The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by skolastikxavier, 2021-03-28 00:10:28

Warta Xaverian XL

St. Yosef: Hati Seorang Bapa

Keywords: Xaverian,Joseph,Philosophy

PENERBIT: DAFTAR ISI
Wisma Xaverian Jakarta
EDITORIAL 2

PENANGGUNG JAWAB: SAJIAN UTAMA 3
P. Vitus Rubianto, SX Kejernihan Batin Melahirkan
Kemartiran Dalam Bermisi

STAF REDAKSI: CONFORTIANITAS XAVERIAN 7
Andreas Wijaya Relevansi Iman St. Yosef
Johanes Sarorougot
SECUIL PENGALAMAN 11
Cerita Gundah Yang Sempat Terekam

EDITOR: ENGLISH CORNER 14
Andreas Wijaya Miracle In Silence
DISTRIBUSI: SOPHIA 16
Johanes Sarorougot Korelatif Positif Mengerling Yosef
KISPEN 20
Petapa Bijaksana

COVER: SAJAK SAJA 23
Firminus Bonitra Tangan Perkasa

DIALOG ANTAR AGAMA 24
ALAMAT REDAKSI: Merawat Persaudaraan di Masa Pandemi
Wisma Xaverian, MEMANDANG DUNIA 28

Jl. Cempaka Putih Raya No.42 SEPUTAR MISI 30
Jakarta Pusat - 10520 Merasakan dan Mewartakan Kabar Gembira

Telp. (021) 4240356 KRONIK 34

Fax. (021) 4240264 GALERY 38

Warta Xaverian: Wacana komunikasi antar para frater Xaverian - Tunas Xaverian, Prano-
vis-Novis- Skolastikat Filsafat Teologi - dengan para seminaris, sahabat, dan para pen-
derma. Bertujuan sebagai sarana animasi panggilan misioner serta warta kehidupan
sehari-hari di rumah-rumah pendidikan Serika Misionaris Xaverian

EDITORIAL

Ta h u n S t . Yo s e f

Dengan Surat Apostolik Patris corde (“Dengan
Hati Seorang Bapa”), Paus Fransiskus mengajak
kita memperingati 150 tahun deklarasi Santo
Yosef sebagai Pelindung Gereja Semesta oleh
Beato Paus Pius IX. Untuk memperingatinya,
Bapa Suci telah mencanangkan Tahun Santo
Yosef dimulai sejak 8 Desember 2020.

Dalam Edisi Warta Xaverian
kali ini, hal tersebut akan

dibahas dalam pemikiran
dan juga pengalaman
para frater Xaverian
mengenai keteladanan
Santo Yosep.

Selamat
Membaca

2 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

SAJIAN UTAMA

Kejernihan Batin
Melahirkan Ke-martir-an
Dalam Bermisi

Fr. Fransiskus Jawa Mbiru, SX
Filosofan Tingkat III

Di tengah krisis akibat pandemi covid-19 ini, Paus Fransiskus
mengeluarkan surat apostolik dengan judul Patris Corde, “Dengan Hati
Seorang Bapa.” Surat ini dikeluarkan pada tanggal 8 Desember 2020
(bertepatan dengan Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Noda). St. Yosef
adalah orang kudus yang sangat bijaksana dalam menghadapi krisis.
Pribadi yang pendiam ini adalah suami Maria dan ayah Yesus. Kisah
hidupnya dikemas dengan singkat, jelas, padat, dan dalam maknanya
dalam Injil Matius dan Lukas. St. Yosef tidak pernah mengucapkan satu
kata pun dalam Injil. Di hadapan kesulitan atau masa krisis, St. Yosef
mempertimbangkan dengan baik sehingga mampu menemukan solusi
yang terbaik.

Dalam Patris Corde, Paus Fransiskus mengajak Gereja untuk
meneladani sosok St. Yosef dalam menghadapi krisis. Dikeluarkannya
surat ini oleh Paus Fransiskus sekaligus menandai peringatan 150
tahun pemakluman Santo Yosef sebagai Pelindung Gereja semesta. 150
tahun silam, tepatnya pada tanggal 8 Desember 1870, Beato Pius IX
telah menetapkan St. Yosef sebagai Pelindung Gereja Universal. Sosok
ke-bapa-annya yang harus kita renungkan di mana ia menjaga Gereja
semesta dengan penuh kebijaksanaan. Paus Pius XII telah menggelari St.
Yosef sebagai bapa Pelindung para pekerja. Berkat kesetiaannya dalam
mendampigi Yesus, Paus Yohanes Paulus II menghormatinya sebagai
Penjaga Sang Penebus. Paus Fransiskus juga mengajak Gereja universal
merenungkan pribadi St. Yosef selama satu tahun ini, yang berakhir pada
tanggal 8 Desember 2021.

Kejernihan Batin

St. Yosef memiliki batin yang sangat jernih dalam melihat

persoalan hidupnya. Dari kejernihan itu, ia dengan bijaksana

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 3

menyelesaikan problematika hidupnya, misalkan: memilih Maria sebagai
isterinya kendati Maria mengandung tanpa menjalin hubungan biologis
dengannya. Sikapnya yang tenang membuatnya mampu mendengar
bisikan Allah Bapa dan percaya pada kehendak Bapa bahwa Maria
Isterinya mengandung dari Roh Kudus. St. Yosef kemudian menjadi
orang kudus yang melindungi Gereja semesta di tengah krisis.

Begitu banyak orang kudus yang mencapai kekudusannya
dengan meneladani hidup St. Yosef. Di antaranya adalah St. Bernardinus
dari Siena, yang meneladani ketaatan St. Yosef pada Tuhan dan menjadi
pelindung dalam hidupnya. St. Yosef juga menjadi pembela dan pelindung
bagi St Theresia dari Avila. St. Andre Bessette percaya bahwa St. Yosef
telah menyembuhkannya dari penyakit yang ia derita. St. Andre Bessette
selama hidupnya sangat berdevosi kepada St. Yosef. Pengalaman orang-
orang kudus inilah yang menginspirasi Paus Fransiskus untuk mengajak
Gereja menjadikan St Yosef sebagai figur utama dalam masa krisis yang
kita hadapi sebagaimana yang tertuang dalam Patris Corde. Seorang
Imam Misionaris Xaverian, Padre Pietro Ucelli, SX, menemukan
penyelenggaraan ilahi di tengah krisis kurangnya makanan untuk para
seminaris Xaverian. Berkat devosi Padre Pietro yang begitu mendalam
kepada St. Yosef, kebutuhan makanan untuk para seminaris pun terpenuhi.

Teladan St. Yosef telah membuka banyak orang mencapai
kekudusan. Orang-orang kudus yang disebutkan di atas memiliki
persoalan dan krisis dalam hidup. Padre Pietro Uccelli, SX, bagi
penulis, adalah seorang yang suci karena ia mampu masuk ke ke-dalam-
an iman dengan sikap batin yang begitu jernih untuk menghadapi krisis
ekonomi yang tengah dihadapi komunitas seminaris Xaverian saat itu.
Tak bisa diragukan bahwa kejernihan batin adalah sebuah ke-niscaya-an
untuk menemukan solusi yang memberikan kebahagian dan membawa
keselamatan. Dengan kejernihan batin, St. Yosef dapat melewati masa
krisis dalam hidupnya. Sebagai seorang ayah, St. Yosef melindungi Yesus
dari tangan Herodes yang berniat untuk mendapatkan dan membunuh
Yesus. St. Yosef mampu melihat maksud baik Allah dan mengikuti
kehendak Bapa yang kemudian dengan bijak mengajak Maria untuk
mengambil jalan lain menuju Mesir.

Paus Fransiskus memiliki relasi batin yang mendalam dengan
pribadi St. Yosef. Bertepatan dengan Hari Raya St. Yosef, 19 Maret 2013,
P4aus Fransiskus menyampaikan homili menSgta.wYoasliefm: HasaatipSeelaoyraannganBnaypaa,

dengan mengangkat peran St. Yosef sebagai pelindung dan penjaga Yesus
dan Maria. Hingga kini dalam pelayanan sebagai seorang Paus, Paus
Fransiskus sangat meneladani keutamaan yang dimiliki oleh St. Yosef.
Paus Fransiskus, dalam Patris Corde, memperlihatkan keutamaan-
keutamaan St. Yosef, yaitu sebagai seorang bapa penuh kasih, bapa yang
lembut dan penuh cinta, bapa yang siap menerima, bapa yang berani
dan kreatif, bapa pekerja, bapa tersembunyi (a father in the shadows).
Keutamaan-keutamaan St. Yosef ini lahir dari kejernihan batinnya.
Dengan keutamaan-keeutamaan itu, St. Yosef menjalankan misi Bapa
dengan bentuk penyerahan diri secara penuh hingga ia meninggal. Lantas
apakah kejernihan batin mampu melahirkan bentuk ke–martir-an dalam
bermisi di tengah ruang dan waktu yang penuh derita?

Ke-Martir-an dalam Bermisi

Keutamaan-keutamaan yang disebut Paus Fransiskus dalam
Patris Corde, dapat diringkas menjadi satu kata, yaitu ke-martir-an. St.
Yosef telah mempersembahkan dirinya kepada kehendak Bapa di surga
dengan total. Ia telah mengambil bagian dalam karya keelamatan Allah
dengan menjadi seorang bapa yang baik, setia, penuh kasih dan cinta,
berani dan kreatif, dan bapa dalam bayang-bayang. Dalam artian bahwa
St. Yosef berkorban untuk menyelamatkan dunia dengan menjaga dan
melindungi Yesus anaknya. Inilah yang kemudian disebut dengan ke-
martir-an dalam bermisi. Bermisi berarti mewartakan kabar gembira
Kerajaan Allah dan St. Yosef telah menghidupinya sepanjang sejarah
hidupnya.

St. Yosef adalah pribadi yang bermisi di dua dunia. Dapat
dikatakan demikian karena St. Yosef hidup dari sejarah dunia Perjanjian
Lama dan dunia Perjanjian Baru. Di dalam Dunia Perjanjian Lama
dimana St. Yosef seorang keturunan Daud mengambil Maria, yang
sudah mengandung dari Roh Kudus, menjadi isterinya adalah suatu
pengorbanan. Ia tentunya ikhlas dan taat demi mewartakan kebaikan
Allah Bapa kepada keturunannya, yaitu dari keturunan Daud. Bukanlah
hal yang mudah bagi Yosef untuk menerima misi ini dan menjalankannya.
Dalam dunia Perjanjian Baru, St. Yosef harus menjaga dan melindungi
Yesus dan Maria. St. Yosef harus berhadapan dengan ancaman dari
Herodes yang mau membunuh Yesus. Dalam ketidaknyamanan ini, St.
Yosef tetap menjalankan misi Bapa. Sikapnya yang tenang dan juga
Sptr.ibYaodsiefy:aHnagtipSeenodriaanmg Btearpnayata mampu mengolah persoalan ini dengan5

terus mengasa nuraninya sehingga dengan batin yang jernih melihat
kehendak Bapa.

Di tengah masa krisis dalam hidup kita, kita seringkali merasa
cemas, gelisah, kawatir, takut, dan mempertanyakan iman kita. Kepada
siapakah aku harus berharap? Figur St. Yosef dapat membuka mata hati
kita untuk menjawab semua keresahan hati kita dan menguatkan kita
untuk menghadapi persoalan yang sedang kita alami. Kita dikaruniai
akal budi dan hati nurani oleh Tuhan yang memampukan kita menjadi
pribadi yang lebih baik. Hal ini berarti bahwa di dalam penderitaan
yang sedang kita alami, akal budi dan hati nurani kita mampu melihat
kehendak Bapa dan berharap pada-Nya. Demikianlah yang dilakukan
St. Yosef ketika mencari penginapan untuk Maria agar dapat melahirkan
Yesus. Ia tidak menyerah segala persoalan yang ia alami. Namun ia
menyelaminya dengan kejernihan batinnya yang menguatkan dia untuk
menerima rencana Bapa. Oleh karena itu, dalam ruang dan waktu yang
penuh dengan penderitaan ini, kita harus datang kepada St. Yosef (ite ad
Joseph).

Sebagai umat Allah yang terkasih, kita dipanggil untuk
merefleksikan hidup kita dan meneladani St. Yosef sehingga dapat
mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Dalam situasi sulit
akibat pandemi covid-19, kita harus menampakkan wajah kristiani
sebagaimana kita melihat pribadi St. Yosef. Pandemi covid-19 membuat
kita harus menyelami realitas ini dengan sikap batin yang jernih. Dari
kejernihan batin lahirlah bentuk ke-martir-an dalam diri kita untuk
bermisi. Dalam pengertian bahwa kita dimampukan untuk mengambil
karya keselamatan Allah dengan berdoa bagi yang sedang menderita
karena covid-19, melayani mereka yang membutuhkan pertolongan, dan
berbelarasa pada mereka yang menjadi korban bencana alam. Kita harus
menyerahkan seluruh hidup kita demi Tuhan dengan berkorban bagi
sesama.

6 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

CONFORTIANITAS
XAVERIAN

Relevansi Iman
St. Yosef

Fr. Yoris Paranda, SX - Filosofan Tingkat I

Menurut tradisi kita, kita memelihara devosi istimewa kepada St. Yosef,
model iman dan penyerahan penuh kepercayaan kepada penyeleng-
garaan Ilahi; kepadanya lah dipercayakan “awal penebusan kita.”
Konstitusi SX, No.50.

Sebuah Pengantar

Adalah suatu waktu yang istimewa bagi para Xaverian untuk
merenungkan kehidupannya yang ajaib dan menakjubkan, dalam
kaitannya dengan St. Yosef. St. Yosef adalah salah satu orang kudus
yang diistimewakan dalam kehidupan para Xaverian selain St.
Fransiskus Xaverius dan Sta. Maria. Istimewa yang dimaksud mengacu
pada konstitusi SX yang secara tersirat meminta para Xaverian harus
memelihara devosi khusus kepada ketiga orang kudus tersebut (Kons.
SX. No. 49 dan 50). Keistimewaan mereka tentunya tidak membatasi
niat para Xaverian untuk mengagumi dan berdevosi kepada orang kudus
lain. Akan tetapi, devosi kepada ketiga orang kudus tersebut diutamakan.

St. Yosef sebagai kolaborator Allah

Tujuan khas diutusnya Yesus ke dunia adalah demi keselamatan

umat manusia yang merupakan kehendak dan rencana Allah Bapa-Nya.

Karena cinta dan kemurahan hati Nya, Allah mengutus Putera-Nya

supaya manusia bebas dari kegelapan dosa yang dilakukan Adam. Yesus

hadir sebagai Adam baru yang memulihkan martabat manusia sehingga

kembali memeroleh kehidupan, kebahagiaan, dan mendapat tempat

dalam Surga. Keselamatan yang ditawarkan melalui kehadiran Yesus

menggambarkan sifat Allah sebagai yang Mahakuasa. Artinya, Allah-

lah yang berkuasa dan menyelenggarakan keselamatan serta kehidupan

manusia.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 7

Dalam rencana keselamatan umat manusia, Allah berkehendak
atas diri Maria dan Yosef, seorang sederhana yang berprofesi sebagai
tukang kayu. Sesuai dengan arti namanya dalam bahasa Ibrani, ‘yang
ditambahkan Tuhan’, Allah berinisiatif melibatkan Yosef dalam karya
keselamatan ini. Ada hal menarik yang terjadi dalam diri Yosef dalam
menanggapi kehendak Allah yaitu pergolakan dalam diam antara dia dan
Tuhan (Matius, 1: 16-25). Menurut penulis, hal ini seakan menyiratkan
pesan bahwa panggilan Allah dan rencana-Nya atas hidup kita terjadi
secara personal. Tentu pembaca yang budiman tahu apa yang menjadi
pergolakan Yosef dalam menanggapi kehendak Allah (asumsinya kalian
sudah membaca rujukan injil di atas). Dalam pergolakan yang dialaminya
kita dapat menemukan sikap Yosef terhadap Allah vertical dan terhadap
Maria horizontal. Sikap terhadap Allah yaitu kerendahan hati dan
ketaatan. Sikap tehadap Maria yaitu kebajikan (menghargai, melindungi)
dan ketulusan hati untuk mengambil Maria. Inilah konsep iman St.
Yosef yang menjadi model bagi kehidupan para Xaverian. Dasar dari
segala sikap yang ditunjukkan Yosef adalah suatu kepercayaan bahwa
jika Allah yang berkehendak maka Allah juga yang menjadi penuntun
dan pembimbing dalam melaksanakan rencana-Nya. Dalam bahasa St.
Guido, sikap tersebut dikatakan sebagai “penyerahan penuh kepercayaan
kepada penyelenggaraan Ilahi.” Iman dan keterbukaan Yosef terhadap
kehendak Allah pada akhirnya menjadi suatu rahmat yang bernilai bagi
dirinya dan seluruh umat manusia.

Iman St. Yosef: yang nyata dalam kehidupan para Xaverian

Iman St. Yosef merupakan keutamaan yang menuntut dari para
Xaverian. Penulis akan berfokus pada sikapnya kepada Allah vertical
dengan berpendapat sikapnya yang horizontal merupakan sikap yang ia
gapai karena pertama-tama ia bersikap kepada Allah. Jadi sikap Yosef
kepada Maria merupakan sebagai “buah” dari iman dan kepercayaannya
kepada kehendak Allah. Bapa Pendiri dalam setiap tulisannya senantiasa
menekankan pentingnya sikap kerendahan hati, ketaatan dan percaya
pada penyelenggaraan ilahi. Ketiganya merupakan satu kesatuan dengan
kerendahan hati sebagai dasarnya. Dikatakan bahwa “lewat kerendahan
hati yang adalah kebenaran, seorang Xaverian akan mekar subur dalam
keutamaan-keutamaan yang lain, sebab Allah akan menopangnya
dengan perlimpahan anugerah-anugerah yang disediakan bagi orang-
orang yang rendah hati”, La Parola Del Padre, No. 30 (1308). Dasar

8 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

kerendahan hati kemudian berperan dalam diri seorang Xaverian dalam
kaitannya dengan salah satu pilar hidup bakti yaitu kaul ketaatan. Hal ini
terbukti dan benar adanya, karena bagaimana mungkin seseorang dapat
melampaui keberadaannya sebagai pribadi yang berkehendak bebas
kalau bukan dengan keutamaan kerendahan hati sebagai dasarnya.

Dalam kaitannya dengan kaul ketaatan, kerendahan hati akan
tampak nyata dalam kesiapsediaan menerima tugas dan tanggung jawab
serta perutusan. Seperti St. Yosef yang taat terhadap kehendak Allah,

demikian para Xaverian memiliki ketaatan yang sama
terhadap atasan atau
superior. Dalam
diri superior
atau atasan
diyakini Allah
berkarya dan
berkehendak
memberikan
tugas dan perutusan
kepada bawahan.
Menariknya, Bapa
pendiri SX menuntut
ketaatan yang
sama berlaku
kepada
superior
eksternal (di
luar serikat),
seperti para uskup
sebagai pengganti
para rasul, yang
melanjutkan karya
Yesus Kristus di
bumi. Sulit
bagi kita

membayangkan dan melihat Allah dalam

St. Yosef: Hati Seorang Bapa wajah superior atau atasan yang mungkin
9

keseharian hidupnya kita ketahui (kelebihan dan kekurangannya). Lagi-
lagi pada bagian ini para Xaverian dituntut untuk mempunyai kerendahan
hati. Kerendahan hati untuk melepaskan persepsi yang salah, melupakan
manusiawinya, dan dalam kaca mata iman melihatnya sebagai Allah
yang sedang berkehendak atau berencana atas hidup kita. Inilah
keutamaan yang ditanam sejak berada pada tahap novisiat yang berguna
untuk melampaui akal dan hati. “Selama novisiat Sang Novis harus
menghadirkan Kristus dalam kehidupannya di mana lewat pengalaman
kerendahan hati meletakkan dasar kerajaan-Nya yang adalah kerajaan
segala keadilan dan yang harus mempunyai tahta-Nya dalam akal dan
hati setiap orang beriman”, La Parola Del Padre, No. 30 (1308).
Keutamaan kerendahan hati dan ketaatan pada akhirnya
merupakan suatu bentuk kepercayaan atas penyelenggaraan Ilahi, atas
Allah yang mendampingi dan menemani setiap langkah para Xaverian
sebagai religius sekaligus sebagai misionaris. Lebih dari itu seperti iman
St. Yosef, kerendahan hati dan ketaatan yang dihayati merupakan sikap
iman kepada Allah. Dengan demikian kehidupan dan perutusan kita
mestinya dijalankan dengan penuh ketulusan dengan motivasi adikodrati.
Kita adalah pribadi-pribadi yang diselamatkan Allah dan mendapat tugas
menyelamatkan manusia lain.

10 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

SECUIL PENGALAMAN

Cerita Gundah Yang
Sempat Terekam

Fr. Rizal Magung
Frater Novis

09/09/2019 *

Namun Engkau membiarkanku limbung bersimbah peluh. Dan
duduk tepekur mencecap getir yang menyapa bagai petir. Tidak-kah
doaku saban hari kemarin menyapa-Mu…. Ini adalah cerita tentang
gundah yang sempat direkam diujung penaku. Meski barang sebentar,
biarlah kertas using ini mengisahkan tentang itu. Hari ini, lagi wajah
itu menghantuiku (sebut saja Mrs. X) Asa selalu memproyeksi diri pada
hari nun jauh di sana; saat-saat di mana senyumnya begitu dekat tanpa
tapal batas yang menghadang. Mendarat, Cal…mendarat…demikian
aku membatin dalam diri, mencoba menarik asa kembali pada realita.
Namun, tetap saja….aku terlanjur melekat pada bayangan-bayangan
itu, yang agaknya selalu dapat mengobat kesepian yang kerap mampir.
Ada seteru antara bayang itu dan pilihan yang sedang dalam proses
memperjuangkan, namun ada sepercik keyakinan yang menegaskan
bahwa ini cuma sebentuk fase dari kehidupan. Aku sematkan, ya
Tuhan….dia yang pernah berlabuh di hatiku, dalam doa kecil ini….Jaga
dia dengan tangan-Mu sendiri dan lepaskan dia dari ingatanku yang
mengurungnya dalam rindu.

*****

Kutipan di atas merupakan curahan hati saya akan kegundahan
saya dalam panggilan yang saya jalani di awal tahun Pranovisiat. Kala
itu, suasana hati tengah dalam kemelut yang bercampur baur dengan
perasaan takut, cemas, pesimis, serta perasaan-perasaan negatif lainnya.
Kesemuanya itu mendaulat sebuah pertanyaan utama; sungguhkah
ini panggilan saya? Adapun yang saya tuliskan di awal (yang adalah
guratan pena buku harian saya) merupakan satu dari sedemikian banyak
pertimbangan yang membuat saya ragu akan panggilan. Relasi dengan
“Mrs. X” yang telah cukup dalam, ternyata menjerumuskan saya pada
titik nadir keraguan akan panggilan yang sejatinya bertolak belakang
dengan relasi yang saya bangun itu. Entah, pada titik-titik tertentu, saya

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 11

mendapati diri sedemikian melankolis dan rentan terhadap perasaan-
perasaan yang bermuara pada keraguan. Sementara itu, pertimbangan
lain yang menguatkan keraguan itu di antaranya adalah kesadaran akan
kelemahan dan keberdosaan saya, kelekatan-kelekatan yang saya miliki,
serta banyak hal lain. Hal itu menegaskan perasaan tak layak di hadapan
Tuhan, apalagi jika harus mengemban rahmat panggilan yang identik
dengan kata “pilihan.”

Di awal tahun Novisiat, saya dianugerahkan pengalaman (yang
saya sebut) “pendakian Gunung Tabor” dalam rupa kesempatan retret
selama delapan hari di rumah retret Civita. Suatu pengalaman yang
sungguh berharga dan tak terlupakan; pengalaman kemanisan di mana
Tuhan terasa begitu dekat, hingga dapat dipandang begitu lekat; (seperti)
tanpa ada hal yang menghalangi. Dalam suatu kesempatan meditasi,
saya merenungkan kisah Injil dalam Lukas 2: 41-52 tentang Yesus
pada umur dua belas tahun dalam Bait Allah. Dikisahkan di situ aksi
“jahil” Yesus yang membuat Santa Maria dan Santo Yosef cemas tatkala
mencari-Nya di mana-mana dalam perjalanan pulang ke Nazaret. Dalam
kekalutan akan keberadaan “Yesus kecil,” Santa Maria dan Santo Yosef
akhirnya memutuskan untuk menyusuri jalan yang telah mereka lalui
dari Yerusalem. Alhasil, benarlah bahwa “Yesus kecil” berada di sana
(Yerusalem); Ia tengah berbincang-bincang dengan alim ulama di dalam
BaitAllah. Terhadap kenyataan itu, Bunda Maria yang seringkali bungkam
dan menyimpan segala perkara di hatinya, akhirnya angkat bicara; “Nak,
mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan
aku dengan cemas mencari Engkau.” Kala merenungkan kisah ini (dalam
kesempatan retret), intensi saya terfokus pada sosok Santo Yusuf. Bila
ditarik ulur rekam jejak perjalanan Santo Yosef sebelumnya, tentunya
secara manusiawi tidak mudah menerima kenyataan bahwa tunangan
yang dikasihinya, Maria, mengandung seorang bayi sebelum mereka
benar-benar menikah. Hemat saya, Santo Yosef barangkali sempat kecewa
dengan Bunda Maria yang seakan mengkhianati cinta mereka; sebelum
akhirnya menerima konfirmasi dari malaikat lewat mimpi, bahwasanya
Anak yang ada di dalam kandungan Bunda Maria adalah dari Roh Kudus.
Namun demikian, (lagi-lagi secara manusiawi) tentunya sangat sulit bagi
Santo Yosef untuk langsung mengerti kenyataan itu; ada tarik menarik
antara percaya dan tidak percaya, antara kekecewaan dari seseorang
yang “seakan-akan” dikhianati cintanya dengan iman akan wahyu Allah
lewat malaikat. Hal yang menarik adalah bahwa Santo Yosef pada
akhirnya taat pada kehendak Bapa, meski dengan kebimbangan yang
dominan; ia menyediakan diri untuk menjadi ayah dari Yesus Kristus.

12 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

Seiring berjalannya waktu, tinggal dan mengalami hidup bersama Yesus
akhirnya menumbuhkan kecintaan dan pemahaman akan jati diri Yesus
itu sendiri. Di titik dimana Santo Yosef mengalami pengalaman tersebut,
buktinya bahwa ketika Yesus “hilang”, reaksi Santo Yosef adalah cemas
dan langsung bergegas mencari-Nya. Kealpaan Yesus dalam hidup
Santo Yosef menimbulkan ketidaknyamanan dan kecemasan yang
menggerakkannya untuk pergi mencari Dia.

Melirik jejak panggilan saya di masa lampau, ada pengalaman
yang (bagi saya) cukup mirip dengan apa yang dialami Santo Yosef.
Dalam sebuah fase hidup panggilan saya, sempat ada titik dimana saya
kehilangan motivasi untuk menjadi imam (hal itu terjadi di tingkat-tingkat
akhir Seminari Menengah). Seperti yang saya jelaskan di awal, ada
pelbagai hal yang melatari hilangnya motivasi panggilan itu; kesadaran
akan kelemahan dan keberdosaan, kelekatan yang ada dalam diri, hingga
relasi dengan “Mrs. X” agaknya membuai saya untuk menghapus benih
panggilan yang sempat muncul waktu kecil. Perjumpaan dengan sabda
Yesus dalam Yohanes 1:39 yang mengatakan: “Marilah dan kamu
akan melihatnya!” menggugah hati saya untuk melangkah maju dalam
menjawab gemericik panggilan itu di kedalaman hati saya, meski dengan
keraguan yang besar. Singkat cerita, saya memberanikan diri bergabung
ke Serikat Xaverian dalam situasi batin yang sedemikian runyam.
Dalam naungan sayap kasih persaudaraan yang Xaverian tawarkan, saya
dihantar pada pengalaman “tinggal” bersama Tuhan yang adalah kasih itu
sendiri. Seperti Santo Yosef, kecintaan akan pribadi Yesus pun perlahan
tumbuh kembali; menguasai diri saya, hingga akhirnya menjadi alasan
dan kekuatan untuk menjawab panggilan-Nya atas diri saya. Panggilan
itu adalah untuk mengabdikan dan menyerahkan keseluruhan diri untuk
menjadi pewarta kasih-Nya. Ia telah terlebih dahulu mengasihi saya.
Maka, tanggapan positif akan kenyataan tersebut adalah pengabdian
total pada misi-Nya. Pengalaman tinggal dan hidup bersama Yesus
dalam keluarga Xaverian menghantar saya pada realitas kasih ini. Saya
bersyukur sebab seperti Santo Yosef, pengalaman tinggal bersama
Yesus mentransformasi diri saya yang sebelumnya penuh kebimbangan
dan keraguan, menjadi semakin yakin akan keabsahan panggilan yang
saya tekuni sekarang ini. Di dalam perjalanannya pun, tentu ada banyak
tantangan yang bakal saya hadapi; namun saya percaya bahwa Tuhan
akan menyertakan kesanggupan dalam setiap kemauan yang saya
bubuhkan. Semoga saya dapat selalu setia untuk mengandalkan Yesus
dalam peziarahan panggilan saya. Wassalam.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 13

ENGLISH CORNER

Miracle In Silence

Fr. Michael Timothy S. Pratama Fenat, SX
Filosofan Tingkat III

“ ... teach him to walk, holding him in his hands: To him he is like a father
who raises a child to his cheek, bowing to him to feed him” (cf. Ho 11: 3-4 ).

There was an interesting story about the miracle of St. Joseph that
was experienced by Venerabile Padre Pietro Ucelli, SX. One day, the
Xaverian seminary in Italy experienced a food shortage. By that
time seminarian’s food was running low, and Padre Ucelli thought
about seeking groceries food for the seminary. Long story short,
Padre Ucelli took a potato and placed the potato in front of St. Joseph
statue. He prayed and put it into God’s hands through the intercession
of St. Joseph. Thanks God! On the next day, there were food donation
came to the Xaverian seminary and provided their needs for quite
long time. Wonderful!

This simple experience is very interesting, especially for the Xaverian
missionaries who have a devotion to St. Joseph. In the Xaverian
Missionaries’ constitution, it is written that St. Joseph become a
model of faith and complete surrender to Providence (C.50). St.
Joseph’s faith to God is manifested in his obedience to look after
God’s child as well as his own son. Saint Joseph takes care of Jesus
with compassion, gives him enough food and provides for Jesus’ life
necessities. Joseph always do all of this in silence. It means that the
belief in God’s love takes hold of him and gives him the opportunity to
work rather than to talk a lot. Saint Joseph’s spirituality of “Silence”
is a miracle of faith, a total surrender to God, and a receiving that
blessing with joy. Joseph’s spirit of faith is what I want to offer to
all of my friends that whatever God acts in human’s life is a plan
that have to be implemented even though sometimes it doesn’t make
sense. Miraculously, our faith that enables all of God’s plans runs
well.

14 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

There is one important belief that St. Joseph teaches us that having
faith in God also includes trusting that He can also work through
our fears, our vulnerabilities, and our weaknesses. I believe in this
because during this pandemic there are many challenges that must
be faced patiently and responsibly. For example: living an online
system in philosophical studies and in apostolic work, maintaining
personal health by reducing the intensity of social encounters,
regularly cleaning oneself and using masks while at home or outside
the house. With other people, I also feel the distress and complexity.
They have experience during this pandemic, for example, lost job,
increased deaths from the COVID-19 virus, exhausted medical teams
facing large numbers of patients, and natural disasters that occur in
various regions. This situation is very bad for us, especially for our
faith which is tested by various kinds of challenges that exist. The
question of God’s presence in this difficult time also circulates
everywhere. “Where is God? If He is generous and all-kind, there
shouldn’t be times like this! “

These expressions and feelings for this experienced reality help us
to ponder for a moment: finding time to be quiet and hearing God’s
voice in prayer. What is needed right now is a heart and ears to hear
the beautiful words from God, “I love you!” These words will be
sent to God who loves us without limits. In all the challenges there
are, those words are what enable us to walk in the endless valley of
sorrow. Those words that move our hearts and minds to be grateful
for everything that exists. Just like the Nazareth family experience,
St. Joseph continues to experience the challenges in guarding Jesus,
and God gives them a blessing to save them from Herod’s hand. It is
the living faith that we need to imitate in these difficult times. The
most important thing here is God will give sufficient blessing to
everyone who expects His mercy. Venerabile Ucelli’s experience is
an example of faith surrendering to God’s will. From the faith of
St. Joseph, we are increasingly convinced of the will of God which
is far greater and has stronger power than our own. Let us imitate the
spirit of St. Joseph, who believed in silence and gave all matters to
God who is merciful. Amen!

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 15

SOPHIA

Korelatif Positif
Mengerling Yosef

Fr. Yosep Jandung, SX
Filosofan Tingkat II

Positif yang Bukan Negatif

Sesuatu diasumsikan positif apabila berdasarkan kesepakatan
bersama dan bukan kodratiah. Di masa pandemi Covid-19, kata positif
justru menunjuk pada suatu kenyataan atau fakta  negatif yang sedang
dialami oleh seseorang yakni terkontaminasi oleh Virus Corona. Tulisan
ini berpretensi pada pemaknaan kata positif dalam positivisme yang
seringkali disalahkaprahkan bahkan bermakna negatif, mirip seperti kata
positif untuk masa corona, meski berbeda pemaknaan dan relevansinya.
Bagaimana konektivitas dan alur kata positif yang dimaksud bagi kita
akan direkonstruksi dalam latar seorang bernama Yosep.

Sekilas kita meraba terlebih dahulu asal muasal asumsi dan
pemakaian kata positivisme. Positivisme dari bahasa Latin ponore-
pono yang artinya meletakkan dan dalam filsafat sendiri merupakan
sebuah cara berpikir sains dan perkembangan masyarakat dari Auguste
Comte. Keyakinan Comte ini muncul bertitik tolak dari keprihatinannya
pada kondisi masyarakat Prancis yang porak poranda akibat Revolusi
Perancis. Secara umum, positivisme merujuk pada epistemologi yang
bersifat rasional dan eksperimental.

Secara historis positivisme menjadi dasar dari sekularisme.
Positivisme bertendensi mengabaikan kaum agamis dan para filsuf
metafisis. Comte menolak yang transenden karena pikiran kita hanya
bisa membuat hipotesis-hipotesis yang bisa diverifikasi. Namun lebih
dari itu, Positivisme juga adalah sebuah teori, karena berpretensi lebih
daripada sekadar mengusulkan sebuah metode. Positivisme berambisi
memberikan visi tentang manusia dan masyarakat.

         Beralih ke kata positif; Ada dua arti positif dalam positivisme
yang lazim dipahami. Pertama, positif artinya melawan apa yang negatif
16 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

dan destruktif dari abad 18. Kondisi positif hendak mengontra warisan
kehancuran akibat Revolusi Prancis. Di mata Auguste Comte, masyarakat
hasil Revolusi Prancis adalah masyarakat yang menghancurkan sendi-
sendinya sendiri tanpa pernah bisa menghasilkan tatanan baru. Auguste
Comte sendiri cenderung menyukai apa-apa yang bersifat konstruktif.

         Kedua, positif dalam positivisme berarti ilmiah. Positif itu
berlawanan dengan apa yang abstrak, hipotetik, dan tidak presis. Sesuatu
dikatakan positif harus dilandaskan pada data dan fakta yang hubungan-
hubungannya diakui pasti. Positif artinya juga melampaui apa-apa yang
bersifat a priori dan belum teruji.

Celah Negatif-Positif Kondisi Positif dalam Positivisme

Positivisme sebagaimana diperkenalkan menjadi awal dari
sekularisme dan tentunya membahayakan posisi kaum agamais. Meski
demikian, manusia adalah makhluk berpikir bahkan lebih radikal lagi
makhluk bebas berpikir. Dalam hakikat daya berpikir yang bebas itu,
manusia bisa merekonstruksi paradigma. Segala sesuatu yang tampak
kontradiksi bisa dikorelasikan secara positif. Korelatif positif ini
yang hendak digali dengan mengelaborasi unsur Iman, refleksi batin
dan fundamen positif positivisme. Lebih radikal lagi, argumen ini
menggunakan kata Cinta yang dipakai Empedocles untuk landasan
argumen korelatif positif ini. Bagi Empedocles cara kerja cinta adalah
menyatukan.

         Menurut Setyo Wibowo, ambisi kondisi positif sangatlah rendah
hati, “ia tidak lagi mencari kodrat paling intim dari segala sesuatu,
melainkan cukup memuaskan diri dengan melihat relasi-relasi konstan
dari fenomena yang bisa diobservasi. (Majalah BASIS No. 07-08, Tahun
Ke-63, 2014, Hal. 30.) Kondisi positif menghendaki manusia untuk lebih
tenang melihat realitas, tidak merepotkan diri dengan sesuatu yang pada
akhirnya hanya sebuah konsep tanpa praktek.

Realitas Positif Pada Pesona Yosep

Selain surat Apostolik “Patris corde”, Paus Fransiskus juga telah
menetapkan “Tahun Santo Yosep mulai 8 Desember 2020 hingga 8
Desember 2021. Bapa Suci bermaksud memperingati 150 tahun deklarasi
Santo Yosef sebagai Pelindung Gereja Semesta oleh Beato Paus Pius IX.
Mengerling tradisi kekristenan, Yosep dipersonalisasikan sebagai tokoh
Syta.nYgosseefd: eHrhatainSae,otriadnagk Bmapulauk-muluk, realistis dan rekonstruktif, dia1m7

‘dalam arti menekankan praktek’, dan pribadi yang tidak suka sikap
frontal.

Dalam realitas corona yang menelantarkan banyak orang,
kehadiran Gereja sebagai Bapa yang penuh kasih menjadi sangat relevan
dan sangat krusial. Tulisan ini seyogianya menyetujui hal ini tetapi garis
besarnya mencoba melihat relasi yang diasumsikan kontradiktif antara
positivisme dan Gereja tetapi sebenarnya berkorelatif positif apabila
menyadari hakikat kondisi positif yang digaungkan keduanya. Dalam
spontanitas inspirasi Katolik, bagaimanapun segala sesuatu ada karena
sebuah telos indah yang Tuhan ilhami. Lebih spesifik lagi, korelatif
positif ini diasumsi dan dipretensikan pada Yosep, “Bapa”.

Yosep dalam salah satu narasi tentang dirinya diceritakan
sempat meragukan hubungannya dengan Maria. Sikapnya ini berawal
dari kenyataan bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus dan hal ini
tampak tidak rasional baginya. Secara asumtif, Yosep enggan menerima
seseorang yang mengkhianatinya di belakang. Relasi kasihnya dengan
Maria tentu tidak diragukan tetapi sebagai pribadi yang paham logika
hukum ia mesti merelakan hubungannya. Sikap rasional seperti inilah
yang sejatinya diperkenalkan oleh para positivisme dengan kata
positifnya.

Realitas yang naif atau pura-pura bahkan secara nalar tidak
semestinya sudah selayaknya ditinggalkan. Para pengada-ada yang
mengklaim mampu mengatasi segala sesuatu dengan kekuatan gaib
misalnya tidak pantas dipercaya. Iman kepada Allah tidak lantas
bertentangan dengan sikap ilmiah. Jelas-jelas bahaya corona begitu ganas
merenggut jutaan nyawa tetapi kesadaran dan praksis protokol kesehatan
tidak ada bahkan masih mengira corona hanya konspirasi. Lebih buruk
lagi, penyangkalan ilmiah ini seolah-olah menggunakan perspektif
Theonom. Mereka mengajukan pertanyaan, percaya Tuhan atau percaya
corona? Ironi tetapi inilah realitas saat ini. Sikap positif yang bisa
ditawarkan ialah tetap mempraktikan logika kasih. Saya aman maka
yang lain pun aman, inilah logika kasih dalam praktik protokol kesehatan
dalam situasi darurat corona.

Sebuah pesan dalam mimpi mendesak Yosep mengambil langkah
penting dalam hidupnya. Fakta ini memperlihatkan ketidakpositifan
Yosep? Bisa ya bisa tidak. Fakta selanjutnya setelah mimpi itu
menjustifikasi kepositifan Yosep.  Ia menjauhkan sosok yang bernama
18 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

Yesus dari pembunuhan masal. Masih dalam cerita yang sama, fakta
kondisi positif Yosep ditunjukkan melalui rekonstruksi rasa percayanya
kepada Maria dan memutuskan menerima Putera Terkasih. Kedua pilihan
sikap Yosep secara logika merupakan langkah rekonstruktif sebagaimana
cara kerja cinta yang ditunjukkan empedokles.

Yosep yang diamnya diasumsikan emas, realistis dan takwa
sebagai seorang yang beriman sangat paham logika hukum tetapi tidak
serta merta menerapkan logika itu secara naif, ia sadar ada logika lain
yang lebih tinggi, logika kasih. Ajaib, Mujizat, inilah yang diperoleh
Yosep dalam dinamika logika kasih. Ia mendapat pencerahan dari
kasihnya kepada tunangannya dan dari imanya kepada Tuhan.

Kualitas kondisi positif Yosep yang tidak kalah relevan untuk
situasi saat ini ialah jiwa sabar, rekonstruktif dan peduli. Kondisi positif
secara fundamen sejatinya menentang perilaku destruktif. Teladan positif
Yosep yang memprioritaskan relasi kasih hendaknya dipertimbangkan.
Sikap destruktif semisal memanipulasi fakta, mencemarkan nama orang
atau yang paling kejam menghilangkan nyawa manusia lain sangat tidak
bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Sebaliknya di masa yang sulit
ini, sikap peduli dan berbagi mestinya diprioritaskan. Kondisi positif
dan logika alamiah pun meminta seorang manusia untuk merawat dan
memepedulikan kemanusiaan manusia lain.

Kenegatifan Bukan Hakikat Positif dan Yosep

Kondisi positif sekali lagi menghendaki tatanan yang kondusif
dengan sikap rasional. Memang tidak sepenuhnya konsep positif dapat
diterima karena hidup begitu kompleks. Realitas yang secara logika
umum irasional pun masih sangat relevan. Akan tetapi kondisi positif
sejauh sejarah diceritakan sangat krusial kehadirannya. Salah satu
realitas positif yang sangat relevan untuk diteladani ialah persona Santo
Yosep. Pribadi ini hidup dalam kondisi positifnya sendiri. Setiap pribadi
pun secara positif dan logika rasionalitas diasumsikan mampu dan
dikehendaki hidup dalam kondisi positifnya masing-masing.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 19

KISPEN

Petapa Bijaksana

Frater Pranovis

Di sebuah pulau terpencil hidup seorang petapa yang mengasingkan
diri dari pemukiman warga. Ia tinggal di sebuah pondok sederhana
yang terletak di kedalaman hutan pulau tersebut. Walau letaknya jauh
dari pemukiman desa, ia dikenal baik oleh penduduk pulau sebab ia
termasuk orang yang telah lama tinggal di sana. Petapa itu sudah begitu
tua.
Adakalanya penduduk desa membantunya dengan memberikan sedikit
hasil panen sebagai bingkisan untuk kebutuhan harian Petapa itu.
Petapa itu dengan ramah dan penuh kerendahan hati menerimanya
walau tak jarang ia mengambil setengah pemberian dari penduduk
desa bila bingkisan itu bagi dia terasa lebih dari apa yang ia butuhkan.
Penduduk desa juga terkadang datang meminta nasehatnya sehingga
ia juga terkenal dengan kebijaksanaannya. Kebijaksanaan sang petapa
juga terkenal hingga keluar pulau. Namun ia cukup sulit ditemui, sebab
ia menghabiskan waktu sendirian dalam doa di pondok rumahnya.
Suatu ketika di desa tersiar kabar bahwa seorang putri yang terkenal
akan kecantikannya di desa itu telah mengandung, sedangkan ia
belum bersuami. Ketika ditanyai oleh orangtuanya dan para penduduk
desa yang penasaran. Ia menjawab bahwa petapa tua itu yang telah
membuatnya mengandung. Hal ini menggentarkan satu desa, pada
awalnya para penduduk tidak percaya, bahkan para penduduk desa dan
orang tuanya memintanya untuk tidak berbohong dan mereka mencoba
menyangkal perbuatan yang dilakukan atas pengakuan putri itu. Ia
mengaku bahwa hal ini terjadi saat ia sedang berjalan–jalan di hutan
untuk mencari buah-buahan, sehingga mereka-pun percaya.
Untuk memastikan itu, kemudian mereka semua menuju ke pondok
sang petapa. Hari begitu pagi saat itu udara tak terasa sejuk sebab
terbakar oleh karena emosi yang mulai tak stabil di kalangan penduduk.
Setiba di pondok sang petapa, para penduduk berteriak meminta sang
petapa keluar. Tak lama menunggu sang petapa keluar dari pondoknya.
Ia berdiri di depan pintu pondoknya, cukup berjarak dengan para
penduduk desa. Saat sang petapa telah terlihat oleh para penduduk.
Mereka menyerbu dia dengan seribu satu pernyataan yang tak enak
untuk didengar bagi mereka yang telah lanjut usianya, dan penuh
amarah mereka ingin menarik petapa tua itu keluar dari kediamannya.
Segera Kepala desa mencoba menenangkan dan meminta penduduk
20 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

diam kemudian meminta agar ayah dari putri yang telah mengandung
itu menjelaskan segalanya kepada sang petapa. Para penduduk desa pun
mulai tenang sebab mereka masih menaruh hormat pula kepada sang
petapa dan menghargai permintaan kepala desa.

“Putri kami sedang mengandung seorang anak,” kata ayah putri itu
sambil menatap lembut sang petapa sebab ia begitu percaya bahwa sang
petapa tak mungkin melakukannya.

Ketika disampaikan demikian petapa tua itu hanya diam menatap balik
sang ayah dan para penduduk serta putri yang manis itu, yang sambil
memegangi perutnya ia menunduk haru di sebelah ayahnya dan ibunya.

Sang ayah tak sanggub melanjutkan kata-katanya, kepala desa mencoba
memperjelas suasana. Namun sang ayah mencoba berbicara lagi.

Ayah putri itu berkata,“sesungguhnya aku tidak percaya, apakah engkau
yang melakukannya?”

Petapa itu tetap diam tanpa ekspresi apapun.

“saya sungguh kecewa terhadap anda” ungkap sang ayah yang mulai
disambut riuh dengan kata-kata tak mengenakan oleh para penduduk.

Sang ayah bertanya kepada putrinya untuk meyakinkan apakah benar
petapa tua itu yang melakukannya. Sang putri tertunduk dan dengan
lembut ia menjawab iya sambil menganggukan kepala. Kepala desa
mengambil alih dan meminta jawaban si petapa tua itu. Namun petapa
memalingkan kepala melihat putri yang masih muda dan begitu
dikagumi di desanya. Putri itu terus memegangi perutnya sambil
menundukan kepala.

Setelah sang petapa melihatnya. Ia menundukan kepalanya. Kemudia
ia menatap lembut mata ayah putri itu dan ia menjawab sambil melihat
sang kepala desa,

“biarlah anak itu lahir dan ketika ia lahir serahkanlah ia kepadaku, aku
akan merawatnya.”

Kepala desa menunduk dan berpaling melihat para penduduk yang
hadir. Kemudian memandang ayah putri itu yang segera menatap balik
matanya.

“baiklah, tetapi engkau harus keluar dari desa dan pulau ini sebab tak
layak lagi engkau berada disini bersama kami.” Jawab kepala desa,”
dan pergilah kepulau seberang yang kecil itu sebagai rasa hormatku dan
sebagai tempat yang layak bagi-mu.”

Saat itu juga kepala desa bersama penduduk desa mengantar petapa itu
keluar dari hutan menuju pelabuhan dan melepas kepergiannya besama
beberapa penduduk desa untuk mengantanya ke pulau seberang yang
Skte.cYilotsaekf:bHearptieSnegohruannig. Bapa
21

Setelah sembilan bulan berlalu sang putri melahirkan seorang bayi
laki-laki mungil yang parasnya cantik. sesuai dengan permintaan
petapa tua, beberapa penduduk desa bersama kedua orang tua putri itu
mengantarkan bayi itu kepada petapa tua itu. Anak itu diterima dengan
senyuman hangat petapa tua. Sejak saat itu petapa itu hidup berdua
dengan anak itu.
Setelah lima tahun berlalu anak itu tumbuh menjadi anak yang cerdas
dan berbudi sebab sejak kecil ia diajarkan nilai-nilai luhur oleh sang
petapa. Dan pada hari itu petapa di kujungi oleh kedatangan sang
putri besama orang tuanya dan serombongan penduduk desa. Sang
anak yang saat itu sendang berada di teras pondok petapa itu heran
sebab tak pernah pulau itu di kunjungi orang lain. Setiba mereka
masuk ke halaman pondok petapa itu sang petapa yang menyadarinya
segera keluar dan dengan tatapan yang sama seperti biasanya dengan
senyuman lembut ia menatap para penduduk desa.
Saat itu lah sang putri berlinang minta air mata dan berkata, “maafkan
saya, maafkan saya..“ penduduk desa yang mendengar hanya mampu
menundukan kepala.
“Aku telah berdosa terhadap-mu, engkau telah menjaga putraku dan
mendidiknya. Engkau menerima tuduhan palsu yang aku nyatakan. Dan
sekarang aku tak sanggup menahannya di dalam hatiku” teriak putrid
itu.
Sang petapa memandang putri itu. kemudian berbalik memeluk anak itu
dan berkata “dia adalah ibu-mu pergilah dan peluklah ia dengan cinta
yang telah aku berikan kepadamu”. Anak itupun segera berlari dan
memeluk ibunya dengan erat.
Sang petapa tersenyum. “bawalah anak itu sebab ia sejak awal adalah
milikmu. Dan sekarang hiduplah bahagia bersama suami dan anakmu
itu.”
Putri itu telah bersuami dan sesunggunya kejadian enam tahun lalu
adalah tindakan ceroboh yang dilakukannya bersama teman laki-
lakinya yang sekarang adalah suaminya. Karena takut oleh penduduk
maka sang putri menutupi kebenarannya.

22 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

SAJAK SAJA

Tangan Perkasa

Fr. Marselus Masterdam, SX

Filosofan Tingkat II

Dari tangan perkasa itu menggenggam angan,
Hingga desiran angin menyapa kenangan

Menguak rasa kagum pada hening di tahun yang silam
Angan dalam genggam pun melayang
pada hembusnya angin malam

Lenyaplah angan dari sejuta fakta
yang berbaris di depan mata

Menelisik sikap bijak yang lahir dalam hening
Itukah St. Yusuf? Sungguh itukah dia?

Dia akan mendiami jiwa yang bersahabat dalam keheningan

Ya;
ada gelombang di kala angan berubah menjadi rupa
Sambil membiasakan diri di sapu oleh keheningan,

membiarkan mata menelan rasa,
dan nurani menggemakan syair pujian
untuk tangan perkasa yang setia mengasa jiwa.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 23

DIALOG ANTAR AGAMA

Merawat
Persaudaraan di
Masa Pandemi

Fr. Heribertus Jakpen Metta Ndeto, SX
Filosofan Tingkat I

“Semakin tinggi ilmu seseorang,

maka semakin besar rasa toleransinya.”

(Gusdur)

Dialog antaragama merupakan salah satu kegiatan yang khas
dalam serikat misionaris Xaverian, khususnya di komunitas Skolastikat
Xaverian. Kegiatan ini lazimnya dilaksanakan sekali dalam dua bulan.
Komunitas melalui Seksi dialog menghadirkan pembicara dari agama
ataupun kepercayaan tertentu untuk menjadi narasumber. Topik yang
dibahas pun selalu menarik dan tentu melibatkan partisipan dari luar,
entah dari kalangan mahasiswa ataupun pribadi-pribadi tertentu yang
diundang. Kegiatan ini menjadi kekhasan serikat karena kharisma
dan pilar perutusan Xaverian adalah mewartakan Kristus kepada
bangsa-bangsa non Kristiani (Ad Gentes). Selain itu pula, kegiatan ini
menjadi salah satu usaha untuk menyatukan keberagaman dengan spirit
kekeluargaan. Hemat Gusdur melalui dialog, cakrawala pengetahuan
tentang agama dan kepercayaan lain semestinya menumbuhkan rasa
intoleransi pada diri seseorang.

Situasi pandemi Covid-19 yang masih terjadi hingga saat ini
mengharuskan setiap individu untuk berhati-hati dalam melakukan
aktivitas sosial untuk menghindari potensi penularan virus yang terus
bermutasi. Kegiatan dialog rutin inipun akhirnya mendapat imbas
dari situasi ini. Komunitas pun tentunya tidak ingin mengambil resiko
sehingga perjumpaan langsung sebagaimana lazimnya, ditiadakan
semenjak diberlakukannya pembatasan sosial di Jakarta. Lantas,
bagaimana komunitas membangun relasi dengan saudara-saudari yang
berbeda agama dan keyakinan?

24 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

Kita perlu bersyukur bahwa keberadaan teknologi-teknologi
dengan kemutakhirannya sangat membantu kita dalam banyak aspek
kehidupan kita. Relasi yang sulit dialami melalui perjumpaan langsung
bisa beralih kepada relasi virtual melalui media-media sosial. Perjumpaan
virtual itu menjangkau dan melampaui batas-batas geografi. Sejenak kita
flashback ke periode ketika dunia tidak secanggih sekarang mengalami
situasi ini, tepatnya tahun 1918 ketika pandemi influenza melanda dunia.
Jawaban atas pertanyaan di atas tentu sangat sulit dijawab. Sebab media-
media komunikasi virtual belum ada, akibatnya tidak ada perjumpaan
sama sekali.

Tidak butuh waktu lama orang-orang bisa beradaptasi dengan
pelbagai kegiatan yang divirtualisasikan. Seminar-seminar online
dilakukan secara masif seturut kebutuhan dan kepentingan setiap orang.
Kegiatan dialog antar agama pun diadakan secara online, sehingga
komunikasi tetap terjalin dan kerukunan tetap terawat. Bagaimanapun
riak-riak kecil persoalan yang bernuansa agama tetap terjadi. Inilah
realitas perbedaan yang selain bisa dirasakan keindahan dan kekayaannya,
tetapi pengaruhnya juga rentan memunculkan ketegangan. Dialog hadir
sebagai solusi untuk berbagi dengan kekayaan yang dimiliki setiap
agama. Selain itu berintensi menumbuhkan sprit penghargaan kepada
orang lain yang berbeda.

Dialog di Tengah Pandemi

Selama masa pandemi komunitas turut membangun relasi dengan
saudara-saudari yang beragama dan berkeyakinan lain. Salah satu

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 25

contohnya adalah memberikan ucapan selamat pada hari-hari raya tertentu
kepada mereka. Selain itu melibatkan diri dengan mengikuti kegiatan
dialog virtual yang ada. Secara pribadi, momen ini menjadi kesempatan
bagi saya untuk memperkaya cakrawala pengetahuan tentang agama atau
kepercayaan lain dan membangun jaringan persaudaraan yang lebih luas
dan plural. Dari kegiatan ini pula, saya bisa mengubah visi dan persepsi
saya yang cenderung eksklusif kepada mereka menjadi lebih terbuka.

Salah satu komunitas yang tetap getol merawat kerukunan
melalui kegiatan dialog adalah komunitas Bahai. Selain mengadakan
webinar nasional, komunitas ini juga rutin mengadakan dialog virtual
yang sifatnya informal setiap minggu. Dalam dialog ini, komunikasinya
lebih cair, bahasanya lebih sederhana, penuh canda-tawa dan kesempatan
untuk berbagi lebih besar. Partisipan yang terlibat sekitar belasan
orang dan tidak tetap, tetapi nuansa pluralitasnya sangat terasa karena
representasi dari setiap agama terlibat. Ada Islam, Katolik, Protestan,
Budha, Konghucu dan Bahai sebagai penyelenggara. Perjumpaan ini
menarik dan spesial karena keterlibatan kaum muda, yang memiliki
ketertarikan dalam usaha menumbuhkan spirit toleransi di tengah
perbedaan yang ada. Seorang partisipan yang sudah cukup sepuh pernah
menyatakan sukacitanya ketika melihat antusiasme partisipan muda.
Sukacita itu tentu merupakan representasi cita-cita kita semua,sebab
kaum mudalah yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan
bangsa ini.

Topik diskusi dan sharing yang diangkat selalu aktual dengan
potret kehidupan keberagaman yang ada, Misalnya di tengah kasus
intoleransi yang muncul, topik yang diangkat ialah bagaimana
membangun keharmonisan di hadapan realitas konflik dan ketegangan
yang terjadi. Setiap partisipan terlebih dahulu memberikan pandangannya
tentang arti keragaman, lalu mensharingkan penghayatannya akan
realitas keragaman itu. Pandangan dan cara penghayatan setiap partisipan
tentunya memperkaya satu dengan yang lain.

Salah satu perspektif yang mendapat tanggapan positif dan
apresiasi dari peserta lain ialah pandangan seorang partisipan dari Bali.
Baginya keragaman merupakan given dari Yang Maha Kuasa, yang perlu
diterima dengan penuh rasa syukur sebab keragaman memberikan warna
dalam kehidupan. Dengan memandang keragaman sebagai kekayaan dan
k26eindahan yang terkoneksi dalam relasi ‘keteSrts.aYlionsgeaf:nH’,astailSinegormanegnyBaappaa,

saling membantu, saling memberi, dan nilai tertingginya yakni salin
mengasihi dapat menciptakan kedamaian dan keharmonisan. Dengan
demikian dimensi dan sektor lain dalam kehidupan dapat dijalankan
dengan baik. Pada gilirannya, bonum commune (kesejahteraan bersama)
boleh dialami oleh setiap orang.

Bali memang menjadi representasi miniatur keberagaman yang
berhasil dalam mencapai bonum commune. Menurut riset kementerian
Agama tahun 2019, Bali menempati posisi ketiga dalam daftar indeks
kerukunan umat beragama.Warga Bali memang terkenal dengan semangat
toleransi dan hospitalitas kepada orang yang berbeda. Apresiasi pun
datang dari seorang partisipan muda dari Aceh yang sungguh menyadari
eksklusifitas daerahnya terhadap pluralitas agama. Dia memimpikan
bahwa suatu saat Aceh bisa menjadi daerah yang inklusif terhadap
keberagaman yang ada.

Pengalaman perjumpaan virtual di atas nampak sederhana tetapi
sarat makna, bahwa setiap partisipan mempunyai atensi yang besar dalam
memelihara pluralisme di Indonesia. Dalam memaknai surat apostolik
Patris Corde, salah satu teladan St. Yosef yaitu bahwa ia adalah seorang
‘Bapak yang menerima’. Ia menerima Maria tanpa syarat apa pun sebab
ia tahu bahwa tanggung jawab yang diembannya adalah tanggung jawab
dari Allah baginya. Demikian halnya Pluralisme sebagai pemberian Allah
bagi manusia semestinya menjadikan manusia persona yang menerima
setiap perbedaan tanpa syarat apa pun (unconditional love). Perbedaan
itu mesti diterima dan dihidupi dengan dasar Kasih yang menyatukan
aku, kau, dan dia menjadi kita sebagai satu keluarga.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 27

MEMANDANG DUNIA

Fr. Berthiniano Fidesto Gratias, SX
Filosofan Tingkat II

Pada tanggal 8 Desember 2020 lalu, Paus mengumumkan Tahun St.
Yosef. Di mana sajakah kabar ini ditanggapi? Berikut laporan dari
vaticannews.va.

Gereja Pakistan Menetapkan 2021 Sebagai Tahun St. Yosef

(14 Januari 2021)

Konfrensi Waligereja Pakistan mengumumkan tahun 2021 sebagai
tahun St. Yosef. Ketua KW Pakistan, Uskup Agung Joseph Arshad dari
Diosesan Islamabad Rawalpindi mengumumkannya melalui pesan video
pada 12 Januari 2021. Keputusan ini mengikuti gerakan Paus Fransiskus
yang menerbitkan Patris corde.

Uskup Agung Arshad mengatakan bahwa St. Yosef adalah teladan ayah

yang memiliki kelembutan dan kepedulian yang besar. Ia

juga pria yang saleh, yang percaya pada kehendak Tuhan

dan berperan pada karya keselamatan kita. Hidupnya

penuh dengan cinta dan kesederhanaan.

Uskup Agung Arshad menyimpulkan pesannya
Tahun St. Yosef
dengan berdoa semoga pada semua
keluarganya,
memberikan berkat untuk Gereja.

orang dan

termasuk juga

28 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

Uskup-uskup Angola Membaktikan Negara pada
Perlindungan St. Yosef

(12 Desember 2020)

Konfrensi Waligereja Angola berharap semoga melalui perantaraan St.
Yosef, rakyat Angola bisa bertahan dalam situasi ekonomi dan sosial
yang bergejolak. Para uskup mengutarakan keprihatinan mereka terhadap
situasi ekonomi dan sosial yang semakin memburuk. Berhadapan
dengan situasi tersebut, para uskup merekomendasikan adanya ‘dialog
nasional’ sebagai jalan terbaik untuk menghadapi isu-isu sensitif dalam
masyarakat.

Berhadapan dengan isu COVID-19, para uskup mendesak otoritas negara
untuk tidak mengalah begitu saja. Para uskup juga mengajak masyarakat
untuk mematuhi protokol-protokol kesehatan.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 29

SEPUTAR MISI

Instrumen
Pewartaan

P. Marsel Rante Taruk, SX

Pastur Marsel menerima tahbisan imamat pada 27 Juni 2008. Ia kemudian
ditugaskan dan tiba di Sierra leone pada 28 Agustus di tahun yang sama.
Ia bertugas di Paroki Santo Petrus & Paulus Fadunggu selama 4 tahun
sebagai misi pertamanya. Tantangan yang utama adalah Bahasa. Bahasa
yang dipakai adalah bahasa Limba dan bahasa Krio. Beberapa orang yang
lebih berpendidikan sudah menggunakan bahasa Inggris. Dulu P. Marsel
ditempatkan di daerah dimana masyarakatnya adalah petani, berkebun,
atau berladang sehingga latar pendidikannya juga agak rendah. Hal ini
menyebabkan sedikit kesulitan dalam berkomunikasi. Ketika berkatekese
di sana kemudian harus didampingi oleh penerjemah. Kadang-kadang
pesan yang mau disampaikan belum tentu utuh dan tepat seperti makna
sebenarnya.

Saat itu di Paroki Limba masih terdapat agama asli yang bersifat
animisme. Namun mereka terbuka kepada injil sehingga banyak yang
bertobat masuk ke Kristen atau Katolik. Maka di paroki masih terdapat
umat generasi pertama yang dibaptis sehingga iman mereka belum betul-
betul mengakar. Mereka menerima ajaran-ajaran iman dengan baik dan
terbuka walaupun memang terkadang masih terbentur dengan budaya.
Contohnya adalah mengenai perkawinan. Dalam budaya mereka,
poligami adalah hal yang normal sehingga sulit berbicara soal komitmen
perkawinan. Tetapi, sekarang sudah terlihat perkembangannya. Semakin
banyak orang yang menerima komitmen perkawinan Katolik walaupun
tentu perjalanan masih panjang.

Agama mayoritas secara statistik adalah Islam. Namun kekristenan
juga cukup berkembang. Ada banyak denominasi gereja di sana dimana
yang terbesar di antaranya adalah Eslean, Anglikan, dan Methodist. Jika
digabung, kekristenan sudah cukup besar. Mengenai dialog antar agama,
situasi kegamaannya berbeda dengan di Indonesia. Orang-orang Sierra
Leone sangat terbuka sehingga dalam sebuah keluarga bisa terdapat 5
orang dengan agama yang berlainan. Dialog antar agamanya sudah ada
sejak awal dan tercipta sejak dalam keluarga.

Setelah 4 tahun di Paroki, Pastur Marsel dipindahtugaskan di rumah
pendidikan calon Xaverian. Tahun 2012 dipindahkan ke Freetown,
30 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

ibukota Sierra Leone dan bekerja di rumah pendidikan sampai sekarang.
Pada tahun 2013 kemudian ia menjabat sebagai rektor rumah.

Di Sierra Leone kepemudaannya juga sudah cukup aktif dalam kelompok
OMK. Anggotanya cukup banyak dan sudah punya kegiatan-kegiatan
rutin. Maka masih banyak juga yang tertarik untuk menjadi imam. Akan
tetapi bagi kita Xaverian, kebanyakan terbentur di masalah akademis.
Untuk masuk ke Serikat, ada persyaratan untuk masuk universitas sesuai
sistem pendidikan di sana. Kebanyakan mengalami kesulitan untuk
memperoleh nilai untuk masuk universitas. Pada tahun ini di rumah
pendidikan ada 5 orang frater yang sedang studi filsafat. Setelah 4 tahun
kemudian mereka akan ke Congo untuk memulai pranovisiat.

Pastur Marsel terpilih menjadi provinsial Desember 2018 lewat kapitel.
Saat itu ia sempat merasa ragu. Namun pada akhirnya ia menerimanya juga.
Sebelumnya pada tahun 2015 ia memang mengikuti kuliah pendidikan
di Roma selama 2 tahun dan kembali ke Sierra Leone pada tahun 2017.
Menjabat sebagai provinsial dan sekaligus juga masih menjabat rektor di
rumah pendidikan tentu ada tantangan tersendiri. Saat di kapitel hal ini
sempat dibicarakan, namun karena sulit juga mencari pengganti maka
saat itu saya bersedia untuk merangkap dua tugas ini. Alasan lainnya
adalah karena wilayah provinsi Sierra Leone juga tidak besar dan jumlah
konfrater tidak banyak. Jumlah konfrater di Sierra Leone sekarang hanya
17 orang. Oleh karena itu tugas merangkap pekerjaan ini masih cukup
dapat ditangani dengan baik.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 31

Sierra Leone merupakan misi pertama Xaverian di Afrika. Perkembangan
di sini juga ternyata lumayan cepat. Xaverian menjadi tulang punggung
misi di Sierra Leone. Banyak konfrater yang berkarya dari awal
membangun komunitas-komunitas di bagian Utara. Akan tetapi,
praktisnya mulai tahun 2010 jumlah konfrater semakin menurun dan
komunitas mulai diserahkan ke Projo. Komunitas pastoral yang tersisa
sekarang berjumlah 4 komunitas. Dulu kita punya banyak komunitas
namun sekarang hanya ada 5 komunitas. Sekarang ini ada 3 orang
yang berasal dari Indonesia. Yang terakhir tiba di sana adalah P. Erick.
Sebelumnya juga sudah ada Bruder Kornelius yang tiba lebih dulu.

Maka perhatian misi di Sierra Leone mulai berubah. Tidak lagi banyak
membangun namun lebih mengutamakan animasi pendidikan mencari
calon imam sambil juga memperhatikan pastoral. Maka praktis misi
evangelisasi tidak segiat waktu misi pertama karena sudah cukup
banyak gereja lokal. Keinginan untuk membuka wilayah misi masih
ada. Xaverian dengan semangat Ad Gentes nya mendorong keinginan
ini. Akan tetapi, disadari bahwa jumlah konfrater terbatas. Selain itu hal
ini membutuhkan dukungan kekuatan ekonomi sedangkan misi di Sierra
Leone ini praktisnya 90% mengandalkan donasi dari luar. Ditambah
lagi, saat ini dunia global sedang mengalami kesulitan. Pandemi Virus
Covid-19 juga ikut mempengaruhi.

32 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

Pastur Marsel dalam misinya juga pernah mengalami masa penyebaran
Virus Ebola pada tahun 2014. Saat itu syukurnya konfrater tidak ada
yang terkena dan umat juga tidak banyak yang kena. Dari pengalaman
tersebut dapat terlihat bahwa ternyata pandemi juga memberi perubahan
positif di Sierra Leone. Infrastruktur seperti rumah sakit menjadi semakin
banyak karena juga banyak mendapat bantuan dari luar negeri. Hal ini
tentu membawa harapan bagi kita agar setelah pandemi Virus Covid-19,
kehidupan kita dapat menjadi lebih baik.

Karisma serikat yang dibuat oleh Bapa Pendiri untuk menjadi kan dunia
satu keluarga sangat dirasakan oleh Pastur Marsel. Dia yang orang
Asia bertemu dengan orang Afrika yang berbeda budaya. Meskipun
ada kesulitan namun dapat tetap hidup sebagai satu keluarga. Selain itu
juga ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan ketika dapat membawa
Kristus kepada mereka. Ketika melihat mereka datang kepada Kristus,
ketika membaptis, atau melihat pertobatan, kebahagiaan yang luar biasa
terasa menghangatkan hati. Hal ini merupakan mimpinya Conforti untuk
memperkenalkan Kristus kepada orang-orang yang belum mengenal-
Nya. Ia mengatakan sangat gembira ketika menjadi instrumen pewartaan.
Mengutip kata-kata St. Paulus: upahku ialah ini, bahwa aku boleh
memberitakan injil tanpa upah.

Secara sederhana Pastur Marsel berpesan untuk para frater yang sedang
studi. Yang terpenting adalah menemukan semangat bermisi dan
mengambil bagian dari misi Conforti. Perlu menemukan kebahagiaan
dari apa yang sedang dijalankan dan tidak hanya sekadar ikut arus.
Diperlukan kesadaran bahwa apa yang sedang dibuat secara sederhana,
ditujukan untuk misi gereja dan misi Serikat Xaverian di masa mendatang.
Semangat ini terus menerus dipupuk sejak pranovisiat, jangan sampai
terbuai dengan waktu-waktu kosong selama masa pendidikan filsafat.
Ketika semangat dan kegembiraan misi itu sudah ada, takkan ada tempat
misi yang sulit dan takkan ada tantangan yang tak dapat dikalahkan.
Tuhan akan menyertai.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 33

KRONIK

Fr. Johanes Sarorougot, SX
Filosofan Tingkat II

Hallo..Hallo guys.Ada Frater Kronikasius di sini yang akan berbagi cerita
untuk teman-teman semua. Senang sekali rasanya bisa mendapatkan
kesempatan ini. Semoga teman-teman sekalian dalam keadaan penuh
harapan ya. Kali ini Fr. Kronikasius hanya akan bercerita sedikit
pengalaman untuk beberapa bulan ini. Maklumlah ya, karena pandemi
jadi kegiatannya tidak sepadat seperti biasanya. Setidaknya lewat cerita
ini teman-teman bisa tahu bagaimana situasi para frater skolastikat
Xaverian selama masa pandemi ini. Ok guysss?? Langsung saja, inilah
diaaaaa.. cliingg.. jangan lupa like, komen, share dan subscribe yaaa..
wekawekaweka ckckckckck.

6 Desember 2020 - PESTA ST. FRANSISKUS XAVERIUS

Sederhana tetapi bermakna, Assiieekkk… Begitulah yang dirasakan
oleh keluarga Xaverian dalam merayakan pesta nama dan pelindung
serikat yaitu Santo Fransiskus Xaverius, dan untuk tahun 2020 ini karena
pandemi maka tidak bisa mengundang para penderma dan sahabat
Xaverian. Huuu biasanya rame guysss. Eeiittss… tapi tenang, kan
sekarang bisa live streaming. Jadi para sahabat kita mengikuti pestanya
lewat online. Dan.. dan untungnya makanan dan minuman tidak perlu
didownload, sudah tersedia secara nyata dan tidak kurang suatu apa pun.

34 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

14-23 Desember 2020 - UAS STF DRIYARKARA

Apa itu kebenaran? Mengapa ini ada daripada tidak ada? Apakah virus
corona itu pengada hidup?Ya ya ya ya.. Para frater skolastikat menghadapi
Ujian Akhri Semester dengan maju gemetar. Tugas terstruktur, paper
UAS berlapis-lapis tapi bukan kue lapis, ujian lisan, Novena natal, aduhh
semua lalu-lalang di kepala seperti genderang mau perang.. hihihi Ayooo
semangatttttt para filsuf mudaaa, badai pasti berlalu. Mantapsss!!!!

24-25 Desember 2020 - PERAYAAN NATAL

Selamat Natallll, Guyss. Untuk kedua kalinya kita harus merayakan

Natal di rumah aja. Para frater selalu

punya cara yang unik untuk menyambut

kelahiran Yesus Kristus bagi dunia

yang saat ini sedang dalam keadaan

menderita. Apakah itu? Hahaha

bukan hanya pestanya tapi juga ada

hadiahnyaaaa. Yoopss, hadiah lomba

kandang Natal. Sayangnya

kelompok yang menang

tidak mau kelompoknya

disebutkan di sini.

Wa a h h h rendah

hati sekali yaaa?

1 Januari 2021 - PERAYAAN TAHUN BARU

Selamat Tahun Baru, Guysss. Jangan takut ya, kali ini tidak ada banjirr,,
wkwkw. Malam tahun baru sudah kita rayakan bersama dengan tetap

mematuhi protokol Kesehatan. Kita tidak sendirian, ada juga
komunitas Novisiat Bintaro yang ikut bergabung.
Ada doa bersama menyambut tahun baru, tombola
tentu saja, dan

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 35

bakar-bakarrrrr. Semuanya dilaksanakan dalam keheningan, tapi bukan
retret. Semoga tahun ini pandemi Covid–19 cepat berakhir ya.

15 Januari 2021 - HUT FR. MARTIN

Selamat ulangtahun frater Martin!!!! Yeee luar biasa ya. Frater kita
ini makin berumur malah makin kinclong gitu ya, makin subur juga
hehehe katanya, rahasianya adalah sehat jasmani dan rohani. Mantapp!!!
Semoga frater Martin makin semangat dalam panggilannya, dan tentu
saja sabar menanti studi internationalnya ya. Frater kita ini akan teologi
international ke Filipina, tetapi karena negara yang bersangkutan masih
lockedown, jadi tertunda. Semangatt!!!!

22 Januari 2021 - REKOLEKSI BERSAMA Rm. C.B.PUTRANTO, Pr

Komunitas mengadakan rekoleksi bulanan bersama P.

Carolus B. Putranto, Pr. Kali ini para frater dibantu untuk

menemukan nilai hidup berkomunitas lewat cara hidup

para Jemaat Perdana. Setelah dicerahkan lewat renungan

yang mendalam, semoga rekoleksi ini semakin

meningkatkan hidup

komunitas para pastor dan

frater skolatikat Xaverian.

Temanya sesuai dengan

tema PHB tahun ini yaitu

memprioritaskan hidup

bersama. Terima kasih romo

atas bimbingannya. Tuhan memberkati.

30 Januari 2021 - KEBERANGKATAN ARNOLD

Akhir dari penantian Frater Arnold untuk belajar teologi di Kamerun
akhirnya tiba. Pada hari ini frater akan terbang
meninggalkan
komunitas
Cempaka Putih
untuk masuk dalam
tahap formasi lebih
lanjut. Jangan
sedih ya, kita

36 St. Yosef: Hati Seorang Bapa

mendoakan semoga Frater Arnold semakin bersemangat dalam
belajarnya, cepat beradaptasi dengan dunianya yang baru, serta semakin
dekat dalam jalan mengikuti jejak Kristus. Pergilah ke seluruh dunia,
wartakanlah injil kepada segala makhluk! Ganbatee! Ciayouu!

19 Februari 2021 - REKOLEKSI DENGAN BU ANNA & PAK HANDOYO

Ketemu lagi nih dengan sahabat Xaverian yaitu Bu Anna, guru bahasa
Inggris di Novisiat Xaverian Bintaro beserta suaminya Pak Handoyo.
Tapi... kali ini kita tidak lagi belajar you know. Mereka akan
membantu para frater mendalami tema APP 2021.
Semoga kita semua semakin beriman
semakin solider!

Yeeeaaa.. Sekian dulu ya teman-teman. Itu dia keseharian para frater
selama masa karantina ini. Mohon maaf edisi kali ini hanya sedikit
cerita yang bisa dibagikan untuk kalian. Berikutnya akan lebih seru lagi
tentu saja. Tunggu aja. Makasih sudah mau melirik cerita keseharian
kita. Bung kronikasius mohon dimaafkan ya jika ada kesalahan kata.
Kita saling mendoakan, dan tetap jaga kesehatannya. Sampai ketemu

lagi di edisi berikutnya. Tuhan memberkati.

St. Yosef: Hati Seorang Bapa 37

GALERI

38 St. Yosef: Hati Seorang Bapa




Click to View FlipBook Version