SEJARAH MASA KERAJAAN HINDU-BUDDHA KERAJAAN MATARAM KUNO (JAWA TENGAH) (WINDARSIH PRAMITA DEWI)
Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno (Jateng ke Jatim) Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno Peninggaalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno (Jawa Tengah) Ebook Flip oleh Windarsih Pramita Dewi/K4421078 PETA KONSEP PEMBELAJARAN
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha Sejarah Kerajaan Mataram diterangkan dalam Carita Parahyangan. Dikisahkan, dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Galuh. Rajanya bernama Sanna (Sena). Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya yang menghendaki takhta. Raja Sanna meninggal dalam peristiwa tersebut, sementara saudara perempuannya, Sannaha, bersama keluarga raja yang lainnya berhasil melarikan diri ke lereng Gunung Merapi. Anak Sannaha, Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram dengan ibu kota Medang ri Poh Pitu (pada tahun 717 M) Nama Mataram semula disebut sebagai nama daerah lungguh raja Sanjaya dalam prasasti Mantyasih (829 Saka/907 Masehi). Kemudian Mataram berubah menjadi nama kerajaan (bhumi Mataram). Selain itu juga disebut Medang dalam prasasti Mantyasih “rahyangta rumuhun ri medang ri pohpitu sang ratu sanjaya” Kerajaan Mataram Kuno berkembang sekitar abad ke-8 hingga ke-11 Masehi, di Jawa bagian tengah dan timur. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Sanjaya tahun 654 Saka atau 732 Masehi. Kerajaan ini berpusat di sekitar Jawa Tengah bagian selatan dan pada masa akhir berpindah ke Jawa Timur. Pada awalnya, yaitu sejak masa Sanjaya, ibu kota kerajaan berada di Poh Pitu, Jawa Tengah selatan, antara Kedu (Magelang) dan Yogyakarta. Pada masa kekuasaan Rakai Panangkaran (760-780 M), pusat pemerintahan dipindah ke timur. Beberapa dekade kemudian, ibu kota berada di Mamrati, pada kekuasaan Rakai Pikatan (840-856 M). Dyah Balitung (berkuasa 898- 915 M) pindah ke Poh Pitu dan kembali ke Bhumi Mataram (sekitar Yogyakarta), saat kerajaan berada di tangan Dyah Wawa (924 M) Wilayah kerajaan Mataram Kuno dapat dilacak dari penyebutan namanama wilayah dalam prasasti yang masih dapat ditemui pada namanama modern sehingga wilayah kerajaan di masa lalu dapat direkonstruksi. Misalnya adalah Tamwlang, salah satu ibukota, yang diduga merupakan Tambelang, di wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, juga Watugaluh yang diduga merupakan Watugaluh di Kabupaten Jombang, Jawa Timur sekarang.
KEHIDUPAN POLITIK Kerajaan Mataram Kuno SEJARAH KERAJAAN MASA HINDU-BUDDHA Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok. Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingn secara damai. DINASTI
KEHIDUPAN POLITIK Kerajaan Mataram Kuno SEJARAH KERAJAAN MASA HINDU BUDDHA Dinasti atau Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Raja Sanjaya. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Berdasarkan pendapat van Naerssen, pada zaman pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Raja Sanjaya pada tahun 770an), kekuasaan atas Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Dinasti atau Wangsa Syailendra adalah suatu dinasti yang beraliran Buddha Mahayana. Setelah wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan. DINASTI SANJAYA DINASTI SYAILENDRA
Raja-Raja Mataram Kuno
Raja-Raja RAKAI MATARAM SANG RATU SANJAYA (717M) SRI MAHARAJA RAKAI PANUNGGALAN/DHARMATUN GGA (785-803 M) Rakai Warak kurang cakap dalam memerintah sehingga digunakan oleh dinasti Syailendra untuk berkuasa. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya adalah raja pertama yang bertahta di Medang, yang terletak di Poh Pitu. SRI MAHARAJA RAKAI PANANGKARAN (746-784 M) Pada masa pemerintahannya, ia kurang cakap dalam memerintah. Namanya disebut dalam prasasti Abhayagiriwihara. SRI MAHARAJA RAKAI WARAK/INDRA (804-827 M) SRI MAHARAJA RAKAI GARUNG (829-847 M) Rakai Garung atau Samaratungga memiliki dua anak yaitu Balaputradewa dan Pramodhawardani. Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. SRI MAHARAJA RAKAI PIKATAN (848-855 M) Rakai pikatan menikah dengan anak Samaratungga yaitu Pramodhawardani. Pada masa pemerintahannya terjadi perebutan kekuasaan antara dirinya dengan Balaputradewa 1 2 3 4 5 6 Mataram Kuno Rakai Panangkaran adalah anak Sanjaya yang berganti agama dari agama Siwa ke agama Buddha Mahayana. Agama Buddha waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikannya bangunan-bangunan suci. Misalnya, Candi Kalasan dan arca Manjusri.
Raja-Raja SRI MAHARAJA KAYUWANGI/DYAH LOKAPALA (856-885 M) SRI MAHARAJA RAKAI WATUKARA DYAH BALITUNG (894-915 M) Pada masa pemerintahannya, ia mengangkat Tulodhong sebagai putra Mahkota Kayuwangi merupakan anak Rakai Pikatan. Dalam pemerintahannya dibantu dewan penasihat yang terdiri dari 5 patih. SRI MAHARAJA RAKAI WATUHUMALANG (882-899 M) Pada masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena di dalam keluarga kerajaan dipenuhi peperangan perebutan kekuasaan. Dyah Balitung merupakan raja Mataram terbesar yang berhasil mempersatukan kembali Mataram dan memperluas kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. MPU DAKSA (915-919 M) RAKAI LAYANG/TULODONG (919-924 M) Tulodhong merupakan putra Mahkota yang diangkat oleh Mpu Daksa, kemudian menggantikannya menjadi Raja. RAJA SUMBA DYAH WAWA (924 M) Pada masa pemerintahannya, gunung merapi meletus sehingga rakyat menganggapnya sebagai pralaya atau kiamat. Peristiwa ini telah mengakhiri pemerintahan Mataram Kuno di Jawa Tengah 7 8 9 10 11 12 Mataram Kuno
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Mataram Kuno Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha Kehidupan Budaya Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno merupakan negara agraris yang bersifat tertutup. Akibatnya, kerajaan ini sulit berkembang secara ekonomi, terutama karena segi perdagangan dan pelayaran sangat kering. Kejayaan baru diperoleh pada masa pemerintahan Balitung. Ia membangun pusat perdagangan seperti disebutkan dalam prasasti Purworejo (900 M). Dalam prasasti Wonogiri (903 M) diterangkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri Sungai Bengawan Solo dibebaskan dari pajak dengan syarat penduduk desa tersebut harus menjamin kelancaran hubungan lalu lintas melalui sungai. Kerajaan Mataram Kuno banyak meninggalkan sumbersumber sejarah yang masih bisa kita jumpai hingga saat ini. Peninggalan-peninggalan sumber tersebut antara lain berupa prasasti, candi, patung-patung seperti patung Maitreya pada Candi Plaosan dan Patung Buddha di Candi Mendhut dan Borobudur. Ketika wangsa Sanjaya menyingkir ke Pegunungan Dieng sejak masa Panangkaran hingga Rakai Pikatan, banyak didirikan candi yang kini dikenal sebagai kompleks candi Dieng. Kompleks candi ini, antara lain, terdiri atas candi Bimo, Puntadewa, Arjuna, dan Nakula. Adapun di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi Prambanan (Roro Jonggrang), Sambi Sari, Ratu Boko, dan Gedung Songo (Ungaran) sebagai hasil budaya Mataram Kuno.
Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno (Jateng) Kerajaan Mataram Kuno daerahnya bertambah luas. Kehidupan agama berkembang pesat tahun 856 Rakai Pikatan turun takhta dan digantikan oleh Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja yang terbesar. Ia memerintah pada tahun 898 - 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Wafukura Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidang-bidang politik, pemerintahan, ekonomi, agama, dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun Candi Prambanan sebagai candi yang anggun dan megah. Reliefreliefnya sangat indah. Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai Watuhumalang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali. Pemerintahan Balitung berakhir karena terjadi kudeta yang dilancarkan oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli dari Sanjaya. Ia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya, bernama Dyah Tulodhong. Tidak diketahui secara pasti alur terjadinya proses suksesi ini berjalan. Tulodhong akhirnya tersingkir oleh pemberontakan Dyah Wawa yang sebelumnya memiliki jabatan sebagai pegawai pengadilan.
Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno (Jateng) Selain sang raja berhasil melakukan ekspansi wilayah, penyebab kejayaan Kerajaan Mataram Kuno adalah wilayahnya yang subur. Dalam Prasasti Canggal pernah disebut bahwa tanah Jawa melimpah akan produksi padinya. Hal itu berarti bahwa Kerajaan Mataram Kuno memiliki daerah pertanian yang subur dan bisa menghasilkan berbagai tanaman yang menjadi komoditas perdagangan untuk mendongkrak kondisi perekonomian kerajaan. Selain bertani, kehidupan perekonomian masyarakat Mataram Kuno juga makmur berkat kegiatan beternak, berdagang, dan membuat kerajinan. Masa pemerintahan Raja Dyah Balitung yang berlangsung selama 12 tahun tergolong aman dan tenteram. Hanya saja, Raja Dyah Balitung harus mengakhiri kekuasaannya karena takhtanya direbut oleh Mpu Daksa. Salah satu peninggalan Raja Dyah Balitung yang paling terkenal adalah Prasasti Mantyasih. Prasasti bertarikh 907 Masehi itu memuat nama-nama raja dari Sanjaya (pendiri Kerajaan Mataram Kuno) hingga Dyah Balitung.
Ada beberapa pendapat mengenai pindahnya pusat Kerajaan Mataram Kuna dari JawaTengah ke Jawa Timur. Berpindahnya pusat kerajaan karena Kerajaan Mataram di Jawa Tengah mengalami kehancuran yang disebabkan letusan Gunung Merapi sehingga dianggap sebagai pralaya (kiamat). Sesuai dengan landasan kosmogonis kerajaan-kerajaan kuno harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa baru. Oleh karena itu, Pu Sindok yang bergelar Sri Isanawikramadharmmotungadewa (928-48 M.) membangun kerajaan di Jawa Timur (dengan mendirikan dinasti baru 'Isyana ') yang tetap disebut Mataram seperti yang tercantum dalam beberapa prasastinya. Bencana Alam Gunung Meletus Sejak masa pemerintahan Balitung sampai dengan Wawa telah disadari pentingnya perdagangan antarpulau, karena kerajaan tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar, akibatnya kemajuannya sangat lambat. Oleh karena itu, strategis pemindahan ibu kota Mataram Kuno secara ekonomi adalah karena lokasinya mendukung untuk pertanian dan perdagangan sebab tanah nya yang subur dan dekat dengan pelabuhan atau laut sehingga memudahkan untuk melakukan hubungan dagang dengan kerajaan lain yang ada di luar pulau Jawa. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno (Jateng) Pentingnya Perdagangan Antar Pulau
Adanya serangan dari kerajaan Sriwijaya, sehingga raja-raja Jawa dalam menghadapi serangan Sriwijaya memutuskan untuk mempertahankan lembah Sungai Brantas dan mengabaikan daerah di sebelah baratnya, termasuk Jawa Tengah. Kondisi tersebut juga menjadi alasan mengapa Pu Sindok tidak merasa perlu mengganti nama kerajaannya. Mungkin kepindahan itu sudah direncanakan, akan tetapi karena ada bencana alam maka kepindahannya terburu-buru sehingga tidak sempat membangun istananya lebih dahulu sebelum pindah. Serangan Kerajaan Sriwijaya Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, Kerajaan Mataram mulai mengalami kemunduran. Raja yang berkuasa setelah Balitung adalah Daksa, Tulodong, dan Wawa. Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai Watuhumalang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali. Pemerintahan Balitung berakhir karena terjadi kudeta yang dilancarkan oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli dari Sanjaya. Ia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya, bernama Dyah Tulodhong. Tidak diketahui secara pasti alur terjadinya proses suksesi ini berjalan. Tulodhong akhirnya tersingkir oleh pemberontakan Dyah Wawa yang sebelumnya memiliki jabatan sebagai pegawai pengadilan. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno (Jateng) Adanya Perebutan Kekuasaan
Prasasti Canggal 654 Śaka/732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. ditemukan di Gunung Wukir, Desa Canggal, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti ini menjadi sumber tertulis tertua yang menyebut Pulau Jawa (Yawadwipa), menghasilkan padi dan kaya akan tambang emas. Prasasti ini berisi pujipujian kepada Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa) namun Peninggalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Prasasti Canggal (732 M atau 654 Saka) Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha Siwa disebut lebih banyak sehingga menandakan bahwa Raja Sanjaya memeluk Hindu beraliran Siwa. Prasasti ini untuk menandai pembangunan bangunan suci di bukit Sthirangga, di desa Kunjarakunja. Akan tetapi, disebutkan juga raja-raja pendahulu Sanjaya yang bernama Sanna yang merupakan kakak dari Sannaha, ibu Sanjaya. Prasasti Kelurak merupakan salah satu prasasti yang ada pada masa Kerajaan Mataram Kuno berangka tahun 782 Masehi. Prasasti ini di temukan di Desa Prambanan tidak jauh dari Candi lumbung, Jawa Tengah, ditulis dengan Prasasti Kelurak (782 M) huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta. Prasasti ini menceritakan bahwa Kerajaan Mataram Kuno pada masa Dinasti Syailendra pernah dipimpin oleh seorang raja yang bernama Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya. Prasasti Kelurak berisi tentang pendirian bangunan suci untuk Manjusri yang diduga adalah Candi Sewu yang terletak di Kompleks Percandian Prambanan.
Peninggalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha Prasasti Ratu Boko terbuat dari bahan batu andesit dari tahun 792 M, ditulis dengan huruf Pranagari. Prasasti Ratu Boko berisi tentang pendirian Abhayagiriwihara oleh Rakai Panangkaran, salah satu raja Kerajaan Mataram Kuno. Kata Abhaya sendiri memiliki Prasasti Ratu Boko (792 M) arti hagaya atau damai, sementara giri memiliki arti gunung atau bukit. Oleh karena itu, Abhayagiriwihara berarti biara yang dibangun di sebuah bukit yang penuh kedamaian. Saat ini wilayah tersebut kita kenal dengan Situs Ratu Boko yang terletak di selatan Kompleks Percandian Candi Prambanan, di Jalan Raya Piyungan - Prambanan, Gatak, Bokoharjo, Kec. Prambanan, Kabupaten Sleman, DIY. Prasasti Kalasan merupakan sebuah prasasti yang ditemukan di Desa Kalasan, Yogyakarta. Prasasti Kalasan memiliki angka Tahun 700 Saka (778 Masehi) yang ditulis menggunakan aksara Siddham (Pranagari) dan berbahasa Sansekerta. Prasasti Kalasan berisi tentang hal Prasasti Kalasan (778 M) yang berupa penghormatan kepada Dewi Tara dan permohonan keluarga Syailendra yang menganut agama Buddha Mahayana kepada Maharaja Panangkaran agar dibuatkan sebuah bangunan suci untuk pemujaan Dewi Tara. Bangunan suci tersebut bernama Tarabhavanam atau saat ini Candi Kalasan yang terletak di Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Peninggalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha Persebaran Candi-Candi Kerajaan Mataram Kuno Peninggalan yang paling menonjol dari masa Mataram Kuno adalah bangunan. Berbagai candi dari kerajaan ini tersebar terutama di Jawa bagian tengah dan beberapa di sisi timur. Candicandi dari masa kerajaan Mataram Kuno menyebar terutama di Jawa Prasasti Mantyasih ditemukan di Kampung Meteseh, Magelang, Jawa Tengah berangka tahun 829 Saka atau 907 M yang dibuat dengan tembaga. Prasasti ini dibuat oleh Dyah Balitung, seorang raja Kerajaan Mataram Kuno, sebagai upaya untuk melegitimasi dirinya Prasasti Mantyasih/Kedu/Balitung (829 M/907 Saka) sebagai pewaris tahta yang sah. Prasasti ini memiliki keterangan di antaranya tentang silsilah Kerajaan Mataram Kuno sebelum Dyah Balitung, penetapan desa Mantyasih sebagai desa perdikan (bebas pajak) dan pemberian hadiah kepada mahapatih yang berjasa bagi Mataram Kuno. tengah, namun karena pusat kerajaan pernah berada di Jawa Timur, maka ditemukan pula candi gaya Jawa Tengahan di Provinsi Jawa Timur. Konsentrasi utama dari candi-candi ini berada di sekitar Kedu-Yogyakarta.
Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha Candi Jawa Tengah Candi Mataram Kuno gaya Jawa Tengah cenderung tambun, cenderung terbuat dari batu. Susunan candi yang lebih bersifat konsentrik candi Mataram Kuno gaya Jawa Timur cenderung ramping dan terbuat dari bata. Susunan candi lebih linear, berjenjang ke belakang. Candi Jawa Timur
Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha Asyrafi, M & Niksa, R.H.B. (2021). Bantul Dalam Pusaran Waktu: Sejarah Masa Pra Aksara hingga Mataram Islam di Kabupaten Bantul. Damai, A.J. Toleransi Beragama Pada Masa Mataram Kuna. Lutfillah, N. Q., & Sukoharsono, E. G. (2013). Historiografi Akuntansi Indonesia Masa Mataram Kuno (Abad VII-XI Masehi). Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 4(1), 75-84 Maziyah, S. (2012). Kondisi Jawa Tengah pada Abad VIII sampai Abad XV M. Humanika, 15(9). Museum Pleret. (2022). Medang: Sejarah dan Budaya Mataram Kuno. Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta. Santiko, H. (2015). Dua Dinasti di Kerajaan Matarām Kuna: Tinjauan Prasasti Kalasan. Jurnal Sejarah dan Budaya , 7 (2), 1-7. Wardaya. (2009). Cakrawala Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI (Program IPS). Penerbit PT. Widya Duta Grafika. Diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. SUMBER REFERENSI