The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by adeliairmantituna20, 2021-04-19 03:43:49

TMP 14 BUDAYA ANTI KORUSI

TMP 14 BUDAYA ANTI KORUSI

Tugas Mndiri

“PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI”

DISUSUN OLEH:

NAMA : ADELIA IRMANTI TUNA

NIM : 751540120002

KELAS : 1A KEBIDANAN

PENGAJAR : SITI CHOIRUL DWI ASTUTI, M. TR.Keb

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
T.A 2020/2021

Contoh gerakan anti korupsi yang pernah dilakukan mahasiswa di tingkat Nasional

1. Kasus perilaku mahasiswa benar

Aktivis dan Mahasiswa di Malang Serukan Bongkar Mata Rantai Korupsi

Malang - Pegiat anti korupsi dan mahasiswa menyerukan agar penegak hukum
memberantas kasus korupsi di Kota Malang. Aksi yang dilakukan di depan Balai Kota
Malang, ini juga diwarnai teatrikal.

Mereka juga membawa banner bertuliskan. Di antaranya, 'Malang Banyak Korupsi, Ayo
Awasi Ker'. Mereka juga berorasi tentang banyaknya kasus dugaan korupsi belum
tertangani. Aksi teatrikal juga dilakukan yang menggambarkan koruptor menghabiskan
uang rakyat.

Divisi Pendidikan Publik Malang Corruption Watch (MCW) Fauzi Wibowo
menyampaikan, ada banyak kasus yang belum tersentuh kejaksaan maupun kepolisian.
Seperti dugaan mark up pengadaan lahan RSUD Kota Malang, suap 1 persen melibatkan
petinggi Pemkot Malang serta kasus Jembatan Kedungkandang.

"Dalam catatan kami (MCW), penegak hukum belum serius dalam upaya
pemberantasan korupsi di Malang," kata Fauzi di sela aksi, Jumat (8/12/2017).

MCW bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya ingin terus
mengingatkan kepada masyarakat, bahwa korupsi itu berbahaya dan masyarakat memiliki
peran penting untuk mencegahnya.

"Dalam tiga kasus besar yang ada, RSUD, suap 1 persen dan Jembatan Kedungkandang,
baru satu yang ditangani KPK, yakni Jembatan Kedungkandang dengan menetapkan
tersangka. Artinya dua kasus besar lain, sama sekali belum tersentuh oleh penegak
hukum, padahal kerugiannya sangat besar," bebernya.

Dia mengatakan, dugaan mark up lahan RSUD Kota Malang diduga telah merugikan
negara sekitar Rp 3,8 miliar. Ini merupakan nilai yang cukup besar hingga sangat patut
ditangani penegak hukum.

"Belum lagi suap 1 persen, saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
Di sana ada dugaan pemerasan, pungli dan suap dilakukan oleh kepala daerah. Di sana,
mewajibkan kepala SKPD, kepala bagian, badan, sampai kelurahan untuk menyetorkan
uang 1 persen dari pagu anggaran belanja langsung," tegasnya.

Pada momentum Hari Anti Korupsi Internasional, MCW dan mahasiswa menyampaikan
tuntutannya. Yakni, meminta kejaksaan dan kepolisian mengusut tuntas aktor yang
terlibat dalam korupsi jembatan Kedungkandang.

Kedua, menuntaskan setiap kasus korupsi di Kota Malang, Kabupaten Malang, serta Kota
Batu. Ketiga memperjelas status kasus tengah ditangani kejaksaan ataupun kepolisian,
hingga jangan sampai penanganan hilang tanpa kabar.

Keempat, kepolisian dan kejaksaan di Kota Malang untuk lebih proaktif dalam
memberantas korupsi. Terakhir, mendesak KPK turun menangani seluruy dugaan kasus
korupsi di Malang Raya.

Sementara polisi mengawal ketat jalannya aksi. Rencananya, MCW dan mahasiswa
mendatangi lokasi-lokasi yang menjadi obyek tindak kejahatan itu. (fat/fat)

2. Kasus Perilaku Mahasiswa Salah

a. Unnes Skors Mahasiswa karena Laporkan Korupsi, KPK: Pelapor
Dilindungi UU

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Nurul Ghufron menyayangkan keputusan Universitas Negeri
Semarang (Unnes) menskors mahasiswanya yang melaporkan rektornya ke lembaga
antirasuah. Menurut Ghufron, melaporkan dugaan korupsi adalah hak semua
orang.“Perlu diketahui bahwa adalah hak masyarakat untuk melaporkan jika
mengetahui adanya tindak pidana,” kata Ghufron kepada wartawan, Senin, 16
November 2020.

Ghufron mengatakan melaporkan dugaan korupsi dilindungi oleh Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 41 Ayat 1 UU Tipikor
disebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi.

Dia mengatakan negara bahkan telah menyiapkan penghargaan atas siapapun
yang melaporkan dugaan korupsi. Karena itu, Ghufron sangat menyayangkan ada
pihak yang memberikan sanksi kepada masyarakat yang melaporkan tindak pidana
korupsi. “Hal tersebut sangat disayangkan,” kata dia.

Sebelumnya, Fakultas Hukum Unnes mengembalikan mahasiswanya Frans
Napitu setelah melaporkan dugaan korupsi Rektor Unnes Fathur Rokhman ke KPK.
Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah mengatakan bersamaan dengan keputusan itu,
perguruan tinggi itu juga menunda seluruh kewajiban Frans Napitu sebagai
mahasiswa Unnes untuk enam bulan ke depan. "Surat pemberitahuan sudah kami
kirimkan kepada orangtua yang bersangkutan melalui PT Pos serta pemberitahuan
melalui Whatsapp," kata Rodiyah di Semarang, Senin, 16 November 2020.

Menurut dia, pengembalian Frans Napitu ke orang tuanya ini belum merupakan sanksi
atas tindakannya yang dinilai telah menurunkan reputasi Unnes. Ia menjelaskan surat
keputusan ini dibuat setelah melalui pertimbangan tim yang dibentuk usai laporan
Frans ke KPK pada pekan lalu Rodiyah menuturkan, pembinaan terhadap mahasiswa
semester 9 tersebut bukan yang pertama. Sebelumnya, kata dia, teguran juga

diberikan kepada mahasiswa program bidik misi itu atas beberapa perbuatan, seperti
menyampaikan tuduhan adanya plagiasi yang dilakukan rektor, memimpin aksi yang
menuduh rektor melakukan penindasan, hingga unggahan di media sosial tentang
dukungan terhadap kelompok separatis di Papua. Setelah enam bulan dikembalikan
kepada orangtuanya, kata dia, Frans akan kembali dievaluasi untuk mengetahui
adanya perubahan atau tidak.

Frans membantah dirinya adalah simpatisan OPM. Dia mengatakan itu adalah
fitnah. Dia menceritakan tudingan itu muncul hanya karena dirinya pernah
mengunggah di media sosial mengenai dukungannya terhadap aksi demo menolak
kekerasan di Papua yang bertajuk papua lives matter. “Itu fitnah,” kata dia.

b. Aktivis Mahasiswa dan Perilaku Korupsi

Mahasiswa dalam kapasitasnya sebagai ‘agent of change’ dikatakan sebagai
peserta didik yang kritis terhadap apa yang tejadi di sekitarnya. Namun, bukankah
yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Mahasiswa sekarang memang kritis, tetapi
hanya sedikit dari orang-orang kritis tersebut yang melakukan tindakan, lainnya hanya
omong kosong belaka.

Mahasiswa adalah orang yang menghendaki perubahan, maka mahasiswalah
yang harus melakukan perubahan itu sendiri. Mahasiswa harus menjadi pelopor
pergerakan untuk kemajuan bangsa.

Sejarah mencatat bahwa mahasiswa merupakan inisiator berbagai peristiwa
penting yang menentukan nasib bangsa Indonesia. Pergerakan Budi Utomo (1908),
Sumpah Pemuda (1928), proklamasi kemerdekaan (1945), sampai dengan pergerakan
mahasiswa untuk reformasi (1998). Itu adalah deretan peristiwa penting yang
digawangi oleh pemuda dan mahasiswa.

Mahasiswa sebagai kaum intelektual tentu mempunya tanggung jawab untuk
mencerdaskan masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakan untuk
menerobos kebiasaan buruk yang berkembang di dalam masyarakat. Namun kini,
banyak mahasiswa yang mengaku aktivis, tetapi berkelakuan jauh dari cerminan
aktivis mahasiswa yang menginginkan perubahan. Kebanyakan mahasiswa mampu

mengkritik sistem pemerintahan, namun lupa menerapkan apa yang disuarakan itu
terhadap diri sendiri.

Coba kita lihat, banyak mahasiswa bersuara dan mengatakan antikorupsi, namun
perilaku keseharian selalu identik dengan korupsi. Tidak jarang pula mahasiswa
menuntut transparansi informasi terhadap badan publik, tetapi laporan yang sama di
rumah tangganya sendiri berantakan.

Pejabat Anti-Kritik

Melihat realita aktivis mahasiswa masa kini, tidak heran rasanya bila banyak
pejabat anti kritik dan bungkam terhadap aspirasi yang disuarakan. Kalimat pembelaan
dari pejabat begitu sering didengar, namun apa yang dijanjikan urung terlaksana.

Bagi aktivis mahasiswa, tentu sudah sering mendengar bagaimana pejabat mengaku
pernah menjadi seorang aktivis. “Dulu saya juga aktivis sama seperti adek-adek, jadi
saya mengerti apa yang adek-adek inginkan” lebih kurang demikian kalimat sakti milik
mantan aktivis mahasiswa yang menduduki jabatan publik.

Mengapa mantan aktivis mahasiswa yang dulu selalu berkoar-koar menyuarakan suara
rakyat malah ikut bermain di pemerintahan? Hal ini terjadi akibat ideologi setengah
matang yang diterapkan selama menjadi mahasiswa. Selalu bersuara menyuarakan
perubahan, namun lupa menjadi contoh untuk perubahan itu sendiri. Hal itu pula yang
menyebabkan banyak koruptor yang mengaku dahulu merupakan aktivis mahasiswa.
Oleh karenanya, hal itu juga memberikan efek negatif terhadap tempat ia bernaung
sewaktu mahasiswa.

Aktivis mahasiswa hendaknya dalam menyuarakan atau mengkampanyekan suatu
perubahan, haruslah terlebih dahulu menerapkan terhadap diri sendiri. Jangan pernah
mengaku sebagai aktivis bila masih tidak mampu menghargai waktu. Tidak mampu
menjadi kepribadian yang benar antikorupsi.

Dari data Indonesia Coruption Watch 2016, dapat diambil beberapa kesimpulan
penting kajian tren korupsi 2015, dapat dilihat bahwa jumlah kasus korupsi selama
tahun 2015 adalah sebanyak 550 kasus korupsi pada tahap penyidikan yang ditangani
Aparat Penegak Hukum (APH) dengan total tersangka sebanyak 1.124. Adapun total

potensi kerugian negara dari seluruh kasus tersebut sebesar Rp 3,1 triliun dan nilai
suap sebesar Rp 450,5 miliar.

Dalam kajian tren korupsi ICW sebelumnya, total kasus yang berhasil dipantau
selama tahun 2010 hingga 2014 adalah sebanyak 2.492 kasus dengan total nilai
kerugian negara sebesar Rp 30 triliun dan nilai suap sebesar Rp 549 miliar. Dari
sejumlah kasus ini ada sekitar 552 kasus yang dikategorikan mangkrak atau tidak jelas
penanganannya. Dengan kata lain, tidak ada keterangan resmi apakah apakah kasus-
kasus itu telah masuk pada tahap penuntutan atau masih dalam proses penyidikan atau
bahkan dihentikan.

Dan tentu saja, banyak dari pelaku korupsi yang tertangkap itu merupakan mantan
aktivis mahasiswa. Dahulu sewaktu menjadi mahasiswa selalu berkoar-koar dan
mengkritik kebijakan. Sedikit saja ada kesalahan dari pemerintah, langsung beraksi
dengan fatwa-fatwa dan nyanyian-nyanyian revolusi. Bahkan setiap suara yang
disuarakan merupakan suara rakyat yang tertindas akibat kebijakan tersebut. Namun
semangat revolusioner itu seolah lenyap tanpa bekas tatkala mendapat jabatan penting
di pemerintahan.

Perlu Berbenah
Melihat realita aktivis mahasiswa itu, perlu rasanya dilakukan perubahan di lingkungan
mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa harus terlebih dahulu menerapkan nilai-nilai
kebaikan terhadap diri sendiri sebelum mengajak orang lain untuk melakukannya.

Mahasiswa harus mengingat kembali peran utamanya sebagai bagian dari kaum
intelektual. Peran utama dari mahasiswa menurut Arbi Sanit ialah “membangkitkan
kesadaran masyarakat terhadap kelalaian penguasa di dalam tugasnya
menyelenggarakan pemerintahan atas nama rakyat”. Tugas dari mahasiswa itu
sendidiri sebagai agent of change adalah memberikan contoh yang baik kepada
masyarakat. Bila mahasiswa berbicara antikorupsi, maka terlebih dahulu nilai-nilai
antikorupsi tersebut diterapkan terhadap diri sendiri.

Aktivis mahasiswa hendaknya terlebih dahulu melakukan evaluasi diri, sebelum
mengevaluasi kebijakan pemerintah. Jangan menjadi aktivis anti kritik, seperti halnya
pejabat yang mengaku dahulu pernah menjadi aktivis. Sebab, tidak mungkin
masyarakat akan mengikuti kebaikan yang dikampanyekan bila yang melakukan

kampanye saja melanggar apa yang hendak dikampanyekan. Sebagai contoh, bila
mahasiswa ingin melakukan kampanye tertib berlalu lintas, tentu terlebih dahulu harus
mampu memberikan contoh yang baik bagaimana tertib berlalu lintas itu. Mustahil
orang akan mengikuti instruksi untuk tertib berlalu lintas bila yang mengkampanyekan
masih melanggar. Mahasiswa dalam melakukan suatu pergerakan harus didasari oleh
kecerdasan fikiran yang lebih dari masyarakat. Hendaknya pula, apa yang disuarakan
dapat diterima di lingkungan masyarakat, jangan sampai memaksakan kehendak
sendiri. Sebab bila terbiasa untuk memaksakan kehendak, maka saat nanti menjadi
pejabat publik juga akan menjadi pejabat yang anti-kritik. Dalam gerakannya,
mahasiswa harus berfikir dengan matang dan mengerti dengan apa yang harus dipatuhi
selama menyuarakan perubahan. Harus mencerminkan budi pekerti luhur yang baik
sehingga apa yang disuarakan dapat diterima dan diserap oleh masyarakat.

Kemudian setelah melakukan kajian untuk mencerdaskan internal rumah
tangga sendiri, barulah masuk menusuk kedalam masyarakat. Jangan biarkan ilmu
yang telah difikirkan dengan baik musnah tanpa bekas. Karena pada hakikatnya,
mahasiswa itu “ berpikir, bergerak atau mati di tempat”.


Click to View FlipBook Version