The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Gendis Sewu Berkarya kembali menyuguhkan karya-karya apik dari bibit penulis Tim Inti Penulis dan Tim Inti Pendongeng. Masih dengan tema bebaskan imajinasimu, karya yang lahir dari hasil pembimbingan para tutor Gendis Sewu ini patut disimak.

Ajak orang-orang terkasih untuk masuk ke dunia imajinasi para bibit penulis Gendis Sewu.

Ingin tahu tulisan-tulisan bebaskan imajinasimu dalam Demi Waktu Gajah Mada? Yuk, baca e-booknya!

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by gendissewudispusip, 2021-08-16 22:09:22

DEMI WAKTU GAJAH MADA

Gendis Sewu Berkarya kembali menyuguhkan karya-karya apik dari bibit penulis Tim Inti Penulis dan Tim Inti Pendongeng. Masih dengan tema bebaskan imajinasimu, karya yang lahir dari hasil pembimbingan para tutor Gendis Sewu ini patut disimak.

Ajak orang-orang terkasih untuk masuk ke dunia imajinasi para bibit penulis Gendis Sewu.

Ingin tahu tulisan-tulisan bebaskan imajinasimu dalam Demi Waktu Gajah Mada? Yuk, baca e-booknya!

Keywords: EBOOK PENULIS

GENDIS SEWU BERKARYA
DEMI WAKTU GAJAH MADA

Karya 16 Bibit Tim Inti Penulis Dispusip
Imelda Putri Septiya Sari, Levinia Ayla

Azzura, Intan Nuraini, dkk

DEMI WAKTU GAJAH MADA

Penulis : Imelda Putri Septiya Sari,

Levinia Ayla Azzura, Intan Nuraini, dkk

Ilustrator : Annisa Kurnia Safitri

Penyunting : Editor Penulis Dispusip

Penyunting Akhir: Faradila Elifin dan Vivi

Sulviana

Diterbitkan pada tahun 2021 oleh
Tim Penulis Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan Kota Surabaya
Jl. RungkutAsri Tengah 5-7, Surabaya

Buku ini merupakan kumpulan karya dari
bibit Gendis Sewu, sebagai penghargaan
atas partisipasi yang telah diberikan
dalam Gerakan Seribu Mendongeng dan
Menulis.

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Sambutan

Kepala Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan

Pemerintah Kota Surabaya

Sekapur Sirih

Kapten Tim Penulis Dinas Perpustakaan

dan Kearsipan Kota Surabaya

DAFTAR ISI

1. Kena Batunya
……………………………………
………………………..

2. Hidup Berdampingan
……………………………………
……………….

3. Gajah
……………………………………
…………………………………

4. Amazonku
……………………………………
……………………………

5. Menilai Dari Hati
………………………………………
…………………..
6. Hitam Putih Hidup
………………………………………
………………..
7. Akibat Malas Cuci Tangan
………………………………………
……….

8. Mamaku Pahlawanku
………………………………………
…………..
9. Demi Waktu Gajah Mada
………………………………………
……….
10.Tidak Berasa, Tapi Sehat
………………………………………
………
11. Nyamuk
………………………………………
…………………………
12. Generasi Z
………………………………………
……………………..
13. Corona Di Kampungku
………………………………………
………..
14. Tongkat Sihir Sita
………………………………………
…………….
15. Engkle Itu Menyenangkan
………………………………………
……

16. .

Gendis Sewu Berkarya 1

Demi Waktu Gajah Mada

KENA BATUNYA

Oleh Imelda Putri Septiya Sari

Namaku Imelda, teman-teman
biasa memanggilku Imel. Pagi ini ada
yang berbeda, karena hari pertama
sekolah daring atau sekolah di rumah.
Belum-belum aku sudah merindukan
teman-temanku terutama sahabat
dekatku. Aku mempunyai sahabat yang
bernama Reza, kita dipertemukan pada
waktu awal masuk kelas VII.

Aku juga mempunyai sahabat lain
bernama Kak Tiara yang tidak sengaja
bertemu di perpustakaan sekolah. Kita
sama-sama memiliki hobi membaca.
Aku, Reza, dan Kak Tiara menjadi
sahabat sejak saat itu.

Gendis Sewu Berkarya 2

Demi Waktu Gajah Mada

Sudah hampir 2 minggu Reza
tidak ada kabar, aku berinisiatif untuk
meneleponnya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh, Reza. Gimana kabarmu?"
tanyaku.

"Wa'alaikumsallam warahmatullahi
wabarakatuh, alhamdulilah baik Imel.
Kamu sendiri gimana kabarnya?" tanya
Reza.

"Alhamdulillah kabar baik."
"Oh ya Imel, nanti sore ikut aku
keluar yuk?" ajak Reza
"Mau keluar kemana? Kan lagi
pandemi. Enggak berani aku, Za,"
jawabku.
"Aku mau mengajak kamu latihan
basket. Apaan sih, COVID-19 itu enggak
ada!" kata Reza sedikit kesal.

Gendis Sewu Berkarya 3

Demi Waktu Gajah Mada

"COVID-19 itu ada, Za. Virus
COVID-19 itu adalah virus yang sangat
kecil, tidak terlihat oleh kita sebagai
manusia dan kita juga tidak tau dimana
saja tempat yang ada virus COVID-19 ini.
Jadi kita harus berhati-hati dan
menjalankan protokol kesehatan yang
sudah ditetapkan pemerintah," jelasku

"Tau lah, terserah kamu. Kalau
enggak mau, ya udah," ucap Reza
sambil menutup telfon dengan marah.

***
Tak lama kemudian, aku
mengambil HP untuk menelepon Kak
Tiara.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh, Kak Tiara," sapaku
"Wa'alaikumsallam
warahmatullahi wabarakatuh, iya kenapa
Mel?" tanya Kak Tiara

Gendis Sewu Berkarya 4

Demi Waktu Gajah Mada

"Aku tadi telepon Reza, Kak.

Terus dia mau ngajak aku keluar.
Padahal kan lagi pandemi, aku masih

takut kalau mau keluar. Dia juga

enggak peduli dengan protokol

kesahatan, Kak. Waktu aku kasih

nasihat, dia malah marah," jelasku.

"Oh iya, aku juga tadi sempat mau

diajak keluar juga sama Reza tapi aku

tidak mau," ucap Kak Tiara
"Gimana caranya, ya kita bisa

menasihati Reza," tanyaku pada Kak

Tiara.

“Aku juga enggak tau, Mel. Reza

anaknya agak keras kepala soalnya,”

kata Kak Tiara.
“Iya sih, semoga aja nanti dia

sadar ya, Kak,” harapku.

Kak Tiara mengamini harapanku

sambil menutup telepon. Tak lama

Gendis Sewu Berkarya 5

Demi Waktu Gajah Mada

kemudian, aku mengirim pesan ke grup
sahabat kami di Whatsapp.

Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh, hai semua. Gimana kabar
kalian?

Wa'alaikumsallam
warahmatullahi
wabarakatuh,
Alhamdulillah .
Gini ya, Imel mau mengingatkan.
Sekarang kan lagi pandemi, kalian
jangan keluar rumah jika tidak penting ya.
Kita juga harus menaati protokol
kesehatan dengan 3M, yaitu mencuci
tangan, menjaga jarak, dan
menggunakan masker.

Tapi sayang hanya Kak Tiara
yang merespon nasihatku. Reza tidak
memberikan respon apa-apa. Sejak saat

Gendis Sewu Berkarya 6

Demi Waktu Gajah Mada

itu, Reza mulai menjauh dariku dan Kak

Tiara. Dia tidak pernah membalas pesan

dariku dan Kak Tiara.

***

Hari ini pun aku tetap berusaha

menghubungi Reza, tapi Reza tetap

tidak mengangkat teleponku. Akhirnya

aku menelepon Mamanya Reza. Tante.
"Assalamu'alaikum

warahmatullahi wabarakatuh,

Maaf menganggu waktunya sebentar. Ini

Imel, temennya Reza. Imel mau tanya

tentang kabarnya Reza. Reza selama ini

dimana dan bagaimana kabarnya?

Sudah lama tidak mendengar kabar dari

Reza?" tanyaku.
"Wa'alaikumsallam

warahmatullahi wabarakatuh. Kabar
Reza sekarang tidak baik, Nduk. Reza

positif COVID-19. Saat ini Reza sedang

Gendis Sewu Berkarya 7

Demi Waktu Gajah Mada

melakukan isolasi mandiri di rumah. Dia
juga tidak mau dihubungi siapa pun
karena dia masih shock. Sama Tante
juga dia jarang ngobrol, dia jadi lebih
pendiam sekarang," jelas Mamanya
Reza.

"Astagfirullah, aku baru tahu
Tante. Pantesan aku telepon tidak
pernah diangkat. Ya udah, Tante
terimakasih. Aku doakan semoga Reza
lekas membaik. Aku titip salam, ya Tante
buat Reza. Kalau sudah baikan bisa
menghubungi aku lagi. Aku kangen sama
dia," pintaku.

"Iya Nduk, terimakasih banyak
atas doanya. Nanti Tante sampaikan ke
Reza," kata Mamanya Reza.

"Iya Te, sama-sama," ujar aku
sambil menutup telepon.

***

Gendis Sewu Berkarya 8

Demi Waktu Gajah Mada

Suatu hari, tiba-tiba Reza
meneleponku.

"Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh, Imel," sapa
Reza.

"Wa'alaikumsallam warahmatullahi
wabarakatuh, apa kabar, Za? Aku
kangen banget sama kamu," ucapku.

"Alhamdulillah sudah mulai
membaik, Mel. Jadi nasihatmu ada
benarnya juga, Mel," kata Reza.

"Kenapa emangnya?" tanyaku.
"Jadi aku merasa bersalah karena
tidak mendengarkan nasihatmu.
Sekarang aku sadar bahwa selama
pandemi COVID-19 ini kita harus
mematuhi protokol kesehatan. Aku minta
maaf, ya karena sudah menjauhi kamu
dan Kak Tiara," kata Reza menyesal.

Gendis Sewu Berkarya 9

Demi Waktu Gajah Mada

"Iya enggak papa kok, aku sudah
memaafkanmu. Kak Tiara juga. Tapi
jangan diulangi lagi, ya," pintaku

“Iya siap bos,” kata Reza sambil
bercanda.

Alhamdulillah, Reza telah sembuh
dan menyadari kesalahannya. Reza
berkata padaku dari kejadian kemarin dia
belajar sesuatu. Apabila ada orang yang
menasihati kita harus mendengarkannya.
Karena bisa jadi itu adalah bentuk
kepedulian mereka. Jangan keras kepala
dan egois karena bisa jadi nasihat itu
ada benarnya. Terlebih lagi bisa jadi kita
kena batunya.

Masa pandemi ini mengajarkan
kita untuk saling menjaga dan
mengingatkan, agar bisa bertahan di
masa yang sulit ini dengan baik. Sejak
saat itu persahabatan kami semakin

Gendis Sewu Berkarya 10

Demi Waktu Gajah Mada

dekat, kita menjadi saling peduli dan
mengingatkan orang-orang terdekat kita
pentingnya disiplin dalam menerapkan
protokol kesehatan.

Gendis Sewu Berkarya 11

Demi Waktu Gajah Mada

HIDUP BERDAMPINGAN

Oleh Levinia Ayla Azzura

Aku berdiri di tengah-tengah pohon yang
menjulang
Kelopak bunga yang bergoyang-goyang
Burung-burung yang berkicau ramah
Dan capung yang menari-nari

Suara air bergemericik
menggoda telingaku
Kubiarkan kakiku menyatu
dengan aliran air sungai yang
deras
Ikan melewati kakiku seakan
menitip pesan
Untuk menjaga mereka,
tumbuhan dan satwa
Aku yang berjalan, kamu yang terbang,
dia yang menjulang

Gendis Sewu Berkarya 12

Demi Waktu Gajah Mada

Aku yang mendaki, kamu yang melata,
dia yang merambat
Kita hidup berdampingan
Bersama, bertumbuh, berkembang,
menyatu menjadi alam

Kami manusia akan terus
memperbaiki diri
Menjaga, merawat dan
berbagi
Agar tetap dapat hidup
berdampingan
Hidup saling melindungi, hidup
saling melengkapi

Gendis Sewu Berkarya 13

Demi Waktu Gajah Mada

GAJAH
Oleh Intan Nuraini

Gajah .......
Kau hewan terbesar di dunia
Kau hewan yang langka
Kau diburu oleh manusia
Untuk diambil gadingnya
Gadingmu sangatlah mahal
Karena gadingmu
Banyak kegunaannya

Di tempat yg luas
Di hutan belantara
Di antara rerimbunan pohon
yang ada
Kau tumbuh dan berkembang
Aku ingin ...
Kau tetap dan selalu ada
Tak ada lagi perburuan liar

Gendis Sewu Berkarya 14

Demi Waktu Gajah Mada

Tak ada lagi perburuan
gading
Aku dan teman-temanku akan
selalu menjagamu

Gendis Sewu Berkarya 15

Demi Waktu Gajah Mada

AMAZONKU
Oleh Jihan Aqila Kholidiyah

Di ujung benua ia membentang
Memamerkan pepohonan yang tinggi
menjulang
Hewan-hewan pun bersenandung riang
Namun, kini Amazonku membara
Pohon-pohonku berkobar
Hewan-hewanku sengsara

Paru-paru duniaku terengah-
engah
Jutaan manusia menjadi
serakah
Menghancurkan Amazonku
Demi pundi-pundi belaka
Tak seharusnya mereka lupa
Amazonku lebih berharga

Gendis Sewu Berkarya 16

Demi Waktu Gajah Mada

MENILAI DARI HATI
Oleh Putri Azizah

Pagi hari aku diantar Ayah ke
sekolah untuk mengikuti KTS (Kegiatan
Tengah Semester). Disana aku
menunggu teman-teman untuk naik ke
bemo. Tanaya, Puput, Istiana dan
Kinanthi datang lalu naik ke bemo. Aku
dan teman-teman di sana masih
menunggu satu anak bernama Roby.
Roby kulitnya hitam, rambutnya agak
bergelombang. Roby termasuk anak
nakal.

Setelah Roby datang, semua
bemo pun diberangkatkan. Tujuan
pertama kita adalah kantor pos. Kakak-
kakak disana cantik dan ganteng
wajahnya. Ada satu pemandu bernama
Om Lesung. Dia sangat lucu dan seru.

Gendis Sewu Berkarya 17

Demi Waktu Gajah Mada

Ada games joget, bagi siapa yang mau

maju ke depan, akan mendapat hadiah.

Aku, Tanaya, Puput dan Istiana tidak
mau ikut games karena harus joget-

jogetdi depan teman-teman.

Kami pun melanjutkan perjalanan

ke tujuan berikutnya, yaitu Atlantis.

Disana sangat indah pemandangannya

dan seru. Atlantis adalah wahana

bermain di dekat Pantai Kenjeran. Ada

kolam renang dan banyak permainan air.

Nah, kami disana juga akan berenang

dan bermain air. Tapi, sebelum berenang

kita harus berbaris dan mendengarkan

pemandu yang menjelaskan beberapa

peraturan.

Setelah berbaris dan

mendengarkan pengarahan, kami pun

berenang. Sebenarnya, aku tidak bisa

berenang. Aku minta diajari Tanaya.

Gendis Sewu Berkarya 18

Demi Waktu Gajah Mada

“Tanaya, aku belum bisa
berenang,” ujarku pelan pada Tanaya.

“Aku akan ajari kamu ya, Put,”
kata Tanaya.

Sedikit-sedikit aku pun bisa
berenang. Aku juga tidak takut bermain
seluncur air.

“Makasih, ya Tanaya,” kataku.
Tanaya hanya tersenyum dan
mengacungkan jempol. Kami pun
menghampiri teman-teman yang lain
untuk bermain seluncur air.
“Put ayo kita naik duluan. Naiknya
jangan banyak anak, takut jebol
seluncurnya,” kata Kinanthi bergurau.
“Kamu nihada-ada aja, Kinan,”
jawabku sambil tertawa.
Kami pun berenang dan
bersenang-senang.

Gendis Sewu Berkarya 19

Demi Waktu Gajah Mada

Tidak terasa waktu berenang pun
usai. Kami disuruh Bu Ita untuk mandi.
Bu Ita adalah guru di kelasku.

“Ayo anak-anak semua mandi lalu
makan ya,” seru Bu Ita.

Kami pun bergegas mandi dan
membersihkan diri. Aku tidak tahu letak
kamar mandinya di sebelah mana.

“Bu Ita, kamar mandinya di
sebelah mana?” tanyaku.

“Lurus saja, kamar mandinya ada
di pojok,” jawab Bu Ita.

Aku dan Tanaya pun menuju
kamar mandi. Sesampainya di kamar
mandi, kami memilih ruangan dan
langsung masuk. Aku memilih yang ada
gantungan baju di dalamnya. Namun,
ternyata pintu kamar mandi yang kupilih
tidak bisa ditutup. Aku pun panik dan
segera keluar.

Gendis Sewu Berkarya 20

Demi Waktu Gajah Mada

Saat aku keluar, aku bertemu
Puput, ia menawarkan untuk bergantian
kamar mandi dengannya. Aku pun mau
dan menunggu Puput selesai mandi.

Kami pun selesai mandi dan
membeli makanan. Aku mencari
dompetku. Aku ingat sudah memasukkan
dalam tas. Tapi kenapa tak kutemukan
dompetku. Aku panik dan membongkar
isi tas.

“Cari apa, Put?” tanya Tanaya.
“Dompet. Kok enggak ada ya,”
jawabku.
“Loh, kamu letakkan dimana tadi?”
tanyanya.
“Di dalam tasku,” jawabku.
Tanaya pun membantuku mencari
tapi dompetku tak juga ditemukan. Aku
pun menangis, karena takut dimarahi Ibu
nanti kalau dompet hilang.

Gendis Sewu Berkarya 21

Demi Waktu Gajah Mada

“Kenapa Putri?” tanya Bu Ita
menghampiriku.

“Dompet saya hilang, Bu,’
jawabku.

Bu Ita pun meminta bantuan pihak
keamanan untuk mencari dompetku. Lalu
Roby pun datang pada Bu Ita.

“Bu Ita, apa ini dompetnya Putri?”
tanya Roby sambil menyerahkan
sesuatu.

Aku pun menoleh dan benar itu
dompetku yang hilang. Aku pun bertanya
dimana Roby menemukannya.

“Aku temukan di depan kamar
mandi perempuan. Mau aku laporkan ke
pihak keamanan, tapi aku dengar
dompetmu hilang, jadi kubawa kesini
dulu,” jawabnya.

Aku pun berterima kasih pada
Roby. Aku merasa bersalah padanya

Gendis Sewu Berkarya 22

Demi Waktu Gajah Mada

karena selalu menganggap Roby adalah

anak nakal. Padahal Roby adalah anak

yang baik. Jika Roby anak nakal, pasti

dompetku tidak dikembalikan.
“Terima kasih ya, Rob. Kamu

sudah membantuku menemukan dompet

yang hilang,” kataku dengan tulus.

Roby pun mengangguk.

“Aku juga mau minta maaf ya

selama ini aku selalu berpikiran buruk

tentangmu. Kukira kamu anak nakal

karena suka mengganggu teman-teman,”

ujarku pelan.

“Hahaha ....,” Roby hanya tertawa.

“Kenapa kamu tertawa?

Emangucapanku lucu, ya?” tanyaku.

“Eh, enggak gitu. Maksudku,

sudah banyak yang ngomongkalo aku ini
suka gangguinteman-teman. Padahal

aku tidak pernah mengganggu, mereka

Gendis Sewu Berkarya 23

Demi Waktu Gajah Mada

hanya sedang bercanda denganku. Dan
aku membalas candaan mereka dengan
suara yang keras, makanya banyak yang
mengira aku mengganggu,” jawabnya.

“Oh, begitu. Iya kamu suka
mendorong badan kaya mau berantem.
Jadi kukira kamu mengganggu mereka,”
jawabku malu.

Ternyata selama ini aku salah
mengira. Roby memang anak yang keras
kalau berbicara dan logatnya tidak
lembut. Mungkin karena Roby dari
Medan, jadi intonasi suaranya tinggi
seperti orang bertengkar. Inilah
kesalahanku. Menilai orang dari luarnya
saja.

Gendis Sewu Berkarya 24

Demi Waktu Gajah Mada

HITAM PUTIH HIDUP

Oleh Rani Edila Susilowati

Namanya Nadia, dia terlahir dari
keluarga yang sangat istimewa. Walau
terkadang orang-orang memandang
keluarganya dengan sebelah mata dan
sering menghina keluarganya. Namun,
dia tidak menghiraukan hal itu, karena
baginya dengan terlahirnya dia di dunia
ini sudah membuat dirinya merasa paling
beruntung di dunia. Dia yakin bisa
menjadi pribadi yang baik.

Saat Nadia beranjak dewasa
pikirannya mulai tertuju pada hal yang
membuat dirinya merasa bersalah
karena melihat keadaan keluarga yang
hidup sederhana dan banyak
kekurangan. Semua itu membuatnya
merasa sedih. Nadia pernah mendengar

Gendis Sewu Berkarya 25

Demi Waktu Gajah Mada

sepupunya berkata bahwa saat ia lahir,
disitulah keluarganya mulai mengalami
kekurangan dalam segala hal. Mulai dari
makan hanya mie instan sekali dalam
sehari.

Nadia menganggap dirinya
hanyalah beban keluarga. Hingga pada
suatu hari Nadia menceritakan hal ini
kepada sahabat terbaiknya.

“Put, apakah kamu pernah
menyesal dengan kelahiranmu?” tanya
Nadia

“Kenapa harus menyesal Nadia?”
jawab Putri sahabat Nadia

“Saudaraku pernah berkata bahwa
semenjak aku lahir hidup keluargaku
menjadi susah,” jelasku.

“Itu tidak benar Nadia. Itu hanya
mitos,” Putri berusaha menghilangkan
keraguan Nadia.

Gendis Sewu Berkarya 26

Demi Waktu Gajah Mada

Putri meringankan beban pikiran
Nadia dengan cara menasihatinya
tentang hidup di dunia yang penuh
dengan rintangan. Putri juga bercerita
kepada Nadia tentang orang tuanya yang
dengan sengaja menitipkan dia di panti
asuhan. Putri juga pernah berpikir bahwa
kelahirannya tidak diinginkan kedua
orang tua. Namun, dia berusaha untuk
bersyukur dan menerima semua dengan
tabah.

Mendengar penjelasan dan cerita
dari sahabatnya, hati Nadia sedikit lega.
Ternyata tidak hanya dirinya yang
memiliki perasaan seperti ini.

Nadia memang hidup dan tumbuh
diantara keluarga yang sederhana. Tidak
hanya masalah kelahirannya, tetapi juga
kondisi ekonomi membuat keluarga
Nadia tidak pernah dihargai, bahkan

Gendis Sewu Berkarya 27

Demi Waktu Gajah Mada

sering jadi bahan omongan tetangga.
Sesekali Nadia dan keluarganya juga
pernah difitnah dengan hal yang tidak
pernah dilakukan.

Nadia memiliki keluarga kecil yang
sangat bahagia. Semua sangat
menyayangi Nadia, terutama Ibunya. Ibu
Nadia selalu menasihati Nadia untuk
tidak dendam dan tidak mendengarkan
ucapan orang yang menghinanya. Ibu
selalu berpesan agar selalu sabar dan
tabah. Tidak perlu membalas, cukup
doakan saja yang terbaik untuk mereka.
Nasihat Ibu membuat Nadia akhirnya
sadar bahwa masing- masing orang pasti
punya masalah dan rintangan yang
menjadikan untuk tetap bersyukur dan
menerima dengan ikhlas.

Kita sebagai manusia tidak perlu
dendam atau menyesali apapun yang

Gendis Sewu Berkarya 28

Demi Waktu Gajah Mada

terjadi pada diri kita. Di balik itu semua
pasti ada hikmah yang akan dipetik.
Seperti halnya Nadia dan keluarga.
Mereka memetik hasil dari
kesabarannya.

Setelah melewati 7 tahun dengan
keadaan perekonomian yang susah dan
rintangan yang bertubi-tubi, kini Nadia
dan keluarganya hidup bahagia. Usaha
Ibu Nadia yang membuka warung
makanan menjadi sukses. Kesabaran
dan ketabahan menjadi kunci yang selalu
diingat oleh Nadia saat dirinya merasa
bingung dan sedih.

Setiap orang pasti mengalami
hitam putih hidup. Teruslah berpikir
positif, selalu percaya diri. Jangan putus
asa dan yang terpenting adalah selalu
beribadah dan bersyukur kepada Allah

Gendis Sewu Berkarya 29

Demi Waktu Gajah Mada

untuk semua hal yang terjadi pada diri
kita.

Gendis Sewu Berkarya 30

Demi Waktu Gajah Mada

AKIBAT MALAS CUCI TANGAN

Oleh Muhammad Irysad Aminuddin

Pada siang hari, aku bermain
dengan teman-temanku. Ada Doni,
Sultan, Andi, dan Musa. Mereka semua
adalah sahabatku. Aku dan teman-teman
selalu bermain di sekitar sekolah.

Sebelum berangkat bermain, aku
berpamitan pada Ibu.

“Ibu, apakah aku boleh bermain
dengan temanku?” tanyaku kepada ibu.

“Siang begini kok kamu bermain
Nak,” tanya Ibu kepadaku.

“Aku bosan di rumah. Aku ingin
bermain, Bu,” jawabku.

“Sekarang musim pandemi.
Jangan keluar untuk sementara waktu,”
tegas Ibu.

Gendis Sewu Berkarya 31

Demi Waktu Gajah Mada

“Aku keluar hanya sebentar saja
kok. Boleh, ya Bu? Aku mohon,” rayuku

kepada Ibu.

“Tetap saja tidak boleh, Nak. Ibu

khawatir jika kamu sakit,” tegas Ibu.

“Yaaah Ibu,” jawabku dengan

sedih.

Lalu aku menghubungi teman-

temanku dengan video call

melalui Whatsapp.

“Hallo teman-teman. Aku tidak

boleh keluar bermain oleh Ibu. Jadi

bagaimana?” tanyaku kepada mereka.

”Yaaah. Padahal kita semua ingin

bermain,” jawab Sultan dengan sedih.

“Bagaimana kita bermain secara

diam-diam?” kata Doni.

“Aku tidak berani kawan,” tegasku.

“Kamu coba saja Syad,” bujuk

Andi.

Gendis Sewu Berkarya 32

Demi Waktu Gajah Mada

“Baiklah. Akan aku coba. Nanti

kalian tunggu di depan pos
seperti biasanya, ya,” ucapku.

“Oke,”sorak mereka serentak.

Akhirnya aku memutuskan untuk

bermain secara diam-diam tanpa

sepengetahuan Ibu. Aku melihat kamar

Ibu, ternyata Ibu sedang tidur. Lalu aku

keluar menggunakan sepeda ke pos

dekat sekolahku. Di sana teman-

temanku menunggu kedatanganku.
“Hai teman-teman. Maaf, ya sudah

menunggu lama,” sapaku.

“Tidak apa-apa. Ayo kita bermain,”

kata Sultan.

Lalu aku dan teman-teman

bermain adu kelereng. Aku

menikmati permainan. Hingga aku dan

teman-teman merasa lapar. Kami

membeli makanan yang dijajakan penjual

Gendis Sewu Berkarya 33

Demi Waktu Gajah Mada

keliling. Aku membeli bakso dan tahu

bakar, sedangkan teman-teman membeli
bakso dan es pop ice,

Ketika akan makan, aku

menyuruh teman-teman untuk

mencuci tangan sebelum makan. Teman-

temanku tidak mau mencuci

tangan karena menyusahkan. Aku

memaksa mereka untuk mencuci tangan

tetapi tetap saja mereka tidak mencuci

tangan.

“Teman-teman sebelum makan,
kita cuci tangan terlebih dahulu yuk,”

kataku.
“Cuci tangan dimana? Kan tidak

perlu. Kita sudah lapar sekali,” keluh

Andi.

“Itu ada tempat cuci tangan di

depan TBM,” jawabku sambil menunjuk

tempat cuci tangan.

Gendis Sewu Berkarya 34

Demi Waktu Gajah Mada

“Tidak perlu lah cuci tangan,”
ketus Sultan.

“Cuci tangan itu penting sekali
teman-teman. Untuk membunuh kuman
yang ada di tangan kita. Ibuku
mengajarkan untuk selalu cuci tangan
sebelum dan sesudah makan,” tegasku.

“Baiklah mari kita cuci tangan,”
ucap Doni.

“Kalian cuci tangan sendiri saja.
Aku tetap tidak mau cuci tangan karena
aku sudah lapar sekali,” kukuh Andi.

“Hati-hati nanti kamu sakit perut
loh.” kataku.

Selesai cuci tangan, aku dan
teman-teman mulai makan bakso bakar.
Bakso bakarnya sangat enak sekali. Aku
dan teman-teman makan dengan lahap.
Selesai makan kita lanjut pulang. Tiba
tiba Andi merasakan sakit perut.

Gendis Sewu Berkarya 35

Demi Waktu Gajah Mada

“Aaaaadduuhhhh. Teman-teman
perut ku sakit sekali,” keluh Andi.

“Mungkin karena kamu makan
bakso bakar pakai sambal,” kata Sultan.

“Tadi aku makan tidak pakai
sambal. Addduuhhh perutku,” keluh Andi
lagi.

”Jangan-jangan itu efek kamu
tidak cuci tangan, Ndi.” kata Doni.

“Mungkin saja,” jawab Andi sambil
memegang perutnya yang kesakitan.

Teman-teman mengantar Andi
pulang ke rumahnya. Kami merasa iba
melihat Andi sakit perut. Di perjalanan
Andi menangis dan memegang
perutnya. Sesampai di rumahnya, Andi
langsung disambut Ibunya. Lalu Andi
dibawa ke klinik yang ada di dekat
rumahnya.

Gendis Sewu Berkarya 36

Demi Waktu Gajah Mada

Keesokan harinya aku dan teman-
teman menelepon Andi.

“Halo Andi. Bagaimana kondisi
kamu?” sapaku.

“Iya Andi. Bagaimana kondisi
kamu? Kami semua khawatir,” sahut
Sultan.

“Hai teman-teman. Kondisiku baik-
baik saja. Selesai makan bakso bakar,
aku langsung diare dan kata dokter ada
cacing di dalam perut aku. Aku harus
minum obat cacing dan obat diare,”
jawab Andi.

“Semoga kamu cepat sembuh, ya
Andi. Jangan lupa mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan. Benar
juga kata Irsyad kemarin. Kita harus
sering rajin mencuci tangan,” imbuh
Doni.

Gendis Sewu Berkarya 37

Demi Waktu Gajah Mada

“Iya benar juga kamu. Maaf, ya
Irsyad aku tidak
mendengarkan perkataanmu,” kata Andi.

“Iya Andi. Semoga kamu cepat
sembuh ya,” kataku.

“Oke teman-teman. Sudah dulu,
ya video callnya. Aku mau istirahat,” kata
Andi.

“Bye semuanya,” kata teman-
temanku.

Gendis Sewu Berkarya 38

Demi Waktu Gajah Mada

MAMAKU PAHLAWANKU

Oleh Ilyas Muti

Siang hari, sengatan sinar
matahari menerobos masuk ke jendela
kamarku. Selimut berantakan tak tentu
arah, rambut cepak acak-acakan. Aku
selalu bertemankan bantal dan guling.
Cahaya matahari menerobos masuk
tidak diundang. Aku seakan tertampar
oleh cahaya matahari. Pandanganku
tertuju ke arah pintu yang terbuka.
Kulihat kedua adikku telah menonton
televisi program kesukaannya.

“Argh,” gumamku.
Kemudian aku membatin lagi,
Setelah ini Mama pasti akan teriak-teriak.
“Putra! Ayo, bangun. Tidur aja
kerjaannya,” teriak Mama dari ruang
tengah sambil berjalan menuju kamarku.

Gendis Sewu Berkarya 39

Demi Waktu Gajah Mada

“Ehm, aku bangun, Mama,”
ucapku tak berdaya saat Mama
mendapatiku rebahan di kasur.

“Nak, kamu sudah mengerjakan
tugas daring?” tanya Mamaku yang
cantik.

Aku hanya tersenyum padanya.
“Selalu saja begitu, meskipun di
rumah saja, latihlah disiplin diri. Anggap
rumah ini sekolah, Nak. Segera cuci
muka dan kerjakan tugasmu. Oke!”
nasihatnya padaku.
Tempat ternyaman bagiku adalah
di dalam kamar. Aku kerjakan tugasku di
dalam kamar.
“Mama, ini bagaimana cara
jawabnya? Aku tidak tahu, Ma," teriakku
dari kamar.
“Kebiasaan tidak sopan, kalau
bertanya samperin Mama. Jangan teriak-

Gendis Sewu Berkarya 40

Demi Waktu Gajah Mada

teriak," ucapnya sembari menjewer
telinga kiriku.

Aku memperhatikan arahan Mama
yang sabar membimbingku. Saat ini
Mama adalah guruku di rumah. Mamaku
sayang padaku, meski terkesan suka
berteriak-teriak padaku. Itu semua
karena aku yang selalu rebahan di
kamar.

Mengerjakan tugas hingga tak
terasa jarum jam berjalan menuju angka
tiga. Terdengar nada dering handphone
berbunyi. Kulihat pesan masuk Mas
Anton. Handphone yang kugenggam
langsung kubuka.

Ayo, main game online!
ajaknya singkat padaku.

Gendis Sewu Berkarya 41

Demi Waktu Gajah Mada

Aku selesaikan tugas daringku
dulu setelah itu baru bermain game
bersamanya.

“Done,” seruku senang.
Langkah kakiku beranjak dari
kasur kemudian menuju kamar mandi.
Mandi biar segar kalau tidak mandi nanti
tidak boleh main.
“Ma, aku sudah mengerjakan
tugasku. Aku mau pamit bermain game
online sama Mas Anton, ya?” pamitku
padanya.
Segera aku bergegas ke rumah
Mas Anton. Setelah dia membukakan
pagar, kami langsung menuju ruang
tengah. Sembari bermain game, aku
bercerita tentang kegiatan daringku.
“Mas, aku punya tugas menulis,
tapi aku tidak mau mengerjakannya.
Tugas sekolah saja aku mengerjakannya

Gendis Sewu Berkarya 42

Demi Waktu Gajah Mada

dengan terpaksa,” ucapku sambil jarinya
menyentuh tombol keyboard.

“Kamu sudah daftar loh dan harus
tanggung jawablah,” balas Mas Anton
singkat.

“Hah, aku malas,” celetukku
mengelak.

“Ya, kerjakan,” nasihat Mas Anton.
“Malas, enak rebahan sambil
bermain game,” ucapku sambil
mengunyah permen karet.
“Itu tugas apaan sih?” tanya Mas
Anton penasaran.
“Aku ikut kelas penulisan bibit
Taman Kalimas, Mas,” jawabku.
“Apa itu, Putra?”
“Semacam kelas menulis dari
Perpustakaan Kota Surabaya,” jawabku
pelan sambil melanjutkan permainan.


Click to View FlipBook Version