The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by miera.mierul, 2023-03-21 12:17:26

Friend zone

Friend zone

Keywords: novel

Mama dan Papa keluar untuk makan siang. Mereka semua sudah merasa sangat lega setelah dokter menyatakan bahwa semua organ dalam Abel sudah dapat berfungsi normal. Hanya butuh beberapa terapi agar Abel benar-benar pulih. David sedang duduk di samping Abel. Ia terus memandang sahabatnya. Abel jadi lebih kurus, tapi nggak mengurangi kecantikannya di mata David. “Abel, lo beneran siuman, kan? Ini gue lagi nggak mimpi, kan?” tanya David memecah kesunyian. Yang ditanya hanya tersenyum dan mengangguk. “Dav,” panggil Abel. “Ya?” “Bilang … apa?” tanya Abel lemah berusaha ingin menyampaikan sesuatu. David yang langsung paham, menyahut dengan cepat. “I love you, Abel,” Abel terdiam. David tersenyum hangat dan meraih tangan Abel. “Lagi …,” pinta Abel berusaha tersenyum. “Abel Asterella, gue cinta sama lo. I love you, Abel,” ucap David perlahan. Ia ingin setiap kata yang ia ucapkan dapat memberikan arti dari seluruh perasaan yang ia miliki untuk Abel. Abel tersenyum. Setetes air mata mengalir di pipinya. Ia menutup bibirnya dengan tangannya yang tidak digenggam oleh David. “Abel? Lo kenapa? Jangan nangis, dong.” “Dav ... gue juga ....” “Gue tahu. Sori Bel, tapi kemarin gue nemuin binder lo tergeletak gitu aja. Gue udah baca semua yang lo tulis di binder lo,” potong David lagi. David tahu Abel masih terlalu lemah untuk banyak bicara. Abel masih menangis. Air mata yang mengalir dari matanya adalah air mata kebahagiaan. Setelah bertahun-tahun, akhirnya ia mendapat balasan perasaan yang sama. “Dav, lagi ...,” pintanya. “Yeee, bangun-bangun udah ngelunjak, ya, ini anak!” ucap David bercanda. Abel cuma nyengir, lalu menjulurkan lidahnya. David tersenyum dan mengacak rambut Abel. “Gue bakal bilang berkali-kali sampai lo bosen, Bel! I love you, Abel. Gue sayang sama lo. Gue sayang banget sama lo. Gue cinta sama Abel Asterella. Cinta banget sama lo. Cinta setengah mati. Gue jatuh cinta setengah mati sama lo. Cinta secinta-cintanya,” ujar David tanpa jeda. “Lebay ...,” balas Abel lemah sambil tersenyum. “Emang gue lebay. Selebay cinta gue ke lo, Bel!” David meringis. Beban di dadanya serasa menguap entah ke mana. “Love you too, Dav.” Giliran David yang tersenyum lebar. Abel meletakkan tangannya di atas tangan David yang sedang menggenggam tangannya yang lain. Tangan favoritnya. Tangan yang selalu siap menangkapnya saat ia jatuh. Tangan yang selalu menuntunnya saat ia merasa tersesat.


Tangan yang kini menjadi miliknya.


Epilog Tiga bulan berlalu sejak kecelakaan itu. Abel terpaksa mengambil cuti sekolah untuk memulihkan kondisinya. Selama proses terapi pemulihan, ia tinggal bersama orangtuanya lagi. Sementara itu, David tetap tinggal di kos yang dulu mereka tempati bersama. Meski tak lagi satu kos, David tetap rajin menengok Abel dirumahnya. Malam Minggu ini pun David datang ke rumah Abel. Abel sekarang sudah hampir pulih 100%. Ia bahkan sudah sering jalan-jalan ke mal bersama Mama. Jadi, setiap David datang, yang membuka pintu pasti Abel. “Hai, Dav!” “Hai, Pacar!” sahut David sambil mengacak-acak rambut Abel. Abel cemberut pura-pura ngambek. “Nggak usah manyun gitu. Makin imut lo!” David mendaratkan cubitan di pipi kekasihnya. “Yuk, masuk!” ajak Abel. Kemudian mereka berjalan bergandengan ke ruang tamu. David langsung duduk di sofa, sedangkan Abel mengambilkan minuman serta camilan untuk David. “Kok, malem banget datengnya?” tanya Abel. “Oh, ada urusan bentar.” “Sibuk banget, sih. Udah seminggu ini kalau ke sini pasti malem. Cuma bentar lagi mainnya,” protes Abel. “Kangen yaaa …,” ledek David. “Eh, lo bawa apa, tuh?” ujar Abel malas menanggapi ledekan David. Ia menunjuk kotak berukuran sedang yang dibawa David. “Eh iya, lo besok nggak ada acara, kan? Besok sore gue jemput, ya. Gue mau ajak lo makan. Nih, besok dipakai!” David menyerahkan kotak yang dipegangnya kepada Abel. “Nggak ke mana-mana, kok. Apa sih ini?” Abel menerima kotak itu dan segera membukanya. Sebuah gaun motif bunga-bunga dengan potongan sederhana ada di dalamnya. “Harus banget gue pakai ini?” tanya Abel. David mengangguk. “Nggak bisa ditawar!” Keesokan harinya, Abel sudah bersiap menunggu David. Ia memakai sedikit riasan yang ia bisa.


Gaun bunga-bunga sepanjang lutut dari David sudah dikenakannya. Bunga-bunga kecil di gaun itu mengingatkannya pada flower crown dari David. Sepatu sneakers pemberian David pun sudah membungkus kakinya. Abel nggak punya sepatu feminin yang serasi untuk gaun itu. Maka dia memutuskan untuk mengenakan sneakers yang dianggapnya cocok untuk baju apa saja. Pukul 17.00 tepat David menjemputnya. Setelah decak kagum dan memuji penampilannya, mereka langsung berangkat. Tempat tujuan mereka ternyata tak terlalu jauh dari rumah Abel. Mereka berhenti di sebuah kafe ternama yang sudah menjadi langganan Abel dan David dalam waktu kurang dari setengah jam. “Di sini? Yaelah ke sini aja gue harus pakai gaun,” protes Abel. Tapi, dalam hati ia pun memuji penampilan David. Celana jins hitam berpadu dengan kemeja biru muda yang dibalut dengan blazer hitam. Pacar gue ganteng banget hari ini, batinnya. “Nggak usah banyak protes lo, ayo masuk!” David menggandeng tangan Abel dan mengajaknya masuk. Tapi, bukannya lewat pintu depan, David membawa Abel lewat pintu belakang tempat para pegawai kafe masuk. Ada beberapa orang yang sepertinya sudah mengenal David di dalam. “Hai, David! Gimana? Udah siap? Ini siapa, cantik banget,” ujar seorang cewek yang tampaknya usianya jauh di atas mereka. “Hai, Mbak! Ini Abel, kenalin, ini Mbak Cindy,” ujar David memperkenalkan mereka. “Oh ini Abel. Gue nggak nyangka dia secantik ini. Kalian benar-benar beruntung!” Abel makin bingung dengan ucapan wanita itu. “Ayo siap-siap, bentar lagi kalian harus keluar,” sambung Cindy. Abel menoleh ke David mencoba mencari jawaban kebingungannya. Tapi, David cuma senyum sok misterius. “Lo tenang aja, Bel. Dan, jangan lepasin tangan gue,” ujarnya sambil menggenggam erat tangan Abel. Abel tersenyum dan mengangguk walau sebenarnya dia bingung banget. “David! Sini, lo hampir dipanggil MC, tuh!” panggil Cindy. MC? Ada apaan, sih, ini sebenernya? Abel menurut saja ketika David menggandengnya mendekati sebuah pintu. Lalu, ia mendengar suara orang menggunakan mikrofon berkata, “Ini dia saatnya, kita sambut penulisnya, Abel dan David!” David menarik lembut tangan Abel keluar dari pintu itu. Keluar dari situ, mereka ada di sebuah panggung dan puluhan pengunjung memadati kursi yang disusun apik di depan panggung. Suara tepuk tangan mengiringi langkah mereka berdua. Sekilas Abel melihat orang-orang yang ia kenal duduk di kursi depan. Mama, Papa, Mami, Papi, Lunetta, Axel, Steven, dan Finn. Mereka tersenyum lebar. Abel belum mengerti. Ia berbalik dan mendapati spanduk sebagai backdrop panggung bertuliskan, “Meet and Greet Penulis Friend Zone”. Abel membekap mulutnya dengan tangannya yang bebas. Lalu, ia menoleh ke arah David yang


tersenyum kepadanya. “Kita wujudin mimpi kita bareng-bareng, Bel!”


Profil Penulis VANESA MARCELLA lahir di Jakarta pada 2 Agustus 2000. Selain menulis, hobinya adalah menggambar, membaca, dan mengoleksi buku. Vanesa merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Ia mulai menulis Friend Zone di Wattpad pada 2014. Friend Zone merupakan karya pertama Vanesa yang diterbitkan. Sapa Vanesa di sini, ya! Instagram: vanesamarcella Wattpad: Mylullaby_


Table of Contents 1. Prolog 2. Satu 3. Dua 4. Tiga 5. Empat 6. Lima 7. Enam 8. Tujuh 9. Delapan 10. Sembilan 11. Sepuluh 12. Sebelas 13. Dua Belas 14. Tiga Belas 15. Empat Belas 16. Lima Belas 17. Enam Belas 18. Tujuh Belas 19. Delapan Belas 20. Sembilan Belas 21. Dua Puluh 22. Dua Puluh Satu 23. Dua Puluh Dua 24. Dua Puluh Tiga 25. Dua Puluh Empat 26. Dua Puluh Lima 27. Dua Puluh Enam 28. Dua Puluh Tujuh 29. Dua Puluh Delapan 30. Epilog 31. Profil Penulis


Click to View FlipBook Version