The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

SETELAH PELAKSANAAN TANAM PAKSA DI INDONESIA SEBAGAI BALAS BUDI DITERAPKAN POLITIK ETIS DAN POLITIK PINTU TERBUKA

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by siantarmansihotang, 2020-08-25 11:39:02

POLITIK PINTU TERBUKA&POLITIK ETIS

SETELAH PELAKSANAAN TANAM PAKSA DI INDONESIA SEBAGAI BALAS BUDI DITERAPKAN POLITIK ETIS DAN POLITIK PINTU TERBUKA

Keywords: #EBOOK#SEJARAH#KELAS XII

Politik pintu terbuka

Politik pintu terbuka adalah pelaksanaan politik yang dilakukan oleh colonial liberalis di
Indonesia.

Pada politik pintu terbuka ini, golongan liberal Belanda mempunyai pendapat kalo kegiatan
ekonomi yang ada di Indonesia harus ditangani oleh pihak lain (pihak swasta).

Sedangkan, pemerintah cukup menjadi pengawas aja dalam pelaksanaan ekonomi yang
berjalan di Indonesia tersebut.

Latar Belakang Penerapan Politik Pintu Terbuka

Terbentuknya traktat Sumatera pada tahun 1871, yang memberikan kebebasan kepada pihak
Belanda buat melebarkan wilayah kekuasaannya ke Aceh.

Sebagai bayarannya Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi Liberal di
Indonesia, supaya para pengusaha Inggris bisa menanamkan modal di Indonesia.

Sedangkan, penerapan politik pintu terbuka merupakan membuka Jawa buat perusahaan
swasta. Jadi, keamanan dan kebebasan para pengusaha terjamin.

Pemerintah kolonial cuma memberikan kebebasan para pengusaha buat menyewa tanah, tapi
gak buat membelinya.

Tujuannya, supaya tanah penduduk gak jatuh ke tangan orang asing. Tanah sewaan itu
dimaksudkan, supaya produksi tanaman bisa di ekspor ke Eropa.

Ciri – Ciri Politik Pintu Terbuka

Ada beberapa ciri – ciri dari politik pintu terbuka yang pernah diterapkan di Indonesia dan
harus kamu ketahui, diantaranya yaitu:

1. Pemerintah Cuma Sebagai Pengawas

2. Membuat Rakyat Menderita

3. Keuntungan Melimpah Bagi Pihak Swasta.

4. Industri Kerakyatan Mati

Undang – Undang dalam Politik Pintu Terbuka

1. Undang – Undang Agraria (1870)
2. Undang – Undang Gula (Suike Wet)

Dampak dari Politik Pintu Terbuka

Politik pintu terbuka ini mempunyai beberapa dampak tersendiri buat pihak Belanda dan juga
Indonesia. Apa aja, dampak politik pintu terbuka buat rakyat Indonesia dan Belanda?

 Politik pintu terbuka pada awalnya bertujuan agar bisa memperbaiki kesejahteraan
rakyat, tapi malah membuat rakyat semakin menderita.

 Rakyat semakin sengsara dan menderita dikarenakan eksploitasi besar – besaran
terhadap sumber pertanian dan tenaga manusia.

 Rakyat mulai mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang – barang
impor dan ekspor.

 Industri pribumi mati, karena para pekerjanya pindah bekerja ke pabrik – pabrik dan
perkebunan.

 Munculnya pedagang perantara. Dimana mereka pergi ke daerah pedalaman buat
mencari hasil pertanian yang kemudian dijual kepada grosir.

POLITIK BALAS BUDI

Politik Etis atau Politik Balas Budi (Belanda: Ethische Politiek) adalah suatu pemikiran yang
menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera.
Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang dipelopori
oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata
membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para bumiputera yang terbelakang.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan
Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een
eerschuld) terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral
tersebut ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:

1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk
keperluan pertanian.

2. Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.

Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulisan Van
Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai
pencetus politik etis ini.

Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk
perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah
perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.

Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan dalam pengembangan dan
perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang
sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925), seorang Menteri Kebudayaan,
Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah,
baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda
dan orang-orang bumiputera. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap bumiputera yang
mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan
kaum bumiputera agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model
Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

Penyimpangan

Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut
ini penyimpangan penyimpangan tersebut.

 Irigasi

Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan
milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.

 Edukasi

Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga
administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan
kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu
pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di
sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.

 Migrasi

Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-
perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-
daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.
Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk
mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu
peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian
dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.

Penyimpangan politik etis terjadi karena adanya kepentingan Belanda terhadap rakyat Indonesia.

Kritik

Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan
pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal
seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya
termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers).


Click to View FlipBook Version