa ke kantor polisi, ia berpikir
54
lebih baik begitu daripada mengungkapkan siapa dirinya se-
benarnya. Kini giliran si gadis yang tidak tahan, dan ia terpaksa
menjelaskan masalah demikian rumit dan konyol kepada polisi.
15. LEAD URUTAN
Seorang bocah perempuan merasa harus berani seperti anak laki-
laki. Ia memutuskan untuk memanjat pohon cherry di depan
rumahnya. Dia sangat puas ketika sampai di puncak pohon lalu
bernyanyi-nyanyi di sana.
Namun begitu melihat ke bawah ia merasa gamang dan tiba-tiba
saja ingin turun. Ia merasa tak bisa melakukannya. Tak seorang-
pun datang menolong karena kebetulan semua orang rumah
-kecuali pembantu tua yang sibuk di dapur- sudah pergi. Si anak
itu kemudian menangis keras. Rupanya pembantu tua itu segera
sadar apa yang terjadi, tergopoh-gopoh ia berlari mencari sumber
suara tangisan. Makin lama tangis si anak makin keras membuat
pembantu makin panik. Untung saja seorang hansip kebetulan
lewat di depan rumah itu.
16. LEAD SAPAAN
Kepada Willie Francis, LP New Iberia Los Angeles. Willie sayang,
kiranya engkau ingin tahu peristiwa, ketika sembilan orang yang
tak kau kenal, kumpul di istana marmer untuk memutuskan masa
depanmu. Sebelumnya, mesin kursi listrikmu mati sehingga kau
gagal ‘tewas’ dalam sengatan listrik pertama. Kemudian, sepuluh
orang itu berunding dan menentukan apakah engkau harus meng-
ulang atau tidak hukumanmu. Sayangnya, hanya empat dari sem-
bilan juri yang ditunjuk memerbolehkan kau tetap hidup.
BODY BERITA
Sesudah lead, bagian berita berikutnya disebut Tubuh Berita atau
Body. Di sinilah tempat penguraian lebih lanjut tentang ‘What’, ‘Why’,
dan ‘How’. Dengan perkataan lain, tubuh merupakan penjabaran
lebih jauh dari Lead.
55
Dalam contoh berita di atas (contoh 1), Judulnya adalah:
PREMAN TANAH ABANG TEWAS MENGGENASKAN USAI KERUSUHAN.
Dateline: Jakarta, Media (12/3), artinya berita tersebut dibuat di
Jakarta pada tanggal 12 Maret 2001 untuk kepentingan koran atau
surat kabar ‘Media’.
Unsur leadnya adalah: “….Satu hari setelah kerusuhan di Tanah
Abang Minggu malam, seorang preman Pasar Tanah Abang, Rozali
bin Joned, Senin pagi (12/3) ditemukan tewas menggenaskan
dengan tubuh telanjang dan penuh luka bekas tusukan pisau di salah
satu kios di pasar tersebut yang habis terbakar”.
Jadi, teras berita atau lead merupakan unsur paling penting
dari sebuah berita. Bila ruang yang tersedia di koran terbatas, maka
bisa saja editor hanya akan memasang lead berita ini dan memotong
bagian ‘body’ dan ‘ending’. Kendati dipotong pada bagian tubuh dan
endingnya, secara keseluruhan informasi yang hendak diberikan
sudah memadai dan bisa menjawab sejumlah pertanyaan penting
khususnya unsur who, what, where, when, dan why.
Unsur Body atau tubuh berita dari contoh di atas adalah….”
Dari data kepolisian, diduga Rozali yang selama ini disebut ‘jagoan’
Tanah Abang ini tewas dikeroyok warga setempat yang muak
melihat tingkah polahnya yang meresahkan warga. Kejadian ini sempat
membuat suasana Pasar Tanah Abang mencekam sejak Minggu
malam hingga Senin siang. Apalagi sempat tersebar isu akan ada
pembalasan dari teman-teman Rozali yang tewas mengenaskan”.
Sedangkan ‘endingnya’ bisa berupa kesimpulan, pertanyaan
atau kelanjutan dari lead dan tubuh berita. Dalam penulisan berita
keras atau hardnews unsur ending tak lagi punya arti banyak karena
biasanya tak terlalu penting atau merupakan penegasan atau pengu-
langan hal-hal penting yang disebutkan sebelumnya.
56
Dari contoh tersebut endingnya adalah “Suasana jalan di sekitar
Pasar Tanah Abang sejak Minggu malam hingga Senin siang tampak
sepi, tak banyak warga yang lalu lalang, sejumlah kios masih tutup
dan di mana-mana banyak polisi dan anggota TNI bersenjata lengkap
berjaga-jaga mengantisipasi keadaan”.
CONTOH: LIPUTAN INVESTIGATIF
Jakarta, Indonesia
31 Oktober 1998
1.303 kata
CALON PILOT DI ERA KRISMON
Banyak “Merumput” Ketimbang Terbang18
JAKARTA --- Soeryo --bukan nama sebenarnya-- tak pernah mengira,
tak mudah jadi calon pilot di era krismon ini. Ketika mendaftar ke
Pendidikan dan Latihan Penerbangan (PLP), Curug, ia dan teman-
temannya tidak pernah mengangankan akan lebih banyak “merumput”
ketimbang berlatih terbang. Uang kuliah dan biaya lain-lain telah
cukup banyak ia keluarkan untuk mewujudkan impian menjadi pilot.
Namun, kejanggalan yang dirasakan para taruna tersebut tidak
mendapat penjelasan pihak PLP.
PLP merupakan unit pengelola teknis di bawah Badan
Pendidikan dan Latihan Departemen Perhubungan Republik Indonesia
yang terletak di Desa Curug, Kabupaten Tangerang, Jawa Barat. Sekolah
yang berada sekitar 50 kilometer sebelah barat Jakarta ini mendidik
sejumlah ahli, baik di bidang penerbangan, teknik penerbangan, dan
pendidikan lalu lintas udara.
18 Tulisan investigative ini cukup menimbulkan masalah, saya sempat ‘dicari-cari’ oleh oknum PLP Curug tak
lama setelah tulisan ini dimuat dan dikutip oleh media massa setempat. Cara mendapatkan data-data dan
kesaksian dalam proses pembuatan tulisan ini amat sulit. Kalau saja tidak ada orang dalam yang mau bicara,
maka tulisan ini tidak jadi disiarkan.
57
Lingkungan kampus PLP dengan luas area 545 hektar tetap
hijau tertata rapi dengan rumput-rumput halus yang terawat tangan-
tangan siswa. Istilah “merumput” adalah istilah populer di kalangan
para taruna sekolah ini untuk pekerjaan membabat rumput di
seantero halaman kampus.
Di saat krisis ekonomi ini, taruna penerbang jarang sekali
latihan terbang karena terbatasnya pesawat latih yang bisa
dimanfaatkan untuk latihan. Sejumlah taruna mengeluhkan berku-
rangnya porsi latihan terbang. Bahkan kalau dihitung dengan alokasi
waktu, porsi untuk membabat rumput lebih besar ketimbang latihan
terbang.
Ingar-bingar deru pesawat latih yang biasanya jadi peman-
dangan biasa di Desa Curug ini nyaris tak terdengar lagi. Suasananya
teramat sepi untuk sebuah lembaga pendidikan bagi calon penerbang
komersial.
Sejumlah taruna yang tak mau disebut namanya mengakui,
di tengah era krisis moneter ini jadwal latihan terbang mereka amat
berkurang walau biaya yang mereka keluarkan tetap sama. “Kita tak
berani protes dan tolong jangan sebut nama saya karena senior saya
galak,” ujar MN (18), seorang calon penerbang. Ia mengeluh karena
dalam seminggu mereka lebih banyak membabat rumput ketimbang
latihan terbang.
Kalau dulu, ujarnya, dalam satu hari di PLP Curug sedikitnya
ada 10 hingga 12 jam latihan penerbangan. “Tapi, saat krismon ini
paling banter hanya empat jam, itu saja jatahnya taruna calon pener-
bang senior,” ujar lelaki tinggi besar itu. Paling sial memang menjadi
taruna junior, ujar MN lagi, setiap hari dalam satu minggu mereka
hanya dijejali pelajaran teori terbang dan “praktek” membabat
rumput lapangan yang lumayan luasnya.
58
Lain lagi dengan pendapat PR (20), siswa kelas III penerbangan
PLP. Selain soal berkurangnya porsi latihan akhir-akhir ini, ia
merasakan juga banyak kejanggalan yang harus dipenuhi oleh siswa
sejak masuk PLP.
Menurutnya, para taruna diwajibkan membayar US$200
dengan alasan untuk asuransi terbang. Namun, ketika taruna
meminta tanda terima kwitansi pembayaran, pihak PLP tidak
bersedia memberikannya. Kalau ditanya mengapa kuitansi tidak
diberi, pihak sekolah hanya mengatakan bukti kuitansi disimpan
oleh sekolah. “Kami pernah meminta tanda terima pembayaran itu
kepada kepala Pusat Pendidikan PLP Curug, tapi tidak diperoleh
jawaban,” ujar PR lagi.
Selain uang biaya asuransi terbang, taruna juga diwajibkan
membeli peralatan pendukung untuk terbang seperti headset sebesar
US$125. “Peralatan itu harus dibeli oleh taruna. Jika tidak, maka
taruna itu tidak diizinkan terbang,” jelas PR.
Bagaimana bila ada taruna yang nekat tak mau membayar
biaya tersebut? Menurutnya, itu berakibat fatal. Gara-gara tidak
sanggup membeli peralatan tersebut, jelas PR kembali, seorang
taruna pernah tak diizinkan terbang di Lapangan Udara Ahmad Yani,
Semarang, Jawa Tengah yang juga base camp PLP.
Bukan cuma biaya headset, setiap taruna juga disuruh mem-
beli keset kaki seharga Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu dari PLP Curug.
Anehnya, keset itu tidak pernah dipakai untuk keperluan taruna atau
keperluan Pusat Pendidikan.
Pihak Pusat Pendidikan juga memaksa taruna untuk membeli
buku teori sebanyak 24 jilid seharga Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu.
Untuk persoalan buku ini, memang ada sedikit kejanggalan yang
dirasakan siswa, khususnya siswa yang tidak mampu. “Pihak Pusat
Pendidikan melarang siswa untuk meng-copy atau memperbanyak
59
buku terbitan Selandia Baru itu, padahal bagi sejumlah siswa harga
buku teori itu terlampau mahal,” ujar PR.
Tak Secanggih Dulu
Lain dulu, lain sekarang. PLP Curug akhir-akhir ini memang cend-
erung menurun dalam hal kualitas. Ini terbukti dari terbatasnya pe-
sawat latih yang digunakan oleh para calon penerbang. Padahal keti-
ka masuk PLP, mereka diiming-imingi adanya fasilitas memadai agar
bisa menjadi penerbang handal.
PLP memiliki asrama taruna berkapasitas 1.100 tempat tidur,
30 ruang kelas, 2 ruang kelas komputer, sebuah laboratorium baha-
sa dan sebuah ruang serba guna. Dari brosur yang dikeluarkan oleh
Hubungan Masyarakat PLP Curug, pihak pengelola menyediakan se-
jumlah sarana praktek penerbang bagi calon penerbang. Disebutkan
bahwa PLP memiliki sedikitnya 51 pesawat bermesin satu untuk
latihan para siswa. PLP juga menyebutkan bahwa mereka memiliki 8
pesawat multi-engine. Para siswa juga dapat berlatih dengan meng-
gunakan 6 simulator.
Selain itu, masing-masing taruna penerbang juga dapat
memanfaatkan peralatan komputer response atau ruang video yang
didesain persis seperti aslinya. Ditambah juga fasilitas dua buah
run ways and airport yang memudahkan calon penerbang untuk
mengenal lebih jauh bidang tugas sehari-hari.
Tapi itu dulu. Saat ini, jam latihan terbang bagi calon pener-
bang jauh berkurang akibat begitu mahalnya suku cadang pesawat
dan biaya operasional, selain jumlah pesawat yang juga dibatasi.
Bagaimana mungkin bisa menghasilkan pilot yang profesional bila
jam latihan terbang mereka amat berkurang?
60
Pesawat Dibatasi
Lalu bagaimana tanggapan para instruktur PLP Penerbangan?
Sejumlah instruktur PLP yang tak mau disebutkan namanya menga-
takan, kendala dalam latihan penerbangan adalah karena pesawat
latih dibatasi oleh pihak PLP.
Dhimas (nama samaran), salah seorang instruktur, menga-
takan bahwa hingga saat ini PLP Curug tinggal memiliki 41 pesawat
latih. Sedangkan, pesawat latih yang digunakan oleh para instruktur
adalah pesawat latih jenis Tobago TEM-700.
Menurutnya, pihak PLP kurang memperhatikan perawatan
dan penggantian suku cadang bila pesawat mengalami kerusakan.
“Bila seandainya ada pesawat latih yang rusak atau harus diganti,
maka pihak PLP menggantinya dari suku cadang pesawat sejenis,”
ujar Dhimas.
Saat ini, ujar para instruktur, dengan jumlah taruna penerbang
sebanyak kurang lebih 100 orang dan jumlah latihan penerbangan
hanya 4 jam sehari, wajar saja bila banyak siswa, khususnya siswa
junior, yang tidak terbang.
Kondisi ini sebenarnya amat mengganggu calon penerbang
untuk dapat menguasai profesinya kelak sebagai pilot. “Ada berbagai
tingkatan dalam latihan penerbangan bagi para taruna, yaitu latihan
terbang solo, terbang untuk mencapai Private Pilot License (PPL),
dan latihan terbang mencapai Commercial Pilot License (CPL),” kata
Dhimas.
Ketentuan terbang sendiri bagi seorang taruna maksimal 20
jam dengan toleransi 2 jam. Sedangkan untuk mencapai PPL, seorang
taruna penerbang harus sudah mengantongi 60 jam terbang, dan
untuk meraih sertifikat CPL seorang taruna harus sudah mengantongi
antara 80 jam hingga 120 jam. “Untuk lulus dari PLP Curug, maka
61
seorang taruna penerbang harus sudah mengantongi 160 jam hingga
200 jam,” jelas Dhimas lagi.
Bila seorang taruna penerbang mendapat sertifikat PPL, dia
diperkenankan mengemudikan pesawat tanpa didampingi instruktur.
Sedangkan bila telah mencapai CPL, seorang taruna diperkenankan
mengemudikan pesawat dengan membawa penumpang.
Sedikitnya pesawat latih dan sangat kurangnya jadwal latihan
menyebabkan tak semua calon penerbang berlatih terbang setiap
hari. Akhirnya, mereka hanya belajar teori dan mengisi jam-jam
kosongnya dengan membabat rumput. Jadi, bila dibandingkan dengan
porsi mereka untuk latihan terbang, porsi memotong rumput jauh
lebih banyak. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kualitas pilot
lulusan PLP dengan sistem pendidikan seperti ini?
Sementara itu, sebuah sumber dari Departemen Perhubungan
menyebutkan bahwa dalam rancangan anggaran sebelumnya
(RAPBN), soal suku cadang pesawat latih di PLP Curug memang
tidak ditanggung lagi oleh negara. Pos ini sudah dicoret oleh pihak
Dephub. “Jadi, wajar saja bila akhirnya soal suku cadang pesawat,
bila rusak, mesti diganti oleh PLP sendiri,” ujar sumber yang tak mau
disebut namanya itu. Persoalan tersebut tak mendapat sambutan
yang baik ketika coba dikonfirmasikan kepada pihak pengelola PLP
Curug. Bahkan Kepala Pusat Pendidikan taruna PLP Curug, Yofridon
G. Situmeang, tak mau memberi jawaban ketika dikonfirmasi lewat
telepon.
Sedangkan Irwan, salah seorang staf humas PLP, tak mau men-
jawab saat dikonfirmasi soal sedikitnya jam latih para taruna. “Kalau
bisa Anda kirimkan surat pertanyaan Anda ke PLP Curug, dituju-
kan kepada Kepala PLP, Soenaryo. Bisa dialamatkan ke Curug atau
juga ke Dephub, Jalan Merdeka Barat, karena beliau adalah Dirjen
Perhubungan Udara Dephub,” ujar Irwan.
62
Permintaan pihak humas PLP untuk mengirimkan daftar
pertanyaan sudah dipenuhi pada Senin, 19 Oktober 1998, tetapi
sampai tulisan ini dibuat pihak humas atau pengelola PLP Curug
belum memberikan tanggapan.
(Indiwan Seto Wahju Wibowo adalah wartawan LKBN ANTARA dan
peserta Program Beasiswa untuk Wartawan LP3Y-L pada tahun 1998)
Hak Cipta ©1998
Institut Studi Arus Informasi
63
BAB VI
NON BERITA
Non berita adalah tulisan-tulisan di luar berita yang dihasilkan
oleh wartawan. Dalam sebuah berita penulis atau wartawan hanya
mengungkapkan apa yang dilihat, didengar atau dirasakan saja (fakta)
tetapi dalam tulisan non berita, yang diungkapkan penulis adalah
buah pikir penulis atas fakta. Dengan kata lain, penulis hanya men-
jadi perantara/jembatan antara peristiwa dengan pembaca karena
fakta hanya disampaikan apa adanya. Sedangkan dalam Non Berita,
penulis mengungkapkan hasil pemikiran sendiri atas fakta-fakta
diolah terlebih dahulu-.
JENIS-JENIS NON BERITA
1. Artikel: Karangan Faktual tentang sesuatu soal secara lengkap yang
panjangnya sering tak tentu untuk dimuat di media massa dengan
tujuan untuk menyampaikan gagasan serta fakta guna meyakin-
kan, mendidik atau menghibur pembaca
2. Karangan Khas (feature): Karangan khas adalah artikel yang
ditulis secara kreatif dan subyektif terutama untuk menghibur dan
memberitahu pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau salah
satu segi kehidupan manusia. Aspek human interest merupakan
aspek yang paling menonjol. Dalam membuat sebuah karangan
khas, kita harus memulainya dengan sesuatu yang menarik perha-
tian dan mengakhirinya dengan sesuatu yang selalu diingat.
64
3. Tajuk Rencana: Suatu tulisan yang membahas suatu topik yang
hangat yang merupakan pendapat resmi surat kabar bersangkutan.
Tujuannya antara lain untuk mempengaruhi pembaca, memberi-
tahu dan mendidik pembaca.
4. Pojok: Pojok juga milik redaksi surat kabar bersangkutan yakni
tulisan singkat dengan gaya ironi mengenai sesuatu yang dianggap
meresahkan masyarakat. Dengan lain perkataan, pojok merupakan
tulisan pendek berisi kritikan atau sindiran redaksi atas suatu pokok
persoalan yang diungkapkan secara singkat, tajam dan bersifat
humor.
5. Karikatur: Gambar yang mengekspresikan opini pembuatnya yang
umumnya berisi kecaman/sindiran dengan gaya humor. Sementara
menurut Jaya Suprana dalam karyanya ‘Kartun dan Karikatur
jangan Disamakan (Kompas 29 Juni 1986) menyebut bahwa
karikatur adalah suatu gambar melucu dengan sekedar melebih-
lebihkan ciri khas bentuk suatu objek benda atau makhluk tanpa
banyak unsur narasi.
6. Surat pembaca: Surat dari pembaca surat kabar yang memperta-
nyakan atau membahas suatu persoalan di tengah masyarakat.
7. Kolom: Tulisan yang merupakan ungkapan spontan penulis dalam
mengulas satu keadaan sosial yang dilihat dan diamati lain dari
penglihatan dan pengamatan orang awam. Biasanya ditulis den-
gan gaya ceplas-ceplos kadang humoristis dan bersifat individual.
STRUKTUR NON BERITA
Sebagaimana Berita, Non Berita juga memiliki struktur atau susunan
tulisan tertentu, tetapi tentu saja bisa lebih bebas ketimbang berita.
Bentuknya pun tidak mesti Piramida Terbalik, bisa saja kotak atau
lonjong sesuai dengan keinginan penulisnya.
Perbedaan mendasar adalah bahwa pada non berita biasanya
tidak memiliki baris tanggal selain itu berita jarang memakai penutup,
sedangkan pada Non berita ‘penutup’ terkadang sama pentingnya
dengan Lead.
65
CONTOH ARTIKEL
Aceh, Indonesia
3 Februari 1999
911 kata
KAPANKAH LUKA ACEH BISA TEROBATI?
Oleh Indiwan Seto Wahju Wibowo
Reporter LKBN ANTARA
ACEH --- ABRI memang telah melepas predikat Daerah Operasi
Militer (DOM) dan menarik pasukan-pasukan nonorganiknya dari
Aceh. Namun, tampaknya persoalan belum selesai begitu saja.
Upaya pengejaran, penculikan, bahkan pembunuhan masih terjadi di
sejumlah wilayah Aceh yang dianggap rawan terhadap anasir-anasir
berbau Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Atau inikah yang disebut
sebagai upaya ABRI untuk kembali memulai aktivitas operasi
militernya setelah predikat DOM bagi Aceh dicabut, Agustus 1998?
Salah satu contoh insiden itu terjadi pada awal Februari 1999
dini hari di kawasan Idi Cut, Aceh Timur. Sedikitnya enam orang
dipastikan tewas mati diberondong petugas berseragam loreng
macam ABRI.
Empat warga Aceh Timur melaporkan kehilangan anggota
keluarganya setelah mengikuti Dakwah Aceh Merdeka di Idi Cut.
Keempat orang yang belum kembali ke rumahnya itu diduga telah
menjadi korban dalam kasus penembakan saat pembubaran massa
oleh aparat di depan Markas Koramil Idi Cut tersebut.
Identitas orang hilang itu lalu dilaporkan keluarganya ke
Posko Pencarian Korban yang bermarkas di tepian Sungai Arakun-
doe, Aceh Timur. Penyampaian laporan ke Arakundoe, karena pihak
keluarga menduga orang-orang yang hilang itu telah terbunuh dan
66
mayatnya dibuang ke dalam sungai tersebut bersama enam mayat
yang sudah ditemukan dalam tiga hari terakhir. Menyusul laporan
empat orang hilang itu, Razali Muhammad, Ketua Tim Pencari
Korban di Sungai Arakundo, menduga bahwa keempat nama yang
hilang itu telah menjadi korban penembakan dan mayatnya dibuang
ke Sungai Arakundo yang saat itu berarus sangat deras.
Korban lain dilaporkan hilang adalah Muhammad A.R., pen-
duduk Desa Bukit Jok, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur. Korban
pada malam itu dipastikan menghadiri Dakwah Aceh Merdeka di
Desa Matang Ulim, Idi Cut. Setelah itu ia tak pernah kembali lagi ke
rumahnya. Pihak keluarga mengaku telah mencarinya ke berbagai
tempat, termasuk kantor polisi, rumah sakit, dan puskesmas-
puskesmas.
Ketua Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup dan Hak Asasi
Manusia (LPLHAM) Aceh, Yusuf Ismail Pase, S.H., dan sejumlah aktivis
Forum Peduli HAM Banda Aceh menduga kasus pembantaian pen-
duduk sipil di Idi Cut sebagai kasus terencana. Ada sejumlah bukti
yang menunjukkan adanya rekayasa di balik pembunuhan terhadap
sejumlah orang yang diduga menjadi aktivis GAM ini.
Abdul Gani Nurdin, anggota Dewan Penasihat FP HAM Aceh
di Banda Aceh bahkan mengatakan, ia melihat sendiri karung yang
diisi batu sebagai pemberat mayat -- yang ditemukan di jembatan
Arakundo, bertuliskan nama salah seorang oknum ABRI.
Dengan temuan itu, dugaan bahwa pembantaian itu memang
dilakukan aparat keamanan bertambah kuat. Dari karung yang
bertuliskan nama oknum itu, paling tidak menunjukkan tersangka
pembantaian berada di sekitar markas Koramil setempat.
Yusuf Ismail Pase menuturkan, korban-korban yang tidak
berdaya itu diangkut dengan truk aparat keamanan dan kemudian
diketahui dibawa ke jembatan lama Arakundo, Desa Blang Ni. Saat
67
itu sekitar pukul 2.30 tidak ada yang tahu berapa jumlah korban yang
diangkut dengan truk.
Selain saksi korban yang masih hidup, ada pula warga Desa
Blang Ni yang menyaksikan atraksi di atas jembatan Arakundo itu
pada pukul 3.00 WIB. Meski malam, tapi dengan cahaya bulan yang
terang semua yang terjadi dapat dilihat dalam remang-remang
dari jarak 150 meter. Selain itu, ada saksi di seberang sungai yang
mendengar suara jeritan minta tolong dan tangisan dari arah jem-
batan.
Seorang saksi di desa Blang Ni sekitar pukul 3.00 pagi keluar
rumahnya untuk buang air kecil. Ia sempat melihat cahaya lampu
truk dan berhenti di sekitar kedai desa Blang Ni, kemudian cahaya
lampu padam. Saat itu bulan sedang terang, hingga warga tadi dapat
melihat samar-samar banyak orang menuju jembatan.
Pagi harinya setelah matahari terbit, saksi menuju ujung jem-
batan dan menemukan ceceran darah kental yang mewarnai tepi
jembatan. Ia memberi tahu warga yang lain. Saat itu masih menjadi
tanda tanya apa yang telah terjadi, karena warga Blang Ni belum
mendengar ada peristiwa di Idi Cut. Tak lama kemudian, sejumlah
warga dari Idi Cut berdatangan untuk melihat darah itu dan mereka
menduga korban-korban peristiwa Idi Cut dibuang ke Sungai
Arakundo.
Atas inisiatif warga desa dimulailah pencarian dalam air dan
dugaan mereka ternyata benar. Warga menemukan mayat-mayat
yang diganduli batu dalam karung beras yang dibuang di bawah
jembatan tak jauh dari lantai jembatan yang berdarah.
Dari bukti-bukti tersebut, kedua pejuang HAM Banda Aceh itu
menduga bahwa kasus pembunuhan itu sudah direncanakan sejak
semula. Banyaknya pembunuhan oleh oknum aparat keamanan
dengan dalih menumpas Gerakan Aceh Merdeka, seolah hilang
68
tanpa bekas, tanpa ada yang mengungkap atau mengusut tuntas
kebenarannya.
Penembakan Misterius
Kebanyakan dari jenasah yang tidak dikenal ini ditemukan di Aceh
Utara dan Aceh Timur. Kedua tempat ini memang diyakini aparat kea-
manan sebagai basis wilayah gerakan pemberontak. Namun, ada juga
beberapa mayat yang ditemukan di wilayah perbatasan Sumatera
Utara.
Dari laporan media massa setempat, setidaknya ada 30 cara
penyiksaan para korban DOM, mulai dari rumah dibakar, barang
dijarah, digantung, bahkan diperkosa di depan anak atau direndam
dalam air dan tinja. digantung, bahkan diperkosa di depan anak atau
direndam dalam air dan tinja.
Nyak Maneh sekitar tanggal 1 Mei 1998 dilaporkan telah
diperkosa di depan anaknya oleh oknum penyiksa di Pos Sattis I, Tiro
Pidie. Atau Adam Puteh ditemukan tergantung dan dipukuli, di desa
Cot Tunong, Pidie, pada 1991. Penderitaan lain diterima oleh Umar
Ibrahim yang terpaksa harus berendam dalam air berisi tinja saat
diperiksa di Pos Sattis, Jiem-Jiem, Pidie.
Kekhawatiran dan ketakutan masyarakat di sejumlah tempat
di Aceh, khususnya di Lhok Seumawe, Pidie, dan Aceh Timur justru
bukan kepada kelompok Aceh Merdeka, tapi oknum aparat keamanan
yang berpakaian preman. Sebagaimana harapan Nurma, istri mendi-
ang Nurdin yang tewas oleh ABRI karena dianggap aktivis GAM, para
pelaku kejahatan tak berperikemanusiaan di Aceh harus diadili. “Soal
merdeka nanti dulu, yang penting luka hati ini harus diobati. Dan
pernyataan maaf dari ABRI bukanlah jawaban yang menyejukkan
hati,” ujar salah satu dari sekitar 3 ribu janda korban kebengisan
aparat keamanan saat DOM di Aceh.
(Indiwan Seto Wahju Wibowo adalah wartawan LKBN Antara)
69
CONTOH 2
Lhok Seumawe, Aceh
23 Februari 1999
1.549 kata
JERITAN DARI KAMPUNG JANDA KORBAN DOM ACEH
Oleh: Indiwan Seto Wahju Wibowo
Reporter Crash Program
LHOK SEUMAWE --- Bila bulan puasa tiba dan Lebaran menjelang,
kesedihan lagi-lagi menggayut di hati janda-janda di kampung janda
di Cot Keng, di kaki bukit Ulee Glee, Pidie, sekitar 180 kilometer dari
Banda Aceh.
Setiap Ramadhan tiba, ratusan anak yatim dan sanak keluarga
korban kebrutalan oknum aparat keamanan ketika Aceh dijadikan
daerah operasi Militer (DOM) teringat kembali pada peristiwa
mengerikan di bulan Ramadhan 1991 lalu.
Kampung Cot Keng yang terletak 100 kilometer dari kota
Lhok Seumawe –-ibu kota Kabupaten Aceh Utara-- ketika DOM diber-
lakukan dikenal sebagai kampung janda, karena kebanyakan peng-
huninya adalah wanita dan anak-anak yang suaminya tewas dibunuh
oknum aparat keamanan dengan tuduhan terlibat Gerakan Aceh
Merdeka (GAM).
Saat DOM diberlakukan di Aceh setidaknya ada sekitar 25 janda
di kampung ini, tetapi jumlahnya makin berkurang akhir-akhir ini
karena sebagian dari mereka pergi ke tempat lain untuk mengubah
nasib. Pada masa pasca-DOM jumlah janda yang tetap bertahan di
kampung tersebut tinggal tujuh orang.
70
Ketika penulis berkunjung ke kampung tersebut beberapa
hari setelah Lebaran 1419 H, rasa takut dan was-was masih terasa
di dusun yang sunyi terpencil ini. “Maklumlah, kami ini orang desa.
Jadi, masih takut bila kedatangan orang asing, apalagi bila mereka
berkata-kata dalam bahasa Indonesia yang jarang mereka pahami.
Lagipula, mereka beranggapan bahwa orang yang berbahasa Indonesia
adalah orang yang berasal dari Jawa, padahal kebanyakan penyiksa
berasal dari tanah Jawa,” ujar salah seorang warga Cot Keng.
Wawancara dan tanya jawab dengan sejumlah janda korban
DOM di desa Cot Keng ini memang sulit karena mereka mayoritas
tak mengerti bahasa Indonesia, sehingga kehadiran seorang sukare-
lawan Palang Merah Sigli yang mengantar penulis, sangat berharga
untuk menjembatani jurang bahasa ini.
Di ujung desa yang kini dihuni oleh sekitar 178 jiwa atau 40
kepala keluarga ini ada sebuah kedai kopi tempat warga setempat
beristirahat setelah bekerja di ladang. Tak jauh dari sana ada sebuah
meunasah atau mushola sederhana yang pada 1991 jadi saksi bisu
kekejaman oknum aparat keamanan terhadap mereka yang dituduh
membantu atau terlibat GAM.
Meunasah berukuran 7x12 meter bercat hijau itu menyimpan
kenangan pahit, bahkan teramat tragis, bagi janda-janda warga
kampung DOM, karena di sanalah setiap saat, siang dan malam,
para lelaki dewasa tetua desa mereka disiksa aparat keamanan agar
memberitahu siapa oknum pentolan pendukung Hasan Tiro.
“Kalau saya ingat malam itu, saya jadi sedih sekali teringat
bapak,” ujar Ny. Muhammad Ali –janda mantan Keuchiek– sebutan
tetua atau kepala desa -- Cot Keng. Terbata-bata dan hampir bergetar,
janda yang suaminya tewas ditembak itu tak kuasa meneruskan
ceritanya karena sebentar-sebentar tangannya mengusap air mata
yang jatuh di kerut merut pipinya yang hitam legam termakan usia
dan penderitaan.
71
“Saya tak tahu apakah suami saya terlibat Aceh Merdeka.
Sebagai keuchiek ia memang tetua di sini. Tapi kenapa Bapak dibunuh
begitu rupa, begitu kejam. Mengapa ABRI begitu,” ujar wanita yang
umurnya sudah mendekati enam puluh itu sambil menangis.
Wajar jika kesedihan wanita yang telah delapan tahun men-
janda ini menjadi-jadi, karena bila Ramadan datang dan Lebaran
menjelang kenangan pahit penyiksaan, penganiayaan, dan pembunuhan
terhadap suaminya muncul kembali.
Peristiwa “penggerebekan”, istilah penduduk untuk operasi
ABRI dalam menumpas Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) Aceh
Merdeka terjadi ketika sejumlah oknum aparat keamanan datang
ke desa tersebut, menggedor seluruh pintu dan membangunkan
mereka dengan letusan senjata api. Kemudian aparat keamanan
masuk ke semua rumah, mengobrak-abrik tanpa permisi dahulu,
mencari segala sesuatu yang berbau GAM. Lokasi Cot Keng memang
terletak di kaki bukit Ulee Glee yang diendus aparat keamanan sebagai
basis pendukung perbekalan bagi kelompok GAM yang bergerilya di
hutan-hutan.
“Waktu itu jelas kami tak tahu apa-apa. Sebab, jangankan
menjadi pendukung Aceh Merdeka, buat makan saja sudah tak cukup,”
ujar Mahmud, warga Cot Keng yang selamat dari penangkapan dan
penganiayaan karena sempat menghilang ke sejumlah tempat guna
menghindari aparat keamanan.
Keuchiek Muhammad Ali, sebagai kepala desa, dan sedikit-
nya 25 lelaki dewasa kemudian dibawa aparat keamanan dan hingga
kini kebanyakan hilang tak terbekas. Baru di kemudian hari, mayat
sejumlah warga Cot Keng ditemukan tertembak di hutan, termasuk
jasad Ali. Sebelum dibawa, hampir semua penduduk dewasa sempat
disiksa dan dipukuli oknum aparat keamanan. Mereka dipaksa untuk
mengaku sebagai simpatisan GAM dan memberi tahu keberadaan
para pemberontak.
72
Kepada penulis, sejumlah warga menunjukkan tempat-
tempat di mana oknum ABRI menyiksa dan menganiaya mereka. Salah
satunya adalah Meunasah Cot Keng yang hingga saat ini menyimpan
misteri kebengisan ABRI terhadap mereka yang dituduh sebagai
anggota GAM. “Saya tak tahu mereka dari mana, tapi yang paling
kejam itu namanya Sambulon (mungkin yang dimaksud Simbolon,
red.),” kata wanita itu sambil terisak. Berita terakhir yang didapat
warga desa, tentara kejam yang pernah menyiksa mereka siang dan
malam itu sudah dipindah tugaskan entah ke mana.
Penderitaan Ny. Ali, seorang warga kampung janda, adalah
salah satu ekses mengerikan dari diterapkannya Aceh sebagai DOM.
Padahal di Aceh ada sejumlah kampung janda.
Kampung janda korban DOM juga ada di Rengkam, dekat Lhok
Seumawe, Aceh Utara, yang dihuni oleh ratusan anak yatim yang tak
tahu bagaimana merajut hari esok yang lebih baik. Bila menyimak
data yang dikeluarkan oleh Palang Merah Kabupaten Pidie tentang
jumlah janda korban DOM di Aceh 1991-1998 lalu, tak terasa bulu
tengkuk akan berdiri.
Sedikitnya tercatat 1.088 janda korban DOM Aceh di Kabupaten
Pidie. Jumlah ini teramat banyak mengingat Komnas HAM mendata
sedikitnya ada 3 ribu janda dan 15 ribu hingga 20 ribu anak yatim
korban DOM untuk seluruh Provinsi Aceh.
Daerah yang paling banyak terdapat janda korban DOM di
Kabupaten Pidie adalah Kecamatan Gempang dengan 149 janda,
kemudian Kecamatan Tangse dengan 124 janda. Hanya di Kecamatan
Indrajaya yang punya sedikit janda, yakni hanya satu janda korban
keganasan aparat keamanan.
Jumlah anak yatim korban DOM di Kabupaten Pidie tercatat
1.113 orang dan semuanya hingga kini amat membutuhkan perha-
tian karena bila sebuah keluarga dicap “terlibat” GAM, mau tak mau
73
tetangga-tetangga dan sanak saudara akan menyingkir karena takut
terkena derita yang sama. Sebagaimana yang dialami oleh janda-
janda di kampung janda Cot Keng. Setelah suami mereka mati
dibunuh gara-gara dituduh pendukung GAM penderitaan seolah tak
putus-putusnya menimpa sisa-sisa keluarga mereka.
Sejak 1991 hingga 1998 ini warga kampung lain di Cot Keng
masih takut berhubungan dengan janda para korban DOM. Pre-
dikat “janda DOM” tetap mereka sandang karena laki-laki lain takut
mendekati mereka.
“Saya harus memberi makan anak-anak saya sendirian.
Tetangga tak mau membantu karena takut sama ABRI, sebab mem-
bantu saya nanti dituduh simpatisan GPK. Itulah sebabnya saya
pulang ke rumah orang tua dan meninggalkan rumah kami yang ha-
bis dirusak aparat keamanan,” ujar Ny. Nurma janda almarhum Nur-
din –salah satu janda korban DOM di Kabupaten Pidie.
Bagi wanita yang tetap tabah saat ditinggalkan suaminya 1991
lalu, menjadi janda dengan predikat istri GPK terasa amat menyakit-
kan, padahal belum tentu apa yang dituduhkan kepada suaminya
benar adanya. “Tak ada pengadilan, tak ada pembelaan. Suami saya
langsung dibawa, dibunuh. Bahkan anak lelaki saya juga dibunuh
dengan kejam. Ketika mayat anak lelaki saya hendak dikuburkan
tetangga saya, aparat keamanan justru melarang. Bahkan mereka
bilang kasih anjing saja, jangan dikubur,” ujar Ny. Nurma yang hingga
kini masih trauma bila mengingat masa lalunya yang kelam.
Bisakah Tabah?
Sementara itu, mantan Camat Sigli yang saat ini menjabat asisten
Setwilda Kabupaten Pidie, Muhamad Nasir, amat mengharapkan
agar para janda korban DOM dan keluarga korban tindak kekerasan
di Aceh tetap tabah dan tidak berniat balas dendam. “Anggap saja
yang terjadi itu adalah cobaan dari Allah SWT,” ujarnya.
74
Ia minta agar para korban DOM tetap tabah menghadapi ujian
berat kehidupan ini dan jangan tergores di hati untuk melakukan
balas dendam dengan main hakim sendiri “Kita hendaknya mampu
mengendalikan emosi dalam menghadapi musibah yang menelan
banyak korban jiwa di Aceh,” ujarnya.
Menurut Nasir, para keluarga korban tindak kekerasan telah
menerima bantuan beasiswa dari Pemerintah Kerajaan Denmark
melalui Yayasan Leuser International (YLI) dan bantuan presiden
berupa dana serta bantuan silaturahmi berupa sapi dan gula pasir.
Namun walaupun sudah ada bantuan mengalir, Ny. Nurma
(48) warga Desa Sanggeuh, Kecamatan Sigli, mengatakan, bukan per-
soalan ekonomi yang sebenarnya dibutuhkan oleh keluarga korban
DOM.
Yang cukup mengganjal di hati Ny. Nurma dan ratusan bahkan
ribuan janda korban DOM adalah perhatian pemerintah untuk menin-
dak tegas para pelaku, khususnya yang bertanggung jawab terhadap
operasi militer di Aceh pada 1991 -- 1998. “Bagi saya bukan persoal-
an ekonomi semata yang perlu dipikirkan. Soal itu Alhamdulillah
masih bisa diatasi. Namun, hati ini selalu bertanya-tanya mengapa
sampai saat ini pemerintah tidak menindak tegas para pelaku aksi
kekerasan di Aceh,” ujar Ny. Nurma.
Pertanyaan senada juga dilontarkan oleh Ny. Ismail, warga
Pidie yang suaminya tewas mengenaskan karena dituduh sebagai
aktivis GAM pada 1991 lalu. “Kita tak butuh maaf dari ABRI, sebab
walaupun ABRI minta maaf, itu tak akan kami terima. Yang lebih
kami inginkan, pemerintah segera menindak siapa saja yang ber-
salah.” “Hingga sekarang rasa benci pada aparat keamanan belum
juga pupus dari hati saya, apalagi anak-anak. Mereka masih trauma
melihat jasad ayah mereka yang tewas ditembak, telinga dipotong,
dan kaki patah gara-gara dituduh anggota GPK,” ujar Ny. Ismail.
75
Bagi Ny.Nurdin dan Ny.Ismail, pemerintahan Bacharuddin
Jusuf Habibie harus berani menindak siapa pun yang telah menodai
negeri Serambi Mekah ini dengan darah dan kekejaman yang sangat
bertentangan dengan dogma yang tercermin dalam lima Sila
Pancasila.
“Paling tidak, dengan adanya tindakan tegas bagi para pelaku
kejahatan tersebut bisa sedikit mengobati kesedihan dan penderi-
taan yang harus dirasakan tahun demi tahun ini. Sekaligus, bisa
menumbuhkan lagi kepercayaan rakyat Aceh, khususnya korban
DOM Aceh kepada pemerintah pusat.”
Mungkin tak berlebihan jika harapan dan jeritan para janda
dan anak yatim korban DOM ini lebih didengarkan dengan suara hati
yang tak pernah mau menipu siapa pun yang cinta kepada kebenaran
dan keadilan.
(Indiwan Seto Wahju Wibowo adalah wartawan LKBN Antara dan pe-
serta Program Beasiswa untuk Wartawan LP3Y-LPDS-ISAI)
Contoh Kolom Tempo
Kang Sejo Melihat Tuhan
oleh Mohammad Sobary
TUHAN TERSENYUM
Don’t take your organs to heaven
Heaven knows we need them here.
Pernahkah Tuhan tersenyum, atau melucu? Dalam kitab suci tak saya
temukan dua hal itu. Begitu juga dalam hadits nabi. Pemahaman tek-
stual saya atas agama terbatas. Pengajian saya masih randah, kata
orang Minang. Tapi kalau soalnya Cuma “adakah khatib yang melucu,
atau marah,” saya punya data.
76
Di tahun 1978, seorang khatib melucu di masjid UI Rawama-
ngun. Akibatnya, jemaah yang tadinya sudah liyep-liyep jadi melek
penuh. Mereka menyimak pesan Jumat, sambil senyum. Tapi khatib
ini tak cuma menghasilkan senyum itu. Ia diganyang oleh khatib yang
naik mimbar Jumat berikutnya.
“Agama bukan barang lucu,” semburnya. “Dan tak perlu di-
bikin lelucon. Mimbar Jumat bukan arena humor. Karena itu, sengaja
melucu dalam khotbah dilarang ...”
Vonis jatuh. Marah khatib kita ini. Dan saya mencatat “tamba-
han” larangan satu lagi. Sebelum itu demonstrasi mahasiswa sudah
dilarang “yang berwajib”. Senat dan Dewan dibekukan. Milik maha-
siswa yang tinggal satu itu, “melucu buat mengejek diri sendiri”, akh-
irnya dilarang juga.
Kita memang perlu norma. Tapi juga perlu kelonggaran. Maka,
saya khawatir kalau menguap di masjid bakal dilarang. Siapa tahu,
di rumah Allah hal itu tak sopan. Buat jemaah yang suka menguap
macam saya, karena jarang setuju dengan isi khotbah, belum adanya
larangan itu melegakan.
Saya dengar Komar dikritik banyak pihak. Soalnya, dalam
ceramah agamanya ia melucu. Tapi Komar punya alasan sahih. Ia,
konon, sering mengamati sekitar. Di kampungnya, banyak anak muda
tak tertarik pada ceramah agama.
“Mengapa?” tanya Pak Haji Komar.
“Karena isinya cuma sejumlah ancaman neraka.”
Wah... Itu sebabnya ia, yang memang pelawak, memberi warna
humor dalam ceramahnya. Dan remaja pun pada hadir.
77
Saya suka sufisme. Di sana Tuhan dilukiskan serba ramah.
Dan bukannya marah melulu macam gambaran kita. A’u dibaca angu,
tidak bisa. Dzubi jadi dubi, tidak boleh. Khotbah lucu, jangan. Lho?
Bukankah alam ini pun “khotbah” Tuhan? Langit selebar itu tanpa
tiang, bulan bergayut tanpa cantelan dan aman, apa bukan “khotbah”
maha jenaka? Apa salahnya humor dalam agama?
Di tahun 1960-an, Marhaen ingin hidup mati di belakang Bung
Karno. Dalam humor, saya cukup di belakang Bung Komar. Artinya,
bagi saya, humor agama bikin sehat iman. Dus, tidak haram jadah.
DiUniversitasMonashsayatemukanstriker:“Janganbawaorganmu
ke surga. Orang surga sudah tahu kita lebih memerlukannya di sini”.
Imbauan ini bukan dari Gereja, melainkan dari koperasi kredit. Intin-
ya: kita diajak berkoperasi.
Dengan itu kita santuni kaum duafa, kaum lemah.
Ini pun “khotbah” lucu. Dalam kisah sufi ada disebut cerita
seorang gaek penyembah patung. Ia menyembah tanpa pamrih. Tapi
di usia ke-70 ia punya kebutuhan penting. Doa pun diajukan. Sayang,
patung itu cuma diam. Kakek kecewa. Ia minta pada Allah. Dan ajaib:
dikabulkan.
Bukan urusan dia bila masalah kemudian timbul, sebab Al-
lah-lah, bukan dia, yang diprotes oleh para malaikat.
“Mengapa ya, Allah, Kaukabulkan doa si kakek? Lupakah Kau
ia penyembah patung? Bukankah ia kafir yang nyata?”
Allah senyum. “Betul,” jawabnya, “Tapi kalau bukan Aku, siapa
akan mengabulkan doanya? Kalau Aku pun diam, lalu apa bedanya
Aku dengan patung?”
78
Siang malam aku pun berdoa, semoga humor kaum sufi ini tak
dilarang.
--------------
Mohammad Sobary, Tempo 27 Oktober 1990
ASAL USUL
Monumen
HALAMAN Balai Desa Watu Genuk hari itu meriah. Seorang pejabat
tinggi dari pusat sedang berpidato. Beliau menguraikan rencana besar
membangun monumen buat memperingati kemenangan gilang-gem-
ilang di zaman revolusi dulu, saat tentara kita mengatur siasat
mundur untuk menggempur pasukan Belanda.
Dulu komandan pasukan yang sekarang sudah almarhum,
mengakui kemenangan itu bukan semata milik tentara, melainkan
juga milik rakyat Desa Watu Genuk dan sekitarnya.
“Tanpa semangat juang dan patriotisme yang tulus daripada
Saudara-saudara sekalian di sini, tak mungkin saat itu kita menang.
Tanpa uluran tangan daripada Saudara-saudara negara kita mungkin
belum merdeka,” kata sang pejabat dalam pidatonya.
Menurut sang pejabat, monumen itu penting. Bahkan sangat
penting bagi seluruh bangsa dan negara.
“Jangan lupa, desa ini sudah menjadi bagian daripada sejarah
perjuangan bangsa kita.”
Sang pejabat berhenti. Pidato pun selesai. Beliau lalu mengan-
jurkan rakyat agar tak perlu ewuh pekewuh (maksudnya jangan se-
gan-segan) mengutarakan pendapat lain.
Kang Jumairi, ketua pemuda desa, angkat tangan. Ia menya-
takan monumen memang sangat penting, tapi yang dibutuhkan warga
79
desa bukan tugu atau patung melainkan monumen hidup.
“Maksudnya apa?” tanya sang pejabat.
“Jalan beraspal yang tak kami miliki di sini atau bendungan
untuk pengairan sawah,” sahut Kang Jumairi.
Pak Dukuh, Pak Lurah, dan Pak Camat, merah padam men-
dengar usul yang mereka anggap lancang itu. Mereka takut usul Ju-
mairi membuat bapak dari pusat tak berkenan di hati.
“Kalau dekat sudah aku bungkam mulut lancang itu,” gerutu
Pak Lurah.
“Bocah itu perlu diberi pelajaran,” kata Pak Camat dalam hati.
“Memalukan. Dikira aku gagal membina rakyat desa.”
Tanggapan para pejabat setempat lain sekali. Mereka memuji-
muji gagasan cerdas itu. Pak Bupati sendiri bahkan menyatakan
monumen itu bakal menjadi lambang kemajuan dan kesejahteraan
desa.
***
SORE harinya, Kang Jumairi dipanggil ke kecamatan. Ia diinterogasi
Pak Dukuh, Pak Lurah, Bintara Pembina Desa, dan Pak Camat. Mereka
ikut memeriksa siapa di belakang bocah itu.
Wajah Kang Jamairi lesu. Ia pasrah diapakan saja terserah.
Baginya usul tadi hanya menyuarakan bisikan hati nuraninya. Dan
itu sebetulnya apa salahnya?
Memang tak ada salahnya. Tapi dalam urusan seperti itu, hati
nurani tak pernah diperhatikan orang. Maka sebulan setelah itu,
pembangunan monumen dimulai.
80
Tawaran agar warga desa menyampaikan pandangan lain, kita
tahu cuma tambahan. Ada atau tak ada usul, jadwal harus dijalankan.
Pembangunan pun selesai beberapa bulan kemudian. Ada
patung tentara memanggul bedil, bertopi baja, dan masih menyan-
dang pistol di pinggang kirinya. Di sebelahnya dalam postur lebih
bersahaja, berdiri patung petani desa yang lugu memanggul bambu
runcing. Di bawah kedua patung itu tertulis Manunggal Karsa, Negara
pun Jaya.
Tibalah hari peresmian. Desa tampak meriah lagi. Dan seorang
pejabat tinggi -juga dari pusat- berpidato lagi. Beliau menguraikan
arti filsafat “manunggal karsa manunggal karya” itu.
Tepuk tangan membahana. Sang pejabat puas. Pak Bupati
puas. Pak Camat puas. Begitu juga Pak Lurah dan segenap aparat
desa lainnya.
Kang Jumairi?
Wajahnya cuma datar. Orang sukar menebak apa yang tengah bergulat
dalam pikiran dan perasaannya. Kita cuma bisa menduga mungkin
ia kecewa.
Kang Jumairi lupa, monumen itu memang bukan terutama
buat kesejahteraan warga desa melainkan buat kepentingan sejarah.
Sekali lagi sejarah!
Ini alasan resminya. Selebihnya seperti monumen-monu-
men lain, fungsinya buat pemujaan. Dan sejarah pun, terutama bila
menyangkut nama orang besar menjadi barang sakral. Tak aneh bila
kritik atas sejarah dianggap kritik pada tokoh secara pribadi. Logika
sejarah ini tak tertangkap gelombang pemikiran Kang Jumairi. Ia ma-
sih terlalu lugu untuk memahami situasi secara utuh. Kecanggihan
macam itu pendeknya jauh di luar jangkauan nalarnya.
81
Saya pun tidak tahu. Bagi saya usul itu bagus sekali. Ia mem-
beri jawaban kongkret atas kebutuhan warga desa yang selalu kere-
potan memperoleh air buat pengairan sawah. Orang desa lebih pa-
ham perkara desanya.
Meskipun begitu, pandangan saya lain. Jalan atau bendun-
gan, atau kedua-duanya sekalipun buat saya bukan monumen hidup.
Keduanya bisa rusak. Kegunaannya pun terbatas.
Bagi saya bangunan dan makna simbolik monumen tak ada
gunanya dibanding cara berpolitik yang adil dan bersih dari pusat. Ia
bisa memberi wawasan sehat perpolitikan seluruh bangsa.
Inilah monumen paling sejati. Ia tak perlu dana pemugaran
yang mudah mengundang korupsi. Selebihnya ia pun bukan cuma
tak bisa rusak, melainkan malah semakin kukuh, semakin berkem-
bang dalam jiwa setiap orang.
Monumen, bagi saya, tak harus kelihatan sosoknya, tapi wajib
kelihatan apa makna dan hasil nyata yang bisa dinikmati seluruh
bangsa. ***
Mohammad Sobary
82
83
BAB VII
MENULIS FEATURE
Menulis menurut sebagian besar orang adalah pekerjaan yang tera-
mat sulit, meski Arswendo mengatakan bahwa “mengarang itu gam-
pang”. Apalagi untuk menulis di media massa, ternyata membutuh-
kan banyak usaha dan upaya serta kiat dan tekniknya.
Salah satu bentuk tulisan yang amat populer di media mas-
sa adalah tulisan feature atau karangan khas. Feature dianggap bisa
berperan menstimuli atau ‘merangsang’ alur pemikiran pembacan-
ya. Karangan Khas memiliki ciri khusus jika dibandingkan dengan
produk jurnalistik lainnya karena karangan khas berpotensi mem-
beritahu dan sekaligus memberi pemahaman kepada pembaca ten-
tang peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat.
Potensi seperti ini nyaris tak dimiliki oleh Berita Lempang
(Straight News) yang lebih mementingkan unsur-unsur 5 W dan 1 H.
Sedangkan saat menulis sebuah feature, seorang penulis atau war-
tawan tidak hanya bergulat soal apakah nanti tulisannya menarik
atau tidak tetapi, bagaimana gaya serta teknik penulisannya. Lalu
apa sebenarnya tulisan feature ini?
PADA MULANYA ADALAH SEBUAH FEATURE
Sebelum melangkah jauh membahas kiat atau teknik menulis feature
ada baiknya kita mengenal apa itu sebenarnya feature. Inilah batasan
klasik dari feature:
84
“Cerita feature adalah artikel yang kreatif, kadang-kadang
subjektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan
memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan
atau segala kehidupan,”19
Tidak seperti penulisan berita biasa, penulisan feature me-
mungkinkan reporter atau si penulisnya ‘menciptakan’ sebuah cerita.
Memang dia masih terikat etika bahwa apa yang ditulisnya tetap harus
“akurat”, artinya karangan fiktif dan khayalan tidak boleh.
Tapi dari suatu peristiwa atau keadaan, seseorang reporter
bisa saja menggagas sebuah feature. Kemudian dia setelah mengada-
kan penelitian dan mengumpulkan bahan terhadap gagasannya itu,
dia menulis feature.20
Misalnya, Anda seorang wartawan atau calon wartawan yang
biasa meliput bidang pendidikan. Redaktur menugaskan Anda mem-
buat sebuah tulisan yang terkait dengan Hari Pendidikan Nasional
yang jatuh pada 2 Mei.
Mungkin anda bosan hanya menulis tentang sejarah Budi Utomo,
atau Taman Siswa. Gagasan Anda kemudian mengalir begitu saja ke-
tika Anda melihat anak-anak usia sekolah pada siang hari yang panas
masih berjuang mencari sekeping rupiah di perempatan lampu
merah jalan Kebon Sirih.
Anda juga melihat bahwa di pinggir jalan, ada sekelompok
remaja menutupi wajahnya dengan kaos yang dipakainya dan se-
cara sembunyi-sembunyi mengisap aroma bau menyengat dari lem
Aica Aibon. Lalu, dibolak-balik buku-buku catatan atau artikel soal
kesehatan yang memperlihatkan bahwa teramat berbahaya bagi
19 Baca buku Teknik Penulisan Feature, Andi Baso M, 1994, Gramedia
20 Lebih bagus lagi bila anda baca juga “Seandainya Saya Wartawan Tempo” karya Bambang Budjono, ISAI, 2000
85
anak-anak kecil melakukan aksi ‘ngelem’ tersebut bisa saja meru-
sak organ-organ dalam tubuhnya khususnya syaraf. Lalu, mulailah
Anda tulis, “Anak-Anak Tanpa Masa Depan” yang merupakan gagasan
kreatif anda melihat kondisi serta keadaan di sekitar anda. Hasilnya
berupa feature yang menarik.
Sisi lain yang terkait dengan penulisan feature adalah bahwa
feature anda harus informatif yang bisa memberikan informasi ke-
pada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mun-
gkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran.
Koran-koran mengabaikan keberadaan Museum di Jakarta
yang konon terancam ditutup karena kekurangan dana –misalnya
museum sejarah--. Seorang wartawan bisa mengunjungi museum
tersebut, kemudian dia melakukan tanya jawab dengan direktur mu-
seum itu mengenai krisis keuangan itu. Bisa saja hasilnya dibuat se-
buah berita dengan judul “Museum Sejarah Alam Hadapi lampu Mer-
ah”.
Tapi wartawan tentu bisa lebih kreatif dengan mengambil
sudut penceritaan yang menarik sehingga pembaca bisa mendapat
informasi yang penting soal pentingnya museum itu bagi masyarakat
luas. Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam
bentuk-bentuk lain. Feature bisa menerjemahkan akibat suatu ben-
cana pada umat manusia, dengan memusatkan perhatian kepada
keadaan masyarakat yang tertimpa bencana. Kondisi sosial, seperti
perumahan yang rusak bisa digambarkan secara efektif dengan pe-
lukisan yang baik.
Feature juga punya kemampuan untuk menghibur. Selama
ini orang percaya bahwa dengan hadirnya televisi maka berakhirlah
zaman keemasan penulisan surat kabar. Tapi dalam 20 tahun terakh-
ir ini, feature menjadi alat penting bagi surat kabar untuk bersaing
dengan media elektronik. Wartawan harian apalagi majalah bisa
mengalahkan saingannya radio dan TV dengan cerita eksklusif. Surat
86
kabar bisa membuat versi yang lebih mendalam dan menarik menge-
nai sebuah cerita yang disiarkan radio atau televisi.
Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin
seperti pembunuhan, skandal, bencana dan percaturan politik yang
selalu menghiasi kolom-kolom berita.
BATASAN FEATURE
Meski belum ada kesepakatan dan kesepahaman yang sama antara
pakar jurnalistik mengenai batasan feature, tapi mereka sepakat
bahwa feature adalah bukan berita lempang (straight news).
Berita lempang adalah laporan tentang peristiwa fisik dan
intelektual (misalnya bencana alam atau pendapat seseorang) yang
terjadi atau diucapkan pada saat itu, dan ditulis menggunakan
rumus 5 W + 1 H.
Berita lempang juga dibuat menggunakan struktur paramida
terbalik yang berarti bahwa segi-segi terpenting dari peristiwa ditu-
lis pada paragraf pertama yang biasa disebut ‘Lead” kemudian dii-
kuti segi-segi peristiwa lainnya dalam sejumlah paragraf berikutnya
yang dinamakan ‘Body’ dan semakin ke bawah semakin berkurang
pentingnya.
Secara umum ada sejumlah pengertian mengenai feature
yang dianut oleh sebagian besar wartawan dan praktisi jurnalistik
yakni:
1. Suatu karangan yang melukiskan suatu pernyataan dengan lebih
terperinci sehingga apa yang dilaporkan hidup dan tergambar
dalam imajinasi pembaca
2. Feature adalah suatu artikel atau karangan yang lebih ringan atau
lebih umum, tentang daya pikat manusiawi, atau gaya hidup,
87
ketimbang berita lempang yang ditulis dari peristiwa yang masih
hangat
3. Feature (karangan khas) adalah artikel yang kreatif kadang-kadang
subyektif yang dirancang terutama untuk menghibur dan mem-
beritahu pembaca tentang peristiwa, situasi atau aspek kehidupan.
Dari sejumlah pengertian ini, kesimpulan sementara Feature
adalah: artikel atau karangan, gaya pengutaraannya ringan sedemikian
rupa sehingga laporannya hidup dan mengendap dalam imajinasi
pembaca, isinya tentang daya pikat manusiawi atau pun gaya hidup,
wujud kreativitas penulisnya, kadang menampilkan subyektivitas
penulis, bertujuan untuk memberitahu dan menghibur.
Andi Baso Mappatoto, MA dalam bukunya “Teknik Penulisan
Feature (1994)” menjelaskan bahwa feature adalah “karangan leng-
kap nonfiksi bukan berita lempang dalam media massa yang tak ten-
tu panjangnya, dipaparkan secara hidup sebagai pengungkapan daya
kreativitas penulis kadang-kadang dengan sentuhan subyektivitas
pengarang terhadap suatu Peristiwa.”
Karangan khas yang ditujukan ke redaksi media massa me-
mang tidak mempunyai patokan tentang jumlah kata yang digu-
nakan. Biasanya jumlah kata berkisar antara 100 dan 2000 kata kalau
tulisan akan diterbitkan dalam surat kabar harian atau surat kabar
berkala. Kalau untuk majalah, jumlah kata berkisar antara 1000 dan
6000 kata, tapi kebanyakan tulisan yang efektif hanya sekitar 2000
kata.
Penyampaian karangan khas tidak formal dan kaku seperti
halnya berita lempang. Secara umum, karangan akan memberi kesan
hidup jikalau ada dialog atau anekdot dan pilihan kata yang menarik
(diksi).
88
BENTUK-BENTUK KARANGAN KHAS
Secara umum, karangan khas bisa dibedakan menjadi dua, yaitu
kelompok karangan khas yang bersifat ‘explanation’ dan karangan
yang bersifat persuasi (persuasion) atau sering disebut juga argu-
mentasi.
A.Kelompok Explanation.
Yang termasuk karkhas (feature) jenis ini di antaranya adalah:
a. Karangan Khas Berita (News feature/sidebars), yaitu karangan
khas yang mempunyai cantelan langsung pada berita lempang
(News Peg). Artinya, tulisan ini merupakan suplemen dari berita
lempang tetapi lebih banyak bercerita tentang manusia, pandang-
annya, perasaannya, penderitaannya, ketabahannya, harapannya
dan sebagainya. Tulisan sidebars bisa pendek, bisa juga panjang
sampai-sampai bisa menjadi laporan in depth. Teknik penulisan-
nya dapat bersifat humoristis, ironis dan dapat juga menciptakan
kesan tegang (suspense).
Contoh: ……Ketika pusaran angin puting beliung menerbangkan
sejumlah rumah di suatu tempat sedikit jauh darinya, Midun Rum-
pi berdoa sejenak dan menggiring istri dan anak-anaknya yang
menangis tersedu-sedu ke bawah naungan pohon cemara raksasa.
Di bawah naungan pohon, keluarga Midun Rumpi mendengar gem-
uruh penghancuran semakin mendekat. Dirasakan tanahnya tergun-
cang.... Sebelumnya, si reporter membuat berita lempang soal seran-
gan angin puting beliung di sebuah kota yang berpenduduk satu jiwa
orang. Serangan angin Topan pada pagi hari Senin menelan korban
23 orang meninggal, 341 luka-luka dan meruntuhkan separuh jum-
lah bangunan dalam kota. Karangan Khas berita harus diterbitkan
pada halaman yang sama dengan tempat berita lempang disiarkan,
setidak-tidaknya pada edisi yang sama.
89
b. Karangan Khas Sejarah (Historical Feature). Tulisan karkhas ini
mengacu kepada keterikatan masa lampau dengan masa kini. Mak-
sud dari upaya mengkaitkan masa lalu dengan masa kini adalah
untuk menyegarkan ingatan para pembaca tentang kejadian yang
bernilai sejarah. Misalnya tulisan soal pembantaian para pahlawan
revolusi pada 30 September 1965. Ditinjau dari psikologi, keban-
yakan orang senang membaca sesuatu yang lampau untuk diband-
ingkan dengan kondisi aktual sekarang.
Contoh: Siaran RRI pukul 07.20 pada 1 Oktober 1965 tak ubahnya
seperti petir membelah bumi di pagi hari bagi sebagian besar rakyat
manakala mereka mendengar bahwa telah terjadi perubahan kekua-
saan negara secara mendadak. Pengumuman dari golongan yang
menamakan dirinya Gerakan 30 September bahwa mereka telah
menggagalkan usaha percobaan perebutan kekuasaan oleh apa yang
mereka namakan Dewan Jenderal membalikkan arus tanda tanya
rakyat menjadi amarah, tatkala mereka mengetahui enam orang
pimpinan TNI-AD dibantai oleh PKI yang mendalangi gerakan terse-
but. Episode berdarah PKI memasuki titik balik ketika Pangkostrad
(waktu itu) Mayjen Soeharto memimpin garis komando penumpasan
pemberontakan komunis di Indonesia sejak 3 Oktober 1965. Kini pu-
luhan tahun kemudian, masih segar ingatan orang tentang apa yang
terjadi pada waktu itu....
c. Feature Perayaan. Karangan ini mengacu pada peristiwa yang ter-
kait dan berkenaan dengan perayaan hari-hari besar dan hari
keagamaan. Misalnya untuk mengenang 17 Agustus 1945, bisa
ditulis sebuah karangan yang terkait dengannya. Hal-hal yang perlu
diperhatikan sebagai bahan karangan adalah suatu yang lain dari-
pada yang biasa terjadi, terutama yang bersifat fisik. Kejadian non
fisik, misalnya kejadian yang menyangkut emosi, hal-hal yang iro-
nis dapat dijadikan bahan-bahan tulisan dalam bentuk lain.
d. Feature/karangan Khas sosok pribadi (Personality Profile). Tulisan
ini sering disebut juga sebagai cerita sukses (success story) atau
90
Biografi. Intinya adalah uraian tentang tahap-tahap jalan hidup
seseorang menuju puncak ketenaran dalam pengertian dikotomis:
baik dan yang buruk. Misalnya seseorang sukses sebagai pengusaha
raksasa, atau seorang jadi penjahat ulung atau perampok hebat.
Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan bahan.
Pertama, tulis latar belakang hidup seseorang termasuk ayah
bundanya dan orang-orang yang pernah dekat dengannya. Kedua,
apa yang pernah dan sedang dilakukannya. Ketiga, apa sebenarnya
cita-cita atau aspirasinya. Contoh.... Siapa yang tidak kenal
dengan Bung Karno, Presiden pertama di Indonesia, kharismanya
sebagai pemimpin masih kuat dalam benak pikiran orang-orang
Indonesia....
e. Feature Human Interest (Daya pikat Manusiawi). Karangan Khas
jenis ini lebih menonjolkan aspek-aspek dramatis, emosional dan
materi latar belakang yang menyangkut manusia sebagai cirinya
ketimbang tulisan berita lempang yang materi pokoknya adalah
peristiwa, pendapat dan masalah (news incident). Dengan kata lain
feature jenis ini memperlakukan hal atau kejadian di balik peris-
tiwa yang menimpa manusia seperti tekanan batin, beban pikiran,
keadaan dramatis, gagasan, emosi dan ambisi seseorang sebagai
unsur dominan. Tujuannya adalah untuk memberi sentuhan emosi
kepada khalayak yang dapat menimbulkan perasaan simpati,
empati, senang, benci dan marah. Kebanyakan feature human
interest yang baik adalah orang yang mencintai orang. Mereka
menggemari hal-hal aneh dan memanfaatkan hal-hal ini untuk
dijadikan cerita dengan cara mengamati dan menulisnya. Penulis-
penulis seperti ini mempunyai hubungan dengan tokoh-tokoh
“jalanan” seperti bartender, pelacur, pencopet, pemabuk dan pemi-
num obat bius. Hubungan semacam itu sering membuat reporter
menjadi bahan kecurigaan. Meskipun demikian, reporter tidak
selalu harus mengambil resiko dengan menembus lingkungan
yang kasar itu untuk mencari bahan penulisan human interest.
91
f. Feature Pembuka Tabir (Curtain raiser). Karangan ini merupakan
tulisan yang berisi langkah-langkah, peristiwa atau pendapat se-
bagai suatu persiapan kejadian yang penting sekali. Misalnya, ren-
cana kunjungan kerja Kepala negara ke suatu negara, menjelang
suatu konferensi internasional, menjelang Sidang Umum MPR/
DPR, menjelang pelaksanaan pemilu, menjelang pelaksanaan pro-
gram yang menyangkut hajat orang banyak. Acuan jenis tulisan ini
adalah apa yang sudah diketahui sepanjang yang diingat dan bahan
referensi tertulis seperti dokumen, artikel, kliping atau pendapat
orang yang berwenang.
g. Feature Wisata. Sesuai dengan namanya, feature jenis ini menuturkan
pengalaman pengarang tentang hasil kunjungannya ke objek wisata
atau tempat yang menarik lainnya baik segi sejarah, arsitektur
maupun dari segi keindahan alam.
B. Feature Kelompok Persuasi (Argumentasi)
a. Feature Ilmu Pengetahuan Populer (Science Report). Karangan ini
adalah perkembangan yang penting dan menjadi salah satu cabang
jurnalistik. Dia dapat membantu tumbuhnya dukungan terhadap
riset dan pendidikan bagi khalayak tertentu, atau khalayak pada
umumnya, untuk berpikir ilmiah. Untuk menjadi penulis Science
report, seseorang pertama-tama harus menjadi reporter yang
mahir, yang mampu berpikir dan menulis bukan seperti orang
awam. Umumnya penulisan karangan ilmu pengetahuan populer
menggunakan teknik analogi.
b. Berita Analisis (News Analysis). Kadang-kadang berita analisis
disebut juga berita bertafsir (interpretative report). Isinya
mengungkapkan dan menjelaskan asal-muasalnya masalah yang
kompleks dan kemungkinan dampaknya. Biasanya tulisan ini
diterbitkan bersamaan dengan berita lempang tentang masalah
yang kompleks itu. Penjelasan tentang asal muasal dan kemung-
kinan dampak masalah itu diberikan berdasarkan fakta,
92
pengetahuan dan penilaian profesional dari penulis yang tidak
dibenarkan mendukung suatu pandangan atau ideologi tertentu.
Adalah tugas penulis News Analysis untuk membantu khalayak
dalam menimbang, menilai dan memahami masalah yang kom-
pleks itu. Tetapi penulis tidak boleh menyodorkan penilaiannya
kepada khalayak. Artinya, penulis news analysis harus matang
secara intelektual dan profesional. Dengan demikian, pembaca
menilai tulisan News Analysis berdasarkan keahlian profesional
dari penulisnya. Mengingat sifatnya yang analitik, news analysis
mempunyai susunan pola pikir: peristiwa-sebab-dampak.
c. Laporan Berkedalaman (In depth report). Karangan ini membatasi
diri khusus membahas atau menceritakan satu aspek saja dari
suatu masalah yang sebetulnya berdimensi banyak. Tapi aspek itu
kemudian dalam penulisannya dilengkapi dengan fakta yang rele-
van dan tetap dalam batas satu aspek saja sehingga duduk soalnya
menjadi jelas bagi pembaca.
d. Feature Tuntutan Keterampilan (How-To-Do-It).
Sesuai dengan namanya, karangan Khas ini memberikan tuntunan
kepada pembaca mengenai keterampilan atau pengetahuan praktis
serta kiat-kiat tertentu. Pembaca diharapkan bisa mendapatkan
informasi praktis yang bisa berguna bagi kehidupan mereka.
Karkhas macam ini pada dasarnya adalah wujud nyata sarana pen-
didikan dengan atau tanpa gambar atau sketsa yang mengiringi
karangan. Misalnya tulisan praktis cara mudah membuat telur
asin. Contoh: rasa-rasanya, tak seorang pun yang tidak mengenal
telur asin. Bahkan para penggemar merasakan betapa nikmatnya
telur asin tersebut…..
93
BAB VIII
KIAT MENULIS
DI MEDIA MASSA
Banyak pertanyaan dari sejumlah calon penulis atau mereka yang
baru mencoba menulis. Apa yang akan saya tulis? Apa kriteria
sebuah tulisan layak dimuat oleh media massa? Apakah media massa
begitu mudah menerima tulisan orang lain, bukan tulisan dari war-
tawannya? Siapa yang membaca tulisan itu?
Meski ada sejumlah pengarang yang mengatakan ‘mengarang
itu gampang’, kita tidak begitu saja percaya. Ya memang gampang
bagi yang sudah biasa menulis, tapi buat para pemula ‘pekerjaan’
menulis susahnya bukan main. Tapi pertanyaannya, apakah sungguh-
sungguh sulit menulis? Apa sebenarnya kiat-kiat agar mampu menulis
yang baik?
Menulis, menurut wartawan ANTARA senior, Artini Msi,
memang bukan sebuah kerajinan tangan, tapi kordinasi yang cermat
atas pemikiran, perasaan, dan tangan. Tidak cukup hanya menekuni
teknik menulis, tapi juga seiring dengan upaya memperluas wawasan
dan rangsangan pada otak.
Lebih jauh lagi, menulis dan membaca saling menyatu. Apa
yang kita tulis pada dasarnya berasal dari apa yang kita baca juga.
Otak yang cemerlang akan melakukan tugas seleksi, analisis dan
akan memerintahkan tangan untuk menuliskan buah pikiran.
94
Namun demikian, agar dapat menulis dengan baik dan memi-
kat perlu kiat-kiat atau teknik penulisan serta latihan-latihan agar
menjadi kebiasaan yang melekat.
Kapan sebuah tulisan dimuat di media massa? Ada sitilah di
media massa terkait hal itu, yakni bahwa tulisan kita haruslah “layak
siar”. Kriteria layak siar itu memang ‘sayangnya’ ditentukan oleh
redaksi media massa yang kita tuju dan belum tentu sama antara
media ‘X’ dan Media ‘Y’.
Meski begitu ada sejumlah tujuan dan nilai-nilai yang biasanya
dipegang oleh wartawan atau redaksi saat hendak ‘meloloskan’
sebuah berita atau tulisan.
Tujuan penulisan di media salah satunya adalah memberi
informasi (to inform) artinya kita berupaya memberi tambahan pen-
getahuan bagi pembacan mengenai sesuatu hal yang memang sangat
berguna.
Kedua, menulis juga mampu mendidik (to educate) pembaca
mengenai gagasan atau ide yang baik yang patut ditiru, selain itu
tulisan kita juga bisa mempengaruhi pembaca agar mengikuti cara
pandang kita, mengikuti apa mau kita dan paling tidak kita meng-
arahkan opini publik ke arah yang kita inginkan.21
Pada dasarnya ada tiga fungsi social media massa yang patut
kita simak dan ini berlaku juga untuk media internal:
1. Pengawasan social (social surveillance): penyebaran informasi dan
interpretasi yang obyektif dengan tujuan kontrol social agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
21 Bisa dibaca secara rinci dalam buku ‘Teori Komunikasi Massa’ Suatu pengantar karya Denis McQuail, 1996
Erlangga, Jakarta (alih bahasaAgus Dharma dkk)
95
2. Korelasi social (social correlation): pemberian informasi dan
interpretasi yang menghubungkan kelompok social yang satu
dengan yang lainnya dengan tujuan mencapai konsensus.
3. Sosialisasi (socialization): pewarisan nilai-nilai dari satu kelompok
ke kelompok lainnya, dari manejemen ke karyawan.
Secara umum produk jurnalistik adalah: berita, non berita
dan foto jurnalistik. Untuk berita biasanya dilakukan oleh wartawan-
wartawan atau reporter media tersebut, demikian juga untuk foto
jurnalistik. Peluang yang masih mungkin buat kita adalah menulis
‘non berita’.
Sejumlah ragam tulisan yang bisa kita kirimkan ke media massa
adalah: Artikel/opini, kolom ,resensi, analisis berita, dan features/
karangan khas. Jenis-jenis karangan khas misalnya: sketsa human
interest, profil, soal iptek, tulisan tentang perempuan/keluarga,
kiat sukses, laporan perjalanan, tulisan sejarah, pengalaman pribadi
yang unik.22
Non berita adalah tulisan-tulisan di luar berita yang dihasilkan
oleh wartawan. Dalam sebuah berita penulis atau wartawan hanya
mengungkapkan apa yang dilihat, didengar atau dirasakan saja (fakta)
tetapi dalam tulisan non berita, yang diungkapkan penulis adalah
buah pikir penulis atas fakta.
Dengan lain perkataan, dalam berita penulis hanya menjadi
perantara/jembatan antara peristiwa dengan pembaca karena fakta
hanya disampaikan apa adanya, sedangkan dalam Non Berita, penulis
mengungkapkan hasil pemikiran sendiri atas fakta–fakta diolah ter-
lebih dahulu
22 Bisa di baca pada makalah : Kiat Menulis di Media Massa, LPJA 2004 karya Artini Msi
96
MENULIS ARTIKEL DAN OPINI
Jenis-jenis artikel/opini:
1. Interpretative: biasanya untuk isu-isu yang masih kontroversial
seperti aborsi atau isu yang belum jelas seperti energi nuklir.
Tekanan tulisan ada pada unsur “why”.
2. Analysis: sama dengan interpretative tapi perspektif yang diguna-
kan adalah perspektif si penulis sendiri. Itu sebabnya analysis juga
disebut tulisan komentar untuk menjelaskan dan mengklarifikasi
suatu peristiwa. Di Republika menggunakan rubrik OPINI.23
Struktur:
1. Pengantar: berisi alasan-alasan mengapa kita tertarik menuliskan
artikel/opini tersebut. Juga sertakan data-data atau fakta yang
amat menarik dan kontroversial mengenai tema tulisan yang akan
kita buat.
2. Masalah/problema: kemudian dilanjutkan dengan permasalahan
atau problema penting yang hendak kita gali atau pecahkan.
Masukkan juga data-data atau pendapat yang memperkuat atau
membuktikan adanya permasalahan tersebut.
3. Akar Persoalan/sebab masalah. Secara lengkap dan rasionil anda
masukkan alasan atau sebab-sebab mengapa persoalan itu timbul
dan berkembang. Bisa anda tinjau dari sejumlah segi, atau sudut
penilaian sesuai kebutuhan. Dukunglah alasan anda dengan teori-
teori atau konsep terkait yang relevan agar tulisan anda makin
berbobot.
4. Masukkan gagasan anda. Gagasan apa yang anda tawarkan untuk
memecahkan persoalan di atas, kendala-kendala apa atau tantang-
an apa yang harus dihadapi bila gagasan anda itu dilakukan, keun-
tungan atau kerugian apa yang bisa terjadi.
5. Masukkan jalan keluar apa yang anda tawarkan untuk menyele-
saikan problema di atas. Bisa berupa kesimpulan atau ringkasan
23 Artini, Ibid.
97
atau sistem terbuka di mana persoalan atau jalan keluarnya justru
diserahkan kembali kepada sidang pembaca.
Contoh:
Tema Remaja dan pornografi
Judul
Lead/Intro 1.Remaja dan Pornografi
Masalah 2. Remaja dikepung Pornografi
Sebab/Latar Belakang 3.Remaja di tengah Kepungan Pornografi
Gagasan Kita -heboh VCD Bandung lautan api
-bursa penjualan VCD porno Glodok yang makin
Penutup ramai
-tidak konsistennya hukum menindak pengedar vcd
porno dsb
-remaja Indonesia begitu rawan terhadap godaan
-mereka harus dilindungi agar tidak menjadi korban
-maraknya penjualan VCD porno yang seolah dibiar-
kan
-remaja masih rawan di tinjau dari psikologi
perkembangan
-mereka gampang terpengaruh ajakan menyimpang
-hukum dan UU belum sanggup melindungi remaja
dari kepungan pornografi
-kontrol masyarakat masih teramat lemah terhadap
kegiatan pornografi
-penegakkan hukum harus makin kuat
-kontrol sosial dari masyarakat harus makin kuat
-ada gerakan tidak membeli barang-barang porno
-harus ada pressure dari anggota masyarakat tanpa
pandang bulu
Kesimpulan : perlu adanya pressure dari masyarakat
dan adanya gerakan menolak pornografi secara lebih
konsisten
98 -teori tentang remaja dan perkembangan
psikologisnya
Bahan/data sekunder -data kejahatan narkoba di kalangan remaja
yang perlu disiapkan di Indonesia dan di negara lain
-besarnya hukuman bagi mereka yang
menjual barang porno
-teori atau konsep tentang kontrol sosial
dan efektivitasnya bagi pelanggaran hukum
dan sebagainya sesuai keperluan
Observasi/wawancara -melihat secara langsung bagaimana
suasana penjualan VCD porno di kawasan
Glodok Jakarta
-wawancara kepada pedagang mengenai
animo masyarakat terhadap barang-barang
porno
-observasi berapa banyak remaja yang
ikut-ikutan membeli VCD porno
-wawancara dengan pakar psikologi
mengenai dampai pornografi bagi remaja
dan sebagainya
GAGASAN ALTERNATIF
1. bentuk kelompok penulis (misalnya kelompok penulis guru SLTA
se Jaktim)
2. tentukan waktu berkumpul untuk membahas gagasan-gagasan
atau rencana penulisan. Misalnya seminggu sekali/dua minggu
sekali
3. pada pertemuan itu, masing-masing peserta ungkapkan gagasan
penulisan disertai langkah-langkah/draft rencana penulisan
4. masing-masing memberi komentar bukan kritik pedas, anggota
kelompok saling memberi masukan misalnya jalan keluar atau ide
baru untuk memecahkan persoalan yang diangkat oleh pemrakarsa
/perencana
99
5. kemudian dari hasil pertemuan tersebut, dibuat tulisan yang lebih
lengkap. Kemudian tentukan jadwal pertemuan berikutnya dengan
agenda yang sama. Bila tulisan sudah siap segera kirimkan sesuai
rencana
6. evaluasi apabila tulisan itu dimuat atau tidak dimuat di media
massa, untuk bahan kajian pada pertemuan berikutnya.