The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Permasalahan dalam tulisan ini ditemukan pada pembelajaran KD 3.2 kelas 8 semester gasal

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by kuntilanak09, 2021-04-21 02:16:40

Permasalahan Penggunaan Eufemisme dalam Teks Berita

Permasalahan dalam tulisan ini ditemukan pada pembelajaran KD 3.2 kelas 8 semester gasal

Keywords: Teks berita

Permasalahan Penggunaan Eufemisme pada
Pembelajaran Penyusunan Teks Berita Kelas 8

Semester Genap

Tugas ini dibuat untuk menyelesaikan tugas menyusun materi ajar berbasis masalah
didasarkan pada kegiatan belajar kedua modul dua profesional bahasa Indonesia
Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan Angkatan 1 tahun 2021

Nama Penulis :
Dedy Prihadi, S.Pd.

NIM 2001721001

Universitas Negeri Jakarta

2021

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah Yang Mahakuasa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan materi ajar
berbasis masalah yang berjudul Eufemisme dan Disfemisme ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kuliah
Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan tahun 2021 Angkatan 1 dengan program
studi Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang perubahan makna kata bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen Universitas Negeri Jakarta,
selaku pembimbing PPG Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Tangerang, 21 April 2021

Penulis

1

Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................... 1
Daftar Isi ............................................................................................................. 2
1. Pendahuluan .......................................................................................... 3
1.1 Deskripsi Singkat ........................................................................................... 3
1.2 Capaian Pembelajaran..................................................................................... 4
2. Uraian Materi .................................................................................................... 4
2.1 Permasalahan ............................................................................................. 4
2.2 Perubahan Makna Kata .............................................................................. 9
2.3 Eufemisme dan Disfemisme ....................................................................... 10
Forum Diskusi ...................................................................................................... 11
PENUTUP
Rangkuman .......................................................................................................... 12
Tes Formatif ......................................................................................................... 12
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 16

2

1. PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Singkat

“Selamat pagi”, “Apa kabar” merupakan dua kalimat yang biasa disampaikan
untuk menyapa orang baik di lingkungan kerja, rumah, tempat umum. Tujuan
menyapa ini adalah berkomunikasi. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan
komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat, informasi, pesan, tukar
pikiran, dan sebagainya. Alat komunikasi yang digunakan adalah bahasa. Coba Anda
bayangkan jika tidak ada bahasa di dunia ini maka akan terjadi masalah dalam
berkomunikasi secara langsung. Oleh karena itu bahasa memegang peranan penting
dalam kehidupan bermasyarakat.

Kita harus memilih bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Penggunaan
bahasa harus sesuai dengan ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan
tertentu. Misalnya Si A menguasai bahasa Indonesia. Dia pergi ke sekolah asing di
mana bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Si A berbicara bahasa
Indonesia di kalangan orang-orang pengguna bahasa Inggris, maka orang-orang
pengguna bahasa Inggris tersebut tidak memahami hal yang dibicarakan si A.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, si A harus menggunakan bahasa Inggris dalam
berkomunikasi agar terjadi proses kesepahaman bersama.

Ketika kita akan bertutur, maka perlu memerhatikan jenis ragam bahasa.
Dalam bertutur di lingkungan formal misalnya acara kenegaraan, forum-forum resmi
perlu menggunakan ragam formal. Bertutur dengan orang penting, atasan, orang
berkedudukan juga diperlukan ragam formal. Untuk keperluan tertentu, kadang
seorang penutur harus memilih kosakata yang dianggap memiliki makna lebih tepat,
halus dan sopan ketika berbicara atau menulis. Hal ini dilakukan agar kontak sosial
penutur dan mitra tutur tetap terjaga.

Penggunaan kata yang tepat, tidak terkesan kasar, dan sopan sangat perlu
dikuasai penutur. Di masyarakat kita pun masih terdengar atau kita mendengar
penutur bertutur dengan menggunakan kata-kata yang kurang tepat bahkan terkesan
kasar dan tidak santun.

3

Pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas 8 kompetensi dasar 3.2 Menelaah
struktur dan kebahasaan teks berita (membanggakan dan memotivasi) yang didengar
dan dibaca berita dan kompetensi dasar 4.2 Menyajikan data, informasi dalam bentuk
berita secara lisan dan tulis dengan memperhatikan struktur, kebahasaan, atau
aspek lisan (lafal, intonasi, mimik, kinesik) dalam kaidah kebahasaan ditemukan
permasalahan peserta didik kurang mengetahui dan memahami kata-kata eufemisme.
Bagian struktur dan cara penyampaian berita tidak bermasalah bagi peserta didik.
Dalam modul ini, penulis akan memaparkan dan menguraikan penggunaan kata-kata
disfemisme pada berita

1.2 Capaian Pembelajaran
Peserta didik mampu memahami perubahan makna, eufimisme, dan disfemisme.

2. Uraian Materi
2.1 Permasalahan

Kebebasan pers dalam menyajikan sebuah berita tidak dibatasi pada
penggunaan kata yang halus dan kasar. Bagi sebuah berita, judul adalah bagian yang
sangat penting dan tidak boleh ditinggalkan. Judul menjadi daya tarik pembaca
sebagai pertimbangan utama untuk membaca isi berita. Menyikapi hal tersebut,
redaktur berita surat kabar selalu berusaha menampilkan judul yang paling menarik,
termasuk dengan menggunakan gaya bahasa pengasaran (disfemisme). Hal tersebut
memang menjadi hak otoritas redaktur. Dalam perkembangannya, gaya bahasa
pengasaran tidak terbatasi pada judul saja, tetapi dalam isi paparan berita juga.

Menyikapi hal di atas, dalam pembelajaran menyusun teks berita, peserta didik
banyak menggunakan kata-kata disfemisme. Hal ini disebabkan ketidaktahuan
peserta didik bahwa kata-kata disfemisme tersebut juga ada kata-kata eufemisme.
Oleh karena itu, perlu dikenalkan dan dibiasakan penggunaan kata-kata eufemisme
dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya peserta didik dapat membedakan kata-kata
disfemisme dengan eufemisme dan membiasakan penggunaan kata-kata eufemisme
dalam berbahasa baik tulis maupun lisan.

4

Perhatikan contoh berita berikut ini.
JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan
masyarakat miskin atau masyarakat dengan ekonomi rentan di Jakarta meningkat
cukup besar. Dia mengatakan, peningkatan masyarakat miskin di Jakarta terjadi
ketika pandemi Covid-19. "Bila dahulu masyarakat berekonomi lemah atau rentan
jumlahnya lebih sedikit, ketika masa pandemi meningkat agak besar," kata Anies
dalam acara musrembang virtual, Rabu (14/4/2021).
Untuk itu, kata Anies, diperlukan keseriusan semua pihak untuk membuat
program kesejahteraan rakyat secara langsung, khususnya pada aspek pendidikan
dan usaha mikro dan kecil. Kelompok pendidikan dan usaha mikro kecil dinilai
memberikan kontribusi besar menopang perekonomian Jakarta. "Sebagian besar, 60
persen perekonomian Jakarta ditopang konsumsi. Maka bila bisa diperbaiki kelompok
ini, akan berdampak siginifikan untuk perekonomian di Jakarta," kata Anies.

(https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/14/15434221/anies-masyarakat
ekonomi-rentan-di-jakarta-meningkat-agak-besar-ketika)

Dalam teks berita di atas terdapat penggunaan kata “miskin” dan “berekonomi
lemah”. Kedua kata tersebut memiliki makna leksikal yang sama. Berdasarkan nilai
rasa kata miskin lebih kasar dari pada berekonomi lemah. Miskin tergolong
disfemisme, sedangkan berekonomi lemah tergolong eufemisme (halus). Istilah lain
yang lebih halus adalah prasejahtera. Masyarakat lebih mengenal kata miskin dari
pada prasejahtera atau berekonomi rendah karena penggunaan istilah yang
eufemisme kurang bahkan jarang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari.
Perhatikan teks berita berikut ini.

Berawal dari Hobi, Pemulung Ini Bisa Raup Rp 40 Juta dalam Sebulan
Liputan6.com, Dallas - Tiffany Butler dari Dallas, Texas, berhasil meningkatkan
penghasilannya hampir sebesar 40 juta rupiah setiap bulannya. Butler bahkan
mendapatkan 400.000 penggemar di media sosial untuk konten mencari sampah dan
menjual temuan terbaiknya.

5

Dikutip dari Metro, Selasa (30/3/2021), Butler mulai pada tahun 2017 saat ia
melihat sebuah video penyelaman tempat sampah dan mulai melakukannya demi
untuk bersenang-senang. Namun, ia cepat sadar bahwa hobi barunya dapat
membawa keuntungan.

......

Dikutip dari https://www.liputan6.com/global/read/4519436/berawal-dari-hobi-
pemulung-ini-bisa-raup-rp-40-juta-dalam-sebulan
Kata “pemulung” pada judul dinilai memiliki rasa yang kasar (disfemisme). Kata halus
dari pemulung adalah laskar mandiri.

Perhatikan teks berita berikut ini.
Kebahagiaan Mantan Gelandangan dan Pemulung Jakarta Kerja di PT Waskita

Karya
Liputan6.com, Jakarta Kementerian Sosial RI terus merehabilitasi Pemerlu
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), seperti bagi eks gelandangan, pemulung
dan pengemis di DKI Jakarta.
Para PPKS dibina di Balai Pangudi Luhur Bekasi berbagai keterampilan,
seperti ternak lele, pupuk kompos, hidroponik, serta montir kendaraan hingga oleh
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyalurkan kerja ke PT Waskita Karya (Persero).
...
Dikutip dari https://www.liputan6.com/news/read/4493426/kebahagiaan-mantan-
gelandangan-dan-pemulung-jakarta-kerja-di-pt-waskita-karya
Pada berita di atas terdapat kata “gelandangan”, “pemulung”, dan “pengemis”. Ketiga
kata tersebut dinilai memiliki rasa kasar (disfemisme). Eufemisme kata gelandangan
adalah tunawisma, pemulung adalah laskar mandiri, dan pengemis adalah kaum
papa.
Selain berita, kita juga menjumpai istilah-istilah disfemisme di tempat-tempat
umum, misalnya kata toliet masih dijumpai di tempat-tempat peristirahatan di Rest
Area TOL. Tulisan “kencing 2000, mandi 3000”di terminal, pasar dirasa juga kasar.
Jika kata disfemisme diganti dengan eufemisme tidak mengubah makna kata tersebut.

6

Pertanyaannya adalah apakah salah redaktur berita menggunakan kata-kata kasar
(disfemisme)? Redaktur berita tidak salah mengunakan kata-kata tersebut karena
mengacu pada menarik tidaknya berita tersebut dapat memancing pembaca untuk
membacanya. Disfemisme samata-mata digunakan untuk merias sebuah judul berita.
Tindakan ini dapat dimaklumi sebab redaktur berita dituntut mampu menampilkan
berita dengan gaya yang menarik perhatian.

Perkembangan pola disfemisme beragam yang berkembang di media massa.
Bagian dari keniscayaan kemerdekaan pers dan kemerdekaan berpendapat
pascareformsi. Berbeda di saat masa orde baru, disfemisme tidak muncul.
Eufemisme pada masa pascaorde baru ini dihadirkan justru menyatakan maksud yang
tidak arif, antara lain untuk menyatakan kecaman, ejekan, keluhan, dan kemarahan.
Namun seiring perkembangan ragam bahasa jurnalistik, kata-kata eufemisme mulai
menghilangkan dan mengubah kata-kata disfemisme yang lebih emotif dan hiperbolis.

Namun di sisi lain, perkembangan disfemisme dalam judul berita maupun
paparan berita, sesungguhnya menggambarkan disfemisme perilaku berbahasa
masyarakat kita. Perilaku tersebut mengidentifikasikan terdapat hubungan resiprokal
antara berita yang diturunkan surat kabar dengan perubahan perilaku masyarakat.
Semakin banyak disfemisme dalam kehidupan berbahasa, semakin buruk pula
perilaku ujaran masyarakat kita. Selain itu, hal tersebut tidak saja terjadi di masyarakat
dewasa, tetapi juga berdampak pada generasi di bawahnya. Kata-kata disfemisme
lebih populer dibanding eufemisme.

Peserta didik banyak yang tidak mengenal bahkan tidak mengetahui terdapat
kata-kata eufemisme yang lebih halus dibandingkan disfemisme. Penulis ingin
mengetahui pengetahuan peserta didik terhadap kata-kata eufemisme. Peserta didik
kelas 9 diambil secara acak sebanyak 12 siswa. Mereka memilih kata yang lebih
dikenal sejauh pengetahuan dan pemahaman mereka. Setelah diadakan angket,
terkumpul data pada tabel di bawah.

7

Perhatikan tabel berikut ini.

Siswa/Kata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah

Pengemis v v v v v v v v v v v v 12

Kaum papa 0

pemulung vv v v v vvv v v 10

laskar mandiri v v2

gelandangan vv v v v v v v 8

tunawisma vv vv 4

kencing vv vvvvvvv 9

buang air kecil v vv 3

toilet vv v v v v v v v v v 11

kamar kecil v1

dijebloskan v vv v 4

dipenjarakan vvv v vv vv 8

pelayan vv v v v v v v v v v 11

pramusaji v1

tersangka vvvvvvvv v v 10

terdakwa v v2

gerombolan bandit v vvvvv v 7

kumpulan bandit v v v vv 5

ditangkap vvvvvvvv v v 10

diamankan v v2

Berdasarkan tabel di atas, 12 peserta didik lebih mengenal pengemis. Memilih kata
pemulung 10 anak, sedangkan laskar mandiri 2 anak. Memilih kata gelandangan 8
anak dan 4 anak memilih tunawisma. Kata kencing dipilih 9 anak dan kata buang air
kecil 3 anak. Kata toilet dipilih 11 anak dan kata kamar kecil 1 anak. Kata dijebloskan
dipilih 4 anak dan kata dipenjarakan 8 anak. Kata pelayan dipilih 11 anak dan 1 anak
memilih kata pramusaji. Kata tersangka dipilih 10 anak dan kata terdakwa dipilih 2
anak. Kata gerombolan bandit dipilih 7 anak dan 5 anak memilih kata kumpulan bandit.
Kata ditangkap dipilih 10 anak dan 2 anak memilih diamankan.

Berdasarkan uraian tabel di atas, dari 10 kata, 9 kata disfemisme lebih dikenal
peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa dari 12 peserta didik yang mengisi angket
dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata disfemisme menjadi permasalahan.
Pemahaman kata-kata eufemisme perlu diajarkan kepada kedua belas peserta didik
tersebut.

8

2.2 Perubahan Makna Kata
Konsep bahasa berkaitan erat dengan makna. Secara gramatikal, makna kata

dapat berbeda maknanya. Selain itu banyak faktor yang mempengaruhi perubahan
makna kata. Membahas dan menganalisis mengenai makna tentu tidak terlepas dari
perubahan makna. Bahasa selalu mengalami perkembangan, dan dalam
perkembangannya makna suatu kata dapat mengalami perubahan.

Salah satu sifat bahasa adalah dinamis. Artinya, bahasa dapat berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman, begitu juga dengan maknanya. Salah satu
perubahan yang terjadi dalam bahasa adalah perluasan makna. Terdapat tujuh
perubahan makna dalam semantik, yaitu :
(1) Perluasan atau generalisasi merupakan gejala yang terjadi atau proses

perubahan makna dari yang khusus ke umum.
Contoh kata ibu. Dahulu ibu bermakna wanita yang melahirkan seorang anak.
Sekarang kata ibu bermakna semua wanita yang telah dewasa.
(2) Penyempitan makna atau spesialisasi merupakan proses perubahan makna
yang awalnya memiliki makna luas kemudian maknanya berubah menjadi
terbatas hanya pada sebuah makna yang dimaksud.
Contoh kata sarjana. Sarjana dulu bermakna orang yang dianggap pintar atau
cendekiawan, sedangkan sekarang bermakna orang yang telah menyelesaikan
pendidikan di perguruan tinggi dan lulus.
(3) Peninggian makna atau ameliorasi merupakan suatu proses perubahan makna
di mana makna akan menjadi lebih tinggi, hormat, dan baik nilainya daripada
makna sebelumnya.
Perhatikan kalimat berikut ini.
a) Dinas Sosial memberikan bantuan kepada gelandangan di Jakarta.
b) Dinas Sosial memberikan bantuan kepada tunawisma di Jakarta.
Penggunaan kata gelandangan dinilai lebih kasar dari pada tunawisma.
(4) Penurunan makna atau peyorasi adalah proses perubahan makna yang
mengakibatkan makna baru atau makna yang sedang dirasakan lebih rendah,
kurang menyenangkan, dan kurang halus nilainya daripada makna semula
(lama).

9

Perhatikan kalimat berikut ini.
a) Satpol PP merazia pemulung yang tinggal di bawah jembatan.
b) Satpol PP merazia laskar mandiri yang tinggal di bawah jembatan.
Penggunaan kata pemulung dinilai lebih kasar dari pada laskar pelangi.
(5) Sinestesia merupakan perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua
indera (dari indera penglihatan ke indera pendengaran; dari indera perasaan ke
indera pendengaran; dan sebagainya).
Contoh kalimat “Ekspresinya dingin ketika dia disebutkan sebagai pemenang
pertama.”
(6) Asosiasi adalah proses perubahan makna sebagai akibat persamaan sifat.
Contoh kalimat “Para pejabat tidak akan memberikan amplop untuk perkara ini.”
(7) metafora adalah pemakaian kata tertentu untuk suatu objek dan konsep lain
berdasarkan kias atau persamaan.
Contoh kalimat “Pemberontak membabi buta menyerang aparat keamanan.”

3. Eufemisme dan Disfemisme
Secara etimologi, eufimisme berasal dari bahasa Yunani eu bermakna ‘bagus’

dan phemeoo bermakna ‘berbicara’. Dengan demikian, eufimisme bermakna
berbicara dengan menggunakan perkataan yang halus dan sopan sehingga
memberikan kesan yang baik. Konsep eufimisme mengacu pada penggantian suatu
bentuk yang bernilai rasa kasar dengan bentuk yang dirasa lebih halus dan sopan.
Dengan kata lain, eufimisme digunakan dalam berkonumikasi agar tuturan menjadi
sopan dan halus sehingga dapat memberikan kesan yang baik (Fromklin dan Rodman
melalui Ohuiwutun, 1997: 96 dalam modul 2 profesional PPG 2021).

Berdasarkan pengertian di atas, maka eufemisme lebih mengarah pada
penggunaan kata yang dirasa lebih halus dan sopan. Eufemisme merupakan gaya
bahasa berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang lain
atau ungkapan – ungkapan yang halus yang menggantikan acuan-acuan yang
dirasakan menghina, menyinggung perasaan dan menggantikan bahasa kasar
menjadi lebih sopan. Hal ini sejalan dengan pendapat Tarigan (2009) yang
mengungkapkan eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti
ungkapan yang dirasakan kasar dan dianggap merugikan dan tidak menyenangkan.

10

Jadi, dapat dikatakan eufemisme terjadi karena adanya keinginan dari pengguna
bahasa

Untuk merekayasa asosiasi makna yang enak didengar dari kata yang memiliki
asosiasi yang tidak dikehendaki. Tujuannya adalah membuat komunikasi bahasa
berjalan dengan baik dan tidak menyinggung pihak-pihak tertentu. Hal yang tidak
terlepas dari berbahasa adalah konteks sosial. Menurut Suwito (1983:19),
kemampuan seseorang dalam berkomunikasi meliputi kemampuan bahasa yang
dimiliki oleh penutur beserta keterampilannya dalam pengungkapan sesuai dengan
fungsi dan situasi serta norma-norma pemakaian dalam konteks sosialnya. Dengan
kata lain, penggunaan eufemisme dapat digunakan oleh semua lapisan masyarakat
berdasarkan konteks sosial yang ada pada masyarakat itu sendiri.

Eufemisme sering digunakan dalam membangun komunikasi yang baik.
Sebagaimana yang disampaian oleh Wijana (2008: 95) bahwa eufemisme adalah
penggunaan bahasa berupa kata, frasa, atau kalimat yang ditujukan untuk tidak
menyinggung perasaan orang lain. Sedangkan disfemisme merupakan penggunaan
kata yang dirasa lebih kasar dan tidak sopan. Terkesan merendahkan, bahkan dapat
menyinggung perasaan.

Forum Diskusi
"Tanpa Payung Hukum, Jokowi Pindahkan Ibukota Hanyalah wacana"
Apakah kata “wacana” mengalami perubahan makna kata pada kalimat di atas?

11

3. Penutup
3.1 Rangkuman

Salah satu kajian semantik adalah makna kata. Makna kata mengalami
perubahan mengikuti perkembangan bahasa dan ragam bahasa yang berlaku di
masyarakat berbahasa. Salah satu akibat adanya perubahan makna adalah
eufemisme dan disfemisme.

Eufemisme adalah perubahan makna kata ditinjau dari segi nilai rasa yang lebih
halus dan sopan, sedangkan disfemisme nilai rasanya lebih kasar. Salah satu
penyebar istilah disfemisme adalah media berita. Semua orang pasti pernah
membaca dan mendengarkan berita. Berita disusun menggunakan kata-kata
disfemisme dengan tujuan agar menarik dibaca.

Tanpa disadari, banyak pembaca yang lebih mengetahui istilah disfemisme dari
pada eufemisme. Hal tersebut juga berdampak pada peserta didik. Kosakata yang
banyak diketahui tergolong disfemisme sehingga tanpa disadari juga, mereka
menggunakan kata-kata disfemisme tersebut dalam komunikasi baik lisan maupun
tulis.

Oleh karena itu, guru wajib memperkenalkan dan membiasakan peserta didik
menggunakan kata-kata eufemisme agar mereka dapat membedakan kata-kata yang
halus dan kasar. Penulis tidak menyalahkan berita yang disusun menggunakan kata-
kata disfemisme. Sebaiknya berita disusun menggunakan kata-kata disfemisme dan
eufemisme sehingga masyarakat pembaca dapat membedakannya antara eufemisme
dan disfemisme.

3.2 Tes Formatif
1. Perhatikan kalimat berikut ini!

Pejabat pemerintahan diwajibkan tidak menerima salam tempel dalam bentuk
apapun.
Kalimat di atas mengandung perubahan makna kata ....
A. Ameliorasi
B. Peyorasi
C. Asosiasi
D. Sinestesia

12

2. Perubahan makna kata penyempitan terdapat pada kalimat ....
A. Kata-katanya pahit hingga menusuk hati.
B. Restoran membuka lowongan kerja bagian pelayan.
C. Gubernur DKI Jakarta memberlakukan lockdown untuk mengantisipasi
peningkatan pasien positif Covid 19.
D. Aksi pemulung mengembalikan tas berisi uang jutaan tersebut mendapat
apresiasi dari kepolisian.

3. Perhatikan kalimat berikut ini!
Jangan sampai pemerintah saat ini mendapat nilai merah dari masyarakat
Indonesia.
Kalimat yang memiliki kesamaan perubahan makna kata dengan kalimat di atas
adalah ...
A. Pak Rudi memberikan amplop untuk memperlancar proyek yang akan
dikerjakan.
B. Surat lamaran pekerjaan dimasukkan amplop beserta dokumen yang
dilampirkan.
C. Robert membuat amplop dari kertas yang sudah tidak terpakai.
D. Diknas memberikan amplop kunci jawaban soal-soal USBN.

4. Perhatikan kalimat berikut ini!
Pembelajaran teks sastra pada peserta didik mendapat sambutan hangat karena
mereka haus akan hiburan cerita.
Pada kalimat di atas mengandung perubahan makna kata ...
A. ameliorasi dan asosiasi
B. peyorasi dan sinestesia
C. metafora dan sinestesia
D. peyorasi dan asosiasi

5. Perhatikan kalimat berikut ini!
Masa pandemi membawa dampak prihatin para jongos di restoran. Mereka
banyak dipecat tanpa pesangon menjelang Idul Fitri.
Perbaikan kalimat yang halus dan sopan sesuai dengan kalimat di atas adalah...
13

A. Masa pandemi membawa dampak prihatin para pelayan di restoran. Mereka
banyak dipecat tanpa pesangon menjelang Idul Fitri.

B. Masa pandemi membawa dampak prihatin para pramusaji di restoran.
Mereka banyak dipecat tanpa pesangon menjelang Idul Fitri.

C. Masa pandemi membawa dampak prihatin para jongos di restoran. Mereka
banyak dirumahkan tanpa pesangon menjelang Idul Fitri.

D. Masa pandemi membawa dampak prihatin para pramusaji di restoran.
Mereka banyak dirumahkan tanpa pesangon menjelang Idul Fitri.

Jodohkan pasangan eufemisme dengan disfemisme

6. penyalahguna wewenang A. diamankan

7. dijebloskan B. penjaga toko

8. pemulung C. koruptor

9. pramuniaga D. dimasukkan

10 ditangkap E. laskar mandiri

14

Kunci Jawaban
1. C
2. C
3. A
4. B
5. D
6. koruptor
7. dimasukkan
8. laskar mandiri
9. penjaga toko
10. diamankan

15

Daftar Pustaka
http://blog.unnes.ac.id/bahasaindonesia/2016/03/16/memahami-disfemisme-bahasa-

media/
http://digilib.unimed.ac.id/36530/7/7.%20NIM.%202151210014%20BAB%20I.pdf
https://www.liputan6.com/global/read/4519436/berawal-dari-hobi-pemulung-ini-bisa-

raup-rp-40-juta-dalam-sebulan
https://www.liputan6.com/news/read/4493426/kebahagiaan-mantan-gelandangan-

dan-pemulung-jakarta-kerja-di-pt-waskita-karya
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/14/15434221/anies-masyarakat

ekonomi-rentan-di-jakarta-meningkat-agak-besar-ketika
Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Visipro.
Wahyudin, Ahmad. 2019. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Modul 2 Semantik

dan Wacana. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik. Surakarta: Yuma

Pustaka.

16


Click to View FlipBook Version