BAHAN AJAR
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Disampaikan pada:
DTS Penyuluh Agama Islam Non PNS Angkatan VII
Banda Aceh, 25 Juli Tahun 2020
Oleh:
Nurul Fajriah, MA
Widyaiswara Ahli Pertama
19830219 200912 2 007
KEMENTERIAN AGAMA RI
BALAI DIKLAT KEAGAMAAN PROVINSI ACEH
TAHUN 2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara di dunia memiliki keunikan tersendiri dalam membina dan
memelihara kerukunan umat beragama, tak terkecuali Indonesia. Keunikan tersebut terjadi
karena bermacam-macam faktor seperti sejarah, politik, sosial, budaya/etnis, geografi,
demografi, pendidikan, ekonomi, serta faktor keragaman agama itu sendiri.
Di Indonesia sendiri, sejak zaman pra-sejarah sudah berkembang berbagai agama
dan kepercayaan, baik agama asli seperti animisme, dinamisme, maupun agama impor yang
dibawa oleh pendatang dari Barat maupun Timur. Agama-agama ini dibawa melalui jalur
perdagangan, politik imperialisme, dan misi agama (gold, glory, and gospel). Semenjak
itulah agama-agama yang ada di Indonesia terus berkembang dan diikuti oleh semakin
bertambahnya jumlah para pemeluk, hingga saat ini tak kurang ada enam agama resmi yang
diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu, ditambah
dengan bermacam-macam aliran/sekte lainnya. Meskipun demikian situasi kerukunan umat
beragama di Indonesia relatif terpelihara dengan baik.
Dalam KMB (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) No. 1/1979 dinyatakan
ada tiga aspek yang berkaitan dengan pemantapan kerukunan umat beragama, yaitu (1)
Kode etik penyiaran agama. “Penyiaran agama adalah segala kegiatan yang bentuk, sifat
dan tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran suatu agama” karena itu penyiaran agama
harus dilaksanakan dengan etika, moral dan akhlak yang baik. (2) Prosedur pendirian rumah
ibadah. Yang dimaksud rumah ibadah dalam PBM No. 9 dan 8 / 2006 “Bangunan yang
memiliki ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi pemeluk masing-
masing agama secara permanen dan tidak termasuk tempat ibadat keluarga.Adapun
pemanfaatan bangunan gedung bukan sebagai rumah ibadah, namun ada aturannya,
misalnya adanya ijin pemanfaatan gedung maksimal lamanya dua tahun. (3) Pemberdayaan
FKUB yang merupakan forum yang dibentuk oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh
pemerintah, memegang peranan penting dalam rangka membangun, memelihara dan
memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin (membawa rahmat bagi sekalian alam).
Islam sangat mementingkan tasamuh (toleransi) dalam beragama. Ajaran Islam
menyangkut kerukunan sudah dijelaskan dalam Al qur’an pada surat al-Kafirun ayat 6
2
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Jadi jelaslah bahwa Islam sangat menekankan
kebersamaan, bukan pertikaian.
B. Deskripsi singkat
Mata Diklat ini membahas makna masyarakat multikultural, strategi memelihara
kerukunan umat beragama/bina damai, faktor-faktor Penyebab konflik, manajemen
konflik, simulasi penanganan kasus-kasus konflik keagamaan.
C. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat menerapkan perilaku yang
mencerminkan sifat kerukunan dalam beragama
b. Indikator Hasil Belajar
Peserta Dapat:
1. Menjelaskan masyarakat multi kultural
2. Menjelaskan strategi memelihara kerukunan umat beragama/bina damai
3. Menjelaskan faktor-faktor penyebab konflik
4. Menjelaskan Manajemen konflik
5. Mensimulasikan penanganan kasus-kasus konflik keagamaan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masyarakat Multi Kultural
1. Pengertian Masyarakat Multi Kultural
Masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai masyarakat yang terdiri atas dua
atau lebih komunitas atau kelompok yang secara kultural terpisah serta memiliki struktur
kelembagaan yang berbeda satu sama lain. (JS. Furnival).
Indonesia terletak pada posisi 6o lu 11o ls; 95o BT 141o BT Luasnya menempati
urutan ke-7 dunia, sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia
memiliki 17.508 pulau dengan >237 jt jiwa (SP 2010, menempati urutan ke-4 dunia).
Indonesia juga memiliki 1128 dengan aneka tradisi dan 6 agama resmi negara (Islam
Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu.
2. Faktor Penyebab Kemajemukan Masyarakat Indonesia
1. Keadan geografis
2. Pengaruh kebudayaan asing
3. Iklim berbeda
Ciri Kemajemukan Masyarakat Indonesia:
1. Kemajemukan berdasarkan ras
2. Kemajemukan berdasarkan suku bangsa
3. Kemajemukan berdasarkan agama
Memang tidak bisa dipungkiri dengan adanya kemajemukan dalam berbagai hal
tersebut merupakan masalah yang rawan dan sering memicu ketegangan atau konflik antar
kelompok termasuk masalah agama. Kemajemukan atau perbedaan itu tidaklah terjadi
dalam satu waktu saja. Proses yang dialami oleh masing-masing individu dalam masyarakat
menciptakan keragaman suku dan etnis, yang membawa pula kepada bentuk-bentuk
keragaman lainnya. Keadaan ini benar-benar disadari oleh generasi terdahulu, perintis
bangsa cikal-bakal negara Indonesia dengan mencanangkan filosofi keragaman dalam
persatuan atau yang dikenal dengan nama Bhinneka Tunggal Ika.
3. Multikultural dalam Pandangan Islam
1. QS. Al-Hujarat: 13
يا َأيُّهَا النَّا ُس ِاََّن َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوُأنْثَى َو َج َعلْنَا ُك ْم ُش ُعو اًب َوقَ َبائِ َل ِل َت َعا َرفُوا ِا َّن َأ ْك َرَمُ ُك ْم ِِنْ ََ اللَّ ِِ َأْْقَا ُك ْم ِا َّن اللَّ َِ ََ ِلمم ََ ِب ر
4
Wahai Manusia, sesungguhya Kami Telah menciptakanmu dari jenis laki-laki dan
peremupan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling
kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah di antara kamu adalah
orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengenal lagi Maha
Mengetahui.
2. QS. Ar-Ruum : 22
َوِم ْن أآَياِْ ِِ َخلْ ُق ال َّس َما َوا ِت َواْْ َل ْر ِض َوا َْ ِت ََل ُف َألْ ِسنَ ِتُ ُك ْم َوَألْ َوا ِنُ ُك ْم ۚ ِا َّن ِفي َذَٰلِ َك َْلآَيا ٍت لِ ْل َعاِل ِم َن
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi
dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang
demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui”.
B. Kerukunan Umat Beragama/ Bina Damai
1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama
Di Indonesia kerukunan merupakan salah satu pilar penting dalam memelihara
persatuan rakyat dan bangsa Indonesia. Tanpa terwujudnya kerukunan diantara berbagai
suku, agama, ras dan antar golongan bangsa Indonesia akan mudah terancam oleh
perpecahan dengan segala akibatnya yang tidak diinginkan.
Kata kerukunan berasal dari bahasa arab ruknun (rukun) kata jamaknya adalah
arkan yang berarti asas, dasar atau pondasi (arti generiknya). Dalam bahasa Indonesia arti
rukun ialah:
1. Rukun (nominal), berarti: Sesuatu yang harus di penuhi untuk sahnya pekerjaan,
seperti tidak sahnya manusia dalam sembahyang yang tidak cukup syarat, dan
rukunya asas, yang berarti dasar atau sendi: semuanya terlaksana dengan baik tidak
menyimpang dari rukunnya agama.
2. Rukun (adjektif) berarti: Baik dan damai tidak bertentangan: hendaknya kita hidup
rukun dengan tetangga, bersatu hati, sepakat. Merukunkan berarti: (1)
mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2)
rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.
Kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam
kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan
bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam
memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan
pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus
5
memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hukum dan telah terdaftar
di pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat daerah, provinsi, maupun
negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga negara beserta instansi pemerintah
lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instansi vertical, menumbuh
kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara
umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Kerukunan Umat Beragama dibentuk di provinsi dan
kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog
dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas
keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan:
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama.
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya.
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan
Negara atau Pemerintah.
Kerukunan antar umat beragama berarti damai dan tentram dalam berbagai perbedaan
agama sehinnga tercipta kesinambungan yang baik antar umat beragama. Ajaran Islam
menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama
manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat
berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama. Kerukunan dalam
kehidupan akan dapat melahirkan karya – karya besar yang bermanfaat dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Sebaliknya konflik pertikaian dapat menimbulkan kerusakan di bumi.
Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan keberadaan orang lain dan hal ini akan
dapat terpenuhi jika nilai-nilai kerukunan tumbuh dan berkembang ditengah-tengah
masyarakat.
2. Konsep Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia dipolakan dalam Trilogi Kerukunan
yaitu:
6
a. Kerukunan Intern Umat Beragama
Kerukunan intern Umat Beragama ialah kerukunan di antara aliran-aliran / paham-
paham /mazhab-mazhab yang ada dalam suatu umat atau komunitas agama. Perbedaan
pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu
sendiri. Perbedaan mazhab adalah salah satu perbedaan yang nampak nyata. Kemudian
lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu aqidah, misalnya Islam-perbedaan
sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap Al-Quran dan As-sunnah
terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama.
Konsep ukhuwwah Islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi
ketegangan intern umat Islam yang meyebabkan peristiwa konflik. Konsep ini
mengupayakan berbagai cara agar tidak saling mengklaim kebenaran. Justru
menghindarkan permusuhan karena perbedaan mazhab dalam Islam. Semuanya untuk
menciptakan kehidupan beragama yang tenteram, rukun, harmonis, dan penuh
kebersamaan. Sebab pendiri mazhab sendiri tidak pernah mengklaim bahwa
pendapatnyalah yang paling benar. Justru para pengikut mazhablah yang selalu bersikap
fanatisme buta meskipun kadangkala tanpa dasar berpijak yang kokoh. Sikap-sikap seperti
inilah yang harus benar-benar disadari oleh masing-masing individu di antara umat untuk
dirubah secara perlahan dengan cara memperbanyak mendengar, melihat, belajar,
mengamati, dan berdiskusi dengan kelompok (mazhab lain).
Dalil dari al-Qur’an tentang kerukunan intern umat beragama dalam Islam dapat
dilihat pada ayat-ayat berikut:
• Bila Ada Isu (Kabar Burung) Klarifikasi (QS Alhujarat : 6)
• Bila Terjadi Perselisihan Damaikan (QS Alhujarat : 9)
• Orang Mukmin Bersaudara (QS Alhujarat : 10)
• Tidak Saling Menghina, Mencela, Memanggil Dengan Gelar Yang Buruk (QS
Alhujarat : 1) (QS Alhujarat : 9)
• Tidak Boleh Berprasangka Buruk (QS Alhujarat : 12)
• Saling Menolong Dalam Kebaikan (QS Almaidah :2)
• Tolak Ukur Adalah Takwa (QS Alhujarat : 13)
b. Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan di antara umat / komunitas agama yang berbeda-beda Ialah kerukunan
di antara para pemeluk agama-agama yang berbeda-beda yaitu di antara pemeluk Islam
dengan pemeluk Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha.
7
Konsep kedua ini mengandung makna kehidupana beragama yang tentram,
harmonis, rukun dan damai antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak
ada sikap saling curiga tetapi selalu menghormati agama masing-masing.
Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi saling
mengganggu umat beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan
konflik karena perbedaan agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan
suasana hidup yang rukun, damai, tentram dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam bingkai negara kesatauan Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam pergaulan hidup antar umat beragama ini, Allah telah memberikan tuntunan
kepada umat Islam dengan firmanNya dalam Q. S. Al-Kafirun: 1-6. Artinya : “1.
Katakanlah: Hai orang-orang kafir, 2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. 6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS Al
Kafirun : 1-6).
Surat Al Kafirun di atas menjadi pedoman pokok bagi umat Islam dalam rangka
membina toleransi antar umat beragama, sejak zaman nabi Muhammad SAW, hingga akhir
zaman.
Menurut SK No.84 tahun 1996 ada 8 hal yang harus jadi perhatian umat beragama
(1). Pendirian Tempat Ibadah
(2). Penyiaran Agama
(3). Bantuan Luar Negeri
(4). Perkawinan Beda Agama
(5). Perayaan Hari Besar Keagamaan
(6). Penodaan Agama
(7). Aliran Sempalan
(8). Aspek Non Agama Yang Mempengaruhi
c. Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah
Kerukunan antar umat / komunitas agama dengan pemerintah Ialah supaya
diupayakan keserasian dan keselarasan di antara para pemeluk atau pejabat agama dengan
8
para pejabat pemerintah dengan saling memahami dan menghargai tugas masing-
masing dalam rangka membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang beragama.
Allah berfirman dalam Al Qur`an surat An Nisa`: 59.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”.(Q.S. An Nisa` : 59).
Ayat diatas membimbing umat Islam, apabila mereka bercita-cita agar hidupnya
bahagia didunia dan akhirat maka wajib baginya manaati segala perintah dan menjauhi
segala larangan Allah dan Rasulnya. Dalam hidup berbangsa dan bernegarajuga diajarkan
supaya menaati ulil amri (penguasa) yang taat kepada Allah dan rasulnya, termasuk segala
peraturan perundang-perundangan yang dibuatnya sepanjang tidak dimaksudkan untuk
menentang kepada ketetapan Allah dan rasulnya.
Tujuan utama dicanangkannya Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah
agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan.
Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau
pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama
yang diyakininya. Pada gilirannya, dengan terciptanya tri kerukunan itu akan lebih
memantapkan stabilitas nasional dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan:
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama.
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya.
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan
Negara atau Pemerintah.
3. Strategi Memelihara Kerukunan Umat Beragama
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat
Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut
merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial
kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik.
Kerja sama antar umat beragama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar
manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-
9
bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang
berada dalam ruang lingkup kebaikan.
Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat
beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:
a. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal
yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam
pembinaan kerukunan antar umat beragama.
b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan
sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan
berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial.
c. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu
dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat,
dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik
oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling
pengertian diantara sesama umat beragama.
d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat
beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.
Kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor
ekonomi dan politik, disamping faktor-faktor lain seperti penegakan hukum, pelaksanaan
prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakan sesuatu pada proporsinya.
Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita daya
gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik
antar umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih
memberikan bobot/warna tersendiri dalam menciptakan Ukhuwah (persatuan dan
kesatuan) yang hakiki tentang tugas dan fungsi masing-masing lembaga keagamaan
dalam masyarakat sebagai perekat kerukunan antar umat beragama.
2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan
mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik intern maupun
antar umat beragama.
3. Melayani dan menyediakan kemudahan beribadah bagi para penganut agama.
4. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.
5. Mendorong peningkatan pengamalan dan penunaian ajaran agama.
6. Melindungi agama dari penyalah gunaan dan penodaan.
10
7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai
Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.
8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama
antara pimpinan majelis-majelis dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka
untuk membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
9. Mengembangkan wawasan multi kultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat
melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.
10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin
masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.
11. Fungsionalisasi pranata lokal. seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma sosial yang
mendukung upaya kerukunan umat beragama.
12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan
potensi yang dimiliki masing¬-masing melalui kegiatan-kegiatan dialog,
musyawarah, tatap muka, kerja sama sosial dan sebagainya.
13. Bersama-sama para pimpinan majelis-majelis agama, melakukan kunjungan bersama-
sama ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan bawah dan
memberikan pengertian tentang pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan
umat beragama.
14. Melakukan mediasi bagi kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik dalam
rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi sehingga konflik bisa
dihentikan dan tidak berulang di masa depan.
15. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan) kepada kelompok-kelompok
masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka karena dilanda konflik
sosial dan etnis yang dirasakan pula bernuansakan keagamaan.
16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di daerah-
daerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat memfungsikan
kembali rumah-rumah ibadah tersebut.
C. Analisis dan Penceegahan Konflik Keagamaan
1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata “Kon-Fligere” yg berarti saling berbenturan, yaitu
mencakup semua bentuk benturan, ketidak sesuaian, ketidak serasian, pertentangan &
keributan. Menurut Stephen P. Rabbins : konflik sbg suatu proses yg mulai, bila suatu pihak
merasakan pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau segera mempengaruhi secara
11
negatif suatu yg mjd perhatian pihak pertama. Kementerian Agama melalui KMA no 85 th
1996 memberikan pengertian konflik sbg “suatu persengketaan dua pihak atau lebih akibat
perbedaan kepentingan”.
2. Penyebab Timbulnya Konflik
Konflik dapat terjadi karena bertemunya empat unsur secara bersamaan, yaitu:
1) Faktor pemicu (triggering factors): kejadian atau peristiwa yang menjadi penyulut
bagi kelompok tertentu untuk memulai konflik secara terbuka.
2) Faktor sumbu (fuse factor): kondisi masyarakat yang rentan terhadap konflik yang
dapat berupa sentimen kesukuan, ras, keagamaan, dll.
3) Akar konflik (core of conflict): merupakan kondisi sosial yang dialami kelompok
masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil secara sosial-ekonomi-politik.
4) Konteks pendukung (facilitating contexts): kondisi lingkungan yang secara
geografi dan demografi mengakibatkan secara tidak langsung terjadinya konflik.
3. Pandangan Terhadap Konflik
1. Sudut pandang tradisional: konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang
harus dihindari
2. Pandangan kontemporer: yang didasarkan pada anggapan bahwa konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia.
3. Pandangan Netral: Yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam
konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak
hubungan dan tujuan yang lebih besar.
4. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman
positif.
5. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
4. Akibat Konflik Positif
1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain:
2. Membuat suatu organisasi hidup, bila pihak-pihak yang berkonflik memiliki
kesepakatan untuk mencari jalan keluarnya.
12
3. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu akibat dari
konflik, yang tujuannya tentu meminimalkan konflik yang akan terjadi
dikemudian hari.
4. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam
system serta prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
5. Memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif.
6. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
5. Akibat Konflik Negatif
1. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
2. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,
saling curiga dll.
3. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
4. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
6. Jenis-Jenis Konflik Dalam Bidang Kehidupan
1. Konflik Ekonomi, terjadi karena perebutan sumber-sumber ekonomi
2. Konflik Sosial dan Politik, terjadi karena persoalan-persoalan sosial dan politik.
3. Konflik Agama, terjadi di antara dua pemeluk agama yang berbeda atau di antara
para pemeluk agama yang sama. Konflik agama adalah konflik yang terjadi di
antara pemeluk, bukan konflik di antara ajaran atau kitab suci agama
Contoh konflik bernuansa agama: 75 % konflik yang terjadi di dunia, adalah
dipicu oleh masalah ketidak adilan ekonomi, kemiskinan, sosial, politik dan
sebagainya.
a. Konflik Bernuansa Agama Berlatar Belakang Politik dan Agama:
1. Konflik GAM
2. Konflik Maluku (1999-2002)
3. Konflik Poso
b. Konflik Bernuansa Agama Berlatar Belakang Etnik:
1. Konflik Sambas Kalimantan Barat, Tahun 1999
2. Konflik Sampit Kalimantan Tengah, Tahun 2001
3. Konflik Suku Siak dan Batak di Riau Daratan
c. Konflik Bernuansa Agama Berlatar Belakang Rumah Ibadat: Pendirian Gereja
di beberapa tempat tanpa izin
13
d. Berlatar Belakang Penodaan: Ahmadiyah, Pembuatan Gambar Nabi
Muhammad, dll.
D. Manajemen Konflik
Konflik selalu mungkin terjadi dalam konteks social, konflik lahir dari
ketidaksiapan atas perbedaan-perbedaan. Manajemen konflik bukan menghilangkan
perbedaan, melainkan mengelola perbedaan (konflik) menjadi potensi energi positif.
Manajemen konflik menjadi pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan
pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi.
Usaha untuk menanggulangi konflik yang terjadi yang perlu diupayakan oleh para
tokoh/pemimpin agama dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam kehidupan
masyarakat yang dikembangkan dalam dialog kehidupan, dialog pengalaman keagamaan
dan dialog aksi sehingga menimbulkan sikap inklusif pada masyarakatnya atau umatnya.
1. Metode Penyelesaian Konflik
a. Negosiasi
Negosiasi adalah aktivitas untuk merundingkan, membicarakan sesuatu hal untuk
disepakati dengan orang lain.
Tujuannya:
1. Untuk mendapatkan atau mencapai kata sepakat yang mengandung kesamaan
persepsi, saling pengertian dan persetujuan.
2. Untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari masalah yang dihadapi
bersama.
3. Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi saling menguntungkan dimana masing-
masing pihak merasa menang (win-win solution).
b. Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral,
yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang
bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi melalui beberapa tahapan yaitu:
- Mendefenisikan Permasalahan
• Memulai proses mediasi
14
• Mengungkap kepentingan tersembunyi
• Merumuskan masalah dan menyusun agenda
- Memecahkan Permasalahan
• Mengembangkan pilihan-pilihan (options)
• Menganalisis pilihan-pilihan
• Proses tawar menawar akhir
• Mencapai kesepakatan
BAB III
KESIMPULAN
Indonesia adalah negara yang memiliki keunikan tersendiri di dalam membangun,
memelihara, membina, mempertahankan, dan memberdayakan kerukunan umat beragama.
Upaya-upaya berkaitan kegiatan kerukunan umat beragama tersebut merupakan sebuah
proses tahap demi tahap yang harus dilalui secara seksama agar perwujudan kerukuanan
umat beragama benar-benar dapat tercapai. Di samping itu, ia juga merupakan upaya terus-
menerus tanpa henti dan hasilnya tidak diperoleh secara instan.
Jika kondisi ideal kerukunan tersebut sudah tercapai bukan berarti sudah tidak
diperlukan lagi upaya untuk memelihara dan mempertahankannya. Justru harus
ditingkatkan kewaspadaan agar pihak-pihak yang secara sengaja ingin merusak
keharmonisan kerukunan hidup atau kerukunan umat beragama di Indonesia tidak bisa
masuk. Karena itu kerukunan umat beragama sangat tergantung dan erat kaitannya dengan
ketahanan nasional Indonesia.
15
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 1997. Bingkai Teologi Kerukunan Umat Beragama di Indonesia.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Proyek Peningkatan
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia.
Departemen Agama. Badan Litbang dan Diklat Lajnah Pentashihan Al-Qur’an. 2008.
Hubungan Antar Umat Beragama (Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Imam Syaukani. 2008. Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan
Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Puslitbang.
Ishomuddin. 2005. Sosiologi Perspektif Islam, Malang : UMM Press.
J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto. 2010. Sosiologi Teks Suatu Pengantar Dan Terapan,
Jakarta: Kencana.
Ridwan Lubis. 2005. Cetak Biru Peran Agama. Jakarta: Puslitbang.
Said Aqil Munawar. 2005. Fiqih Antar Umat Beragama. Jakarta: Ciputat Press.
Ishomuddin. 2005. Sosiologi Perspektif Islam. Malang: UMM Press.
16