The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by zainalabidin9266, 2021-03-09 02:19:53

Buku Ringkasan Materi Kimia Lengkap

Buku Ringkasan Materi Kimia Lengkap

RINGKASAN MATERI KIMIA

DAFTAR ISI

Bab I. Stoikiometri
A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia
B. Massa Atom Dan Massa Rumus
C. Konsep Mol
D. Persamaan Reaksi

Bab II. Hitungan Kimia
Hitungan Kimia

Bab III. Termokimia
A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm
B. Perubahan Entalpi
C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess
D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

Bab IV. Sistem Koloid
A. Sistem Dispers Dan Jenis Koloid
B. Sifat-Sifat Koloid
C. Elektroforesis Dan Dialisis
D. Pembuatan Koloid

Bab V. Kecepatan Reaksi
A. Konsentrasi Dan Kecepatan Reaksi
B. Orde Reaksi
C. Teori Tumbukan Dan Keadaan Transisi
D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi

Bab VI. Kesetimbangan Kimia
A. Keadaan Kesetimbangan
B. Hukum Kesetimbangan
C. Pergeseran Kesetimbangan
D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan

Hubungan Antara Harga Kc Dengan Kp
E. Kesetimbangan Disosiasi

Bab VII. Larutan
A. Larutan
B. Konsentrasi Larutan

Bab VIII. Eksponen Hidrogen
A. Pendahuluan
B. Menyatakan pH Larutan Asam
C. Menyatakan pH Larutan Basa
D. Larutan Buffer (penyangga)
E. Hidrolisis
F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah
G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Kuat

Bab IX. Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan
A. Teori Asam Basa
B. Stokiometri Larutan

Bab X. Zat Radioaktif
A. Keradioaktifan Alam
B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan

Bab XI. Kimia Lingkungan
Kimia Lingkungan

Bab XII. Kimia Terapan Dan Terpakai
Kimia Terapan Dan Terpakai

Bab XIII. Sifat Koligatif Larutan
A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit
B. Penurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik

Didih
C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik
D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Bab XIV. Hasil Kali Kelarutan
A. Pengertian Dasar
B. Kelarutan
C. Mengendapkan Elektrolit

Bab XV. Reaksi Redoks Dan Elektrokimia
A. Oksidasi - Reduksi
B. Konsep Bilangan Oksidasi
C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks
D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks
E. Elektrokimia
F. Sel Volta
G. Potensial Elektroda
H. Korosi
I. Elektrolisis
J. Hukum Faraday.

Bab XVI. Struktur Atom

A. Pengertian Dasar
B. Model Atom
C. Bilangan-Bilangan Kuantum
D. Konfigurasi Elektron

Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur

Sistem Periodik Unsur-Unsur

Bab XVIII. Ikatan Kimia

A. Peranan Elektron Dalam Ikatan Kimia
B. Ikatan ion = Elektrovalen = Heteropolar
C. Ikatan Kovalen = Homopolar
D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar
E. Ikatan Logam, Hidrogen, Van Der Walls
F. Bentuk Molekul

Bab XIX. Hidrokarbon
A. Hidrokarbon termasuk senyawa karbon
B. Kekhasan atom karbon
C. Klasifikasi hidrokarbon
D. Alkana
E. Isomer alkana
F. Tata nama alkana
G. Alkena
H. Alkuna
I. Beberapa hidrokarbon lain

Bab XX. Gas Mulia
Unsur-Unsur Gas Mulia

Bab XXI. Unsur-Unsur Halogen
A. Sifat Halogen
B. Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur Halogen
C. Hidrogen, Klor, Brom Dan Iodium

Bab XXII. Unsur-Unsur Alkali
A. Sifat Golongan Unsur Alkali
B. Sifat Fisika Dan Kimia
C. Pembuatan Logam Alkali

Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah
A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah
B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah
C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah
D. Pembuatan Logam Alkali Tanah
E. Kesadahan.

Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga
Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia

Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat
A. Pengertian Unsur Transisi
B. Sifat Periodik
C. Sifat Fisika Dan Kimia
D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan
E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks

Bab XXVI. Gas Hidrogen
A. Sifat Fisika Dan Kimia
B. Pembuatan

BAB I

STOIKIOMETRI

STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.

HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA

1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER

"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".

Contoh:

hidrogen + oksigen hidrogen oksida
(36g)
(4g) (32g)

2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST

"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa
adalah tetap"

Contoh:

a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H
= 1 Ar . N : 3 Ar . H
= 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3

b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0
= 1 Ar . S : 3 Ar . O
= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3

Keuntungan dari hukum Proust:
bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur
yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya
dapat diketahui.

Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16;
Ca=40)
Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3

= 12/100 x 50 gram = 6 gram
Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100%

= 6/50 x 100 % = 12%

3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON
"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa
untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka
perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan
bulat dan sederhana".

Contoh:

Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk,
NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8
NO2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16
Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan
massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

4. HUKUM-HUKUM GAS
Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT

dimana:
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin
T = suhu mutlak (Kelvin)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2
dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum
berikut:

a. HUKUM BOYLE
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan
n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2

Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada
temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den
tekanan 2 atmosfir ?

Jawab: P2 = 1 atmosfir
P1 V1 = P2 V2
2.5 = P2 . 10

b. HUKUM GAY-LUSSAC
"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile
diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai
bilangan bulat den sederhana".

Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2

Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi
tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.
Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14

Jawab: x = 14 gram
V1/V2 = n1/n2 10/1 = (x/28) / (0.1/2)
Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC
Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan
dengan keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

d. HUKUM AVOGADRO
"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama
mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan
bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya
22.4 liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.

Contoh:
Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan
tekanan 1 atm ?
(Ar: H = 1 ; N = 14)

Jawab:

85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol

Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter

Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27) V2 = 12.31 liter

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS

1. Massa Atom Relatif (Ar)
merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa
1 atom karbon 12

2. Massa Molekul Relatif (Mr)
merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa

dengan
1/12 massa 1 atom karbon 12.

Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan
penjumlahan
dari massa atom unsur-unsur penyusunnya.
Contoh:
Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?
Jawab:
Mr X2Y4 = 2 x Ar . X + 4 x Ar . Y = (2 x 10) + (4 x 50) = 220

C. KONSEP MOL

1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau
molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr
senyawa itu.

Jika bilangan Avogadro = L maka :
L = 6.023 x 1023

1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.
1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut.
Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat

Contoh:
Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?

Jawab:
Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40
mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol
Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L

= 0.5 x 6.023 x 1023
= 3.01 x 1023 molekul.

D. PERSAMAAN REAKSI

PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT
1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama
2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi

selalu sama
3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol

(khusus yang berwujud gas perbandingan koefisien juga
menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den
tekanannya sama)

Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari

HNO3 (aq) + H2S (g) NO (g) + S (s) + H2O (l)

Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah

dengan memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e

sehingga:

a HNO3 + b H2S c NO + d S + e H2O

Berdasarkan reaksi di atas maka

atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi)

atom O : 3a = c + e 3a = a + e e = 2a

atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a ; 2b = 3a ; b = 3/2 a

atom S : b = d = 3/2 a

Maka agar terselesaikan kita ambil sembarang harga misalnya a = 2

berarti: b = d = 3, dan e = 4 sehingga persamaan reaksinya :

2 HNO3 + 3 H2S 2 NO + 3 S + 4 H2O

BAB II

HITUNGAN KIMIA

Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada
hukum-hukum dasar ilmu kimia.

Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan
kimia beserta pembahasanya.

Contoh-contoh soal :

1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C

= 12 ; O= 16 ; Ca=40)

Jawab :

1 mol CaCO3, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O
Mr CaCO3 = 40 + 12 + 48 = 100
Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40%

2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan

asam klorida encer berlebih sesuai reaksi :

2 Al (s) + 6 HCl (aq) 2 AlCl3 (aq) + 3 H2 (g)

Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang

dihasilkan pada kondisi standar ?

Jawab:

Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan

2 mol Al x 2 mol AlCl3 3 mol H2

5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol

Jadi:

AlCl3 yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl3 = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram
Volume gas H2 yang dihasilkan (0o C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 2 =

0,6 liter

3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida
ini direduksi dengan gas CO sehingga dihasilkan besi.
Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ?
Jawab:
1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe
maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe
= (160/112) x 224 = 320 ton
Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton

4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam
tersebut dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah
pemanasan massa garam tersebut menjadi 15.95 gram. Berapa
banyak air kristal yang terkandung dalam garam tersebut ?

Jawab :

misalkan rumus garamnya adalah CuSO4 . xH2O

CuSO4 . xH2O CuSO4 + xH2O

24.95 gram CuSO4 . xH2O = 15.95 + x mol

15.95 gram CuSO4 = 15.95 mol = 1 mol

menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa:

banyaknya mol CuS04 . xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya

24.95/ (15.95 + x) = 1 x=9

Jadi rumus garamnya adalah CuS04 . 9H2O

Rumus Empiris dan Rumus Molekul

Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.
Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang
terdapat dalam molekul.
Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah
satu:
- massa dan Ar masing-masing unsurnya
- % massa dan Ar masing-masing unsurnya
- perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya

Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga
diketahui maka rumus molekulnya dapat ditentukan

Contoh 1:

Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.

Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila

diketahui Mr nya = 28 !

Jawab:

mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2

Jadi rumus empirisnya: (CH2)n

Bila Mr senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28 14n

= 28 n=2

Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4

Contoh 2:

Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas

diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60

ml. Tentukan rumus molekul hidrokarbon tersebut !

Jawab:

Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum

CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g) x CO2 (g) + 1/2 y H2O (l)

Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat

dalam reaksi.

Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol

berbanding lurus dengan volumenya

Maka:

mol CxHy mol O2 : mol CO2 =1 (x + 1/4y) :x
20 100 60 =1 (x + 1/4y) :x
1 5 3 =1 (x + 1/4y) :x

atau:

1:3=1:x x=3

1 : 5 = 1 : (x + 1/4y) y=8

Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C3H8

BAB III

TERMOKIMIA

A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm

1. Reaksi Eksoterm

Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke
lingkungan atau pada reaksi tersebut dikeluarkan panas.
Pada reaksi eksoterm harga ΔH = ( - )

Contoh : C(s) + O2(g) CO2(g) + 393.5 kJ ; ΔH = -393.5 kJ

2. Reaksi Endoterm

Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke
sistem atau pada reaksi tersebut dibutuhkan panas.
Pada reaksi endoterm harga ΔH = ( + )

Contoh : CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) - 178.5 kJ ; ΔH = +178.5 kJ

B. Perubahan Entalpi
Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp
Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa
perubahan kimia pada tekanan tetap.

a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm)

Contoh: H2 2H - a kJ ; ∆H= +akJ

b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm)

Contoh: 2H H2 + a kJ ; ∆H = -a kJ

Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :

1. Entalpi Pembentakan Standar (∆Hf ):

∆H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur-

unsurnya yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g) H20 (l) ; ∆Hf = -285.85 kJ

2. Entalpi Penguraian:

∆H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur-

unsurnya (= Kebalikan dari ∆H pembentukan).

Contoh: H2O (l) H2(g) + 1/2 O2(g) ; ∆H = +285.85 kJ

3. Entalpi Pembakaran Standar (∆Hc ):

∆H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O2 dari udara
yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

Contoh: CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) ; ∆Hc = -802 kJ

4. Entalpi Reaksi:
∆H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat
dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan
koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.

Contoh: 2Al + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 3H2 ; ∆H = -1468 kJ

5. Entalpi Netralisasi:
∆H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam
atau basa.

Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l) ;
∆H = -890.4 kJ/mol

6. Hukum Lavoisier-Laplace
"Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari
unsur-unsurya = jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat
tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya."
Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga
dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya

Contoh:

N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) ; ∆H = - 112 kJ

2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) ; ∆H = + 112 kJ

C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess

1. Penentuan Perubahan Entalpi
Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia
biasanya digunakan alat seperti kalorimeter, termometer dan
sebagainya yang mungkin lebih sensitif.
Perhitungan : ∆H reaksi = ∆ ; ∆Hfo produk - ∆ = ∆Hfo reaktan

2. Hukum Hess
"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi
kimia tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh
keadaan awal dan akhir."

Contoh:

C(s) + O2(g) ∆ CO2(g) ; ∆ H = x kJ ∆ 1 tahap
∆ 2 tahap
C(s) + 1/2 02(g) ∆ CO(g) ; ∆ H = y kJ ∆ 2 tahap

CO(g) + 1/2 O2(g) ∆ CO2(g) ; ∆ H = z kJ

C(s) + O2(g) +
CO2(g) ; H = y + z kJ

Menurut Hukum Hess : x = y + z

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan
ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk
radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul
kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu
sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi.

Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom
dalam molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua
atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka
energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu
senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi
pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut dapat
dijabarkan dengan persamaan :

∆H reaksi = ∆ energi pemutusan ikatan - ∆ energi pembentukan ikatan

= ∆ energi ikatan di kiri - ∆ energi ikatan di kanan

Contoh: C2H6(g)
Diketahui :
energi ikatan
C - H = 414,5 kJ/Mol
C = C = 612,4 kJ/mol
C - C = 346,9 kJ/mol
H - H = 436,8 kJ/mol

Ditanya:
∆H reaksi = C2H4(g) + H2(g)

Jawab:

∆H reaksi = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi

pembentukan ikatan

= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))
= ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))
= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
= - 126,7 kJ

BAB IV

SISTEM KOLOID

A. SISTEM DISPERS DAN SISTEM KOLOID

1. SISTEM DISPERS
a. Dispersi kasar (suspensi) :
partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 100 nm.
b. Dispersi koloid: partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1
nm - 100 nm.
c. Dispersi molekuler (larutan sejati) :
partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm.
Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase
terdispersi dan medium pendispersi.
Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang
digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.

2. JENIS KOLOID
Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan
medium pendispersinya.
- koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.
- koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi.
- koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih.

B. SIFAT-SIFAT KOLOID

Sifat-sifat khas koloid meliputi :

1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. 2.

2. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel
koloid.

Koloid Fe(OH)3 bermuatan Koloid As2S3 bermuatan negatif
positif karena permukaannya karena permukaannya menyerap
menyerap ion H+ ion S2-

3. Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan)
terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan
dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).
Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap
ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap
ion S2.

4. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan
dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan.

5. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan
medium pendispersinya cairan.

Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya
Koloid Liofob: besar terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat

sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya
kecil terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.

C. ELEKTROFERISIS DAN DIALISIS

1. ELEKTROFERESIS
Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang
bermuatan ke salah satu elektroda.
Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel
koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid
bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda
negatif berarti koloid bermuatan positif.
Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam
suatu industri dengan alat Cottrell.

2. DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan
yang menempel pada permukaannya.
Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.

D. PEMBUATAN KOLOID

1. Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia.

Kondensasi
Prinsip : Partikel Molekular --------------> Partikel Koloid

Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :

a. Reaksi Redoks 3 S(s) + 2 H2O(l)
2 H2S(g) + SO2(aq)

b. Reaksi Hidrolisis Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)
FeCl3(aq) + 3 H2O(l)

c. ReaksiSubstitusi As2S3(s) + 6 H2O(l)
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g)

d. Reaksi Penggaraman

Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4

dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer.

AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) AgCl(s) + NaNO3(aq)

(encer)

2. Cara Dispersi

Prinsip : Partikel Besar ----------------> Partikel Koloid

Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara
kimia:

a. Cara Mekanik
Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar
kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau
penggilingan.

b. Cara Busur Bredig
Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.

c. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir
kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat
pemeptisasi (pemecah).
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh
AlCl3

BAB V

KECEPATAN REAKSI

A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI
Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang
dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu.

Untuk reaksi: aA + bB mM + nN

maka kecepatan reaksinya adalah:

V= - 1 (dA) 1 d(B) = 1 d(M) 1 d(N)
------- - ------- + -------- + ---------

a dt b dt m dt n dt

dimana:

-1/a . d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi
zat A per satuan wakru.

-1/b . d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi
zat B per satuan waktu.

-1/m . d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi
zat M per satuan waktu.

-1/n . d(N) /dt= rN= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi
zat N per satuan waktu.

Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi
cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat
reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya.
Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

V = k(A) x (B) y

dimana:
V = kecepatan reaksi
k = tetapan laju reaksi
x = orde reaksi terhadap zat A
y = orde reaksi terhadap zat B
(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan
(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.

B. Orde Reaksi

Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang
mempengaruhi kecepatan reaksi.
Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi
tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.
Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan
rumus kecepatan reaksi

v = k (A) (B) 2

Contoh soal:

Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g) 2NOBr(g)

dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:

Kecepatan

No. (NO) mol/l (Br2) mol/l Reaksi

mol / 1 / detik

1. 0.1 0.1 12

2. 0.1 0.2 24

3. 0.1 0.3 36

4. 0.2 0.1 48

5. 0.3 0.1 108

Pertanyaan:
a. Tentukan orde reaksinya !
b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

Jawab:

a Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V =
k(NO)x(Br2)y : jadi kita harus mencari nilai x den y.
Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi
terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).
Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan
reaksinya naik 4 kali maka :
2x = 4 x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi
terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat
konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali,
maka :
2y = 2 y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br2)

Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br2) (reaksi orde 3)

b Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan
saja misalnya data (1), maka:
V = k(NO)2(Br2)
12 = k(0.1)2(0.1)
k = 12 x 103 mol-212det-1

C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi

Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati
tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori
tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama
dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua
jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu
sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar
konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah
tumbukan yang terjadi.

TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA
KELEMAHAN, ANTARA LAIN :

- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi
tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi
pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan
terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi
pengaktifan (Ea).

- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan
yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang
sederhana struktur ruangnya.

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori
laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan
yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam
tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut
dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat
ditulis sebagai berikut:

A + B ; T* --> C + D
dimana:

- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi
- T* adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi

SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI
KURVA BERIKUT

Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan
energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal
tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi
paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai
keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).
Catatan :
energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum
yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat
melangsungkan reaksi.

D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan

semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap

reaksi.

Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) 2 H2O(g) + 2 Br2(g)

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi
dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada
tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan
sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali
kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah
tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal
ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan
diperkirakan tahap-tahapnya adalah :

Tahap 1: HBr + O2 HOOBr (lambat)
Tahap 2: HBr + HOOBr 2HOBr (cepat)
Tahap 3: (cepat)
(HBr + HOBr H2O + Br2) x 2

------------------------------------------------------ +

4 HBr + O2 --> 2H2O + 2 Br2

Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan
berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi
pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling
lambat.
Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut
"mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi
keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam
mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu
kecepatan reaksi.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain
konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.

1. KONSENTRASI
Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi
zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar
konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar
kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula
kemungkinan terjadinya reaksi.

2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI
Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan
berlangsungnya reaksi.
Secara umum dinyatakan bahwa:

- Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.

Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang

muatannya berlawanan.

Contoh: Ca2+(aq) + CO32+(aq) CaCO3(s)

Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

- Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut

dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat

dalam molekul zat yang bereaksi.

Contoh: CH4(g) + Cl2(g) CH3Cl(g) + HCl(g)

Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi

misalnya cahaya matahari.

3. SUHU
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan.
Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang
bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang
memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih
banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata
lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan
antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh
formulasi ARRHENIUS:

k = A . e-E/RT

dimana:

k : tetapan laju reaksi
A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi
E : energi pengaktifan
R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/moloK = 8.314 joule/moloK
T : suhu reaksi (oK)

4. KATALISATOR
Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan
maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat
dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen,
dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam
bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat
reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan
dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi
pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih
cepat

BAB VI

KESETIMBANGAN KIMIA

A. Keadaan Kesetimbangan

Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat
balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan
sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam
keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat
dinyatakan sebagai:

A+B C+D

ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :

1. Kesetimbangan dalam sistem homogen

a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas

Contoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

b Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan

Contoh: NH4OH(aq) NH4+(aq) + OH- (aq)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen

a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas

Contoh: CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

b. Kesetimbangan sistem padat larutan

Contoh: BaSO4(s) Ba2+(aq) + SO42- (aq)

c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas

Contoh: Ca(HCO3)2(aq) CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)

B. Hukum Kesetimbangan

Hukum Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap,
Guldberg maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi
dan Wange: dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa
dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan
dengan koefisien reaksinya adalah tetap.

Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan.

Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B c C + d D maka:

Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b

Kc adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

- Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas
yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat
yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap
dan nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.

Contoh: C(s) + CO2(g) 2CO(g)
Kc = (CO)2 / (CO2)

- Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan
dalam perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.

Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq) Zn2+(aq) + Cu(s)
Kc = (Zn2+) / (CO2+)

- Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya
tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi
dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc.

Contoh: CH3COO-(aq) + H2O(l) CH3COOH(aq) + OH-(aq)
Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH3COO-)

Contoh soal:
1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut
persamaan reaksi:

AB(g) + CD(g) AD(g) + BC(g)

Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi
AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk
reaksi ini !

Jawab:

Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi)

sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya

sama).

Dalam keadaan kesetimbangan:

(AD) = (BC) = 3/4 mol/l

(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l

Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9

2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:

A(g) + 2B(g) 4C(g)

sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan

bagi reaksi:

2C(g) 1/2A(g) + B(g)

J-aUwnatbu:k reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25
- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2
- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:

K1 = 1 / (K2)2 K2 = 2

C. Pergeseran Kesetimbangan

Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan
diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian
rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan
kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar
itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.
Bagi reaksi:

A+B C+D

KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN

a. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D,
sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.

b. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B.
sehingga jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK
KESETIMBANGAN ADALAH :
a. Perubahan konsentrasi salah satu zat
b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu

1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT
Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu
zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang
berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat
diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.

Contoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka

kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka
kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN
Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang
menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan
tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran
kesetimbangan.


Click to View FlipBook Version