Tujuan Pembelajaran Khusus
CGP menunjukkan pemahaman tentang konsep kepemimpinan murid dan kaitannya
dengan Profil Pelajar Pancasila.
CGP menunjukkan pemahaman apa yang dimaksud dengan suara (voice), pilihan (choice)
dan kepemilikan (ownership) murid.
CGP menemukenali dan menganalisis elemen pilihan, kepemilikan, dan suara dalam
beberapa contoh program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah
Kepemimpinan Murid
Apakah kepemimpinan murid ?
Dari paket modul 1 dan 2 sebelumnya, Bapak/Ibu telah belajar bahwa murid harus menjadi
dasar bagi semua pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah. Melalui filosofi dan
metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam
mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, kita harus secara sadar dan terencana
membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan
mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah
program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau
ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama. Pertanyaannya
kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam proses pengambilan
keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran tersebut?
“Sesungguhnya alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi
juga suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan pendidikan
bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum guru dan pengajar [Ki
Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3, Mei 1993]”
Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar
menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah,
penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu
serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka
kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar,
maupun dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki
kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka
sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah
mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan
proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita
secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan
semua yang harus murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan
peran serta mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka
kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam
mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang
dengan baik. Peran kita adalah:
1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai
dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan
“agency”. Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk
mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan yang dibuatnya.
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran
mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan
mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar,
mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata
sebagai hasil proses belajarnya.
Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia,
maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student agency ini
selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka
mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa
kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju
kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk
bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki
kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan
dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan
tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan
perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak secara aktif; dan
membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima
apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran mereka
sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan
belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih
mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid
akan secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan
belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka
gunakan sepanjang hidup mereka.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka
sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan,
karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat
kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:
berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
menunjukkan rasa ingin tahu
menunjukkan inisiatif
membuat pilihan-pilihan tindakan
memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:
berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-ide, pendapat,
pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka.
memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk
memastikan proses pembelajaran sesuai untuk mereka.
mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-
tugas terbuka.
menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil
risiko.
mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid
berdasarkan informasi yang mereka miliki
menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap
aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Untuk lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel
berikut ini.
Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar Pancasila
Populasi manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun mendatang
akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat Indonesia. Ini
sering kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita dapat menumbuhkan manusia produktif
Indonesia yang berkarakter baik. Namun sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru
karakter buruk, maka “kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar
Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa
mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka belajar dan pemelajar
sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya penumbuhkembangan kepemimpinan murid.
Melalui upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan
murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud
sebagai pelajar Pancasila yang tidak hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi
pribadi yang memerdekakan bangsanya.
Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka
secara bersamaan kita sebenarnya juga membangun karakter murid yang:
beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan kepemimpinan
murid akan mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap positif yang
merupakan pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.
berkebinekaan global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih
murid-murid kita untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang terbuka. Mereka akan
terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif sehingga diharapkan
dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu menghadapi
perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun global.
mampu bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terlibat
dan berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam masyarakat
yang lebih luas.
mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk
mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses pembelajarannya sendiri.
dapat berpikir kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid
untuk memiliki kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk membuat
pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk
terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu melihat
permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Suara Murid, Pilihan Murid, dan Kepemilikan Murid
Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan:
saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya
memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses
pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian
mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya
sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang
menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang
mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan
bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Mari kita
bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:
1. Suara Murid (voice)
Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara
tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari
ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita
agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan
kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa
seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak
cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif,
memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini
adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”:
a. Membangun budaya saling mendengarkan.
b. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
c. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
d. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
e. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah
dilakukan.
f. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
g. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
h. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk
memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
i. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk
mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat
berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas,
dsb.
j. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di
halaman sekolah.
k. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
l. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang
sekolah.
m. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia
nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka
untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan
tersebut.
n. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas
murid.
o. Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan contoh lainnya?
2. Pilihan Murid (Choice)
Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux
et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran
tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid kesempatan
untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat
memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada
minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan murid
pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif
pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997).
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’
dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah
beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-
muridnya.
a. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
b. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka
mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
c. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil
dalam sebuah kegiatan/program.
d. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.
e. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
f. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan
melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya.
Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan
membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid
untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
g. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk
memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
h. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang
mereka inginkan.
i. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai
dengan gaya , minat dan bakat mereka
j. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai
minat mereka.
k. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
l. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda
dalam melaksanakan pembelajarannya.
Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
3. Kepemilikan Murid (ownership)
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi
kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses
pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses
belajarnya.
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing
Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa
kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa
keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi dengan
kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang
sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat
mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:
Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
Merespon umpan balik yang diberikan murid.
menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan
kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran
mereka..
Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui
tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini
serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan
menghormati kepemilikan murid )
Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat
papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang
pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
Melakukan self assessment
Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk
setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin
mereka miliki dan meminta mereka berbagi.
Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu
dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid
dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan
kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak
dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-
hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara
otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas
untuk ikut terlibat dalam prosesnya.
Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan,
kepemilikan dan suara ini, silahkan Bapak/Ibu lihat beberapa contoh program atau kegiatan
sekolah yang disajikan dalam narasi situasi dan video berikut ini.
Situasi 1
Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-
muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki rasa
kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan
memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja
kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan
mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat
sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. Karena murid-murid kelas 1 belum
bisa menulis, maka mereka boleh menggambar. Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan
layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan
tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus
memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan
pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas
tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia
sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak
efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai
pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. Setelah beberapa hari
mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah
menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan
baik di kelas?”. Bu Dian memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa
berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada
yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya
menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu
mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa
lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun
diubah kembali menjadi lebih efektif.
Situasi 2
Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran
tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai
alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang miring, dsb.) yang dapat memudahkan
pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu
kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai
contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti
perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk
mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi
dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja
kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok
berupa proyek merancang sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep
terkait pesawat sederhana untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid
diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang
dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana,
kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo
kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka lakukan
dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk
menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam
proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid
untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua.
Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari
murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim
renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok start kolam renang di klub
renang mereka terlalu miring dan permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak
aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu
berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring.
Ia khawatir saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati,
maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk
menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo
membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan
kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum
dan langsung merencanakan untuk masuk segera dalam proyek perbaikan bulan mendatang.
Tak lama kemudian, balok star
itu pun selesai diperbaiki.
Situasi 3
Di masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa meskipun
murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan pengalaman belajar
yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara
maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar dari Rumah, yang
mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal pelajaran setiap
harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring melalui Google Meet, namun akan
ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk melakukan kegiatan secara mandiri di rumah.
Tujuannya, disamping agar murid-muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan layar
komputer, namun yang paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil
ini perlu untuk belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat
rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau “Papan
Pilihan”. Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di dalam setiap kotak
dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi untuk berbagai aktivitas berbeda yang
dapat dilakukan oleh murid dalam satu hari. Instruksinya cukup sederhana dan juga dilengkapi
dengan gambar. Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang
mengembangkan keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama,
dan seni. Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu Santi untuk
memberikan kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang ingin mereka lakukan
bersama orang tua.
Beberapa contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut, misalnya:
di kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup botol
atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian
menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di lemari
pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan mengidentifikasi ada
warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.
Kesemua aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau dengan
sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah. Choice Board dibuat oleh guru
dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada orang tua melalui grup whatsapp.
Choice board ini akan dikirimkan kepada orang tua setiap minggu sekali dan akan terdiri dari
choice board yang berbeda setiap harinya (ada choice board untuk Senin, Selasa, dsb).
Terkadang, di choice board yang berbeda hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada
beberapa keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan
perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan menjelaskan
instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi memperbolehkan murid
untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan, mana kegiatan yang ingin
dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau melakukannya. Murid juga dipersilahkan
memberikan ide kegiatan pada guru yang akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice
board di hari berikutnya. Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka
setiap akhir minggu (biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk
bertemu dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke
depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan, tujuannya dan
bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat membantu memastikan agar
tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya: pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid
saat mereka melakukan kegiatan tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin
orang tua tidak hanya memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami
tujuan pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet kembali, bu
Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan yang
telah dilakukan di hari sebelumnya.
Situasi 4
Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena
sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan.
Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah
minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala
keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih
memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang
menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan
umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah
Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan
kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid
juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran
atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun
secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid.
Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas
yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit
untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk
dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada
para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid
saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah
satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup
mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang
akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu
membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut.
Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan
ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak
dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu
mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh
OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam
kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang.
Situasi 5.
Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis
proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi
Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid
untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar
berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran
solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan
secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu
memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di
sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para
murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar
lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun
menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah
cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa
uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan
dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang
mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para murid
dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut
dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di
kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk
daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. Para murid pun diminta untuk
memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging
ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar
sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang
cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut.
Situasi 6
Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat
seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah rusak.
Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut dengan
memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun berbagai
jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu berkeinginan untuk
memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya. Gagasan untuk membuat mesin
parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri, gurunya. Setelah mendengarkan cerita
dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan memberikan kesempatan pada murid untuk mencari
solusi permasalahan tersebut. Bu Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari tentang
cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan mesin parut bukan hal
yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan
bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide dan alternatif jenis alat, bahan, cara
kerja mesin yang dapat membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu
kurang dari seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid
mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian yang terasa
belum bisa digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi
bersama, masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar
mesin itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien. Dengan menggunakan alternatif solusi dari
beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata dapat
bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut membuat 2 mesin
sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua lingkungan setempat. Ketua
lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat mengapresiasi hasil karya murid SMK
tersebut dan meminta mereka untuk berbagi keterampilan membuat mesin pemarut kelapa
sederhana kepada pemuda di Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan
fasilitas tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh murid-murid. Pihak sekolah
menyambut baik dan memberikan kesempatan lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan
dan mempersiapkan kegiatan berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar
sekolah.
Video di situasi 7 menggambarkan tentang kegiatan komunitas belajar di SD Salam yang
menggambarkan suasana pasar tradisional dengan murid yang berperan sebagai pedagang,
penjual. Dengan kegiatan ini terlihat bagaimana suara, pilihan, dan kepemilikan murid didorong.
Untuk lebih jelasnya, mari kita simak bersama tayangan video berikut ini.
https://youtu.be/WCos-ElbEsA
Refleksi
Setelah membaca beberapa situasi yang dideskripsikan di atas, lakukan refleksi dengan
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Jenis Kegiatan atau program apakah yang dideskripsikan tersebut? Apakah intrakurikuler, ko-
kurikuler, atau ekstrakurikuler?Dalam setiap situasi, identifikasilah dibagian mana dan
bagaimana guru mencoba mempertimbangkan ‘suara’; ‘pilihan’; dan ‘kepemilikan’ murid untuk
mendorong tumbuhnya kepemimpinan murid. Jelaskan jawaban Bapak/Ibu.
JAWABAN
Situasi 1-7
Suara Murid, Pilihan Murid, Kepemilikan Murid, Intrakurikuler, Ko-kurikuler, Ekstrakurikuler
1. Ibu Dian mengajar di kelas 1 SD mengajak siswa kerja kelompok membuat layout
di kelas, saling berpendapat (suara,pilihan. kepemilikan) , memberi pilihan
tempat, dan menghargai pilihan siswa dilakukan refleksi sumbang saran siswa
dilakukan refleksi guru dan siswa diubah Kembali menjadi lebih efektif dan baik.
di kelas kolaborasi dalam layout kelas dalam kreasi diri, kelompok, pilihan siswa
dalam dipimpin dan memimpin rekannya membuat baik di kelas akhirnya refleksi
guru dan siswanya saling dengar pendapat untuk kesimpulan Bersama. Jelas
karena Ibu Dian melakukan student agency dalam groth minset siswa dalam karya
indah kelas layout untuk cerdas, mampu kemitraan dengan rekannya sehingga
wellbeing situasi kelas menjadi harapan kepemimpinan murid dan profil pelajar
pancasila. Jadi Program yang berfokus pada kepemimpinan murid.
2. Murid-murid Pak Waluyo sedang mempelajari dan kerja pesawat sederhana
dengan konsep gaya fisika Pak waluyo mengajak siswa mendiskusikan, riset,
eksperimen secara kelompok dan individu untuk aksi nyatanya. Luar biasa satu
murid yang gemar berenang memaparkan idenya dalam aksi nyata fisika
sederhana yaitu balok star kolam renang dekat rumahnya miring dan licin
sehingga tidak aman dan Menyusun alasan dan argument temu dengan pengelola
kolam dan siswa tersebut mempresentasikan kekhawatirannya dan rekomendasi
perbaikan balok star kolam renang, melihat ide dan karya pemikiran siswa
tersebut akhirnya dilakukan kemitraan kepada pihak pengelola kolam renang
untuk dengar pendapat. akhirnya pengelola kagum dengan siswa yang berani
mempresentasikan bahaya balok star yang miring dan licin. Mengunjungi pihak
pengelola kolam renang dan izin siswa dan timnya mempresentasikan langsung
kepada pihak pengelola kolam renang tentang kekawatiran terhadap star peluncur
dan licin akan berdampak bahaya kepada pengunjung kolam renang. Harapannya
dengan temu dengar pendapat pihak manajemen memperhatikaan dan
direkomendasikan dari suara siswa itu untuk dilakukan renovasi meningkatkan
titik aman orang berenang ke masyarakat pengelola kolam dan guru
mendampingi. Pihak manajemen salut terhadap presentasi siswa dan timnya
dalam menyampaikan ide kekhawatirannya dari sudut mata pelajaran fisika
materi prinsip kerja pesawat sederhana di kaitkan terhadap terhadap kerja papan
star peluncur miring dan licin kolam renangnya. menanggapi situasi kolam
renangnya untuk kebermanfaatan semua pengunjung. Salut juga buat guru
pendamping bagus tanggap kemitraannya terhadap lingkungan sekitar Lebih baik
lagi di ajak guru penjas kolaborasi ke kolam renang tersebut usai prsentasi siswa
dapat berenang sambil bergembira santai dengan waktu yang ditetapkan Bersama.
Siswa melakukan student agency dalam groth minsetnya Jadi Program sekolah
yang berfokus pada kepemimpinan murid.
3. Ibu Santi guru PAUD karena masih pandemic ibu santi menjadwalkan asinkron
dan sinkron dalam belajar seriap hari dengan GM dan ada waktu siswa belajar
mandiri di rumah.dengan 9 papan pilihan/jadwal dari senin sampai sabtu ada
instruksi isian dengan Kerjasama orangtuanya dan dilengkapi gambar ada satu
dikosongkan agar siswa dapat menentukan sendiri kegiatan yang mereka lakukan
Bersama orangtuanya. Lalu dikirim dengan wa grup orangtua dan setiap paginya
GM dengan orangtua siswa dan siswanya diajarkan hal-hal yang kurang dipahami
dan bebas memilih mana duluan dikerjakan pekerjaan dari 9 pilihan. Setiap jumat
bertemu dengan orangtua murid menjelaskan tugas pelajaran yang harus tercapai
mengarahkan pertanyaan yang harus diberikan ke anaknya. Dihari seninnya
dilakukan GM untuk meminta refleksi terhadap kegiatan yang dilakukan dihari
yang telah lewat. Karena kemitraan dengan semua orangtua siswa dan melakukan
di rumah rutinitas yang tercatat.Lalu setiap jumat dilakukan temu orangtua dan
guru meminta kepada ortu siswa hal apa yang kurang jelas, menerima tugas siswa
dan apa yang akan dikerjakan berikutnya oleh anaknya. Bagus cara kerja Ibu Santi
sebagai guru PAUD luar biasa membuat program kepada siswanya walau
pandemic tetap eksis dengan membangun hubungan kemitraan dengan orangtua
siswa dan menjadwal GM dan tatap muka tiap jumat dan seninnya refleksi dengan
GM dengan orangtua dan siswa melihat hasil kerja tiap siswa di rumahnya.
Karena siswanya PAUD bermitra dengan orangtua menggerakkan mendampingi
anaknya untuk google meet dan menyelesaikan tugas 9 papan pilihan yang
dikerjakan. (kata pilihan berarti suara, pilihan dan kepemilikan gambar
keseharian siswa paud di rumah dan sekitarnya). Contoh program sekolah dam
kepemimpinan siswa PAUD.
4. Pak Bahri galau karena ekstrakurikuler dihentikan karena pandemic. Pak Bahri
memgundang osis tuk daring temu kangen dan umpan balik kegiatan
pembelajaran mengungkapkan bagaimana osis dapat berjalan walaupun secara
daring. Ternyata siswa osis juga berharap ada kegiatan walaupun daring.
Sehingga setelah dengar ide dan pendapat semua siswa osis, ada guru yang
melatih ekstra dan ada siswa yang melatih ekstra dan guru mengsupervisi siswa
yang melatih tersebut dari jadwal yang telah disepakati dipromosikan ke semua
siswa dan animo murid terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler itu besar. Pak
Bahripun merasa senang dapat menggerakkan saling share ide dalam siswa osis
berkarya walau pandemik. Bagus ide dan pemikiran nyata pak Bahri mampu
menggerakkan siswa osis aktif kembali walau pandemic. Dengan ide membuat
GM (mendengar suara, pilihan dan kepemilian siswa dalam goole meet osis) dan
meminta ide dari siswa osis apa kira-kira kegiatan yang dilakukan osis dalam
pandemic untuk tetap siswa aktif dalam ekstrakurikuler. Ternyata banyak ide
siswa suara, pilihan dan kepemilikan dari osis dalam kegiatan dan animo siswa
lainnyapun tinggi sehhingga semangat Kembali siswa osis, siswa lainnya dan Pak
Bahri. Namun ide itu dalam daring belum dijelaskan. Semisalnya dapat juga
dilombakan membuat poster dengan berbantuan canva atau pixellab bebas kreasi
dan unsur kriteria ditetapkan osis terinci. Program yang berfokus pada
kepemimpinan murid.
5. Sekolah SMK ini melakukan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek terkait BI,
TIK, sebagai adaktif dan mata pelajarn produktif TPK (guru TPK menantang
murid mengidentifikasi potensi pakan ternak organic menciptakan ayam ayam
boiler di sekolah dari lingkungan dan masyarakat sekitar dan permasalahannya)
kemudian menawarkan solusi untuk pengembangannya. Yaitu pemaparan siswa
dalam presentase teknis dinilai oleh guru TIK dan secara content dinilai guru
Bahasa Indonesia. Siswa dalam proyeknya menemukan pakan ternak yang cocok
dan ekonomis skala produksi saat itu adalah cacing sutra yang cukup banyak
diternak oleh masyarakat sekitar. Kesimpulannya bahwa daging ayam boiler
dengan pakan ternak campuran cacing sutra lebih banyak massa daging dan lebih
manis. Sehingga sekolah bermitra dengan TV local untuk ditayangkan dan
menarik waralaba ayam goreng internasional di daerah mereka menguji ayam
boiler yang pakan ternaknya dari cacing ulat sutra layak di konsumsi dan siswa
mengajak masyarakat sekitar untuk beternak ayam boiler dan menggunakan
pakan ternak siswa dan mengajak menjual ayam boilernya ke waralaba tersebut
(disini suara, pilihan milik dan kepemilikan siswa sangat kreatif prodktif) ini
profil Pancasila Jadi Contoh program sekolah dan yang melibatkan peran serta
masyarakat.
6. Ide melihat seorang ibu sulit memarut kelapa, sehingga muncul ide membuat
parutan dari barang bekas, idenya di sampaikan kepada Ibu Sri dan setuju silahkan
mencari tau mecin kerja parut sederhana. Sehingga siswa tersebut bekerja sama
dengan beberapa siswa dengan bimbingan guru tersebut dalam waktu seminggu
siswa dalam kelompoknya sudah dapat membuat mesin parut sederhana diuji coba
Bersama di hadapan gurunya dilakukan refleksi Bersama menyampaikan ide baru
dalam pengembangan ada yang masih kurang dan akhirnya berhasil membuat 2
mesin parut sederhana dan baik. Satu mesin diserahkan kepada ketua lingkungan
setempat. Akhirnya karya siswa bermanfaat dan diminta untuk berbagi
keterampilan kepada pemuda karang taruna dan pihak RT/RW menyediakan
fasilitas dan peralatan untuk Kerjasama dalam berbagai keterampilan kepada
pemuda di lingkungan sekitar sekolah. Siswa yang memiliki ide dan Kerjasama
(suara, pilihan, kepemilikan siswa) dengan gurunya Ibu Sri dan termotivasi
membuat mesin patur kelapa sederhana 2 buat. Diserahkan 1 kepada ketua
pemuda setempat mewakili RT/RW dan dengan melihat hasil kerja siswa dapat
dimanfaatkan untuk Kerjasama dengan pemuda karang taruna setempat dan di
faslitasi bahan bahan dan tempat untuk pemudanya dapat membuat mesin parutan
kelapa sederhana yang dapat meningkatkan ekonomi kreatif masyarakat sekitar.
Hal Ini menumbuhkan meningkatkan ekonomi kreatif diri siswa dan pemuda
untuk produktif. Contoh program sekolah dan guru yang melibatkan peran serta
masyarakat sekitar.
7. Video situasi 7 ini menggambarkan ada Kerjasama seluruh stakeholder untuk
membuat seperti pasar di sekolah untuk meningkatkan ide, kreatif siswanya dalam
jual beli di pasar dengan didampingi guru kelasnya dan guru matapelajaran
sehingga tiap pos dituntun gurunya agar aktif dalam jual beli di pasar seperti
layaknya pasar. Sungguh pengalaman baru buat siswa dan mengesankan. Muncul
rasa senang, kreatif dagang, belajar antri,untuk teratur dalam dagang, belajar
mempromosikan dagangannya belajar komunikasi baik dalam jual beli.Pokoknya
keren.
Lingkungan yang Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
Setelah membaca contoh-contoh di atas, kami yakin Bapak/Ibu telah mulai dapat lebih
memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan murid dan pentingnya
mempertimbangkan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid dalam menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid.
Sekarang, kami ingin Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk membaca materi
tentang ‘Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan Kepemimpinan Murid’ dan ‘Peran
Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid’ di bawah ini.
Materi ini akan menjadi dasar bagi bagi Bapak/Ibu saat berdiskusi di Forum Diskusi saat
pembelajaran 3 nanti.
Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka
program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan
lingkungan yang cocok.
Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa
karakteristik, diantaranya adalah:
1. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir
positif dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan
untuk memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya.
2. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif
dan bijaksana.
3. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam
proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya.
4. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri,
sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
5. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan
menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan
kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun
golongan.
6. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa
sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri.
7. Lingkungan tersebut menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk
terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.
(di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016)
Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.
Dalam rangka mewujudkan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan kepemimpinan
murid, guru dan sekolah tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan memerlukan
dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas. Di dalam bahasan selanjutnya di
bawah ini, kita akan membahas bagaimana peran keterlibatan komunitas dalam
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.
Dalam modul 3.2, Bapak dan Ibu sudah mempelajari bahwa salah satu dari tujuh aset/modal
yang dapat menjadi kekuatan sekolah yaitu aset sosial. Komunitas adalah bentuk dari aset sosial
yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan
pembelajaran di sekolah. Yang dimaksud dengan komunitas di sini dapat terdiri dari murid, guru,
orang tua, orang dewasa lain yang ada di sekitar murid, dan masyarakat atau lingkungan sekitar,
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses belajar murid.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan
tentang pentingnya kemitraan antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Kemitraan ini
disebut dengan “tri sentra pendidikan”. Kemitraan tri sentra pendidikan adalah kerjasama
antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang berlandaskan pada asas gotong royong,
kesamaan kedudukan, saling percaya, saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban
dalam membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi
peserta didik. Melalui pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan ini,
maka keterlibatan yang bermakna dari orangtua dan anggota masyarakat dalam proses
pembelajaran menjadi fokus yang perlu terus diupayakan oleh sekolah.
Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka
dapat berada sekaligus pada:
a. komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh , dsb)
b. komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru)
c. komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga
sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb)
d. komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat
setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb)
e. komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia
usaha, media, universitas, DPR, dsb)
Kesemua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi proses
pembelajaran murid. Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk
dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan bersama-sama ikut
mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ dalam berbagai peran yang
mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid.
Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.
1. Komunitas keluarga
Bagaimana kita dapat melibatkan masing-masing komunitas tersebut untuk membantu kita
mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ murid? Mari kita coba bahas satu
persatu.
Komunitas yang pertama dan utama bagi murid adalah keluarga mereka. Murid mungkin
akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga mereka di rumah dibandingkan di
sekolah. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita harus berusaha mencari cara bagaimana keluarga
dapat ikut mengambil peran untuk ikut mendorong munculnya suara, pilihan, dan kepemimpinan
murid.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu ketika berpikir akan
mendorong keterlibatan mereka.
1. Sejauh mana orang tua telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya
kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang kita
maksud dengan voice, choice, dan ownership? Apa yang perlu kita lakukan untuk
meningkatkan pemahaman mereka?
2. Apakah keterlibatan orangtua dalam program/kegiatan pembelajaran di kelas atau
sekolah kita selama ini telah mendorong dan menguatkan voice, choice, dan
ownership murid, atau justru sebaliknya melemahkannya? (misalnya apakah orang tua
justru mengambil peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh murid dengan dalih ‘ingin
membantu’?)
3. Kesempatan-kesempatan apa sajakah yang telah kita berikan kepada orang tua untuk
terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran (baik intra, ko, ekstra kurikuler) yang kita
lakukan di kelas atau sekolah? Sejauh mana kesempatan tersebut ditujukan untuk
mendorong voice, choice, dan ownership murid dan membantu terwujudnya
kepemimpinan murid?
4. Apa yang sudah kita lakukan untuk membuat orangtua memahami apa yang sedang
dilakukan oleh anak-anak mereka dalam program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan
di kelas atau sekolah? (sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan atau komunikasi
yang otentik dan relevan dengan anak-anak mereka terkait dengan apa yang sedang
dipelajari oleh mereka di sekolah)
Kami berharap, lewat beberapa pertanyaan di atas, Bapak/Ibu dapat lebih ‘mindful’ saat ingin
melibatkan orang tua dalam proses/kegiatan pembelajaran di sekolah, agar tujuan kita dalam
mewujudkan kepemimpinan murid yang memiliki voice, choice, dan ownership dapat tercapai.
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang dapat kita lakukan untuk melibatkan
keluarga dalam program/kegiatan pembelajaran murid untuk menumbuhkan kepemimpinan
murid.
Keluarga
Memastikan orang tua memahami visi dan misi sekolah dalam mewujudkan
kepemimpinan murid (misalnya dengan mensosialisasikan apa yang dimaksud
dengan voice, choice, dan ownership kepada orangtua)
Secara aktif melibatkan orang tua untuk membantu menyediakan dukungan dan akses
ke sumber-sumber belajar yang lebih luas untuk membantu mewujudkan suara atau
pilihan murid (misalnya meminta bantuan orang tua untuk mengkoneksikan murid
yang ingin mengakses masyarakat, lingkungan sekitar, atau dunia usaha atau akses-
akses lain yang mungkin sulit untuk dijangkau murid atau sekolah, dsb).
Mengadakan workshop atau sesi-sesi informasi yang dapat membantu orang tua
memahami pendekatan pembelajaran yang kita lakukan di sekolah (misalnya melalui
pelatihan orangtua tentang cara bertanya kepada anak, tentang bagaimana
berkomunikasi secara positif, tentang pentingnya ‘suara’, ‘pilihan’, dan
‘kepemilikan’, dsb, sehingga mereka bisa terapkan di rumah).
Mengadakan berbagai aktivitas yang memberikan kesempatan bagi murid untuk
menunjukkan dan mendemonstrasikan hasil belajar atau pemahaman mereka kepada
orang tua dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa pencapaian, kepercayaan diri,
kemandirian, dan berbagai sikap positif lainnya (misalnya dengan mengundang orang
tua untuk menghadiri perayaan, eksibisi atau pameran hasil karya, assembly, pentas
seni).
Mendorong orang tua untuk mengajak anak-anak mereka ke tempat-tempat yang
dapat menumbuhkan rasa empati, mengekspos murid dalam kegiatan pelayanan
kepada masyarakat, dsb.
Mendorong, mempromosikan dan mengapresiasi upaya orangtua dalam membangun
kemandirian, resiliensi, dan tanggung jawab murid (misalnya dengan guru
memberikan komentar positif di buku penghubung murid, dsb)
Melibatkan orang tua pada kegiatan-kegiatan non akademis/bukan pembelajaran di
kelas agar rasa kepemilikan lebih terbangun
2. Komunitas kelas dan antarkelas
Komunitas kelas terdiri dari murid, guru, atau wali kelas, baik yang ada di kelas murid sendiri
maupun di kelas lainnya. Bagaimana guru menavigasi interaksi mereka dengan murid dan
interaksi antara murid dengan murid akan sangat mempengaruhi bagaimana voice, choice,
ownership murid dapat diwujudkan. Oleh karenanya, peran Bapak/Ibu sangatlah besar disini.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan
tindakan apa yang dapat dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk mempromosikan voice, choice,
ownership di dalam kelas.
1. Apa yang telah saya lakukan untuk mendorong inkuiri/rasa ingin tahu dan
kreativitas murid?
2. Apakah saya telah memastikan murid memahami apa yang menjadi target dari
program/kegiatan pembelajaran mereka? (sehingga murid dapat mengatur dirinya sendiri
dan memantau upaya mereka dalam mencapai target tersebut)
3. Apa yang telah saya lakukan untuk membantu murid membangun pemahaman mereka
sendiri? Apakah saya selalu memberikan jawaban pada murid? Seberapa sering saya
mengatakan “Bapak/Ibu juga belum mengetahui jawabannya. Mari kita cari bersama-
sama!”
4. Apakah saya memberikan ‘wait time’ saat bertanya kepada murid untuk memberikan
mereka kesempatan berpikir?
5. Sejauh mana saya telah mengkoneksikan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari murid?
6. Seberapa sering saya mengajak murid-murid melakukan refleksi?
7. Sudahkah saya bertanya tentang apa yang mereka ingin pelajari dan apa yang mereka
minati?
8. Sejauh mana saya memberi kesempatan murid untuk memilih cara, dengan siapa dan
bagaimana mereka belajar?
9. Apa yang telah saya lakukan untuk membawa murid ke ‘luar’ kelas/sekolah dan
mengkoneksikan mereka dengan masyarakat dan dunia yang lebih luas?
10. dsb.
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk
untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam lingkup kelas.
Komunitas Kelas dan Antar Kelas (misalnya guru, kepala sekolah, murid-murid)
Memfasilitasi kerja kelompok dan kolaborasi antar murid di kelas dan murid antar
kelas (misalnya kerja kelompok, memberikan tugas proyek yang harus dikerjakan
bersama-sama, dsb).
Mendorong murid untuk bertanya
Melibatkan murid dalam proses perencanaan pembelajaran.
Melibatkan murid dalam proses penilaian
Membentuk dewan murid, komite-komite yang dipimpin oleh murid, kepanitiaan
kegiatan yang anggotanya adalah murid-murid.
Mendorong terciptanya unity (kebersamaan), yang dapat mempromosikan rasa
kepemilikan murid (misalnya dengan mengadakan karnival olahraga, class
meeting, dsb).
Memberikan kesempatan murid untuk terlibat dalam pengaturan prosedur,
rutinitas, kesepakatan kelas, dsb.
Memberikan murid kesempatan untuk memberikan umpan balik dalam proses
pembelajaran.
3. Komunitas sekolah
Komunitas sekolah di sini adalah pihak-pihak yang aktif berkegiatan di sekolah (mungkin
tidak berada di kelas setiap hari ), namun ada dalam hidup keseharian sekolah serta murid-murid
di sekolah. Kepala sekolah, konselor, staf administrasi, tukang parkir, pustakawan, bapak/ibu
kantin, penjaga sekolah, pengawas sekolah, komite sekolah, anggota yayasan serta lainnya
adalah contoh anggota komunitas sekolah. Walaupun mereka tidak secara langsung mengajar
murid di kelas atau terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran secara langsung, namun lewat
peran dan apa yang mereka lakukan mempengaruhi proses belajar murid. Mempertimbangkan
peran mereka dalam mendorong voice, choice, dan ownership akan membantu kesuksesan upaya
kita dalam menumbuhkan kepemimpinan murid.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan
bagaimana Bapak/Ibu dapat melibatkan mereka dalam
mempromosikan voice, choice, ownership di dalam berbagai program/kegiatan pembelajaran di
kelas dan sekolah.
1. Sejauh mana anggota komunitas sekolah (misalnya tukang parkir, satpam, penjaga
kantin, pustakawan, tenaga kebersihan) telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait
dengan upaya kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa
yang kita maksud dengan voice, choice, dan ownership? mengapa pemahaman mereka
menjadi penting? Apa yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka?
2. Apakah saya mengetahui apa saja yang dapat pustakawan sekolah saya kontribusikan
untuk mendukung suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Seberapa sering saya mengajak
pustakawan terlibat dalam proses perencanaan program/kegiatan pembelajaran di
kelas/sekolah saya?
3. Bagaimana tenaga kependidikan, dari mulai tukang parkir, satpam, sampai penjaga
kantin dapat saya dorong untuk membantu membangun lingkungan belajar yang positif
dan menghargai suara, pilihan, dan kepemilikan murid?
4. Bagaimana saya dapat melibatkan mereka untuk membantu mengoneksikan murid-murid
saya dengan dunia di luar kelas mereka sehingga murid-murid dapat memperluas
pembelajaran mereka dan mewujudkan suara serta pilihan mereka?
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk
untuk melibatkan komunitas sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan murid.
Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
Komunitas Sekolah ( misalnya tukang parkir, pustakawan, laboran, penjaga
sekolah, petugas kantin, satpam, tenaga kebersihan, dsb)
Memastikan tenaga kependidikan yang ada di sekolah memahami visi dan
misi sekolah dalam mewujudkan kepemimpinan murid (misalnya dengan
mensosialisasikan visi, misi, kebijakan sekolah, program sekolah, dsb)
Mengundang pustakawan untuk ikut serta dalam perencanaan pembelajaran,
sehingga mereka bisa membantu menyediakan akses ke sumber-sumber belajar
yang sesuai.
Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam memberikan masukan
kepada pustakawan terkait dengan koleksi sumber-sumber belajar apa saja yang
murid perlukan.
Mendorong pustakawan untuk menyediakan beragam perspektif dalam sumber-
sumber belajar yang mereka sediakan.
Mendorong pustakawan untuk menyediakan sumber belajar yang multimoda agar
dapat mengakomodasi berbagai minat dan kebutuhan murid, dan agar murid
memiliki pilihan.
Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam menentukan prosedur yang
memungkinkan murid untuk mengatur dan menavigasi diri mereka secara bebas di
dalam perpustakaan, namun tetap dengan bertanggung jawab.
Mendorong laboran untuk membuat prosedur keamanan dan keselamatan yang
tetap memungkinkan murid untuk mandiri dan percaya diri dalam melakukan
kegiatan.
Mendorong laboran untuk mempromosikan laboratorium sebagai salah satu tempat
yang menarik dan menyenangkan bagi murid untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Mengundang tenaga kebersihan, penjaga sekolah, petugas kantin, satpam, dan
tenaga kependidikan lain untuk ikut berperan sesuai perannya di sekolah dalam
berbagai kegiatan pembelajaran. (misalnya melibatkan mereka menjadi pembicara
tamu di kelas, mengundang mereka dalam pertemuan-pertemuan yang terkait
dengan bagaimana mereka dapat mendukung murid, dsb).
Mengadakan pelatihan bagi para staf pendukung tentang nilai-nilai dan berbagai
pendekatan belajar yang dilakukan oleh sekolah, sehingga mereka dapat ikut
memodelkan sikap dan perilaku sesuai dengan yang ingin kita kembangkan pada
diri anak, dsb (misalnya pelatihan tentang perlindungan anak, pelatihan tentang
protokol kesehatan, dsb)
4. Komunitas sekitar sekolah
Komunitas sekitar sekolah adalah komunitas yang berada di luar sekolah namun masih dalam
lingkup sekitar sekolah, atau yang dapat kita sebut sebagai masyarakat. Dalam komunitas ini
termasuk apa dan siapa pun yang berada dalam radius yang dekat dengan sekolah, misalkan:
tempat ibadah, rumah sakit, warung, usaha di dekat sekolah, bisnis yang terkait dengan
operasional sekolah (provider ATK, dan lainnya), perusahaan di mana orang tua bekerja, hingga
keluarga besar dari tiap murid atau orang tua. Mereka mungkin tampak tidak ada kaitannya
dengan program/kegiatan pembelajaran murid di kelas atau sekolah kita, namun memiliki
potensi untuk mendorong suara, pilihan, dan kepemilikan murid karena peranan yang dapat
mereka mainkan.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan
bagaimana melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu mempromosikan voice,
choice, dan ownership.
1. Apakah saya mengetahui isu-isu yang sedang terjadi di dalam masyarakat yang ada di
sekitar sekolah? Bagaimana saya dapat mengetahuinya?
2. Bagaimana saya dapat membawa isu-isu tersebut ke dalam kelas dan
mentrasnformasikannya menjadi wahana untuk mewujudkan suara, pilihan dan
kepemilikan murid?
3. Bagaimana saya dapat membuka ruang dialog dengan masyarakat sekitar sehingga saya
dapat mengomunikasikan harapan saya tentang kepemimpinan murid yang ingin saya
wujudkan di diri murid-murid saya?
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk
untuk melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan
murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
https://youtu.be/oUv1U7nT0yw
5. Komunitas yang lebih luas
Komunitas yang terakhir adalah komunitas yang jauh dari sekolah namun berpeluang dan
mampu mempengaruhi sekolah. Media massa (lokal, nasional, regional, dunia), media sosial,
universitas, pemerintah (daerah, pusat), ormas, parpol, dunia usaha, dunia industri, dan lainnya
merupakan contoh dari komunitas yang lebih luas.
Walaupun komunitas ini mungkin tidak langsung berinteraksi dengan murid-murid kita,
namun keberadaan mereka mungkin dirasakan anak-anak atau mempengaruhi anak-anak.
Contoh, meskipun mereka tidak berinteraksi langsung dengan para youtuber, namun apa yang
dilakukan oleh youtuber dan pendapat-pendapat mereka mungkin mempengaruhi anak-anak.
Oleh karena itu, peran komunitas yang lebih luas ini dalam membantu mewujudkan
kepemimpinan murid yang mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan murid voice, choice,
dan ownership bisa menjadi signifikan.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan
bagaimana dapat melibatkan komunitas yang lebih luas untuk membantu mempromosikan suara,
pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership.
1. Siapa sajakah yang termasuk dalam komunitas yang lebih luas ini? Bagaimana mereka
dapat secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh dalam
program/kegiatan pembelajaran di kelas/sekolah?
2. Apakah memungkinkan bagi saya untuk melibatkan mereka secara langsung dalam
program/kegiatan pembelajaran yang saya lakukan di kelas/sekolah saya?
3. Jika tidak memungkinkan, bagaimana saya dapat memanfaatkan konten, produk, dari
komunitas ini (misalnya berita terkini, artikel, jurnal penelitian, peraturan, kebijakan) dan
membawanya ke kelas/sekolah untuk memunculkan inkuiri murid-murid saya?
4. Komunikasi seperti apa yang harus saya lakukan untuk mendorong keterlibatan?
Komunitas-komunitas yang mendukung kepemimpinan murid tentunya akan memahami
bahwa sesungguhnya murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka akan
berusaha menciptakan kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan
berkembangnya berbagai sikap dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri murid,
misalnya sikap percaya diri, mandiri, kreatif, gigih, keterampilan berpikir kritis, dalam berbagai
interaksi yang mereka lakukan dengan murid, sehingga murid akan senantiasa merasa didukung,
berdaya, dan memiliki efikasi diri yang tinggi.
Komunitas memiliki peran penting dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar yang
mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid karena:
1. membantu menyediakan kesempatan bagi murid untuk mewujudkan pilihan dan suara
mereka.
2. membantu murid untuk belajar melihat dan merasakan dampak dari pilihan dan suara
yang dibuatnya.
3. membantu membentuk identitas diri dan efikasi diri murid yang lebih kuat.
4. membantu murid untuk dapat tumbuh menjadi agen perubahan yang dapat memberikan
kontribusi yang berarti terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan di
sekitarnya.
Kita dapat melibatkan lintas komunitas tersebut dalam proses pembelajaran murid. Namun,
yang perlu diingat, jika kita ingin keterlibatan mereka dapat membantu mewujudkan
kepemimpinan murid, maka keterlibatan mereka harus dapat mendorong aspek suara, pilihan
dan kepemilikan murid. Jangan sampai keterlibatan komunitas justru membuat ketiga aspek
tersebut menjadi berkurang.
Untuk dapat mempromosikan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid, berikut adalah
beberapa prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam membangun interaksi murid dengan
komunitas:
1. Membangun suasana yang menghargai murid. Hal ini agar dalam interaksinya dengan
komunitas, murid akan senantiasa merasa disambut. dipercaya, dan aman secara fisik dan
emosional.
2. Mendengarkan murid. Agar dapat tercipta sikap saling memahami dan saling percaya,
maka perlu ada upaya untuk mendengarkan murid dengan tulus dan penuh perhatian.
Terkadang mungkin tidak mudah melakukan hal ini karena tidak semua anak-anak
mampu mengekspresikan apa yang ada dipikirannya dengan jelas. Perlu adanya
kesabaran dan empati dari komunitas.
3. Dialog atau komunikasi dengan murid. Saat membangun pemahaman, murid akan
mengkonstruksi pemahamannya melalui proses refleksi dari pengalaman interaksinya
dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Oleh karenanya, berkomunikasi
dengan murid secara demokratis dan setara menjadi penting. Komunikasi ini harus
bersifat dua arah dan bersifat dialog dengan murid, dan bukan bersifat orang dewasa yang
‘memberi perintah’ kepada murid. Dengan meluangkan waktu untuk berdialog dan
menanggapi gagasan murid tentang tindakan mereka, akan membantu murid untuk
sampai pada pemahaman.
4. Menempatkan murid dalam kursi pengemudi. Dalam proses pembuatan keputusan,
komunitas dapat memberikan saran atau mendorong ide-ide murid, namun pada akhirnya
perlu memastikan bahwa murid lah yang akan mengambil keputusan.