TABLE OF CONTENT
03 GERAI PALSU
SUPREME DI CINA
Dua minggu setelah bocoran
gambar pertama, IBF - peru-
sahaan induk yang memiliki
Supreme Italia dan Supreme
Spain - bekerja sama den-
gan perusahaan China untuk
membuka toko utama perta-
ma di Shanghai, China untuk
umum.
APA ITU 04
STREETWEAR
Dunia fashion yang dinamis mela-
hirkan kultur yang memiliki ban-
yak penggemar, yaitu streetwear.
Jenis pakaian streetwear yang
cenderung casual dan non for-
mal sangat cocok dipakai untuk
jalan-jalan santai maupun hang-
out bersama teman. Streetwear
juga menciptakan suatu komu-
nitas tersendiri yang sangat loyal
terhadap brand tertentu. Di Indo-
nesia, streetwear menjadi konsep
yang diusung oleh banyak merek
clothing distro lokal.
05 ALASAN STREETWEAR
YANG DULUNYA CUMA
DI GEMARI SKATER KINI
JADI BURUAN ABG TAJIR
Brand-brand streetwear
sepanjang 2017 diburu
selebritas, digandeng la-
bel mainstream, harganya
makin mahal. Kami me-
wawancarai banyak orang
untuk memahami penye-
bab ledakan bisnis street-
wear yang bermula lima
tahun lalu.
Ini 5 Label 13
Streetwear
Lokal Hype
yang Keren
Abis
Kamu pasti sudah familiar den-
gan model pakaian streetwear.
Streetwear awalnya mengam-
bil inspirasi dari trend berpakaian
jalanan atau street style fash-
ion yang sering diusung oleh para
skaters. Mode yang nge-hype di
ranah urban culture ini digemari
banyak anak muda karena nya-
man dipakai.
Merk lokal turut berlomba mer-
ilis produk-produknya yan kece
abis. Nah, di bawah ini ada 5 merk
streetwear lokal yang gak kalah
nge-hype dengan merk impor nih.
Check it out!
Asal Usul Dibalik
15 Brand Street-
wear Yang
Anda Pakai
Dunia fashion yang selalu berubah
secara dinamis tak pernah ber-
henti melahirkan tren pakaian baru,
tak terkecuali gaya streetwear
yang menciptakan suatu komuni-
tas tersendiri. Sebenarnya tak ada
definisi khusus yang menjelaskan
apa itu istilah streetwear. Namun
kita dapat melihat jenis pakaian
streetwear yang sering dipakai
di jalanan seperti graphic t-shirt,
hoodie, sweatshirt, snapback, hing-
ga sepatu sneakers. Streetwear
sendiri sudah sangat berkembang
di Indonesia, konsep ini yang dia-
nut oleh label distro lokal dan ke-
banyakan yang menggunakan pro-
duk streetwear adalah anak-anak
muda dari berbagai kalangan.
GERAI
PALSU
SUPREME
DI CHINA
Dua minggu setelah bocoran gambar pertama, IBF - peru- Toko Supreme Italia pertama di Shang-
sahaan induk yang memiliki Supreme Italia dan Supreme hai, yang dibuka dua bulan lalu di
Spain - bekerja sama dengan perusahaan China untuk salah satu jalur perbelanjaan kota met-
membuka toko utama pertama di Shanghai, China untuk ropolitan China, telah menyebabkan
umum. reaksi keras dari Supreme NY, dengan
Pembukaan tersebut merupakan pencapaian besar un- pernyataan publik resmi pertama
tuk merek palsu yang sah, yang sekarang sedang berjuang yang menyatakan bahwa mereka akan
dengan Supreme New York atas pendaftaran merek dagang secara hukum menentang pembukaan
dari boxlogo di Cina. Toko andalannya terletak di kawasan tersebut. Setelah perilisan, salah satu
komersial kota, jauh dari lokasi toko pertama di kawasan wawancara langka dengan James Jeb-
bekas Konsesi Perancis. Dari video yang diperoleh oleh bia juga keluar, dimana untuk pertama
sumber majalah nss, Anda dapat melihat berbagai macam kalinya Jebbia menangani kasus palsu
item yang ditandai dengan logo kotak klasik: kaus, kaos tersebut tanpa pernah secara langsung
grafis, dek, dan juga versi kolaborasi Supreme x Rimowa menyebut IBF dan Supreme Italia.
yang mirip. Di dalam tokonya juga terdapat pipa skate dan Pembukaan toko utama diumumkan
beberapa coretan coretan di area ruang pas. pada bulan Desember, selama gerbang
Setelah pembukaan toko pertama di Shanghai Februari lalu, Samsung China, bersamaan dengan
Supreme Italia - merek palsu yang sah - tampaknya tidak mau rencana ekspansi global dengan pem-
berhenti, meskipun ada pernyataan dan ancaman dari Supreme bukaan 70 toko fisik merek Supreme
NY. Italia di seluruh dunia.
Menurut beberapa rumor yang dihimpun majalah nss, minggu
depan akan diresmikan flagship store pertama yang akan men- IBF - perusahaan induk yang men-
jual produk brand Supreme Italia dan Supreme Spain. gontrol Supreme Italia dan Supreme
Toko ini terletak di area komersial Shanghai dan dari gambar Spain - memulai proses pendaftaran
diam-diam yang ditemukan di web, toko tersebut mengambil merek dagang logo “Supreme” dengan
beberapa elemen ikonik dari toko Super NY: ada pipa skating, pihak berwenang China. Supreme
tampilan dek skate dan warna serta font dan logo identik dengan NY melakukan hal yang sama sekitar
merek James Jebbia. periode yang sama, tetapi tidak hadir
di pasar karena bahkan tidak mengi-
rimkan produk ke China.
https://www.nssmag.com/
Dunia fashion yang dinamis melahirkan kultur Kebebasan berekspresi dengan slogan “Do It Your-
yang memiliki banyak penggemar, yaitu street- self ” menjadi pijakan bagi kebanyakan brand-brand
wear. Jenis pakaian streetwear yang cenderung streetwear untuk menarik penggemar terutama
casual dan non formal sangat cocok dipakai dari kalangan muda. Lewat produk-produk fashion
untuk jalan-jalan santai maupun hangout ber- mereka menanamkan pesan-pesan yang cenderung
sama teman. Streetwear juga menciptakan suatu mendobrak kemapanan dan menggelorakan budaya
komunitas tersendiri yang sangat loyal terhadap perlawanan (counter culture) khas anak muda yang
brand tertentu. Di Indonesia, streetwear menjadi bisa saja bersifat provokatif dan subversif.
konsep yang diusung oleh banyak merek cloth- Gimana menurut kalian , setuju gak sama komunitas
ing distro lokal. jaman sekarang makin menjamur ??
Apa itu streetwear? Istilah streetwear mungkin
sangat sulit untuk didefinisikan secara jelas.
Mengingat, dunia fashion yang selalu berubah
secara dinamis, maka istilah streetwear bisa
saja mengalami perluasan makna. Namun, kita
dapat menemukan petunjuk dengan mengacu
pada aneka macam pakaian yang sering dipakai
di jalanan seperti graphic t-shirt, celana jeans,
hoodie, sweatshirt, snapback hingga sepatu
sneakers.
Kultur jalanan seperti musik hip-hop, punk,
olahraga aksi skateboard dan surfing hingga seni
jalanan (street art) seperti graffiti ikut mem-
pengaruhi dan menjadi inspirasi bagi berkem-
bangnya streetwear. Kehadiran brand-brand
streetwear terkenal di dunia banyak di antaranya
yang dimotori oleh penggiat olahraga aksi atau
seniman. Kota-kota di dunia yang melahirkan
banyak brand streetwear ternama misalnya Los
Angeles, New York, California, dan Tokyo.
Alasan
Streetwear
Yang Dulu-
nya Cuma
Digemari
Skater Kini
Jadi Buruan
ABG Tajir
Brand-brand streetwear sepanjang 2017 berada di luar industri fashion, jauh dari pakaian retail yang
diburu selebritas, digandeng label main- diproduksi secara masal maupun pakaian yang diproduksi
stream, harganya makin mahal. Kami me- oleh label-label desainer papan atas. Pada saat itu, streetwear
wawancarai banyak orang untuk mema- berada di area abu-abu yang berada di antara keduanya.
hami penyebab ledakan bisnis streetwear “Menurut saya, streetwear artinya semangat DIY,” kata David
yang bermula lima tahun lalu. Fischer, penggagas situs streetwear Highsnobiety, saat men-
Artikel ini pertama kali tayang di i-D UK. jelaskan subkultur fashion. “Artinya skateboard, musik, kaos
Sejak 5 tahun yang lalu, merek-merek graphic; masa muda dan menjadi bagian dari sesuatu…” kata
streetwear terkenal—misalnya Supreme, Ryan Willms, fotografer dan konsultan kreatif Stüssy. Ryan
Stüssy, A Bathing Ape, dan Palace—mulai merasa definisi streetwear dari dulu enggak terlalu jelas.
beredar di pasar fashion mainstream. Pro- Justru menurutnya, akar dari streetwear adalah orang-orang
duk brand tadi tak lagi cuma dibeli skat- yang ada pada saat lahirnya streetwear: orang-orang sep-
er-skater. Sekarang streetwear jadi rebutan erti Mark Gonzales, Basquiat, Shawn Stussy, dan Malcolm
semua orang, termasuk artis Hollywood, McLaren.
para fashionista kelas kakap, anak-anak
sekolah, hingga ABG tajir ibukota.
Kok bisa gini sih? Biar semuanya ngerti
cara kerja bisnis fesyen, kami bertanya
kepada figur-figur paling berpengaruh di
industri fashion. Narasumber kami men-
cakup perancang busana, jurnalis, dan
konsultan kreatif. Kami meminta mereka
tentang kondisi tahun ini yang memicu le-
dakan penjualan streetwear secara global.
Sejarah streetwear terhitung belum ter-
lalu lama. Akarnya ada di skena skate,
surf, dan hip-hop di East dan West Coast
Amerika sepanjang kurun 1980an hingga
90an. Bagi orang-orang yang memakain-
ya, streetwear merupakan tanda bahwa
mereka terlibat dalam suatu gerakan yang
berada di luar
Tapi di tahun 2017, penggemar streetwear Setelah kami cek, memang besar banget nilainya. Awal
terbelah menjadi dua macam: yang hedon tahun ini, James Jebbia, penggagas Supreme, menjual 50
dan yang emang ngerti streetwear walau- persen sahamnya kepada perusahaan investasi The Carlyle
pun bokek. Yang satu kebelet beli sneaker Group seharga 500 juta dolar, yang artinya seluruh label
Triple-S dari Balenciaga yang harganya streetwear tersebut berharga 1 milyar dolar. Menurut gosip
800 dolar, yang satunya pengen beanie 20 yang beredar, Jebbia tadinya ragu-ragu untuk membeber-
dolar aja. Untuk hadiah natal, anak-anak kan angka tersebut, soalnya takut mempengaruhi kredibil-
jaman sekarang sih udah nggak minta itas sebuah label yang dibangun berdasarkan youth culture
handphone atau konsol game baru, tapi dan kebebasan. Tapi dengan fokus konsumer saat ini yang
baju yang selain mahal juga susah didape- lebih terpusat kepada estetika daripada latar belakang
tinnya—pokoknya nyusahin ortu. Merk brand itu sendiri, emangnya mereka masih peduli?
yang bertanggungjawab atas berubahnya
cara berpakaian manusia modern adalah
Supreme. Setelah kami cek, memang besar banget nilain-
ya. Awal tahun ini, James Jebbia, penggagas
“Sudah enggak mengagetkan lagi ketika kita melihat Supreme, menjual 50 persen sahamnya kepada
anak-anak berusia 8 sampai 10 tahun berbelanja di perusahaan investasi The Carlyle Group sehar-
Soho, membawa tas Supreme, dan memakai hoodie ga 500 juta dolar, yang artinya seluruh label
Off-White dan sneaker Gucci,” kata Alex Hackett, streetwear tersebut berharga 1 milyar dolar.
penggagas dan desainer ALCH, merk streetwear UK. Menurut gosip yang beredar, Jebbia tadinya
“Memang gila sih,” kata Alex. “Di awal 2000’an, kalo ragu-ragu untuk membeberkan angka terse-
saya melihat ada orang yang memakai topi Supreme but, soalnya takut mempengaruhi kredibilitas
5-panel, saya mungkin bakalan nyapa dia—besar sebuah label yang dibangun berdasarkan youth
kemungkinan kalo dia itu temennya temen saya. culture dan kebebasan. Tapi dengan fokus kon-
Sekarang, dari pemain NBA, musisi, hingga industri sumer saat ini yang lebih terpusat kepada este-
fashion yang besar, semuanya punya “streetwear” tika daripada latar belakang brand itu sendiri,
sendiri. Streetwear merupakan bisnis besar saat ini.” emangnya mereka masih peduli?
“Produk skema fashion underground
yang dulunya cuma digemari komuni-
tas skater sekarang diborong terus
sama ABG berduit banyak.”
Ryan dari Stüssy setuju, menyatakan, “enggak merasa kebanyakan orang mikirin tentang apa yang
terjadi di balik layar. Mereka nggak peduli produksinya di mana, kalo dibuat oleh anak-anak,
bakal tahan berapa lama, atau bakal menguntungkan siapa. Kita hidup di masyarakat yang memi-
liki kesadaran yang sangat rendah tentang konsumerisme.”
Pandangan David dan Ryan nggak membeda-bedakan pembeli Supreme jaman sekarang dan
jaman dulu—mereka sama aja. Para pembeli merk streetwear adalah simbol dari perjalanan street-
wear menuju dunia mainstream dan segelintir orang yang dibawanya ikut. Yang tadinya skena
fashion underground buat para skater sekarang udah penuh sama ABG berduit banyak, dan ke-
banyakan dari mereka berpengetahuan minim tentang sejarah brand-brand streetwear dan cuma
peduli tentang image mereka sebagai pemakai streetwear.
Walaupun begitu, kedatangan para penggemar baru membangkitkan kembali semangat seniman
dan desainer muda yang kekeuh masuk ke industri. Semakin mudahnya akses terhadap perangkat
desain, seperti Photoshop, dan adanya promosi secara cuma-cuma dari pengguna platform seperti
Instagram, meningkatkan jumlah “bedroom designer” selama 5 tahun terakhir. “Streetwear dimu-
lai dari nol,” kata David, memuji kemampuan generasi baru ini dalam membuat ciri khas mereka
sendiri. “Dulu streetwear berasal dari orang-orang yang nggak punya pelatihan khusus atau pen-
galaman di industri. Kehadiran bedroom label menyegarkan skena streetwear.”
Pandangan Alex berbeda; dia melihat keberadaan banyak bedroom label sebagai tanda kehancu-
ran masa depan streetwear. “Bagus sih karena nggak perlu jadi sarhana atau latar belakang fashion
yang luas untuk sukses dalam bidang ini, tapi kebanyakan “brand” ini nggak mementingkan kea-
wetan, kualitas, ataupun originalitas,” katanya. “Justru kelangsungan komersil selalu ada di depan,
dan kreativitas di belakang.”
Pendapat Alex cukup valid: streetwear nggak pernah lebih menguntungkan daripada sekarang,
dan muda mudi yang memasuki dunia streetwear saat ini kurang lebih menjadikannya sebagai
motivasi. Atelier tidak bisa memproduksi pakaian tanpa pengetahuan tertentu, tapi streetwear
adalah platform yang lebih demokratis—siapapun bisa membuat gambar untuk ditempel di kaos
Gildan.
Masuknya desainer pakaian mewah ke dalam ranah streetwear bukanlah hal baru, yang belum pernah
kita lihat sebelumnya adalah terjadinya persilangan di arah yang terbalik; streetwear yang dibangun muda
mudi yang malah masuk ke atelier. Baru 19 hari di tahun 2017, kita udah menyaksikan hal ini terjadi di
peragaan menswear Louis Vuitton fall/winter 17 di Paris. Di antara siluet bungkuk indah Kim Jones yang
ditandai oleh celana bahan, kemeja formal, dan luaran yang terbuat dari rajutan tebal, logo Supreme mun-
cul. Pertama di sebuah tas selempang yang berwarna merah ciri khas Supreme, lengkap dengan logonya.
Lalu sebuah koper. Lalu sebuah kemeja baseball berbahan denim yang bermonogram LV dan logo “Fu-
tura Heavy Oblique”-nya James Jebbia. Dunia fashion tertegun. Brand skating yang dulu diisukan Ceast
and Desist Order oleh LV akibat menggunakan print monogram mereka, sekarang berkolaborasi den-
gan brand itu untuk runway di Paris. Para penggemar tentu saja heboh, dan langsung mengantri di toko
seluruh dunia untuk membeli apapun yang mereka bisa. Kaos berlogo box yang selalu dicari-cari orang
memiliki harga retail 450 dolar—sepuluh kalinya kaos Supreme biasa—tapi bisa melejit menjadi 4.500
dolar ketika dijual kembali.
Streetwear adalah cara berpakaian yang umum bagi para konsumen Milenial dan Gen Z, jadi brand-brand
kelas atas perlu asosiasinya lebih dari brand streetwear membutuhkan mereka,” kata David ketika kami
menanyakan siapa yang lebih untung di kolaborasi-kolaborasi tersebut. Cara berpikir seperti itu, katanya,
sudah memasuki fashion house seperi Gucci dan Balenciaga, yang sedang mengubah koleksi mereka agar
lebih bisa dipakai oleh masyarakat luas, dengan mengadakan hoodie dan sneaker. “Kesuksesan merk yang
sukses saat ini berasal dari keterlibatan mereka dalam streetwear.”
Gosha Rubchinskiy, rajanya skate dan rave Soviet, mungkin adalah salah satu perancang streetwear muda
yang paling berbakat saat ini. Terkenal karena membawa brand 90an seperti Kappa dan Fila kembali
menjadi tren, kolaborasinya dengan Burberry, brand Inggris legendaris, mungkin lebih ketebak daripada
kerjasama Kim Jones dan James Jebbia. Lagipula, motif kotak-kotak ciri khas Burberry yang sudah tidak
lagi ada di koleksi merk tersebut karena berkonotasi antisosial pada masanya. Kebijakan macam ini mirip
visi Gosha yang senang mengapropriasi budaya populer di kalangan anak muda. Tapi koleksinya sehar-
ga koleksi Burberry biasanya; kecil kemungkinan anak-anak muda biasa yang terobsesi sama koleksi itu
mampu membelinya.
Hanya saja, kayaknya emang cuma Go-
sha orang yang tepat untuk mengantarkan
kita ke sebuah era baru. Desainnya men-
jembatani kaos graphic biasa dan pakaian
mewah yang lebih formal. Dia bisa membuat
pembeli ngiler dengan menggantungkan
football scarf seharga 20 dolar dan blazer
bahan seharga 700 dolar di gantungan yang
sama di Dover Street Market. Kalo dia bisa,
kenapa Supreme dan Palace nggak? Jadi
apakah tahun yang penuh kolaborasi de-
sainer dan kemunculan investor miliarder
akan menjadi penutup yang mutlak tradisi
subkultur streetwear? Apakah tidak ada lagi
penggemar yang mementingkan busana
jalanan selain karena hype? “Saya enggak
yakin subkultur streetwear akan benar-benar
hilang,” kata Alex. “Streetwear selalu be-
radaptasi dan berubah menyesuaikan iklim
sosial yang terbaru, itulah indahnya.”
“Kalau Supreme, Off-White, dan Palace
tutup esok hari, orang tetap ingin memakai
pakaian yang nyaman dan kaos dengan gam-
bar yang keren,” kata David. “Merek-merek
baru akan menggantikan mereka!”
Gosipnya Supreme akan berkolaborasi
dengan Rolex, jadi mungkin pada 2018 nanti
kita akan lebih mengerti era kemewahan
streetwear. Atau mungkin hypenya bakal
berhenti, dan subkulturnya akan tumbuh se-
cara underground lagi. Ryan berpikir bahwa
skenario kedua lebih mungkin terjadi. “Pada
akhirnya, streetwear adalah milik komunitas
yang menciptakan dan menggunakannya
setiap hari. Mereka adalah orang-orang
yang memimpin dan mendorong streetwear
memasuki era baru… menginspirasi dan
mempengaruhi masyarakat luas,” katanya.
“Akan tiba masanya streetwear kembali ke
akarnya, kembali ke komunitas.”
www.vice.com
Ini 5 Label Kamu pasti sudah familiar dengan model pakaian streetwear. Streetwear
Streetwear awalnya mengambil inspirasi dari trend berpakaian jalanan atau street
Lokal Hype style fashion yang sering diusung oleh para skaters. Mode yang nge-hype
yang Keren di ranah urban culture ini digemari banyak anak muda karena nyaman
Abis dipakai.
Merk lokal turut berlomba merilis produk-produknya yan kece abis.
Nah, di bawah ini ada 5 merk streetwear lokal yang gak kalah nge-hype
dengan merk impor nih. Check it out!
1. SSUNDAYY
SSUNDAYY atau yang lebih dikenal
dengan nama merk Sunday Sunday
adalah clothing line yang didirikan oleh
musisi pop punk Dochi Sadega yang
terkenal lewat band Pee Wee Gaskins.
Sunday Sunday memproduksi gak hanya
graphic tee, tetapi juga aksesoris lainnya
seperti kacamata, gelang dan waistbag.
Menurut Dochi, komunitas anak muda
yang melek fashion jadi kunci utama
dalam mendukung merk-merk cloth-
ing buatan anak negeri. Saat ini sudah
banyak toko Sunday Sunday yang dib-
uka, terutama di Kemang dan di Grand
Indonesia.
2. Aesthetic
Pleasure
Didirikan oleh Putri J. Ghariza tahun
2013 lewat debut collection show-nya
di Jakarta Fashion Week, Aesthetic
Pleasure jadi satu apparel yang kini
digemari banyak generasi muda. Mod-
el yang diusung oleh label ini banyak
mengutamakan raw-cutting tailoring
yang memang membuatnya terlihat
punya elemen vintage yang unik.
Aesthetic Pleasure memproduksi kaos,
dress, blouse dan tas. Image yang
ditampilkan adalah gaya berpakaian
yang sophisticated dan sudah pasti bisa
cocok dalam berbagai jenis acara.
3. Thanksinsomnia
Thanksinsomnia menggabungkan elemen artwork
grafiti dengan street style fashion untuk pro-
duk-produknya seperti kaos, jaket/hoodie dan tas.
Gaya yang diusung identik dengan grunge style
serta gaya old school ala tahun 90-an namun tetap
memasukkan unsur modern.
Oleh sebab itu Thanksinsomnia punya banyak
banget variasi untuk kamu. Selain itu produk-pro-
duk yang ada juga unisex jadi tetap bisa dipakai
baik untuk cewek maupun cowok.
4. Public Culture
Buat kamu yang gak terlalu suka membuat
gebrakan sendiri dalam memadu padankan
busana, Public Culture bisa jadi satu apparel
yang bagus nih. Desain yang diusung oleh merk
ini bermain lebih banyak pada variasi warna
dan grafis.
Produk-produk buatan Public Culture kebanya-
kan bergaya unisex dan sangat nyaman, makan-
ya baju-baju dari merk yang satu ini lebih
kelihatan keren dalam pemakaian keseharian.
Public Culture mudah dijumpai karena tokon-
ya sudah banyak dibuka. Kamu bisa temui di
beberap mall seperti Mall PIK, Lotte Shopping
Avenue, Plaza Indonesia dan Lippo Kemang.
5. Locale
Locale adalah salah satu merk streetwear
yang punya desain dan gaya yang gak biasa.
Produk-produknya dikenal punya berbagai
tema, mulai dari isu sosial politik sampai
persahabatan. Bisa dibilang gaya ini mirip
dan terinspirasi dari gaya fashion era 90-an.
Locale memproduksi kaos grafis, sweater
dan hoodie, celana hingga aksesori seperti
topi. Saat ini Locale bisa kamu jumpai di
banyak pusat perbelanjaan, sebut saja The
Goods Dept, Kemang Village serta Bintaro
Exchange.
www.idntimes.com
Asal Usul
Dibalik Brand
Streetwear
Yang Anda
Pakai
Dunia fashion yang selalu berubah secara dinamis tak pernah berhenti melahirkan tren pakaian baru, tak
terkecuali gaya streetwear yang menciptakan suatu komunitas tersendiri. Sebenarnya tak ada definisi khu-
sus yang menjelaskan apa itu istilah streetwear. Namun kita dapat melihat jenis pakaian streetwear yang
sering dipakai di jalanan seperti graphic t-shirt, hoodie, sweatshirt, snapback, hingga sepatu sneakers.
Streetwear sendiri sudah sangat berkembang di Indonesia, konsep ini yang dianut oleh label distro lokal
dan kebanyakan yang menggunakan produk streetwear adalah anak-anak muda dari berbagai kalangan.
Kultur jalanan seperti olahraga aksi skateboard, surfing, musik hip-hop, punk hingga seni jalanan seperti
grafiti ikut menjadi inspirasi dari lahir dan berkembangnya streetwear. Kemunculan merek streetwear
yang terbilang fenomenal ini mencuri perhatian banyak orang, terutama mereka yang mengikuti perkem-
bangan dunia internet. Namun kebanyakan dari pecinta fashion sering memakai barang hanya karena
lagi tren saja, tanpa mengetahui asal usul dari brand tersebut. Lalu, apa saja brand yang termasuk kategori
streetwear? Apa sejarah dibalik brand tersebut?
1, TRASHER
Pasti banyak dari Anda yang mengira bahwa Trasher
adalah merek pakaian seperti Supreme atau Stussy.
Sebenernya, Trasher itu adalah merek majalah skate-
board! Majalah itu sudah eksis sejak tahun 1981
dan menjual banyak merchandise seperti kaus, topi,
hingga sweater yang dapat dibeli melalui situs mereka.
Trasher juga memiliki acara tahunan bernama ‘Skate
of the Year’ yang dikhususkan untuk memilih skater
terbaik dunia.
2, Anti Social Social
Club (ASSC)
Tidak sedikit rasanya melihat seseorang memakai baju
atau topi dengan tulisan Anti Social Social Club. Lucunya,
Anti Social Social Club sebenarnya lahir bukan untuk
menjadi sebuah brand, namun merupakan hasil luapan
emosi dan kegelisahan dari sang founder, Neek Lurk,
yang introver dan sering merasa depresi dalam kehidupan
sehari-hari. Secara harfiah, ASSC berarti sebuah kelom-
pok sosial yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang
anti sosial. Kesan negatif ini berkontradiksi dengan warna
pastel yang digunakan pada produk-produk ASSC seperti
sweater, hoodie, hingga topi. Brand yang satu ini juga jadi
favorit berbagai selebriti, seperti Kanye West, Cara Delev-
ingne, dan G-Dragon.
3, SUPREME
Tentu Anda sudah familier dengan brand street-
wear yang terkenal lewat logonya yang berben-
tuk kotak berwarna merah dengan huruf Futura
Heavy Oblique berwarna putih di dalamnya ini.
Supreme yang diluncurkan pada tahun 1994
sangat lekat dengan kultur jalanan terutama
skateboard. Tak hanya menyediakan perlengkapan
skateboard, Supreme juga menghadirkan beragam
pakaian seperti kaus, kemeja, celana, bomber jack-
et, dan sebagainya. Dengan berbagai kolaborasi
spektakuler bersama brand ternama lainnya, sep-
erti Nike, COMME des GARÇONS, hingga Louis
Vuitton, koleksi terbaru Supreme di setiap musim
selalu ditunggu-tunggu.
4, Stüssy
5, Vans Pada awal era 80an, seorang pria bernama Shawn Stussy
mengukir nama belakangnya, ‘Stussy’, di papan seluncur
hasil buatannya di daerah pantai Laguna, California.
Merasa logo yang ia ukir itu menarik, akhirnya ia mulai
menaruh logo tersebut di baju, celana, hingga topi, yang
kemudian ia jual di pinggir pantai. Shawn mengembang-
kan bisnisnya dengan menjual berbagai macam pakaian
untuk pria maupun wanita, lalu membuka toko pada
tahun 90an, menuai kesuksesan di kemudian hari, dan
menjadikan Stüssy brand streetwear yang berpengaruh
di dunia fashion.
Siapa yang tidak mengenal sepatu bermerk Vans? Tidak
hanya dipakai oleh para skater, Vans juga dipakai oleh
para sneaker freaks. Tapi tahukah Anda makna diba-
lik ‘Off The Walls’ yang ada di belakang sepatu Vans?
Kata-kata itu tidak hanya sekedar tagline dan trademark
dari footwear hits itu saja, arti ‘Off The Wall’ sudah
mengalami pelebaran makna. Pada era 60an hingga
70an, kalimat ini sering dipakai oleh skaters di Califor-
nia, karena papan beroda itu dapat dimainkan di mana-
pun, bahkan untuk berpose di udara. Namun sekarang,
kalimat ‘Off The Wall’ bukan lagi tentang subkultur
skateboard. Ia telah berkembang menjadi cara pandang
dan pola pikir, mengajak para pemakainya untuk berani
berfikir dan berkarya out of the box.
www.brand.com