Oleh : Ekawati, S.Pd
TK Angkasa 8 Lanud Halim P
Nabi Ibrahim mempunyai dua orang istri,
yang bernama Siti Sarah dan dan Siti Hajar.
Dari pernikahan Nabi Ibrahim dengan Siti
Sarah mendapatkan seorang putra yang
diberi nama Ishaq. Namun Siti Sarah baru
dikaruniai anak beberapa tahun setelah anak
dari istri kedua dilahirkan.
Istri kedua yang bernama Siti
Hajar, dikaruniai anak laki-laki lebih dulu.
Nabi Ibrahim memberi nama anak
pertamanya Ismail.
Namun, mulanya Sarah merasa
sedih jika harus tinggal bersama dengan
Hajar karena Sarah tidak bisa memberikan
keturunan pada Nabi Ibrahim. Beliau merasa
pilu saat melihat Hajar dengan Ismail.
Sampai seketika dengan perintah
dari Allah SWT, akhirnya Nabi Ibrahim
memindahkan Siti Hajar bersama dengan
anaknya Ismail yang masih kecil ke Kota
Mekkah.
Ia bermukim di dekat tempat yang nantinya
akan dibangunkan Ka’bah.
Di Kota Mekkah, Hajar dan Ismail tinggal di padang
pasir tandus dengan terik matahari yang begitu
menyengat. Lalu, juga tidak ada satu orang pun
yang menetap disana.
Hajar pun begitu cemas dan sedih ketika Nabi
Ibrahim akan meninggalkannya seorang diri
bersama anaknya yang masih kecil di tempat sunyi,
tidak ada orang sama sekali, kecuali hanya pasir
dan batu.
Seraya merintih dan menangis, ia memegang kuat-
kuat baju Nabi Ibrahim sambil memohon belas
kasihannya, meminta agar tidak ditinggalkan
seorang diri di tempat yang begitu hampa.
Di sana tidak ada binatang, tidak ada pohon, bahkan
air mengalir pun juga tidak terlihat di tempat itu.
Padahal, Siti Hajar masih bertanggungjawab untuk
mengasuh Ismail yang masih menyusu kepadanya.
Namun, Nabi Ibrahim AS tidak bisa
berbuat apa-apa dan tetap meninggalkan
Hajar beserta Ismail di Mekkah. Lalu atas
perintah Allah SWT maka Nabi Ibrahim
pun kembali ke negri Syam pada istri
pertamanya, yaitu Siti Sarah.
Nabi Ibrahim kemudian melanjutkan
perjalanannya dan sampai pada sebuah
bukit.
Saat Nabi Ibrahim tidak dapat melihat
Siti Hajar dan anaknya lagi, Nabi Ibrahim
kemudian menghadap ke arah Ka’bah lalu
berdoa untuk istri dan putranya dengan
mengangkat kedua belah tangannya.
Ia berdoa untuk keselamatan istri dan
anaknya.
Hajar kemudian langsung menyusui Ismail. Ia
minum air persediaan yang dibawanya. Hingga
suatu ketika Hajar kehabisan air, beliau sangat
kehausan sehingga air susunya pun kering.
Ia memandang kepada Ismail, bayinya yang
sedang meronta-ronta kehausan. Hajar pun
berusaha mencari sumber air. Dalam usahanya
mencari air, Hajar berlari kesana kemari
sampai ke bukit Shafa dan Marwah.
Hajar sangat berharap bisa mendapatkan
sesuatu yang bisa menolongnya, tetapi hanya
batu dan pasir yang ia temui di sana. Lalu dari
bukit Shafa, Hajar melihat bayangan air yang
mengalir di atas Bukit Marwah.
Kemudian berlarilah ia ke bukit Marwah, tetapi
setelah sampai di sana yang dikiranya air
ternyata hanya bayangan.
Siti Hajar pun mendengar ada suara yang
memanggilnya dari Bukit Shafa, pergilah ia ke
ke tempat itu. Namun, setelah sampai di Bukit
Shafa ia tidak menjumpai siapa-siapa.
Hajar terus mendengar suara yang mengarah pada
tempat di mana bayinya Ismail di baringkan dalam
keadaan menangis sambil meronta-ronta dan
menghentak-hentakan kakinya.
Tiba-tiba, di dekat Ismail berbaring, memancarlah
mata air. Air terus keluar dengan melimpah.
Melihat mata air tersebut, Siti Hajar pun langsung
berlari tergesa-gesa untuk menampung air tersebut.
Disebutlah air yang berlimpah itu dengan nama
"Zam-Zam" yang artinya "berkumpul".
Melihat air yang berlimpah Hajar sangat gembira.
Beliau langsung membasahi bibir putranya dengan air
tersebut. Seketika wajah Ismail terlihat sangat
segar.
Begitu pula dengan Siti Hajar. Wajahnya terlihat
kembali bersinar, ia merasa senang karena Allah
telah memberikan bantuan dengan memberikan
kehidupan setelah dibayang-bayangi oleh kematian.
Mata air tersebut kemudian berubah
menjadi sebuah telaga dan sampai
saat ini disebut dengan Telaga Zam-
Zam.
Usaha Siti Hajar mencari air tidak
sia-sia, beliau kesana kemari agar
mendapatkan air hingga akhirnya
sampai di Bukit Shafa dan Marwah.
Hingga saat ini, berjalan kaki dari
Shafa ke Marwah di jadikan sebagai
salah satu Rukun Haji yang disebut
dengan Sha’i.
Ketika Ismail beranjak remaja,
Nabi Ibrahim sangat senang, tetapi
kegembiraan itu tiba-tiba buyar
karena perintah Allah SWT lewat
mimpinya.
Nabi Ibrahim mendapat mimpi
bahwa ia harus menyembelih
anaknya, Ismail.
Awalnya, Nabi Ibrahim sangat sedih
menerima mimpi itu. Namun, mimpi
seorang Nabi merupakan salah satu
dari cara Allah SWT menurunkan
wahyunya kepada Nabi. Jadi,
perintah yang diterimanya dalam
mimpi itu harus dilaksanakan oleh
Nabi Ibrahim.
Beberapa kali Nabi Ibrahim digoda oleh
iblis agar tidak melaksanakan perintah
Allah SWT untuk menyembelih Ismail.
Namun, Nabi Ibrahim tidak goyah dan iblis
pun gagal menggodanya.
Hingga akhirnya, saat penyembelihan yang
mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua
tangan dan kaki Nabi Ismail.
Dibaringkan Ismail, lalu diambillah
pedang tajam yang sudah tersedia. Nabi
Ibrahim memegang erat pedang dengan
kedua tangannya.
Kedua mata Nabi Ibrahim yang masih
tergenang air mata pun memandang wajah
putranya dan berpindah melihat ke arah
yang mengkilap di tangannya.
Pada akhirnya dengan memejamkan
matanya, Nabi Ibrahim meletakkan parang
pada leher Ismail dan penyembelihan
dilakukan.
Namun, Malaikat Jibril tiba-tiba mengangkat
Ismail dan menggantikannya dengan seekor
kambing yang sangat besar dan gemuk.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Dzulhijjah
di Mina yang kemudian diperingati sebagai Hari
Raya Idul Adha oleh umat muslim di seluruh
dunia hingga saat ini.
Selain itu, umat Islam yang sedang melaksanakan
ibadah haji bisa melaksanakan qurban di Mina
sebagai penghormatan atas Nabi Ibrahim AS.
Itulah kisah dan mukjizat Nabi Ibrahim AS yang
menjadi bagian dari sejarah agama islam tentang
Hari Raya Idul Adha. Nabi Ibrahim yang begitu
penuh kesabaran dan pengorbanan karena harus
rela menyembelih putra kesayangannya, Ismail
yang kemudian dengan keikhlasannya itu Allah
mengganti dengan hewan qurban.
Pelajaran penting dari Kisah Nabi Ibrahim AS
mengenai keikhlasan, ketulusan dan keimanan
sangatlah penting untuk diajarkan kepada anak-
anak. Semoga dapat diambil hikmahnya ya, Ma.