The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mindspace9999, 2023-09-16 08:31:52

Talu

Talu

Talu Suasana hening menyelimuti ruangan berisi rak buku yang berjejer rapi, lengkap dengan kursi dan meja kayu yang terletak dekat dengan pintu masuknya. Seorang pemuda berkulit putih dengan setelan kemeja putih polos berlengan pendek yang dikombinasikan dengan celana katun abu-abu terlihat sedang membolak-balikan lembar demi lembar buku yang dipegangnya, seakan-akan ingin melahap semua informasi yang tersedia dengan cepat. Pemilik kepala dengan rambut coklat tersisir rapi dan mata biru yang terlihat fokus itu tak sadar bahwa seseorang tengah mendekati dirinya. Pria yang mengenakan setelan tuxedo biru muda berdasi merah itu langsung duduk di seberang meja sang pemuda sembari mempertanyakan sefokus apakah pemuda di depannya ini sampai tak memperhatikan kehadiran orang lain di sekitarnya. "Prof. Kramer memberiku beberapa penjelasan soal perjalanan waktu. Ingin mendengarnya?" Pernyataan singkat dari pria dengan setelan tuxedo itu sontak membuat sang pemuda yang tengah fokus akan bacaannya menjadi teralihkan. Ia menatap pria di depannya dengan tatapan penuh ketertarikan. Tatapan yang secara tak langsung mengatakan bahwa ia tak sabar mendengar penjelasan lanjutan, semata untuk memuaskan rasa penasarannya. "Prof. Kramer pernah mendengar teori bernama 'Doppelganger's Effect'. Teori itu menjelaskan beberapa anomali yang akan terjadi ketika kita melakukan perjalanan waktu. Sebelum lanjut, kau tau kan apa itu Doppelganger?" Pertanyaan dari sang pria dijawab dengan dua kali anggukan "Nah, dalam hal ini dirimu yang berasal dari masa lalu atau masa depan adalah Doppelganger. Kondisi anomali pertama adalah Doppelganger akan bisa merasakan keberadaan kita dari jarak maksimum sepuluh meter. Kedua, jika kita sebagai penjelajah waktu terlalu sering melakukan kontak dengan Doppelganger dalam radius sepuluh meter tersebut, maka kewarasan kita lambat laun akan berkurang. Ketiga dan terakhir, jika kita mencoba untuk memberitahu identitas kita sebagai penjelajah waktu, maka kita akan mendapatkan kematian mendadak saat itu juga" "Darimana Prof. Kramer mendengar teori itu?"


"Aku tak Tahu Ulrich, ketika aku menanyakan hal tersebut, ia hanya bilang kepadaku bahwa aku tak perlu tahu darimana asalnya. Hanya saja beliau mengingatkan bahwa jika ada yang akan melakukan perjalanan waktu yang berkaitan dengan diri mereka sendiri, maka teori tersebut harus dijadikan sebagai aturan mutlak untuk menghindari anomali yang akan terjadi" "Begitu Yah.... Terima kasih Derrick. Ayo kita pergi sekarang. Aku ingin mencoba mesin yang sudah kita buat" "Baiklah. Ayo!" Kedua pria muda itu akhirnya melangkah keluar dari ruangan yang bertuliskan 'Bibliothek' tersebut. Meninggalkan satu buku yang berjudul 'The Principle of Relativity' itu tertutup di atas meja kayu bersamaan dengan ucapan terima kasih dari mereka ke penjaga ruangan tersebut. Mereka baru saja keluar dari perpustakaan yang berada dalam University of Vragen, tempat dimana Ulrich mempelajari fisika kuantum lebih jauh dengan beasiswa yang didapatinya, serta tempat ia bertemu dan mengenal Derrick Trojan, sahabatnya yang memiliki minat yang sama terkait fisika kuantum dan perjalanan waktu yang juga merupakan anak dari Count Andre Trojan, pemimpin daerah Vragen County. Dalam langkahnya bersama Derrick, Ulrich bercerita tentang apa yang ia rasakan belakangan ini. Ia seperti sedang diawasi oleh seseorang. Ulrich merasa jika ia selalu diawasi oleh seseorang bahkan ketika ia berada dalam keramaian sekalipun. Awalnya, itu terjadi hanya sesekali saja sejak ia menginjak masa SMA, namun akhir-akhir ini ia malah merasa sering diawasi oleh seseorang. Ia merasa bahwa ada seseorang yang mengetahui rencananya, rencana untuk melakukan perjalanan waktu ke masa lalu guna mengungkap kasus pembunuhan yang menimpa kedua orang tuanya. Ia merasa bahwa akan ada yang mengetahui tentang proyek pembangunan mesin waktu di lahan milik Count Trojan, Ayah Derrick. Ia mengatakan kepada Derrick bahwa ia merasa takut jika setelah digunakan olehnya, mesin itu akan disalah gunakan oleh orang lain untuk kepentingan yang membahayakan umat manusia. Walaupun mesin itu belum sempurna, namun ia tetap takut dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi akibat dari ciptaannya. "BRAKKK"


"JANGAN GUNAKAN MESINNYA..!! JANGAN GUNAKAN MESINNYA!!" Baru saja ia menginjakkan kaki di luar batas gerbang tempat ia menimba ilmu, Ulrich tiba-tiba dijatuhkan seorang pria tua berjanggut yang mengenakan jubah hitam ke tanah. Menggoncang-goncangkan bahu nya sambil meneriakkan kalimat yang sama berulang kali. Ulrich merasa heran, kenapa orang tua ini ingin mencegahnya dalam menggunakan mesin waktu ciptaannya. Apakah akan ada musibah ketika aku menggunakannya? Apakah akan terjadi anomali yang membahayakan banyak orang? Banyak pertanyaan terbesit di kepalanya ketika sang pria tua melakukan kegiatannya berulang kali. "Pak, anda siapa? Tolong menjauh dari teman saya!" Mencoba menginterupsi sang bapak tua, Derrick bertanya sekaligus mencoba menyingkirkannya dari Ulrich yang sedari tadi terlihat kebingungan dalam keterkejutannya ketika dijatuhkan. "Aku Adalah--" "DOORRR!!" "BRAKK!!" Belum sempat Derrick menyentuh sang pria tua, tiba-tiba terdengar suara tembakan yang terdengar tidak jauh dari arah mereka. Jawaban terputus pria tua itu dibarengi dengan tersungkurnya ia ke arah kanan badannya dengan kepala yang sudah berlubang dan bercucuran darah segar. Dua kejadian mengejutkan yang terjadi dalam waktu singkat itu makin membuat Ulrich semakin kebingungan. Derrick pun merasakan hal yang sama. Kombinasi bingung dan terkejut membuat keduanya membelalakkan mata tidak percaya dengan pemandangan yang mereka lihat. Mayat pria tua berjubah yang kini dinodai darah segar miliknya sendiri itu pun menjadi saksi bisu kebingungan tak beralasan kedua pemuda yang mematung tanpa reaksi. Sial, dua orang polisi di dekat mereka sadar dengan apa yang terjadi. Kedua polisi itu meneriaki mereka untuk diam di tempat tanpa melakukan perlawanan. Takut dicurigai sebagai pembunuh, Ulrich pun langsung bangkit dari posisinya dan mengajak Derrick untuk menghindar dari kedua polisi yang berlari kearah mereka. Akhirnya kedua pemuda itu pun lari luntang lantung berusaha untuk meloloskan diri dari kejaran kedua polisi yang mengejar, melewati mobil yang berlalu lalang, menghindari pejalan kaki yang senantiasa kaget dengan seberapa cepat langkah


mereka, melewati gang-gang kecil juga melompati berbagai halangan di kawasan pemukiman industrial Vragen County untuk menuju tempat dimana mesin waktu yang dirakit Ulrich berada, Ornwil Farm. Sebuah lahan bekas peternakan milik keluarga Ulrich di pinggiran kota yang telah dibeli oleh Count Trojan agar dimanfaatkan oleh Derrick untuk membantu Ulrich merakit mesin waktu miliknya. "Hhhh... Akhirnya sampai juga." "Bagaimana--hhhhh... Polisinya!?" "Hhhhhhhh... Aku tak melihat mereka lagi." Ucap Derrick sambil mengatur nafas. "Hey, Siapa orang yang menyerangmu tadi, Ulrich? Lalu mengapa pria itu tiba-tiba tertembak?" "Aku sendiri tak tau Derrick hhhh.... Mungkin orang Itulah yang selama ini mengawasi ku. Aku pun tidak mengerti dari mana arah tembak dan siapa yang menembaknya." Ungkap Ulrich. "Bukan kau kan yang menembaknya?" tanya Ulrich seakan ingin memojokkan Derrick. "Hey, walaupun aku membawakan pesananmu, tapi bukan aku yang menembak pria itu. Aku tidak mau menyia-nyiakan amunisi untuk orang aneh yang tak kukenal!" Bantah Derrick. Mereka berdua berhasil lolos dari kejaran polisi yang mengejar. Namun banyak kejanggalan yang mereka rasakan. Mulai dari identitas pria yang menyerang Ulrich sampai kepada siapa pelaku penembakan pria tersebut. "Sudahlah, ayo kita masuk" Panggilan dari Derrick pun membuat Ulrich tak mau berpikir lebih jauh mengenai apapun soal pria yang menjegalnya. Derrick pun demikian, berusaha untuk mencoba memfokuskan dirinya untuk membantu kawannya yang akan melakukan sebuah manuver luar biasa dengan mesin ciptaannya. Dari tempat mereka berdiri, terlihat pemandangan berupa bangunan kayu bercat merah, sebuah bekas bangunan gudang gandum dengan pagar kayu yang mengelilingi


bangunannya serta satu bangunan kayu lagi yang berwarna putih layaknya rumah tak terawat. Tatapan nanar terlihat di mata Ulrich ketika mengarahkan penglihatan ke arah bangunan putih tak terawat itu. Bangunan putih yang dulunya merupakan rumah milik keluarga Ornwill itu menjadi saksi kasus pembunuhan tak terpecahkan selama dua puluh lima tahun. Kasus dimana sepasang suami istri yang tewas ditembak oleh pelaku yang sampai saat ini tidak bisa dilacak. Dikala bayangan-bayangan memori palsu masuk ke kepala Ulrich, ia mengeluarkan secarik kertas yang ternyata adalah potongan surat kabar dengan judul 'Sepasang suami istri tewas tertembak di peternakan'. Memerhatikan setiap kata demi kata yang tertera sembari mempertanyakan mengapa hanya orang tuanya yang tertembak, mengapa ia tidak ikut tertembak dan mati bersama orang tuanya. Penemuan kertas yang berisikan formula aneh, pakaian aneh yang dibuat dengan bahan yang tak diketahui, serta benda aneh lainnya ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara. Pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya membuat Ulrich berdiri membeku, layaknya patung pahatan yang disimbolkan meratapi nasibnya. Secarik kertas yang sedari tadi dipegangnya senantiasa ditatap kosong. Derrick yang melihat hal itu langsung mengajak kembali Ulrich untuk masuk ke salah satu bangunan baru yang berada sedikit jauh dari dua bangunan tadi. Sebuah bangunan yang terbuat dari beton yang terlihat memiliki satu tabung besar mirip tangki air raksasa serta enam cerobong asap yang kesemuanya terbuat dari campuran beton dan rangka baja. Terlihat banyak kabel dengan berbagai ukuran saling tumpang tindih di lantai. Menghubungkan segala perangkat yang tersebar di ruangan. Memperlihatkan hasil kinerja mereka selama merakit mesin waktu dalam bangunan tersebut, kacau dan berantakan. Namun bukan ruangan pertama lah tujuan mereka, melainkan rubanah yang berada di bawah ruangan tersebut. Rubanah berisikan sebuah tabung kapsul yang berdiri kokoh dan dikelilingi banyak perangkat kelistrikan serta beberapa catatan yang tersebar dimana-mana, tidak lupa tiga papan tulis yang mengandung harmoni angka dan huruf, menciptakan formula-formula untuk kebutuhan penciptaan mesin di depan mereka. Perasaan campur aduk datang menghampiri kedua insan muda nan lelah itu. Senang karena telah lolos dari kejaran para polisi yang mengejar tapi juga ragu apakah alat di depan mereka akan berfungsi atau tidak. "Karena sudah sampai disini, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Kenapa kau memilih untuk menggunakan teori lubang cacing Lorentz, Ulrich?"


"Sederhana saja, kita tidak punya banyak sumber daya untuk membuat sebuah silinder raksasa yang bisa bergerak cepat untuk mengaplikasikan teori silinder tipler. Bantuan dari ayahmu serta beasiswa penelitian tak cukup untuk penerapan teori itu. Biayanya hanya cukup untuk membuat mesin ini. Walaupun butuh materi eksotik sebagai pembuka lubang cacing serta pengatur medan gravitasi, namun aku masih bisa menggunakan cara lain dengan mengalikan konstanta skala kelengkungan ricci untuk menggantikan materi eksotik dalam formula gravitasi kuantum. Kapsul di depan kita ku rancang sedemikian rupa untuk dapat bertahan dari medan gravitasi dengan massa negatif serta diatur untuk membuat energi negatif dalam ruang vakum. Secara matematis, tubuh manusia tentu akan hancur ketika menggunakan mesin ini, namun aku memodifikasi nya sedikit agar proses perapatan energi dan penurunan massa nya lebih cepat. Walaupun tubuhku tidak hancur, namun teoriku mengatakan bahwa tubuhku akan merasakan efek yang sama seperti menaiki jet dengan kekuatan gravitasi sembilan G Force. Dan itu hanyalah dampak minimum walaupun aku menggunakan pakaian khusus itu untuk meminimalisir dampak ruang vakum dan tekanan gravitasinya. Aku tidak tau seberapa parah efeknya nanti." Ucap Ulrich sambil menunjuk ke arah pakaian dari polimer khusus yang sedang digantung di dinding. "Begitu Yah... Kalau begitu, menurutmu apakah akan terjadi paradoks dalam perjalanan waktu-mu? Seperti paradoks kakek mungkin!? Maksudku... kau akan pergi ke masa lalu. Bukan ke masa depan" "Aku lebih percaya prinsip konsistensi-diri Novikov lah yang akan terjadi. Walaupun waktu bersifat relatif, namun garis waktu tetaplah mutlak." "Lalu, bagaimana dengan teori multi-semesta?" "Aku tidak mempercayainya Derrick, terlalu imajiner." Bantah Ulrich "Mana pesananku Derrick?" "Oh tunggu sebentar...." Derrick merogoh bagian samping kiri tuxedo-nya "Ini!"


Dari balik jas biru itu, terlihatlah sebuah senjata api bertipe pistol dengan jenis Colt Commander di tangan Derrick. Sebuah senjata api yang diproduksi tahun lima puluhan yang memiliki kapasitas magazine berjumlah delapan. Pistol itu langsung diberikan kepada Ulrich yang telah selesai memakai pakaian khususnya dan langsung menyarungkan pistol itu ke belakang celananya yang membuat kemejanya yang dimasukkan sedikit tersingkap. Setelah merapikan kembali bajunya, ia tak lupa untuk berterima kasih kepada Derrick atas segala bantuan langsung dan tidak langsung yang ia terima. Tanpa sokongan dana dari Ayah Derrick, dana beasiswa penelitian saja tak cukup untuk mempersiapkan segala hal yang ia perlukan untuk perjalanan nya ke masa lalu. Selesai berterima kasih, baju khusus yang tergantung di sisi kiri dinding pun menjadi tujuan Ulrich, mengambilnya dan langsung mengenakannya saat itu juga. "Kita sudah menguji mesin ini tanpa mengubah koordinat waktu maupun tempat. Kertas yang kita ujicoba dua hari lalu berhasil dipindahkan oleh kapsul ini. Jadi kurasa kita hanya harus langsung memakai nya saja." Ucap Ulrich sambil memakai pakaian yang ia sebutkan tadi. Selain pakaian, alat bantu nafas dengan tabung kecil yang menempel di pakaian tersebut serta helm yang menutupi seluruh bagian kepala juga telah disiapkan nya untuk meminimalisir efek dari mesin yang ia buat. "Ulrich, Kau pasti tahu benar bahwa perjalanan yang akan kau lakukan adalah perjalanan satu arah. Tidak ada kesempatan untuk kembali kesini. Apa kau yakin ingin melanjutkan nya?" "Jika saja keluarga ku punya satu saja foto keluarga yang tergantung di rumah tua tak terawat itu, mungkin aku takkan melakukan hal ini. Prioritasku bukan hanya mencari dalang pembunuhan orang tuaku, tapi juga ingin melihat seperti apakah rupa mereka" Senyum ketir dari bibir merah terukir di wajah Ulrich, menjadi penanda bahwa ia yakin dengan apa yang akan ia lakukan. Tak ada kata mundur, perjalanan ini haruslah ia lakukan demi memuaskan rasa penasaran yang selama ini terpendam di dalam hatinya. Ia tak mungkin goyah oleh pernyataan aneh dari orang yang tak dikenalnya, bahkan dari sahabat yang mengkhawatirkannya sekalipun. Tekadnya sudah bulat. Ia akan menjadi seorang penjelajah waktu yang takkan pernah tercatat dalam sejarah.


"Setelah aku masuk, kunci rapat kapsul ini dan nyalakan mesinnya" "Baik, Ulrich. Semoga beruntung" Ulrich sadar, kalimat itu mungkin adalah kalimat terakhir yang akan didengarnya dari Derrick. Ia pun berjalan ke arah kapsul dan menganggukkan kepala ke arah Derrick. Derrick pun menarik sebuah tuas pada mesin di depannya. Membiarkan kapsul tadi untuk tertutup dan terkunci rapat, membuat kondisi kapsul gelap gulita. Tombol lain pun dipencet secara berurutan oleh Derrick, sama seperti yang ia lakukan dua hari lalu. Di dalam kapsul, nyala lampu seketika membuat Ulrich sadar bahwa ia akan melakukan hal yang luar biasa, namun tentu dengan risiko yang juga luar biasa. Kapsul itu pun membuat suara berdenting, tanda bahwa mesin akan melakukan tugasnya dengan segera. Bagian atas kapsul pun mengeluarkan cahaya yang terlihat dari luar. Menandakan proses mesin yang akan memindahkan tubuh Ulrich ke koordinat waktu dan tempat yang ingin ditujunya. Suara dengung yang sedikit memekakkan telinga terdengar dari arah kapsul, bersamaan dengan pemandangan aneh dimana benda-benda ringan seperti kertas, debu dan kerikil kecil, serta kabelkabel kecil lainnya terangkat dari lantai. Sebuah pemandangan yang tidak asing untuk Derrick. Pemandangan yang selanjutnya akan ditandai dengan lengkungan ruang yang terjadi di sekitar kapsul, membuat benda-benda ringan tadi tertarik dan melekat ke arah kapsul. Dengungan kapsul pun semakin keras, memaksa Derrick untuk menutup telinganya. Ulrich yang berada di dalam kapsul hanya bisa berdiri diam sambil menutup matanya dan mengatur nafasnya, tanpa menyadari pemandangan yang ia lihat dua hari lalu telah terjadi lagi. Ulrich merasa seperti berada di dalam lift yang turun dengan kecepatan yang cukup tinggi, membuatnya merasa seperti jatuh dari sebuah ketinggian Dengungan yang menguat itu pun akhirnya lenyap. Ditandai dengan jatuhnya kertas dan benda kecil yang menempel di kapsul dan terbukanya kapsul secara otomatis yang memperlihatkan bagian dalam yang kosong. Setelah merasakan sensasi aneh layaknya berada dalam lift, ia pun akhirnya membuka mata. Matanya mencoba mengobservasi objek-objek yang ada disekitarnya. Langit senja yang terbentang luas diatas hijaunya rumput peternakan menjadi pemandangan yang membuat rasa senang campur takjub hinggap di dadanya, membuat dadanya terasa ringan dalam sesaat. Ia berhasil melakukan perjalanan waktu yang selama ini diidam-idamkannya. Namun, tiba-tiba badannya terasa aneh. Pusing


dan mual mulai menyerangnya, membuatnya jatuh tersungkur ke depan dengan tangan yang menopang badan. Tenggorokannya terasa seperti ingin mengeluarkan sesuatu, tangannya spontan membuka helm dan alat bantu nafas yang masih dipakainya. Isi perutnya pun membuncah keluar dengan deras, mengeluarkan sisasisa roti yang dilahapnya ketika sarapan dari pencernaannya. Ulrich sadar, itulah efek yang dirasakan setelah melakukan perjalanan antar waktu. Akan tetapi, ia tak menyangka bahwa efek tersebut akan menimpanya sedikit terlambat. Dengan kondisi yang masih merasa pusing dan mual, Ulrich pun memutuskan untuk melepaskan seluruh pakaian khusus yang tengah ia gunakan. Tak ada yang bisa dikonsumsi untuk melegakan kondisi tubuhnya, setetes air pun tidak. Matanya mencoba mencari-cari sumber air terdekat. Akhirnya ia pun melihat sebuah bangunan putih yang tidak asing untuknya. Rumah putih kayu yang tentu saja terlihat lebih hidup dibandingkan saat ia melihatnya sebelumnya. Ketika ia mendekati rumah itu, ia mendengar percakapan dari beberapa orang. "Hale, sudah kubilang aku belum punya uang sekarang. Uang hasil menjual susu hanya cukup untuk menutupi biaya perawatan ternak dan makan kami selama tiga hari. Kami tidak punya cukup uang untuk ditabung, dan kami belum bisa menjual ternak karena kami sudah menjual beberapa sapi untuk biaya kehamilan dan biaya melahirkan Theresa" "Ayolah Hendrik, kumohon bantu aku. Para penagih hutang itu akan mendatangi rumahku hari ini. Aku mohon kepadamu!!" Mata Ulrich berkaca, tatkala mendengar suara dari dua pria yang tengah berseteru itu. Ia tak mengerti mengapa hal itu terjadi. Perasaan aneh dan rasa penasaran akibat percakapan dua pria itu membuat mual dan pusing yang dirasakannya seakan menghilang seketika. Ia ingat bahwa ia mengatur koordinat waktu tepat sepuluh menit sebelum kejadian, enam jam setelah ia dilahirkan. Ia ingin mengetahui banyak hal dari percakapan itu, mulai dari seperti apa wujud dari orang tuanya, apa yang jadi penyebab penembakan keduanya, dan bisa jadi ia akan menemukan pelaku serta modus dari penembakan tersebut. Secara perlahan ia mendekat ke salah satu jendela, melihat situasi di ruang tamu rumah yang harusnya miliknya itu sambil mengintip. Tangisan bayi tiba-tiba terdengar keras, membuat seorang pria berkemeja putih dengan celana jeans biru menyuruh seorang wanita bergaun kuning didekatnya untuk


pergi ke sebuah ruangan. Pria di depan mereka yang memakai kemeja biru kelasi dengan jeans biru muda terlihat mengambil sesuatu di punggungnya, sebuah revolver dengan silinder enam tembakan yang langsung diarahkan ke kedua target di depannya. "Kalau begitu, kubawa saja bayi kalian!!" "HENTIKAN!!" "DORR!!... DORR!..." Ulrich berteriak, mencoba menghentikan aksi dari pria yang menodongkan senjatanya. Sayang, ia tak bisa menghentikan hal tersebut. Dua peluru ditembakkan, mengenai kepala sang wanita dan dada sang pria. Mereka berdua jatuh tersungkur dengan pakaian bersimbah darah. Lantai tempat mereka jatuh pun berbunya keras seraya jatunnya tubuh mereka berdua. Membiarkan sang bayi yang berada di ruangan lain menangis tak tertahankan. Pria yang tadi menembak kedua pasutri di depannya langsung melihat kearah jendela. Ia menyadari keberadaan sosok yang tak dikenalinya mengawasi segala gerak-geriknya. Ia pun langsung mengarahkan revolvernya ke arah jendela, mencoba menembakkan sebuah peluru ke sosok yang diincarnya. Ulrich yang melihat itu bereaksi cepat. Pistol di punggungnya dengan cepat diarahkan ke jendela, tepat ke arah sang pria yang juga menodongkan revolver ke arahnya. Adu tembak yang terjadi menciptakan harmoni dari hasil pembakaran bubuk mesiu yang coba mengeluarkan biji besi kecil yang dapat menembus pembuluh darah. Beruntung, Ulrich tak mendapati dirinya terluka akibat adu tembak yang terjadi walaupun ia dekat dengan jendela yang pecah akibat peluru yang menembusnya. Di sisi lain, sang pria terkena tembakan di lengan kanannya. Seketika itu pula membuat sang pria mencoba keluar dari rumah tersebut. Mencoba lari sekuat tenaga menghindari pengejar yang memergoki pembunuhannya sambil juga menembakkan peluru yang tersisa. Ulrich yang mengejarnya pun tidak segan-segan untuk menembakkan pistolnya. Adu tembak masih terjadi. Kali ini, peluru terakhir sang pria tepat mengenai paha kiri ulrich, menembus celana katun abu-abunya, membuat langkahnya semakin melambat. Sang pria yang tadi berlari dengan lengan berdarah sadar bahwa revolvernya telah kehabisan amunisi. Ia pun mencoba masuk ke dalam sebuah ladang gandum, berpikir untuk mengelabui pria yang mengejarnya. Namun, dari jarak yang lumayan jauh, Ulrich mengambil ancang-ancang. Mencoba


memegang pistol dengan kedua tangan mengarahkan dan mengarahkannya dengan harapan dapat mengenai sasaran. Setelah yakin dengan posisinya, ia menahan nafas sembari menarik pelatuk pistol semi otomatis itu. Membuat pria yang dikejarnya terjatuh ke depan. Dengan langkah terseok, Ulrich mendekati pria yang dikejarnya. Pria itu tersungkur, namun masih bisa bergerak dan berbalik arah melihat ke sarah Ulrich yang mendatanginya "Siapa kau? Kenapa kau ada di rumah Hendrick?" Tanya sang pria terengah "Kenapa kau membunuh mereka?" Bukannya menjawab, Ulrich malah bertanya balik kepada pria itu. Menatapnya dengan tatapan penuh kebencian dengan mata yang berderai air mata. Pria itu sadar, orang di depannya ini bisa saja langsung membunuhnya. Ia tak bisa apa-apa jika itu terjadi. Bahu kirinya paha dan lengan kanannya telah tertembak, amunisi revolvernya telah habis. "Tadinya... Aku ingin menjual bayi mereka... ke salah satu orang yang ku kenal" Pria itu menjawab dengan terbata-bata. Nafasnya yang melambat menandakan bahwa pria ini menjawab dengan pasrah tanpa ada niatan untuk menipu. "Aku punya hutang yang cukup besar kepada salah satu rentenir... Hutang yang kuambil ketika aku ingin membuat sebuah bar. Namun... Aku dirampok ketika pulang setelah meminjam uang itu. Aku pun tak bisa membuat bar yang aku inginkan.... Awalnya, Hendrick, Kakakku membantuku untuk melunasi hutang tersebut... Namun, ketika Theresa mengandung... Ia tak lagi membantuku untuk melunasinya... Dan sekarang... Hutangku sudah jatuh tempo yang kesekian kalinya... Jika tak membayarnya.... Penagih akan datang ke rumahku " Lanjut pria itu dengan tatapan sendu. "Namun, jika kau membunuhku disini. Mungkin aku akan sedikit lega" Pungkas Pria itu. " Maaf, tapi aku tak seperti mu, Hale" Jawab Ulrich sambil pergi meninggalkan Hale yang terbaring lemah. "Bagaimana dia tahu namaku?


Pertanyaan itu terngiang di kepala Hale. Ia bahkan tak sempat menanyakan kembali siapa pria yang telah menembaknya itu. Ia pun akhirnya menyadari, bahwa darah yang merembes dari luka tembakan di paha dan lengannya sudah membuat dirinya merasa lemas. Ulrich kembali menyarungkan pistol yang dipegangnya ke punggung, sekaligus berbalik arah meninggalkan Hale berjalan dengan langkah berat, tanpa menyadari bahwa pria yang baru saja ditinggalkannya merayap dengan perlahan ke arah yang berlawanan menuju ke dalam ladang gandum. Celana abu-abu yang dikenakannya kini terdapat corak merah akibat darah yang merembes dari luka tembakan yang diterimanya. Suara tangisan bayi terdengar ketika ia mendekati pintu masuk yang dibiarkan terbuka. Memperlihatkan pemandangan dua tubuh berbeda kelamin yang bersimbah darah. "Siapa... Disana??" Pria yang bersimbah darah itu ternyata masih hidup. Pria yang diketahui Ulrich bernama Hendrick itu ternyata belum menemui ajalnya ketika menerima tembakan di dadanya. Namun, kulit pucat dan banyaknya darah yang hilang akibat luka tembakan membuat penampakan tubuh Hendrick terlihat sangat parah. Dengan air mata yang kembali menetes, Ulrich yang khawatir langsung mencoba memapah tubuh Hendrick. "Ayah... Ku mohon bertahan sebentar. Aku akan cari bantuan dan mencoba menghentikan pendarahanmu" "Ayah?.... Siapa kau?" Tanya Hendrick dengan halus "Aku Ulrich Ayah, Anakmu!" "Ulrich?... Apakah aku bermimpi?... Ternyata... Kau tumbuh menjadi pemuda yang tampan nak" Kalimat itu pun diakhiri dengan hilangnya kesadaran Hendrick. Melihat itu, Ulrich mencoba memanggil-manggil Hendrick, berusaha mengembalikan kesadarannya. Namun ia akhirnya sadar, hal yang dilakukannya sia-sia. Tubuh yang dipapahnya akhirnya dipeluk, membuat noda darah pada kemeja putih yang dikenakannya. Tangis Ulrich pecah, membasahi wajah serta pakaian bernoda darah dari orang yang dipeluknya. Teriakan hati nya tak mau keluar, seakan tertahan oleh sesuatu di


tenggorokannya. Kedua insan yang selama ini ingin dilihatnya telah mati dihadapannya. Menyisakan seorang bayi yang masih terus menangis di ruangan dekat mayat Theresa, seorang wanita bergaun kuning yang diketahui adalah istri Hendrick, ibu dari Ulrich. Dalam tangisnya, Ulrich tak menyadari bahwa hujan telah turun membasahi rumah dan peternakan. Tubuh yang sedari tadi dipeluknya akhirnya dibaringkan kembali. Ia pun memutuskan untuk membawa sang bayi menuju sebuah tempat dimana ia dibesarkan. Setelah mengenakan jas hujan bertudung berwarna hitam yang didapatkan nya setelah menggeledah seisi rumah. Namun, ketika ia ingin menyentuh sang bayi, pikirannya serasa kacau dan rasa cemas muncu entah dari mana. Kendati demikian, Ulrich pun akhirnya menggendong Sang bayi sambil memegang sebuah payung untuk melindungi mereka berdua. Tentu, sebelum menggendongnya, ia tak lupa untuk membedong bayi itu dengan kain yang cukup hangat agar bisa bertahan dalam perjalanannya menuju tempat yang akan ditujunya, Panti Asuhan Vragen Waisenhaus. Selama perjalanan menuju panti asuhan, Ulrich selalu merasa gelisah. Kekhawatiran dan kebingungan kembali mendatanginya entah darimana. Rasa sedih yang sudah ia keluarkan kembali hadir dalam hatinya. Mungkin saja itu semua terjadi karena bayi yang ada dalam gendongannya. Dalam riuhnya hujan yang mengguyur Vragen County, Ulrich pun tiba di Panti asuhan Vragen Waisenhaus dengan langkah terseok. Tibanya ia disana, diketuklah pintu depan bangunan besar yang terletak tidak jauh dari gereja vragen itu. Pintu pun terbuka, memperlihatkan sesosok wanita tua usia enam puluhan dengan kerudung mantila menghiasi kepalanya , membuat Ulrich merasa nostalgia setelah melihat sosok yang diketahuinya adalah seorang suster yang dengan ikhlas merawat dirinya. Suster yang juga memberitahu nya tentang kejadian yang menimpa orang tuanya. Suster yang memberikan potongan surat kabar yang berisi tentang kasus pembunuhan kedua orang tuanya. "Maaf, ada perlu apa?" "Suster Helen, Tolong rawat bayi ini" Ulrich menyerahkan bayi dalam gendongnya "Bagaimana Kau---" Pertanyaan sang suster terputus ketika melihat paha kanan pria di depannya meneteskan darah. Di satu sisi, ia ingin bertanya tentang apa yang terjadi


dan siapa pria yang ada dihadapannya. Bagaimana pria dihadapannya bisa mengetahui namanya walaupun ia tak pernah bertemu pria itu. Namun, ia memutuskan untuk mengacuhkan hal tersebut dan langsung menerima bayi yang diserahkan kepada dirinya. "Siapa nama anak ini?" "Ornwill. Ulrich Ornwill" Suster Helen menatap bayi di dekapannya. Bayi dengan mata biru indah yang sedari tadi belum berhenti menangis. Mencoba menimang sang bayi dengan lembut, suster Helen tak lupa untuk kembali memastikan kondisi pria di depannya. "Kami sedang menyiapkan makan malam. Mari ikut makan bersama kami. Lagipula, kakimu terluka cukup parah" "Maaf Suster Helen, aku harus menolaknya. Terima kasih banyak atas tawarannya" Tanpa membiarkan Suster Helen mencegahnya, Ulrich pergi meninggalkan panti asuhan tempat ia menitipkan sang bayi. Suster Helen yang melihat kepergian sang pria tertegun. Kondisi pria itu terlihat suram. Wajah pucat, kantung mata yang membengkak dan sedikit gelap, mata yang kehilangan cahaya kehidupan menjadi pemandangan terakhir yang dilihat oleh sang suster pada wajah pria yang menitipkannya sesosok bayi. Padahal sebelum ia menerima bayi di dalam gendongannya, pria itu terlihat sedikit bersemangat dengan air muka yang bercahaya. Dengan kepergiannya yang ditemani oleh tetesan hujan, Ulrich yang mengalami kekalutan dalam pikirannya berujung dengan pemikiran yang liar. Ia pun bertekad untuk mengawasi sang bayi selama masa hidupnya dan mencoba untuk mencegahnya menggunakan mesin yang tentunya akan dibuatnya dalam kurun waktu dua puluh lima tahun mendatang.


Click to View FlipBook Version