BE 350 L Tah A un Di N Indon D esia A EDISI 1 | 25 JANUARI 2023 NGAPAIN AJA SIH?
Salam hangat, Halo! Apa kabar semuanya? Semoga semua tetap sehat dan baik-baik saja, ya! Puji syukur kita panjatkan berkat edisi perdana penerbitan Majalah Digital ini akhirnya rilis. Dengan terbit perdana Majalah Digital, kita wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena semua anugerah senantiasa diberikan kepada kita semua, hingga majalah Digital yang kita tunggu-tunggu berhasil rilis. Tak lupa juga, kami ingin mengungkapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang sudah mendukung penerbitan perdana majalah ini. Berkat dukungan semua pihak yang terlibat, majalah edisi perdana ini bisa terselesaikan secara lancar dan terbit dengan baik. Majalah ini tentu masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami selaku tim redaksi selalu membutuhkan bimbingan para guru. Kami juga membuka diri untuk masukan yang membangun dari rekan-rekan agar mading sekolah ini terus berkembang ke arah yang lebih baik kedepannya. Harapan kami, majalah ini bisa menjadi tempat bertukar wawasan, memperluas pengetahuan dan juga membuka pikiran kita semua dalam hal pembagian informasi terkini yang bermanfaat bagi kita semua. Redaksi Salam Redaksi -Wafa El Dorado Jalu Asshofa - Muhammad Jibril Yupiter - Bintang Pratama
DAFTAR ISI • 01 awal kedatangan belanda • 04 penjajahan belanda pada masa VOC • 05 pemerintahan herman willem deandcis • 06 masa kekuasaan belanda ke dua kebijakan sistem tanam paksa • 07 kebijakan pintu terbuka eksploitasi manusia, penerapan politik terbuka • 08 eksploitasi agraria.politis etis • 02-03 Latar Belakang kedatangan belanda
Sejarah kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia awalnya dilatarbelakangi tujuan untuk mencari rempah. Kapal-kapal bangsa Belanda pertama kali masuk perairan kepulauan Indonesia pada 1596 masehi, berpuluh-puluh tahun setelah kedatangan Portugis dan Spanyol. Sebagaimana 2 bangsa Eropa terakhir, kedatangan kapal bangsa Belanda ke nusantara semula dilatarbelakangi tujuan untuk mencari rempah. Usaha pencarian rempah oleh Belanda tidak terlepas dari dominasi Spanyol dan Portugis, dua imperium terbesar daratan Eropa pada masanya. Tadinya, Belanda mendapat suplai rempah dari Lisboa, ibu kota Portugis. Namun, sejak Spanyol menguasai wilayah Belanda, Negeri Oranje dilarang menerima suplai rempah dari Portugis. Awal kedatangan belanda ke Indonesia Padahal, menurut sejarawan M. C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, rempah merupakan bahan baku yang sangat penting bagi peradaban bangsa Eropa pada abad ke-15. Oleh orang-orang Eropa, rempah digunakan sebagai bahan obat-obatan, parfum, bumbu masakan, alat ritual agama, dan yang terpenting adalah pengawet makanan. Fungsi pengawet sangat dibutuhkan karena orang Eropa biasa menyembelih semua binatang ternak ketika musim dingin tiba. Jika tidak, ternak akan mati karena suhu dingin. Daging hasil penyembelihan massal tersebut mesti diawetkan untuk memenuhi kebutuhan selama musim dingin, dan rempah sangat dibutuhkan untuk itu. Oleh karena itu, Belanda kemudian mencari jalan lain untuk mendapatkan pasokan rempah. Orang-orang Belanda pun kemudian memulai penjelajahan samuderanya. 1
Latar Belakang kedatangan belanda ke Indonesia Meskipun pencarian sumber rempah merupakan faktor utama pendorong pelayaran bangsa Belanda ke nusantara, penjelajahan samudera yang mereka lakukan sejak abad 15 M, tidak hanya didasari tujuan itu. Mengutip buku Sejarah Indonesia Kelas IX terbitan Kemendikbud, sebagaimana bangsa-bangsa Eropa yang lain, pelayaran para pelaut Belanda ke berbagai belahan dunia didorong beberapa peristiwa politik dan perkembangan teknologi pada abad-15. Penjelajahan samudera yang dilakukan oleh bangsa Eropa dilakukan setidaknya karena 2 peristiwa politik penting, yakni kekalahan kerajaan-kerajaan Katolik Eropa dalam Perang Salib dan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani. Perang Salib memporakporandakan jalur perdagangan Eropa dan Asia karena berlangsung di perbatasan 2 benua tersebut. Selain jalur perdagangan, keadaan ekonomi kerajaan-kerajaan Eropa pun menjadi terpuruk. Kas mereka menyusut drastis karena besarnya biaya perang.
Berselang 2 abad setelah Perang Salib selesai, kota Konstantinopel (sekarang Istanbul) jatuh ke tangan imperium Turki Usmani (Ottoman). Hal ini adalah kabar buruk bagi kerajaan-kerajaan di Eropa karena kota tersebut menjadi titik penting jalur perdagangan antar-benua (Eropa dan Asia). Sejak Konstantinopel dikuasai Turki Usmani, para pedagang Eropa dilarang datang ke kota itu untuk bertransaksi dengan pedagang-pedagang dari Asia. Laut Tengah kala itu pun dikuasasi oleh Turki Usmani sehingga bagi para pedagang Eropa nyaris tidak ada peluang untuk berinteraksi dengan penyuplai barang dari Timur Jauh. Latar Belakang kedatangan belanda ke Indonesia Terputusnya jalur perdagangan Asia-Eropa tersebut dibarengi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa-bangsa Benua Biru. Ilmu geografi dan teknologi pelayaran kalau itu mulai maju pesat di Eropa. Ilmu pengetahuan dan teknologi pelayaran yang berkembang pesat setelah Perang Salib membuat bangsa-bangsa Eropa berusaha menemukan jalur perdagangan lain melalui laut. Mereka juga berhasrat menemukan dunia baru di daratan-daratan yang masih misterius bagi bangsa-bangsa Eropa, terutama pulau-pulau penghasil rempah. Pelayaran-pelayaran yang dilakukan tersebut, selain untuk mencari sumber bahan baku dari Asia yang dibutuhkan masyarakat Eropa, juga dijadikan sarana misi penyebaran agama Katolik dan Kristen. Karena itu, lahir istilah gold, glory, and gospel (3G) yang menggambarkan semangat pelayaran para penjelajah Eropa kala itu.
Terputusnya jalur perdagangan Asia-Eropa tersebut dibarengi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa-bangsa Benua Biru. Ilmu geografi dan teknologi pelayaran kalau itu mulai maju pesat di Eropa. VOC merupakan usulan dari Olden Barneveld dan dipimpin oleh 17 orang direktur yang disebut Dewan Tujuh Belas atau Heeren Zeventien. Tujuan didirikannya VOC adalah sebagai berikut : - Menguasai pelabuhan-pelabuhan penting - Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia - Melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah- - Pengalihan kekuasaan VOC pada kepada kerajaan Belanda Voc pada masa penjajahan Belanda di Indonesia Latar belakang VOC menguasai rempah-rempah VOC mampu menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah karena dilatarbelakangi dengan beberapa hal, yakni: Menaklukan Portugis Dilansir dari buku Nusantara: sejarah Indonesia (2008) karya Bernard Hubertus Maria Vlekke, tak lama setelah dibentuk, VOC mampu menyingkirkan Portugis yang sudah lebih dahulu membangun imperium perdagangan di Asia. Sebanyak 13 kapal yang berangkat dari Belanda, dilengkapi persenjataan yang kuat menyerang Portugis dari segala sisi benteng pertahanan mereka. Serangan tersebut berhasil membuat Portugis takluk dan terusir dari Johor. Di Ambon, Portugis menyerah tanpa penyerangan, sedangkan benteng Portugis di Tidore jatuh. Modal yang berlimpah VOC menjadi kongsi dagang terbesar di antara perusahaan-perusahaan dagang yang beroperasi di Asia. VOC tumbuh pesat, salah satunya karena modal yang berlimpah. Dengan modal yang banyak, VOC mampu membiayai operasi-operasi militer yang perlu untuk meraih kedudukan sebagai pemegang monopoli di dunia dalam hal perdagangan rempah-rempah.
Masa Pemerintah HermanWillem Daendels Herman Willem Daendels merupakan politikus Belanda yang sempat menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda antara tahun 1808-1811. Ia mengisi jabatan Gubernur Hindia Belanda ke-36 atas kuasa dari Louis Napoleon, ketika Belanda sedang dikuasai Perancis. Tugas Herman Willem Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris. Ketika menjalankan tugasnya, ia memerintah Indonesia dengan sistem kediktatoran dan dikenal kerap menerapkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Daendels menerapkan sistem perbudakan dan kerja paksa (rodi). Ia juga memerintahkan pembuatan jalan terpanjang di Indonesia sejauh 1.000 km, membentang dari Anyer, Banten, Jawa Barat sampai Panarukan, Jawa Timur. Jalan ini kelak dikenal dengan nama Jalan Raya Pos (Grote Postweg), Jalan Daendels, atau Jalan Anyer-Panarukan. Perintah pembuatan Jalan Raya Pos tersebut bertujuan untuk memperlancar angkutan perbekalan antar kubu pertahanan. Penyelesaian proyek ini memakan waktu satu tahun oleh pekerja asal nusantara yang dikenai peraturan wajib kerja (verpliche diensten). Namun, pekerja yang sudah bekerja dengan baik kerap pengalami penyiksaan sehingga banyak yang menderita, kelaparan, dan tewas.
PSetelah berakhirnya kekuasaan Inggris, Indonesia dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang, yaitu Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal. Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam baru (Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada tahun 1919, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu van der Capellen (1816-1824). Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat. Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasardasar kebebasan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang dualistis. Pada satu pihak melindungi hakhak kaum pribumi, di lain pihak memberi kebebasan kepada pengusahapengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia selama tidak mengancam kehidupan penduduk. Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan bagi negeri induk. Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin memburuk. Oleh karena itu, usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk. masa kekuasaan belanda ke dua
Undang-Undang Perbendaharaan (Comptabiliteits Wet). Undang-undang yang dikeluarkan pada 1864 ini mengatur setiap anggaran belanja Hindia Belanda yang harus disahkan oleh parlemen dan melarang mengambil keuntungan dari tanah jajahan. Undang-Undang Gula (Suikers Wet). Undang-undang yang disahkan pada 1870 ini mengatur perpindahan monopoli tanaman tebu dari pemerintah ke tangan swasta. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet). Undang-undang ini dikeluarkan pada 1870 dan mengatur tentang dasar-dasar politik tanah. Politik Pintu Terbuka adalah sebuah sistem di mana pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada periode ini, tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi), tanah rakyat dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Oleh karena itu, terdapat kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja. Tujuan Belanda menerapkan Politik Pintu Terbuka adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat jajahan. Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah Belanda mengeluarkan beberapa undang-undang sebagai berikut: Politik Pintu Terbuka berlangsung antara tahun 1870, sejak peresmian UndangUndang Agraria, hingga 1900. Seiring dengan dimulainya pelaksanaan Politik Pintu Terbuka, para pengusaha swasta Barat mulai berdatangan ke Hindia Belanda. Mereka menanamkan modal dengan membuka perkebunan seperti perkebunan teh, kopi, tebu, kina, kelapa sawit, dan karet. Kebijakan pintu terbuka eksploitasi manusia , penerapan politik terbuka
Politik Etis atau Politik Balas Budi ialah satu pemikiran yang mengatakan jika pemerintah kolonial menggenggam tanggung jawab kepribadian buat kesejahteraan bumiputera. Pemikiran ini adalah masukan pada politik tanam paksa. Timbulnya golongan Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) serta C.Th. van Deventer (orang politik) nyatanya membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memerhatikan nasib beberapa bumiputera yang terbelakang. Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menyatakan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, jika pemerintah Belanda memiliki panggilan moral serta hutang budi (een eerschuld) pada bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina tuangkan panggilan kepribadian itu ke kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer. Kebijakan pertama serta ke-2 disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan bangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda serta emigrasi dikerjakan dengan mengalihkan masyarakat ke daerah perkebunan Belanda untuk jadikan pekerja rodi. Cuma pendidikan yang bermakna buat bangsa Indonesia. Dampak politik etis dalam bidang pengajaran serta pendidikan begitu bertindak dalam peningkatan serta pelebaran dunia pendidikan serta pengajaran di Hindia Belanda. Salah seseorang dari grup etis yang begitu berjasa dalam bagian ini ialah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925), seseorang Menteri Kebudayaan, Agama, serta Kerajinan saat lima tahun (1900-1905). Semenjak tahun 1900 berikut berdiri sekolah-sekolah, baik untuk golongan priyayi ataupun rakyat biasa yang hampir rata di beberapa daerah. Eksploitasi agraria, politis etis