REVOLUSI
HIJAU
KELAS XII
SEJARAH INDONESIA
Universitas Jember
Revolusi Hijau
Salsa Anggie Nur Afni
200210302039
Pendidikan Sejarah
Universitas Jember
[email protected]
Dosen Pengampu
Dr. Nurul Umamah, M.Pd
Rully Putri Nirmala, S.Pd., M.Ed
Media Pembelajaran dan
Bidang Studi (A)
DAFTAR ISI
01 SEKILAS REVOLUSI HIJAU
DI DUNIA
02 SEJARAH REVOLUSI HIJAU
DI INDONESIA
07 RENCANA PEMBANGUNAN
LIMA TAHUN
09 DAMPAK KEBIJAKAN
REVOLUSI HIJAU
Sekilas Revolusi
Hijau di Dunia
Revolusi Hijau diilhami oleh penelitian Thomas Robert
Malthus pada tahun 1950. Sejarah Negara Com-
Perkembangan revolusi hijau di dunia diawali setelah
Perang Dunia I.
Pada abad ke 18 Seorang ahli ekonomi asal Inggris,
Thomas Robert Malthus mengemukakan teori yang
sangat menggemparkan dunia, teori yang dikenal
sebagai Teori Maltus yang menjelaskan bahwa
pertubuhan penduduk akan lebih cepat dari pada
pangan itu sendiri.
Teori ini juga menjelaskan bahwa suatu saat nanti
harga pangan akan semakin mahal karena jumlah
penduduk yang semakin banyak tidak diimbangi
dengan ketersedian pangan yang ada di bumi. Malthus
berpendapat bahwa pertumbuhan Penduduk akan
mengikuti deret ukur (1,2,4,8,16,32,64,128,256 dan
seterusnya) sedangkan tumbuhan mengikuti deret
(1,3,5,7,9,11,13,15,17 dan seterusnya). Hasil
penelitiannya ini adalah hal yang melatar belakangi
Revolusi Hijau dunia.
Istilah Revolusi Hijau sendiri untuk pertama kalinya
diperkenalkan oleh William S. Gaud pada tahun 1968—
salah seorang staf U.S. Agency for International
Development (USAID) guna merayakan keberhasilan
rekayasa varietas gandum dan beras yang disinyalir
bakal menggelorakan revolusi pemenuhan kebutuhan
pangan seluruh umat manusia di dunia (Hazell, 2003)
01
Sejarah Revolusi
Hijau di Indonesia
Di Indonesia, konsep Revolusi Hijau yang utamanya
dicirikan dengan modernisasi pertanian atau
penggunaan teknologi modern dalam kegiatan
bercocok tanam semisal pupuk kimia dan pestisida,
faktualtelah berupaya diterapkan pemerintahan
Soekarno melalui “Rencana Kasimo”, namun
terbatasnya anggaran negara kala itu menyebabkan
rencana tersebut gagal di tengah jalan. Pada
perkembangannya, konsep Revolusi Hijau barulah
dapat diimplementasikan secara optimal di era
pemerintahan Soeharto (Orde Baru), yakni
termanifestasikan melalui kian mantapnya program
Bimas berikut semboyannya yang terkenal: “Panca
Usaha Tani” (Both dan McCawley, 1986: 31-32).
Penerapan Panca Usaha Tani mampu meningkatan
hampir seluruh produktivitas subsektor dalam sektor
pertanian. Tercatat, komoditas kapas mengalami laju
peningkatan produksi hingga 126% pada tahun 1974,
komoditas beras sebesar6%, sedangkan palawija dan
tanaman holtikultura masing-masing mengalami laju
peningkatan sebesar 15%.
Kompas.com 02
Revolusi Hijau merupakan upaya pemerintah dalam
meningkatkan hasil pertanian melalui kebijakan
modernisasi pertanian. Kebijakan ini secara nasional
dan intens baru dilakukan pada masa Orde Baru.
Namun kalau kita lihat apa yang dilakukan oleh Orde
Baru, ide modernisasi pertanian pertama kali
dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Indonesia pada 1960 dalam kegiatan
Demonstrasi Masal (DEMAS). Demas merupakan suatu
upaya untuk memaksimalkan hasil pertanian untuk
memperoleh keuntungan yang tinggi dengan
menerapkan prinsip-prinsip bertani modern pada
sekelompok petani tradisional.
Dalam pelaksanaan modernisasi pertanian ini, program
Demas ini menerapkan penggunaan varietas unggul,
pupuk kimia, pestisida, perbaikan tata cara bertanam
dan penyediaan sarana irigasi yang baik. Aktivitas
tersebut dikenal sebagai Panca Usaha Tani.
Pemerintah pada tahun 1964 kemudian
memformulasikan program tersebut menjadi program
pembangunan pertanian dengan nama Bimbingan
Massal (Bimas).
Program Bimas yang merupakan pengembangan dari
Demas aktivitasnya meliputi penyuluhan pertanian dan
pemberian kredit modal kepada petani. Program
penyuluhan pertanian Bimas tidak ditujukan kepada
individuindividu petani, namun lebih ditujukan kepada
kelompok tani. Kelompok tani inilah yang menjadi
objek penyuluhan pertanian yang berisi informasi
bagaimana cara bertani modern dan pemberian
subsidi. Program Bimas ini menerapkan ekstensifikasi
pertanian, yaitu usaha meningkatkan hasil pertanian
dengan cara memperluas lahan pertanian baru.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah
jarang penduduk seperti di luar Pulau Jawa,
khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi,
seperti Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya. Dalam
upaya meningkatkan hasil pertanian lebih tinggi lagi,
pemerintah Orde Baru mengembangkan program Bimas
menjadi Intensifikasi Massal (Inmas) pada tahun 1969.
Format pengembangan Inmas aktivitasnya hampir
serupa dengan Bimas.
03
Bersamaan dengannya, penggunaan pupuk kimia,
pestisida, berikut alat-alat pengolahan padi pun
mengalami laju peningkatan signifikan. Pada tahun
1974, penggunaan pupuk kimia mengalami peningkatan
sebesar 3% (339 ribu ton), sedangkan penggunaan
pestisida dengan jenis “insektisida” dan “rodentisida”
masing-masing mengalami peningkatan sebesar 7% dan
119% dibandingkan tahun 1972. Begitu pula, dalam
periode 1973-1974, penggunaan alat pengolahan padi
meningkat sebesar 21%, yakni sedari 23.974 buah di
tahun 1973, menjadi 28.952 buah di tahun 1974
(Mubyarto, 1979: 192- 193).
Puncak dari berbagai capaian sukses pertanian
Indonesia di atas adalah terwujudnya swasembada
beras pada tahun 1984-1986. Tercatat, antara tahun
1980-1986 laju peningkatan produksi beras Indonesia
rata-rata mencapai 7,1% per tahun. Namun demikian,
laju peningkatan tersebut tak berlangsung lama,
pasca tahun 1986 produksi beras berangsurangsur
turun, danpadaakhir tahun 1988 pemerintah harus
dihadapkanpada pilihan sulit untukmelakukan impor
beras dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan
domestik (Booth, 1992: 172).
Goeswono Soepardi (2000)mengatakan bahwa
penggunaan pupuk pabrik untuk merangsang lahan
dalam menghasilkan zat hara secara terus-menerus
mengakibatkan terjadinya “kejenuhan lahan”. Hal
tersebut kemudian berdampakpada tak optimalnya
kemampuanlahan dalam menghasilkan tanaman
pangan. Begitu pula, penggunaan pestisida dalam
pemberantasan hama faktual justru mengakibatkan
munculnya berbagai hama yang kian tangguh akibat
mutasi yang terjadi dengan senyawa kimia.
Terkait penggunaan pestisida, di samping
menyebabkan munculnya beragam hama yang kian
tangguh, faktual turut membunuh berbagai serangga
atau hewan yang dibutuhkan dalam pertanian. Namun
demikian, perihal yang lebih urgen lagi adalah,
rusaknya rantai makanan alam akibat turut
terbunuhnya hewan predator sehingga memungkinkan
terjadinya serangan hama berikut gagal panen yang
lebih besar ketimbang sebelumnya (Fanslow, 2007:
37).
04
Pada masa pemerintahan presiden Soeharto Tepatnya
pada masa Orde Baru sejak dilaksanakannya Pelita I
di tahun 1969, Revolusi Hijau diterapkan dan fokus
pada peningkatan hasil pertanian (beras).
Pelaksanaannya terbagi menjadi 4 program.
a. Intensifikasi pertanian, Cara ini diterapkan dalam
bentuk Panca Usaha Tani yakni pemilihan bibit unggul,
pengaturan irigasi, pemupukan, teknik pengolahan
tanah, dan pemberantasan hama.
b. Ekstensifikasi pertanian. Langkah ini merupakan
perluasan area pertanian yang sebelumnya belum
dimanfaatkan. Contohnya itu seperti pemanfaatan
hutan, lahan gambut, atau padang rumput untuk
digunakan sebagai lahan pertanian.
c. Diversifikasi pertanian. Ini dapat katakan
pengalokasian sumber daya pertanian ke beberapa
aktivitas lainnya yang menguntungkan, baik secara
ekonomi atau lingkungan. Contohnya menanamkan
beberapa jenis tanaman dalam satu lahan atau
memelihara beberapa hewan ternak dalam satu
kandang.
d. Rehabilitasi ini merupakan sebuah usaha
meningkatkan hasil pertanian dengan cara
memperbarui segala hal terkait pertanian. Misalnya
memperbaiki sawah tadah hujan menjadi sawah
irigasi.
Sistem pertanian yang dikembangkan pada pola ini
adalah sistem intensifikasi pertanian, yaitu
pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-
baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan
menggunakan berbagai sarana.
Program intensifikasi pertanian pada awalnya
menggunakan program Panca Usaha Tani, yang
dikembangkan sebelumnya, kemudian dilanjutkan
dengan program sapta usaha tani. Program sapta
usaha tani meliputi kegiatan sebagai berikut:
Pengolahan tanah yang baik
Pengairan yang teratur
Pemilihan bibit unggul
Pemupukan
05
Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
Pengolahan pasca panen
Dalam upaya meningkatkan hasil pertanian pemerintah
melakukan penataan program Inmas menjadi
Intensifikasi Khusus (Insus). Kalau Inmas titik
tekannya pada penerapan panca usaha tani,
sedangkan Insus menekankan peningkatan hasil dari
setiap hektar sawahnya melalui sapta usaha tani yang
penekakannya pada pengembangan teknologi
pertanian.
Walaupun program Insus mampu meningkatkan hasil
yang cukup siginifikan, pada Pelita I hasil produksi
padi mencapai 22.464.376 juta ton padi dari lahan
seluas 8.508.598 hektar sawah pada Pelita V produksi
padi mencapai angka 48.181 juta ton padi dari lahan
seluas 11.021.800 hektar sawah, pemerintah terus
berusaha meningkatkan hasil pertanian dengan
mengubah program Insus menjadi Supra Insus.
Program ini mengembangkan teknologi pertanian yang
sudah ada dengan penggunaan zat perangsang
tumbuhan yang bertujuan meningkatkan hasil padi di
setiap hektar sawahnya dan juga memfasilitasi kerja
sama antarkelompok tani. Penerapan bibit unggul
yang dilakukan oleh pemerintah mampu meningkatkan
jumlah hasil panen di tiap hektarnya dan mampu
memperpendek masa tanam padi. Jika sebelumnya
setahun hanya dua kali panen, dengan program-
program yang diterapkan oleh pemerintah mampu
menjadi tiga kali panen setiap tahunnya.
Penggunaan bibit unggul yang ditopang teknologi
hasil pertanian mampu meningkatkan jumlah hasil
panen secara siginifikan. Keberhasilan ini ditopang
oleh pengolahan lahan pasca panen yang
menggunakan teknologi modern sehingga
membutuhkan waktu yang lebih sedikit dibandingkan
dengan pengelolaan konvensional. Penggunaan
pestisida dalam pemberantasan hama mampu
menurunkan jumlah hama pengganggu. Penggunaan
pupuk kimia dan pestisida mendorong peningkatan
produktivitas lahan semakin tinggi sehingga hasil
panen pun bertambah di setiap hektarnya.
06
Rencana Pembangunan
Lima Tahun
a. Pelita I
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969 hingga 31
maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan
Orde Baru. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-
dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya
dengan sasaran dalam bidang pangan, sandang,
perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
b. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31
Maret 1979. Sasaran utamanya adalah menyediakan
pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
menyejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan
kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
menumbuhkan ekonomi rata-rata mencapai 7% per
tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi
mancapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi
turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keemmpat
Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
c. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31
Maret 1984. Pelita III pembangunan masih
berdasarkan pada trilogi Pembangunan dengan
penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang
dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu
sebagai berikut.
07
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat,
khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
dan pelayanan kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapat.
Pemerataan kesempatan kerja.
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan
kaum perempuan.
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh
wilayah tanah air.
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.
d. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31
Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian
menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin industri
sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintahan akhirnya mengeluarkan kebijakan
moneter dan fiskal sehingga kelangsungan
pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
e. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31
Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan
industri. Indonesia memiliki kondisi ekonomi yang
cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata
6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang mengembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
f. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31
Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan
pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri
dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini, terjadi krisis moneter
yang melanda negara-negara Asia tenggara, termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang menggangu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
08
Dampak Kebijakan
Revolusi Hijau
Program pengembangan pertanian melalui Revolusi
Hijau berdampak pada peningkatan hasil pertanian,
terutama padi, membawa Indonesia menjadi negara
swasembada beras pada tahun 1987. Keberhasilan
swasembada ini merupakan dampak positif dari proses
modernisasi pertanian dan merupakan salah satu
prestasi yang dicapai Orde Baru. Selain membawa
keberhasilan Indonesia menjadi negara penghasil
swasembada beras, revolusi hijau juga membawa
dampak terhadap kehidupan petani di tingkat lokal. Di
antaranya menurunnya pendapatan buruh tani karena
penggunaan teknologi modern, seperti traktor untuk
pengolahan lahan siap tanam. Masuknya mesin
pengolah padi, heuler, mengurangi juga pendapatan
petani, mereka kehilangan pendapatan buruh
penumbuk padi. Hal ini menyebabkan surplus ekonomi
bagi petani kaya.
Di sisi lain Revolusi Hijau juga menguatkan sistem
ekonomi uang dan semakin mengintegrasikan sistem
ekonomi desa ke sistem ekonomi makro. Hasil
pertanian sebagian di perjualbelikan di samping
disimpan sebagai cadangan. Uang mulai mengalir ke
pedesaan dan menghidupkan ekonomi di tingkat lokal.
Untuk mempertahankan hasil pertanian yang ada,
pemerintah juga menerapkan program rehabilitasi
pertanian, yaitu usaha memperbaiki lahan pertanian
yang semula tidak produktif atau sudah tidak
berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti
tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman
yang lebih produktif.
09
Dampak positif Revolusi Hijau, yakni: akan
Meningkatnya kesejahteraan petani
Menguatnya perekonomian pedesaan
Meningkatkan ketahanan pangan nasional
Membuka kesadaran masyarakat pedesaan
pentingnya adaptasi teknologi
Dampak negatif Revolusi Hijau :
Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dan
pestisida yang tidak ramah lingkungan
Penggunaan teknologi modern dalam usaha tani
yang belum merata menimbulkan kesenjangan
Munculnya kapitalisasi dalam sektor pertanian
10
Daftar Pustaka
Agger, Ben, 2006, Teori Sosial Kritis, Kreasi
Wacana.
Booth, Anne, dan McCawley, Peter, 1986,
Ekonomi Orde Baru, LP3ES.
Booth, Anne, 1992, The Oil Boom and After:
Indonesian Economic Policy and Performance in
the Soeharto Era, Oxford University Press.
Fanslow, Greg, 2007, Prosperity, Pollution, and
The Green Revolution, Rice Today, January-
March, pp. 34-39.
Mubyarto, 1981, Teori Ekonomi dan
Penerapannya di Asia, Gramedia.
Nugroho, Wahyu Budi. 2018. Konstruksi Sosial
Revolusi Hijau di Era Orde Baru. Soca. Vol.12
No.1
Soepardi, Goeswono, 2000, Revolusi Hijau
Mengecewakan Petani?, Kompas 16 Oktober 2000.
“Gantungkan cita-cita mu setinggi
langit! Bermimpilah setinggi langit.
Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh
di antara bintang-bintang”
Ir. Soekarno
Revolusi
Hijau
Universitas Jember
JL. KALIMANTAN TEGALBOTO
NO.37, KRAJAN TIMUR,
SUMBERSARI, KEC. SUMBERSARI,
KABUPATEN JEMBER, JAWA
TIMUR 68121