merasakan kegembiraan dalam kesulitan itu, sukacita dan damai,
itulah kesaksian kita, tanda kita berjumpa dengan Allah, tanda kita
bertransformasi. Hidup itu sudah sulit, jangan dibuat lebih sulit. Lupakan
kesulitan dan tantangan, jadilah saksi kasih dan rahmat. Bersukacitalah
atas panggilan kita dan karena kita berjumpa dengan Allah.
Bagaimana situasi komunitas Xaverian di Chad?
Di chad ada 5 komunitas. Parokinya ada banyak. Di komunitas
Gounou Gaya ada 2 paroki di Barat dan Timur, ada 3 Xaverian dari
Brazil, Kamerun, dan Italia. Di komunitas dimana Rm. Beben berada
terdapat dua paroki yang dimana ada Rm. beben dari Indonesia, serta
2 orang lain dari Italia dan Congo. Saya di Bonggor, daerah yang luas
hanya ada 1 paroki namun akan ada paroki baru. Di sini juga terdapat
3orang, 3 bangsa 3 negara 3 benua, saya dari Indonesia, dan 2 yang
lain dari Meksiko dan Spanyol. Di Mongo juga sama komunitasnya. Di
sana ada Romo Agung dari Indonesia, P. Yesus dari Spanyol, P. Antoine
dari Congo. Demikianlah di setiap komunitas selalu terdiri dari 3 orang
Xaverian dari 3 benua yang berbeda kecuali di ibukota N’DJamena
yang adalah komunitas baru. Di sana ada 1 paroki diserahkan kepada
dua orang dari Italia. Inilah kekayaan Xaverian yang menjadi kesaksian
bagaimana hidup dalam perbedaan.
Ad Gentes di Hadapan Pandemi 49
Nilai-nilai kristiani apa yang romo lihat paling nampak ada di
dalam komunitas?
Kemauan dan kesiapsediaan untuk belajar mencintai orang
lain. Walaupun selalu ada resikonya, jangan sampai kehilangan rasa
humor, jangan pelit untuk mengampuni, jangan pelit untuk mencintai
dan melayani. Kalau makan enak, tidur nyenyak, dan rasa humor tetap
dipelihara, walaupun dalam kerasulan mengalami kesulitan, kita akan
menemukan sumber kekuatan di komunitas. Doa bersama, leksio
bersama, dan rekoleksi bersama merupakan sumber kekuatan. Komunitas
menjadi tempat mengis tenaga, mendapatkan kekuatan, dan energi baru
serta rahmat baru untuk merasul.
Apa saja bentuk karya pastoral yang Romo jalankan di sana?
Di sana terdapat pendampingan kaum muda, sekolah SD-SMA,
pertanian, radio keuskupan, dan katekumenat. Di tanah misi bentuk
kerasulannya berbeda dengan di sini. Di sana masing-masing memiliki
tanggung jawab sendiri tapi semuanya tetap dilakukan bareng-bareng.
Kalau ada keputusan, keputusan itu dibuat bersama. Kalau satu butuh
bantuan, yang lain pasti membantu. Kerasulan bukan milik pribadi.
Apakah awam terlibat dalam karya pastoral?
Jika tidak ada awam, kami tidak bisa bergerak karena mereka
yang tahu medan, keadaan, dan budaya. Kalau tidak bisa kolaborasi
dengan awam, pewartaan kami juga sia-sia. Umat di komunitas saya
kalau misa hari minggu itu di pusat kurang lebih 2000 sedang total di
stasi itu mungkin sekitar 600-1000. Jadi total umat kurang lebih 3000. Di
buku baptis tercatat 3700 tapi kemungkinan ada yang sudah meninggal
atau pergi ke tempat lain.
Apakah ada perkembangan selama romo bertugas di sana?
Dari pribadi dulu, kalau kita berkebun mengharapkan buah,
kalau tanahnya tidak cocok ya harus bekerja lebih keras lagi. Bagi saya,
buahnya, untuk mengatakan kerasulan itu berhasil adalah kegembiraan
kami pribadi. Yang kedua adalah adanya partisipasi umat dalam hidup
menggereja. Jumlah dan kualitas tidak dapat dihitung tetapi bagaimana
komunitas ini hidup sesuai dengan nilai kristiani, itu yang bisa dilihat;
itulah buah dan kegembiraan kami.
50 Ad Gentes di Hadapan Pandemi
Gambaran kehidupan umat di sana seperti apa?
Di tempat kami sangat kompleks, Seperti kapernaum, seluruh
suku-suku berkumpul tinggal di Bongor. Ada sekitar 14 bahasa berbeda.
Konflik selalu ada. Pertama kendala bahasa, kalau ada misa, harus
diterjemahkan 2-3 kali. Di stasi kami harus membawa penerjemah
karena mereka yang tidak belajar tidak akan mengerti bahasa Perancis.
Ini mendorong kita untuk kreatif dan mencari orang-orang yang
dapat diajak bekerjasama. Kedua, rawan konflik, cemburu, iri hati,
rebutan tanah antar etnis dan keluarga. Semakin ada keinginan untuk
mencaplok daerah kelompok yang lain. Ada persaingan antar etnis.
Awalnya merupakan daerah kekuasaan satu suku namun kemudian suku-
suku yang lain datang mendekat untuk bekerja, sekolah, dan mencari
kehidupan sehingga menjadi semacam heterogen. Suku asal menjadi
tertekan dan tidak nyaman lagi, sedangkan pendatang mempertanyakan
mengapa mereka tidak diterima padahal mereka juga satu bangsa.
Maka pengampunan terus-menerus kami lakukan; kami mendengarkan
masalah-masalah mereka dalam keluarga, dalam hubungan menggereja,
dan dalam hubungan dengan agama yang lain. Di kampung bisa terjadi
perang antar suku. Di kota pun bisa juga terjadi saling menusuk.
Apakah romo pernah terlibat dalam situasi konflik tersebut?
Terlibat secara langsung tidak, namun pernah menjadi saksi. Ada
dua etnis yang berperang, dua keluarga yang pecah karena sesuatu. Saya
memang melihat sendiri, namun bukan tempat saya untuk menengahi
saat itu. Di setiap etnis ada semacam ketua grup yang menjadi hakim
untuk masalah-masalah mereka. Sejauh mereka butuh bantuan, mereka
bisa datang ke paroki dan dibantu sejauh yang dapat dilakukan atas
nama komunitas. Kami tidak dapat menyelesaikannya sendiri karena
dampaknya juga akan dialami oleh satu komunitas.
Pandangan seperti apa yang berubah dalam diri Romo setelah
bermisi?
Saya menjadi semakin percaya pada penyelenggaraan ilahi.
Kadang-kadang kita melihat gaya hidup mereka, kalau kita hidupnya
melebihi mereka terlalu jauh, kita malu, skandal bagi orang miskin. Di
luar mereka makan sekali sehari, kita bisa makan 3 kali sehari sudah
menjadi rahmat. Kita bukan ingin menjadi miskin, tetapi dengan sukacita
Ad Gentes di Hadapan Pandemi 51
juga ingin merasakan apa yang mereka rasakan. Berempati dengan
mereka merasakan kesulitan dan perjuangan mereka. Walaupun kesulitan
tetap ada, namun Allah tetap memberikan pengalaman-pengalaman yang
indah. Perjumpaan yang indah.
Pengalaman indah apa yang romo alami?
Ada banyak sekali.Air dan makanan di kampung kan sulit, kadang
orang makan dengan ikan yang diawetkan yang seperti sudah busuk.
Bagi saya rasanya ini seperti terasi saja walaupun baunya agak aneh.
Kalau yang tidak kuat ya pulang sakit perut. Air juga sulit didapatkan.
Maka kalau hujan pertama muncul mereka akan senang sekali. Kalau
dari sumur, harus menimba sangat dalam dan warnanya coklat. Air inilah
yang diminum dan diberikan pada kita. Namun tetap ada keindahan
dalam kesederhanaan mereka, senyum mereka. Kalau bulan purnama
itu anak-anak hampir semalaman bernyanyi dan bergoyang, orang-
orang tua menceritakan cerita-cerita. Saya mendapatkan ide lain tentang
kebahagiaan bahwa ada cara hidup lain tentang bagaimana merayakan
hidup. Kita tetap berupaya memanusiakan mereka dengan pendidikan,
kesehatan, kesejahteraan. Mereka butuh bantuan. Mereka perlu didorong
untuk menyadari bahwa mereka itu manusia, makhluk yang dikasihi
Allah melalui pendidikan, kesehatan, dan upaya-upaya yang lebih
memanusiakan.
Apakah ada pesan-pesan untuk para frater tentang persiapan apa
yang perlu jika akan bermisi ke Chad-Kamerun?
Kerendahan hati, kesiapsediaan untuk mendengar, menjadi ide-
ide baru yang memberi solusi memanusiakan dan mengembangkan
mereka. Pertama tentu berikan waktu untuk beradaptasi dahulu baru
berinovasi mencari solusi-solusi. Kembangkanlah solidaritasmu, melihat
kebutuhan konkret mereka, lalu memberi jawaban, dukungan, dan
harapan. Tidak hanya iman dan kasih tetapi juga memberikan harapan
untuk mereka dalam kehidupan. Kalau kita misionaris manja, akan sangat
sulit tinggal di sana tetapi bagi orang yang sudah disentuh oleh Allah,
ingin berpetualang, yang ingin berjumpa, rendah hati mendengarkan,
ingin menjadi berkah, ini menjadi kesempatan untuk mewartakan. Maka
yang terpenting adalah merasakan kabar gembira dan mewartakan itu
dalam komunitas, yang lain akan datang menyusul.
52 Ad Gentes di Hadapan Pandemi
GALERY
Kursus Media Sosial
Dialog Ekumene
Misa Inkulturasi
Penutupan Bulan Maria
Ad Gentes di Hadapan Pandemi 53
Kaul Pertama Novis
Retret Akhir Tahun
Penyusunan PHB
Perpisahan Fr. Benny
54 Ad Gentes di Hadapan Pandemi
Diskusi Film
Perayaan Kemerdekaan
Misa Perutusan
Tahbisan Imam
Ad Gentes di Hadapan Pandemi 55
Pekan Conforti &
Perpisahan Lian & Vincent
56 Ad Gentes di Hadapan Pandemi
POKOKNYATOKOH
P.EvansiusAbi,SX
PastorbernamalengkapEvansiusAbi,SXmengakusangatbahagia
usaidithabiskansebagaiimam Xaverian,Agustuslalu.Baginya
adalahrahmatTuhanuntukmewartakannamaNya-khususnya
merekayangbelum mengenal-Nya.P.Evan,sapaannya,merasakan
panggilanTuhanketikamendapatkadoKitabSucidariorang
tuanya,saatkomunipertama.Diaseakanmenemukanseorang
pembimbingyangmenjawabsegalapertanyaanseputarsumber
kehidupan,cintadankebahagiaanmanusiadiduniaini.Pastorasal
Naibano,TTU,NTTinimenjalankanmasaTOM selamasetahun
(2014-2015)diparokiAeknabara,SumateraUtara.Kemudian
melanjutkanstudidiSekolahTinggiTeologiInternasionalSt.
CypranNgoyaKamerun(AfrikaTengah).Pengalaman
kerasulannya,diIndonesiadandiKamerun,membuahkan
pemahamanbahwakebahagianmendasarmanusiaitudiukurdari
kata‘menjadiatauberada’.Jiwanyamembaraterbakarsemangatapi
misi.KiniiasiapdiutuskenegaraBurundi.“Sayabahagialantaran
mendapatkesempatanuntukbermisiditempatparapastor
Indonesiabelum kesana.Sayamerasaditantanguntukmenjadi
seorangdutaKristusyangbaik,sekaligussebagaiseorangIndonesia
yangbaikdinegaraBurundi”,ujarpastoryanghobybermainbola
kakidanbermainmusikini.Bagikaum mudaiaberpesan“jangan
pernahberhentipercayabahwaTuhanmemanggilkitasetiapsaat
untukmenjadidutacinta-Nya,dimanapunkitaberada.”
MuantapPastor!CemungutTeroes!
ipsum suspendisseultricesgravida.Risuscommodoviverra
maecenasaccumsanlacusvelfacilisis.