The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by annisaoktavia0210, 2022-01-24 11:24:51

Tafsir Tahlili Juz 21-25

E-BOOK M.FAUZAN ASSOBIHI

TAFSIR TAHLILI JUZ 21-25

M. FAUZAN ASSOBIHI
7A

Fakultas Ushuluddin
Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur‟an

Tafsir Tahlili Juz 21-25

Penulis : Ushuluddin 7A
Editor : Farid Afrizal, M.A.
Layout dan Desain Cover : M. Fauzan Assobihi

Cetakan Pertama
Jumlah Hal : ii + 178
17,6 cm x 25 cm

Diterbitkan Oleh
Program Studi Ilmu Al-qur’an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin Institut PTIQ Jakarta
Jl. Batam I No. 2, Lebak Bulus-Cilandak-Jakarta Selatan
Tel. (021) 7690901
©Hak cipta dilindungi undang-undang

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah menurunkan al-Qur‟an
kepada sosok manusia paling agung bernama Muhammad SAW. yang memiliki tugas untuk
menyampaikan risalah dan ayat-ayat al-Qur‟an kepada seluruh umat manusia sehingga
kehidupan di atas muka bumi menjadi tertata dan manusia menjadi sosok makhluk sempurna
yang mengabdi kepada Allah.

al-Qur‟an adalah satu-satunya kitab suci yang masih terjaga kemurniannya sampai
akhir zaman. Keberadaannya menarik perhatian seluruh manusia yang memandangnya
sehingga ia ibarat seperti intan permata yang selalu menarik dan memberikan pancaran warna
berbeda dari tiap sudutnya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya karya yang lahir dari
inspirasi al-Qur‟an.

Buku ini adalah salah satu dari sekian banyak karya yang berusaha menyelami
makna-makna al-Qur‟an yang disajikan dengan metode tahlili, yakni mengurai ayat-ayat al-
Qur‟an dengan berbagai aspek yang dikandungnya, mulai dari segi kosakata, munasabah,
asbab al-nuzul, tafsir ijmali, tafsir tafshili, dan hikmah al-tasyri‟ sehingga besar harapannya
dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi kehidupan umat manusia.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada bapak Farid Afrizal,
M.A. yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan kepada penulis sehingga buku ini
bisa tersusun dan terwujud, semoga Allah dengan segala kebaikan-Nya memberikan
keberkahan kepada beliau di dunia dan kelak di akhirat.

Ayat-ayat yang disajikan dalam buku ini adalah merupakan beberapa ayat dari surat-
surat yang terdapat pada juz 21-25 yang dinilai oleh penulis perlu untuk diangkat dan
dijelaskan makna-maknanya dengan merujuk kepada penafsiran para mufasir dari masa
klasik sampai kontemporer sehingga memberikan perspektif yang luas dan selaras dengan
kehidupan era modern.

Penulis berharap buku ini dapat memberikan manfaat, terutama menjadi amal
kebaikan penulis di akhirat kelak,

Ciputat, 24 Januari 2022

i

Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................................................ ii
Tafsir Tahlili Q.S. Al-Ankabut (29): 60-69 ...................................................................................... 3
Tafsir Tahlili Q.S. Ar-Ruum (30): 39-45 ........................................................................................20
Tafsir Tahlili Q.S. Luqman (31): 5-11 ............................................................................................30
Tafsir Tahlili Q.S. As-Sajadah (32): 13-20.....................................................................................42
Tafsir Tahlili Q.S. Al-Ahzab Ayat 35-38........................................................................................57
Tafsir Tahlili Q.S. Fathir (35): 2-8...................................................................................................72
Tafsir Tahlili Q.S. Yasin (36): 8-16.................................................................................................89
Tafsir Tahlili Q.S. Al-Zumar (39): 3-7..........................................................................................100
Tafsir Tahlili Q.S. Ghafir (40): 8-13..............................................................................................128
Tafsir Tahlili Q.S. Al-Ghofir (40): 23-28 .....................................................................................146
Tafsir Tahlili Q.S. Asy-Syuuraa (42): 27-36 ................................................................................162

ii

Tafsir Tahlili Q.S. Al-Ankabut (29): 60-69

Muhammad Haikal Perdana │ Itmamul Wafa

Kelompok 1

PENDAHULUAN

Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pedoman hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, kita
sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an agar dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami isi kandungan lahirlah
ilmu tafsir.

Salah satu metode tafsir yang sering digunakan oleh para pengkaji Al-Qur‟an adalah
metode tahlili. Tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur‟an secara detail dari
mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini
mengkaji Al-Qur‟an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering digunakan
daripada tafsir-tafsir yang lainnya.

Beberapa ulama membagi tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma‟tsur,
tafsir ra‟yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir „Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima‟i.

PEMBAHASAN

A. Ayat dan Terjemahan

َ‫ ٌَُ۝ََ َٗىَ ِٕىَِ َعؤَۡىزَ ٌَُٖ ٍَّ َِۡ َخ َي َق‬ٞ‫ ُغَٱۡىؼَ ِي‬َِٞ ‫َّب ُم ٌَۡۡۚ َٗ ُٕ ََ٘ٱى َّغ‬ِٝ‫َ ۡش ُصقُ َٖبَ َٗإ‬َُٝ‫َِِّ ٍَِِّدَ ۤاثَّ ࣲخَََّّلَرَ ۡح َِ ُوَ ِس ۡصقَ َٖبَٱََّّلل‬ََٝ‫َٗ َمؤ‬
َُ ‫ َش ۤب‬َٝ َََِ ‫َ ۡج ُغ ُؾَٱى ِّش ۡص َ َ ِى‬َُٝ‫ُ ۡؤفَ ُن٘ ََُ۝ََٱََّّلَل‬َٰٝٚ ََّّ‫قُ٘ىُ ََِّٱََّّلُۖلَُفَؤ‬َٞ ‫ٱى َّغ ََ ٰـ َٰ٘ ⁠ ِدَ َٗٱ ۡۡلَ ۡس َعَ َٗ َع َّخ َشَٱى َّش َۡ َظَ َٗٱۡى َق ََ َشَ َى‬

َِٔ ِ‫َبَث‬ٞ‫ٌࣱَ۝ََ َٗ َى ِٕىَِ َعؤَۡىزَ ٌَُٖ ٍَََِّّّ َّض َهَ ٍِ ََِٱى َّغ ََ ۤب ِ َ ٍَ ۤب ࣰَ َفؤَ ۡح‬ٞ‫َ ۡق ِذ ُسَ َى ۤٔۥُ َۚۡۚإِ ََُّٱََّّللََثِ ُن ِّوَ َش ۡی ٍ َ َػ ِي‬َٝٗ َ‫ٍِ َِۡ ِػجَب ِد ِٓۦ‬
َ‫ ۤبَ ِإََّّل‬َٞ ّۡ ُّ‫َ ٰ٘حَُٱىذ‬ٞ‫ ۡؼ ِقيُ٘ ََُ۝ََ َٗ ٍَبَ َٕ ٰـ ِز َِٓٱۡى َح‬َٝ َ‫قُ٘ىُ ََِّٱََّّلۚۡلَُقُ ِوَٱۡى َح ََۡذَََُِّّلۚۡلَِثَ ۡوَأَ ۡمضَ ُش ُٕ ٌَََّۡل‬َٞ ‫ٱ ۡۡلَ ۡس َعَ ٍِ َِۢثَ ۡؼ ِذَ ٍَ ۡ٘ ِر َٖبَ َى‬

َََ‫ ۡؼ َي َُ٘ ََُ۝ََ َفئِرَاَ َس ِمجُ٘ ۟اَفِیَٱۡىفُۡي ِلَدَ َػ ُ٘ ۟اَٱََّّلل‬َٝ َ‫َ َ٘ا ۡۚ َُُىَ َۡ٘ َمبُّ٘ ۟ا‬ٞ‫ىَ ࣱَٖۡ٘ َٗ َى ِؼ ࣱۡۚتَ َٗ ِإ ََُّٱىذَّا َسَٱۡىـَٔب ِخ َشحََىَ ِٖ َیَٱۡى َح‬
َََ ٘ۡ ‫َزَ ََزَّؼُ٘ ۟اَ َۚۡۚ َف َغ‬ٞ‫َْ ٰـ ُٖ ٌَۡ َٗ ِى‬َٞۡ‫ ۡنفُ ُشٗ ۟اَ ِث ََ ۤبَ َار‬َٞ ‫ُ ۡش ِش ُم٘ ََُ۝ََ ِى‬ٌَٝۡ ُٕ َ‫َٱۡىجَ ِّشَإِرَا‬َٚ‫ ََِفَ َي ََّبََّ َّج ٰى ُٖ ٌَۡإِى‬ّٝ‫ ََِ َى ََُٔٱى ِذ‬ٞ‫ٍُ ۡخ ِي ِظ‬
َ‫ُ ۡؤ ٍُِْ٘ ََُ َٗ ِثِْ ۡؼ ََ ِخ‬َٝ‫ُزَ َخ َّط ُفَٱىَّْب ُطَ ٍِ َِۡ َح ۡ٘ ِى ِٖ ٌَۡۡۚأَفَجِٲۡىجََ ٰـ ِط ِو‬َٝٗ َ‫ َش ۡٗ ۟اَأََّّبَ َج َؼۡيَْبَ َح َش ًٍبَ َا ࣰٍِِا‬َٝ ٌَۡ َ‫ ۡؼ َي َُ٘ ََُ۝ََأَ َٗى‬َٝ

ٌََ ََّْٖ ‫ َظَفِیَ َج‬ٞۡ ََ‫َٱََّّللَِ َم ِزثًبَأَ َۡٗ َمزَّ َةَثِٲۡى َح ِّقَ َى ََّبَ َج ۤب َ ۤۥُٓ َۡۚۚأَى‬َٚ‫َ َػي‬ٰٙ ‫ ۡنفُ ُشٗ ََُ۝ََ َٗ ٍَ َِۡأَ ۡظيَ ٌَُ ٍِ ََّ َِِٱ ۡفزَ َش‬َٝ َِ‫ٱََّّلل‬
ََِ ِْٞ‫ََّْ ُٖ ٌَۡ َُعجُ َي َْ ۚۡبَ َٗإِ ََُّٱََّّللََ َى ََ َغَٱۡى َُ ۡح ِغ‬ٝ‫َْبَىََْ ٖۡ ِذ‬ٞ‫ ََِ َج ٰـ َٖذُٗ ۟اَ ِف‬ٝ‫ ََِ۝ََ َٗٱىَّ ِز‬ٝ‫َ ِىّۡي َن ٰـ ِف ِش‬ࣰٙ٘‫ٍَ ۡض‬

“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa
(mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu.
Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Dan jika engkau bertanya kepada mereka,

3

”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?”
Pasti mereka akan menjawab, ”Allah.” Maka mengapa mereka bisa dipalingkan (dari
kebenaran). Allah melapangkan rezeki bagi orang yang Dia kehendaki di antara hamba-
hamba-Nya dan Dia (pula) yang membatasi baginya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. Dan jika kamu bertanya kepada mereka, ”Siapakah yang menurunkan
air dari langit lalu dengan (air) itu dihidupkannya bumi yang sudah mati?” Pasti
mereka akan menjawab, ”Allah.” Katakanlah, ”Segala puji bagi Allah,” tetapi
kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan
permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya,
sekiranya mereka mengetahui. Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada
Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah
menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan
(Allah). Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka
dan silakan mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran). Maka kelak mereka
akan mengetahui (akibat perbuatannya). Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami
telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, padahal manusia di sekitarnya
saling merampok. Mengapa (setelah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada
yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? Dan siapakah yang lebih zhalim dari-pada
orang yang mengada-adakan kebohongan kepada Allah atau orang yang mendustakan
yang hak ketika (yang hak) itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahanam
ada tempat bagi orang-orang kafir? Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh,
Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.

B. Mufradat Lughawiyah
(َِْ َِّٝ‫ ) َٗ َمب‬berapa banyak. (‫ )ََّلرَ ْح َِ ُو َ ِس ْصقَ َٖب‬tidak mampu mencarinya karena

lemahnya. (‫ َُغ‬ْٞ َِ ‫ ) َٗ ُٕ َ٘ َاى َّغ‬terhadap segala yang kalian katakan. (ٌَُ ْٞ ‫ )ا ْى َؼ ِي‬apa yang ada di
dalam hati sanubari kalian.1

(ٌَْ ُٖ َ‫ ) َٗ َى ِئ َِْ َعؤَ ْىز‬huruf laam pada kata (َِْ ‫ ) ََٗ َى ِئ‬merupakan laam yang mengindikasikan
sumpah. Adapun pertanyaan diminta untuk ditujukan kepada orang-orang kafir dari
penduduk Mekah dan lainnya. Penggalan ayat (ُ‫قُ ْ٘ىُ َِّ َّل ٰلَا‬َٞ َ‫ )ى‬merupakan pengakuan

(orang-orang kafir tersebut) sebagai hasil dari penalaran akal sehat bahwa segala hal

yang mumkin al-wujud di alam semesta ini mestilah berujung pada suatu zat yang

wajib al-wujud.
(ََُ ْ٘ ‫ُؤ َف ُن‬َٝ ٰٚ َّ َ‫ ) َفب‬maknanya bagaimana mungkin mereka masih berpaling dari

ajaran tauhid setelah pengakuan tegas mereka tentang hal tersebut. Sementara itu,
(‫ ْج ُغ َُؾ‬َٝ ) berarti Allah meluaskan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya sebagai

1 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11, hlm.49

4

bentuk ujian (‫ ْق ِذ َُس‬َٝ َٗ ) Dia menyempitkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya juga
sebagai bentuk ujian.

(ٌَْٞ ‫ ٍ َػ ِي‬ْٜ ‫ ) ِا َُّ َّل ٰلاَ َثِ ُن ِّو َ ََش‬Allah Maha Mengetahui segala hal yang positif maupun
negatif buat mereka (hamba-hamba-Nya), termasuk dalam hal luas dan sempitnya

rezeki.
(ًَ ‫ ) َّ َّض َه َ ٍِ َِ َاى َّغ ََب ِ ٍَب‬merupakan pengakuan lainnya dari orang-orang musyrik

tersebut bahwa Allah-lah zat pencipta bagi seluruh hal yang ada di alam semesta ini,

baik pokoknya maupun turunannya. Oleh sebab itu, bagaimana mungkin mereka

masih menyekutukan-Nya dengan sebagian ciptaan-Nya yang jelas-jelas tidak mampu
menciptakan sedikit pun seperti ciptaan-Nya. (َِ‫ )ا ْى َح َْذَُِّ ٰلل‬maknanya segala puji bagi
Allah yang telah menjaga engkau (Muhammad) dari kesesatan seperti mereka, juga

menjadikan dirimu dipercaya dan hujjah-hujjahmu mengalahkan argumen-argumen

mereka.
(ََُ ْ٘ ُ‫ ْؼ ِقي‬َٝ ‫ )ثَ ْوَأَ ْمضَ ُش ُٕ ٌَََّْل‬maknanya mereka tidak memahami kerancuan cara berpikir

dalam hal (tauhid). Bagaimana pikiran mereka tidak dikatakan kacau jika di satu sisi

mereka mengakui bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu lalu di sisi lain mereka
menyekutukan-Nya dengan berhala.2

Dalam firman-Nya,(‫ َۤب‬َٞ ُّّۡ‫َ ٰ٘حَُٱىذ‬ٞ‫ ) َ َٗ ٍَب َ َٕ ٰـ ِز ِٓ َٱۡى َح‬berisi isyarat untuk menghinakan dan
merendahkan (dunia) sebab dunia ini tidak lebih berat artinya di sisi Allah SWT dari
sehelai sayap nyamuk. (‫ )ىَ ٖۡ ࣱَ٘ َٗ َى ِؼت‬maksudnya seperti layaknya hiburan dan permainan
anak-anak dimana mereka bersenang-senang dengannya sesaat untuk kemudian

meninggalkannya setelah merasa lelah. Adapun hal-hal yang berupa ketaatan dan

pendekatan diri (kepada Allah SWT) merupakan urusan akhirat sebab hasilnya akan
dapat ditemukan nanti di sana. (َْٖ٘ ‫ )اى َّي‬berarti kondisi bersenang-senang dengan sesuatu
yang enak, sedangkan (‫ )اىيَّ ْؼ َت‬berarti sesuatu yang tidak ada manfaat di dalamnya.
Firman-Nya (َُُ ۡۚ ‫ َ٘ا‬َٞ ‫ )ىَ ِٖ َی َٱۡى َح‬maksudnya bahwa ia merupakan tempat hidup yang hakiki
lagi sempurna yangtidakada kefanaan di dalamnya. Firman-Nya (ََُ َُ٘ ‫َ ۡؼ َي‬َٝ ‫) َى ۡ٘ َ َمبُّ٘ ۟ا‬
maksudnya sekiranya mereka mengetahui hakikat tersebut niscaya mereka tidak akan

mendahulukan dunia dari akhirat.
(َ‫ )ٱۡىفُۡي ِل‬berarti kapal yang berlayar di laut. (ََِ ّٝ‫ ََِىََُٔٱى ِذ‬ٞ‫ِ( )َ ٍُ ۡخ ِي ِظ‬ّٝ‫ )ٱى ِذ‬di sini berarti

doa. Jadi maksudnya mereka tidak berdoa kepada tuhan selain Allah SWT sebab

mereka tengah berada dalam kesulitan yang tidak akan dapat melepaskannya kecuali

2Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Wahbah al-Zuhaili, Terjemah Tafsir Al-Munir, (Jakarta: Gema Insani,
2008), jilid 11, hlm.54

5

Allah SWT Mereka ini kemudian tampil laiknya seorang Mukmin yang

mengikhlaskan doa (hanya kepada Allah SWT), tidak mengingat hal lain kecuali
Allah SWT, dan tidak menyeru kecuali Allah SWT. (ََُ ٘‫ُ ۡش ِش ُم‬ٌَٝۡ ُٕ َ‫ ) ِإرَا‬Tiba-tiba mereka
kembali kepada kemusyrikan.

Huruf laam dalam ayat (ٌَۡ ُٖ ‫ َْ ٰـ‬ٞۡ َ‫ ۡنفُ ُشٗ ۟اَ ِث ََ ۤبَ َار‬َٞ ‫ ) ِى‬adalah laam kay sehingga arti ayat ini
Mereka menyekutukan Allah SWT agar dengan kemusyrikan tersebut mereka

mengingkari nikmat penyelamatan. Makna yang sama juga terdapat pada laam yang
ada pada ayat (‫َزَ ََزَّؼُ٘ا‬ٞ‫) َٗ ِى‬, yaitu agar mereka bersenang-senang dengan kebersamaan
dalam penyembahan berhala dan saling mengasihi dalam penyembahan tersebut.

Maksudnya mereka melakukannya (penyembahan terhadap berhala itu) tidak lain

hanya untuk bersenang-senang dan bergembira ria dengannya. Demikian, huruf laam
tersebut berfungsi sebagai laam ta‟liil dalam kaitannya dengan Allah SWT, namun
dalam kaitannya dengan mereka berfungsi sebagai laam aaa‟qibah. Selain makna ini,

makna lain yang juga dapat diterima dari huruf laam yang terdapat dalam dua kata
kerja di atas adalah makna amr (perintah), yaitu perintah berupa ancaman. Ayat (َََ ٘ۡ ‫َف َغ‬
ََُ َُ٘ ‫َ ۡؼ َي‬ٝ) mengetahui akibat tindakan mereka tersebut.

(‫َ َش ۡٗ َ۟ا‬َٝ ٌۡ ‫ )أَ َٗ َى‬maksudnya tidakkah penduduk Mekkah mengetahui. (َ ‫أََّّب َ َج َؼۡي َْب َ َح َش ًٍب‬
‫ ) َا ٍِ ࣰِا‬maksudnya kami telah menjadikan negeri mereka, mekkah, terjaga dari tindakan
penjajahan dan penyerangan (dari orang-orang luar), serta penduduknya aman dari
pembunuhan dan penculikan. (ٌَۚۡۡ ِٖ ‫ُزَ َخ َّط ُف َٱىَّْب ُط َ ٍِ ِۡ َ َح ۡ٘ ِى‬َٝٗ ) maksudnya diculik, baik untuk
dibunuh atau ditawan, sementara penduduk Mekkah terhindar dari hal tersebut.
(‫ )أَفَجِٲۡىجَ ٰـ ِط َِو‬maksudnya setelah menyaksikan nikmat yang sangat jelas ini, juga nikmat-
nikmat lainnya yang hanya Allah SWT yang bisa melakukannya, bagaimana mungkin
mereka beriman kepada patung atau setan?! (ََُ ٗ‫ ۡنفُ ُش‬َٝ َ ِ‫ ) َٗثِ ِْ ۡؼ ََ ِخ َٱََّّلل‬dimana mereka
menyekutukannya dengan yang lain. Adapun didahulukannya penyebutan anak
kalimat dari bentuk jaar dan majruur pada firman-Nya, (‫ )أَفَجِٲۡى َج ٰـ ِط َِو‬dan (ِ‫) َٗثِ ِْ ۡؼ ََ ِخ َٱََّّلَل‬
dimaksudkan untuk memberikan perhatian lebih (kepada hal yang didahulukan itu)

atau untuk memberikan pengkhususan melalui jalur penekanan.
(ٌَُ ‫ ) َٗ ٍَ َِۡأَ ۡظ َي‬maksudnya tidak ada orang yang lebih zalim. (‫َٱََّّللَِ َم ِزثًب‬ٚ‫َ َػ َي‬ٰٙ ‫) ٍِ ََّ َِِٱ ۡفزَ َش‬

dengan mendakwakan bahwa sesungguhnya Allah SWT memiliki sekutu. (َ‫أَ َۡٗ َمزَّ َةَثِٲۡى َح ِّق‬
َۚۚۡ ُ‫ ) َى ََّب َ َج ۤب َ ۤٓۥ‬maksudnya mendustakan Nabi Muhammad SAW dan al-Qur‟an. Adapun
penyebutan kata (‫ ) َى ََّب‬dalam ayat ini mengandung makna penginformasian kebodohan

mereka, yaitu bahwa mereka tidak sedikit pun memerhatikan atau mencermati

6

kebenaran itu ketika mendatangi mereka, tetapi mereka dengan tergesa-gesa

mendustakannya langsung ketika baru mendengarkannya.
(ࣰٙ٘‫ َظَ ِفیَ َج ََّْٖ ٌََ ٍَ ۡض‬ٞۡ َ‫)أَى‬, (ࣰٙ٘ ‫ ) ٍَ ۡض‬berarti (ٙٗ‫ )ٍؤ‬yaitu tempat. Sementara itu, pemakaian

huruf istifham di awalnya adalah dalam rangka memastikan tempat untuk mereka

sehingga maksudya adalah Tidakkah dengan tindakan mereka yang mengada-adakan

kedustaan seperti itu terhadap kebenaran maka mereka sangat pantas ditempatkan di

neraka Jahannam!
(‫ َْب‬ٞ‫ َِ َ َج ٰـ َٖذُٗ ۟ا َ ِف‬ٝ‫ ) َٗٱََىّ ِز‬maksudnya berjihad untuk Kami. Adapun jihad di sini

bermakna umum, mencakup seluruh bentuk jihad terhadap musuh-musuh Allah SWT,
baik jihad yang berbentuk zahir maupun batin. (َ‫َ َّْ ُٖ ٌۡ َ ُعجُ َي َْ ۡۚب‬ٝ‫ )ىَ َْ ٖۡ ِذ‬maksudnya akan Kami
tunjukkan pada mereka jalan menuju Kami, atau bisa juga maksudnya benar-benar

akan Kami tambah untuk mereka petuunjuk ke jalan kebaikan serta taufik untuk
menempuhnya. Maksud (ََِ ِْٞ ‫ )ٱۡى َُ ۡح ِغ‬dalam ayat (ََِ ِْٞ ‫ ) َٗإِ َُّ َٱََّّللََىَ ََ َغَٱۡى َُ ۡح ِغ‬adalah orang-orang
Mukmin, yaitu dengan memberikan kepada mereka kemenangan dan pertolongan.3

C. Asbabun Nuzul

 Ayat 60:

Dari Ibnu Abbas diriwayatkan bahwa Nabi SAW berkata kepada umat Islam

di Mekah, tatkala kaum musyrikin terus menyakiti mereka, "Berhijrahlah kalian ke

Madinah dan jangan tinggal bersama orang-orang zalim ini," Mereka lantas berkata

"Kami tidak mempunyai rumah maupun tanah di sana sebagaimana kami juga tidak

mempunyai orang yang akan memberi kami makan dan minum." Setelah itu, turunlah

ayat ini :

ٌَُ ٞ‫ ُغَٱۡىؼَ ِي‬َِٞ ‫َّب ُم ٌَۚۡ َٗ ُٕ ََ٘ٱى َّغ‬ٝ‫ ۡش ُصقُ َٖبَ َٗ ِإ‬َٝ َُ‫َِ ٍَِِّدَ ۤاثَّخࣲَََّّلَرَ ۡح َِ ُوَ ِس ۡصقَ َٖبَٱََّّلل‬ِّٝ َ‫َٗ َمؤ‬

Maksud ayat ini adalah bahwa binatang- binatang tersebut tidak memiliki

cadangan atau simpanan makanan (namun mereka tetap bisa makan). Sama juga

seperti kondisi kalian sekarang. Allah SWT akan memberi kalian rezeki di lokasi
hijrah nanti.4

 Ayat 67:

Menurut Ibnu Abbas, ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum Quraisy
yang suatu ketika berkata, “Wahai Muhammad, tidak ada yang menghalangi kami

3Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, jilid 11, hal 59.
4Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11, hlm. 49.

7

masuk agamamu, kecuali kami takut diculik dan dibunuh. Jumlah kami sedikit,

sementara jumlah orang-orang Badui jauh lebih banyak. Jika mereka mendengar
bahwa kami masuk agamamu, kami akan ditawan dan dibunuh.” (HR. Juwaibir)5

 Ayat 69:

Qatadah mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-

orang Mekkah pemeluk Islam yang hendak berhijrah ke Madinah menyusul

Rasulullah. Dalam perjalanan, mereka dikejar kaum musyrikin Mekkah dan dibawa

kembali ke Mekkah. Setelah kaum muslimin Madinah mengirim surat, kaum

muslimin Mekkah kembali berhijrah hingga mereka ada yang wafat dibunuh dan ada
yang selamat sampai Madinah. (HR. Ibnu Abi Hatim)6

D. Ikhtilaf Qira’at
Kata (َِْ ِّٝ َ‫ ) َٗ َمؤ‬Ibnu Katsir membaca dengan ada huruf alif setelah huruf kaf dan

diikuti oleh huruf hamzah berbaris bawah serta huruf ya‟ dibuang maka bacanya
menjadi, menjadi (َِْ ‫) َٗ َمب ِئ‬. Sedangkan Al-Baqun membaca huruf hamzah dengan baris
atas dan diikuti huruf ya‟ berbaris bawah bertasydid.

Abu Amr membaca saat waqof pada huruf ya‟. Sedangkan Al Baqun membaca

saat waqof pada huruf nun. Hamzah membaca saat waqof dengan tashil huruf hamzah
menurut kitab al buduruzzahirah.7

Kata (ََ٘ ُٕ َٗ ) Qolun, Abu Amr dan Al Kisai membaca huruf Ha‟ dengan sukun,
Menjadi (ََ٘ ْٕ َٗ ). Sedangkan Al Baqun membacanya dengan baris Dhommah.8

Kata (ََٜ ِٖ َ‫ )ى‬Qolun, Abu Amr, dan Al Kisai membaca huruf Ha‟ dengan sukun,
menjadi (ََٜ ْٖ ‫) ِى‬. Sedangkan Al-Baqun membacanya baris bawah.

Kata (‫ََزَ ََزَّؼُ ْ٘ا‬ٞ‫ ) َٗ ِى‬Warsy, Abu Amr, Ibnu Amir dan Ashim membaca huruf Lam
dengan baris bawah, menjadi (‫زَ ََزَّؼُ ْ٘ا‬َٞ ‫) َٗ ِى‬. Sedangkan Al Baqun membacanya dengan
sukun, menjadi (‫زَ ََزَّؼُ ْ٘ا‬َٞ ‫) َٗ ْى‬.

Mayoritas ahli qira‟at Madinah dan Bashrah membacanya (‫َزَ ََزَّؼُ ْ٘ا‬َٞ ‫ ) َٗ ِى‬Dan agar
mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran),” dengan huruf lam berbaris

kasrah, yang artinya, agar mereka hidup bersenang-senang, oleh sebab itu Kami

berikan kepada mereka.

5Arif Fakhrudin, Siti Irhamah, Al Hidayah Al-Qur‟an Tafsir Perata Tjwid Kode Angka, (Tangerang Selatan:
Kalim, 2010), hlm 405.
6 Arif Fakhrudin, Siti Irhamah, Al Hidayah Al-Qur‟an Tafsir Perata Tjwid Kode Angka, (Tangerang Selatan:

Kalim, 2010), hlm 405.
7 Muhsin Salim, Ilmu Qira‟at Tujuh, (Jakarta Selatan: Yayasan TADRIS AL-QUR‟ANI,2008), hlm 96, jilid II.
8 Muhsin Salim, Ilmu Qira‟at Tujuh, (Jakarta Selatan: Yayasan TADRIS AL-QUR‟ANI,2008), hlm 97, jilid II.

8

Mayoritas ahli qira‟at Kufah membacanya (‫زَ ََزَّ َؼُ ْ٘ا‬َٞ ‫) َٗ ْى‬, dengan huruf lam
berbaris sukun, sebagai bentuk ancaman dan teguran, yang artinya, kafirlah kamu,
karena sesungguuhnya kamu mengetahui adzab yang akan kamu terima akibat
kekafiranmu.9

Qira‟at yang lebih utama menurutku (ath-thabari) adalah qira‟at yang
membacanya degan huruf lam berbaris sukun, dalam bentuk kalimat ancaman. 10

Kata (‫ ) ُعجُ َيَْب‬Abu Amr membaca huruf ba‟ dengan sukun, menjadi (‫) ُع ْج َي َْب‬.
Sedangkan Al Baqun membacanya dengan baris Dhommah.11

E. Munasabah Lil Ayat
Setelah turunnya ayat yang menjelaskan mengenai orang yang bersabar dan

bertawakal kepada Allah. Kemudian turunlah ayat ini bahwa Allah SWT menjelaskan
jaminan-Nya terhadap rezeki seluruh makhluk-Nya dimana saja mereka berada.

Disebutkan pula dalam surat Az- Zariyat ayat 22 yaitu “Dan di langit terdapat
(sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.”

Setelah penjelasan tentang orang-orang musyrik, permintaan-permintaan
mereka yang bertujuan melemahkan, tindakan-tindakan mereka yang buruk,
kemudian dilanjutkan dengan seruan kepada orang-orang beriman, Allah SWT
kemudian menyebutkan hal-hal yang bisa membawa petunjuk bagi seorang musyrik
jika ia berpikir dan merenung.

Setelah penjelasan tentang orang-orang musyrik, permintaan-permintaan
mereka yang bertujuan melemahkan, Tindakan-tindakan mereka yang buruk,
kemudian dilanjutkan dengan seruan kepada orang-orang beriman melalui firman-Nya
“Wahai hamba-hamba Allah SWT yang beriman” Allah SWT kemudian
menyebutkan hal-hal yang bisa membawa petunjuk bagi seorang Musyrik jika ia
berpikir dan merenung. Hal tersebut disampaikan dengan gaya bahasa yang sangat
indah yang memuat nasihat bagi mereka yang suka membuat kerusakan kemudian
seruan kepada mereka yang bisa berpikir jernih. Tujuannya agar mereka yang suka
membuat kerusakan bisa mendengarnya, mirip dengan ungkapan seseorang dimana
orang yang menyeru itu seakan-akan berkata “Sesungguhnya orang yang seperti ini

9 Nafi, Abu Amr, Ibnu Amir, dan Ashim, membaca ayat (‫زَ ََزَّؼُ ْ٘ا‬َٞ ‫) َٗ ِى‬, “Dan agar mereka (hidup) bersenang-senang
(dalam kekafiran),” dengan huruf lam berbaris kasrah. Ibnu Katsir, Hamzah, dan Al Kisa‟I membaca ayat
(‫َزَ ََزَّؼُ ْ٘ا‬ٞ‫ ) َٗ ْى‬dengan huruf lam berbaris sukun, dalam bentuk kalimat perintah, sebagai ancaman.

10 Imam Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) jilid 20, hlm 565.
11 Muhsin Salim, Ilmu Qira‟at Tujuh, (Jakarta Selatan: Yayasan TADRIS AL-QUR‟ANI, 2008), jilid II hlm 97.

9

tidak berhak untuk di seru. Oleh karena itu, dengarkanlah olehmu dan janganlah
menjadi seperti orang yang rusak ini.” Ucapan yang seperti itu pada hakikatnya
mengandung nasihat bagi orang yang baik, sebaliknya celaan bagi mereka yang buruk
serta seruan ke jalan yang benar, yaitu pengakuan atas keesaan zat pencipta alam,
pencipta langit dan bumi dan segala yang berada di antara keduanya, yang memberi
rezeki kepada seluruh makhluk serta yang menghidupkan bumi ini setelah mati.12

Hal tersebut disampaikan dengan gaya bahasa yang sangat indah yang memuat
nasihat bagi mereka yang suka membuat kerusakan kemudian seruan kepada mereka
yang bisa berpikir jernih. Tujuannya agar mereka yang suka membuat kerusakan bisa
mendengarnya, mirip dengan ungkapan seseorang dimana orang yang menyeru itu
seakan-akan berkata "Sesungguhnya orang yang seperti ini tidak berhak untuk di
seru. Oleh karena itu, dengarkanlah olehmu dan janganlah meniadi seperti orang
yang rusak ini." Ucapan yang seperti itu pada hakikatnya mengandung nasihat bagi
orang yang baik, sebaliknya celaan bagi mereka yang buruk serta seruan ke jalan yang
benar, yaitu pengakuan atas keesaan zat pencipta alam, pencipta langit dan bumi dan
segala yang berada di antara keduanya, yang memberi rezeki kepada seluruh makhluk
serta yang menghidupkan bumi ini setelah mati.

Setelah menjelaskan pengakuan orang-orang musyrik bahwa Allah SWT
merupakan pencipta, pemberi rezeki, dan yang menghidupkan. Selanjutnya Allah
SWT menjelaskan tentang kondisi kejiwaan mereka yang kacau dan kontradiktif.
Mereka menyekutukan Allah dalam doa sekalipun, namun jika mereka mendapat
kesusahan maka mereka kembali kepada fitrahnya. Selanjutnya Allah SWT
mengingatkan mereka dengan nikmat lain yang sejalan dengan kondisi mereka ketika
menghadapi ketakutan yang luar biasa, yaitu kondisi mereka yang hidup dalam situasi
yang sangat aman, yaitu keberadaan mereka di Mekah sebagai kota kelahiran dan
tempat tinggal dimana Mekah merupakan negeri yang aman dan suci disebabkan
Allah SWT telah menjamin keamanannya dan menghindarkan penduduknya dari
segala keburukan.

Akan tetapi, orang-orang musyrik itu adalah kaum yang oportunis,
kontradiktif dalam bertindak lagi ingkar terhadap nikmat Allah SWT dalam dua hal:
nikmat penyelamatan (dari bahaya) dan nikmat hidup aman di negeri mereka. Itulah
sebabnya mereka kemudian berhak mendapatkan celaan dan ancaman, disebabkan

12Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, (Jakarta: Gema Insani, 2008), jilid 11, hal 55.

10

mereka ketika berada dalam kondisi yang sangat takut mereka berdoa kepada Allah
SWT.

F. Tafsir Ijmali
Dan berapa banyak binatang yang tidak menyimpan bekal makanannya untuk

keesokan harinya, sebagaimana yang dilakukan oleh keturunan Adam. Allah yang
memberikan rizki kepada binatang-binatang itu dan kepada kalian. Dia Maha
Mendengar ucapan-ucapan kalian, lagi Maha Mengetahui perbuatan-perbuatan kalian
dan pikiran-pikiran yang terlintas di hati kalian.13

Dan jikalau kamu (wahai Rasul) bertanya kepada kaum musyrikin, “Siapakah
Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan keteraturan yang indah ini, dan
menundukkan matahari dan bulan?” pastilah mereka benar-benar akan mengatakan,
“Allah-lah saja yang menciptakannya.” Maka mengapa mereka dapat dipalingkan dari
beriman kepada Allah, Pencipta segala sesuatu dan pengaturannya, dan menyembah
selain Allah bersama-Nya? Alangkah aneh kedustaan dan kebohongan mereka!14

Allah melapangkan rizki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya dari makhluk-
Nya dan menyempitkannya bagi orang-orang yang lain dari mereka, karena Allah
mengetahui apa yang terbaik untuk kemaslahat hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu tentang keadaan-keadaan dan urusan-urusan
kalian. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.15

Dan jikalau kamu (wahai Rasul) bertanya kepada kaum musyrikin, “Siapakah
Dzat yang menurunkan air (hujan) dari langit lalu menghidupkan tanah dengannya
setelah kegersangannya?” niscaya mereka benar-benar akan mengatakan kepadamu
dengan mengakuinya, ”Allah semata, Dia-lah yang menurunkannya.” Maka
katakanlah, “Segala puji bagi Allah Yang telah menerangkan hujjah-Nya di hadapan
mereka.” Tetapi kebanyakan mereka tidak memahami apa saja yang bermanfaat bagi
mereka dan segala yang mendatangkan bahaya bagi mereka. Seandainya mereka
memahaminya niscaya mereka tidak menyekutukan sesuatu bersama Allah.16

13 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326.

14 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326.

15 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326.

16 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326.

11

Dan tidaklah kehidupan dunia ini kecuali senda gurau dan main-main. Hati
bersenda gurau dan tubuh bermain-main dengannya, disebabkan adanya pesona dan
perkara-perkara yang disukai jiwa, kemudian semua itu akan sirna secepatnya. Dan
sesungguhnya negeri akhirat itu benar-benar merupakan kehidupan yang hakiki lagi
abadi yang tidak ada kematian di sana. Seandainya manusia menyadarinya, pastilah
mereka benar-benar tidak akan lebih mengutamakan negeri yang fana atas negeri
yang langgeng abadi itu.17

Apabila orang-orang kafir naik menumpang kapal-kapal di laut, dan mereka
khawatir tenggelam, mereka mengesakan Allah dan mengikhlaskan doa hanya
kepada-Nya dalam keadaan sulit mereka. Tatkala Allah telah menyelamatkan mereka
ke daratan dan kesulitan mereka telah sirna, mereka kembali kepada kesyirikan
mereka. Dengan sikap demikian ini, mereka itu telah melakukan dua hal yang saling
kontradiktif; mengesakan Allah dalam kesulitan, dan menyekutukan Allah dalam
kondisi nyaman. Dan perbuatan syirik mereka setelah curahan nikmat Kami pada
mereka berupa keselamatan dari (mara bahaya) lautan, agar kesudahannya berwujud
kekafiran terhadap kenikmatan yang telah Kami berikan kepada mereka dalam diri
mereka, harta benda mereka; dan agar mereka menghabiskan kesenangan mereka di
dunia ini. Lalu mereka akan mengetahui rusaknya perbuatan-perbuatan mereka dan
siksaan pedih yang Allah sediakan bagi mereka di Hari Kiamat. Dalam ayat ini
termuat satu peringatan keras dan ancaman bagi mereka.18

Tidakkah orang-orang kafir Makkah melihat bahwa sesungguhnya Allah telah
menjadikan Makkah sebagai kota suci yang aman bagi mereka, yang para
penduduknya merasa aman dengan jiwa-jiwa dan harta mereka, sedang orang-orang
sekitar mereka yang diluar kota suci mengalami ancaman-ancaman dan tidak merasa
aman? Apakah mereka justru meyakini keyakinan yang syirik, sedang dengan
kenikmatan Allah yang telah mengistimewakan mereka dengannya, mereka
mengingkarinya, tidak beribadah kepada-Nya semata tanpa menyembah selain-Nya?19

Tidak ada orang yang lebih besar tindak kezhalimannya daripada orang yang
berdusta terhadap Allah, lalu menyematkan keadaan sesat dan kebatilan yang ada
padanya kepada Allah, atau mendustakan kebenaran yang Allah mengutus Rasul-Nya,

17 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326

18 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326

19 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326

12

Muhammad, dengannya. Sesungguhnya di dalam neraka itu benar-benar terdapat
tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir kepada Allah, mengingkari keesaa-Nya
dan mendustakan Rasul-Nya, Muhammad.20

Dan orang-orang Mukmin yang berjuang melawan musuh-musuh Allah dan
mereka bersabar menghadapi fitnah-fitnah dan gangguan di jalan Allah, Allah akan
memberikan hidayah kepada mereka menuju jalan-jalan kebajikan dan meneguhkan
mereka di atas jalan yang lurus. Dan orang yang bersifat demikian, maka dia
merupakan orang yang telah berbuat baik kepada diri sendiri dan kepada orang lain.
Dan sesungguhnya Allah benar-benar menyertai orang yang berbuat baik dari
makhluk-Nya dengan pertolongan, dukungan, perlindungan dan pemberian hidayah.21

G. Tafsir Tafshili

ََُ َُ٘ ‫ ۡؼ َي‬َٝ َ‫ َ٘ا ۡۚ َُُىَ َۡ٘ َمبُّ٘ ۟ا‬َٞ ‫َ ۤبَإََِّّلَ َى ࣱَٖۡ٘ َٗ َى ِؼ ࣱۡتَۚ َٗ ِإ ََُّٱىذَّا َسَٱۡىـَٔب ِخ َشحََ َى ِٖ َیَٱۡى َح‬ُّّٞۡ‫َ ٰ٘حَُٱىذ‬ٞ‫َٗ ٍَبَ َٕ ٰـ ِز َِٓٱۡى َح‬

Pemakalah memilih surat Al-Ankabut ayat 64 ini karena dalam ayat tersebut

sarat dengan makna dan terdapat mutiara hikmah yang besar untuk kita jadikan

pelajaran, tentang bagaimana kita menyikapi kehidupan dunia ini , memahami bahwa

kehidupan di dunia ini berlaku sementara dan kehidupan akhirat berlaku selamanya.

Dalam ayat tersebut Allah ingin mengomparasikan antara dunia dan akhirat

dengan mengabarkan bahwa kehidupan dunia ini hina dan tidak abadi serta hal yang

terdapat di dalamnya hanyalah senda gurau yang menghabiskan waktu dan permainan

sebagai hiburan, sebaliknya akhirat adalah tempat kehidupan abadi yang tidak ada

akhirnya dan tidak punah, namun ia terus berlangsung selama-selamanya. Sekiranya

mereka mengerti tentang hal itu tentulah mereka mengutamakan sesuatu yang kekal

dan sesuatu yang fana.
Adapun perbedaan antara (َُ٘ ْٖ ‫ )اى َّي‬dan (‫ )اى َّي ِؼ َُت‬adalah bahwa (‫ )اى ََّي ِؼ َُت‬adalah

mengarahkan diri pada kebatilan sementara (َُ٘ ْٖ ‫ )اى َّي‬adalah berpaling dari kebenaran.
Sementara maksud dari kata (َُُ ‫َ َ٘ا‬ٞ‫ )اى َح‬bukanlah suatu makhluk yang tumbuh dan
memiliki indra melainkan mashdar dari kata (َّٜ ‫ ) َح‬seperti (ُ‫بَح‬َٞ ‫[ )اى َح‬kehidupan] namun

dalam kata tersebut terdapat penekanan lebih dalam makna yang tidak terkandung
dalam kata (َُ‫بح‬َٞ ‫)اى َح‬.22

20 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326

21 Nukhbah min Asatidzah al-Tafsir, Tafsir al-Muyassar, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd, 2009), Jilid
1, hlm 326

22 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-Manhaj wa al-Aqidah wa al-Syariah, jilid II, hlm. 60

13

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main,”
maksudnya, sesuatu yang dijadikan sandiwara dan permainan yaitu apa yang
diberikan Allah SWT berupa kekayaan di dunia semuanya akan hilang dan habis
layaknya permainan yang tidak mempunyai hakekat dan akan berakhir.

Menurut saya (Al Qurthubi), “ini semua perkara dunia, termasuk harta,
pangkat, pakaian dan lainnya sebagai perlengkapan untuk hidup, semuanya akan
hilang, itu semua sebagai penguat untuk taat kepada Allah SWT. Sedangkan yang
dipersembahkan karena Allah SWT, maka itu akan ada di akhirat, dan hanya Allah
SWT yang abadi. “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan.” Yaitu dari pahala dan keridhaan-nya. “Dan sesungguhnya akhirat itulah
yang Sebenarnya kehidupan, kalau mereka Mengetahui,” atau kehidupan yang tidak
akan berakhir dan tidak mengenal kematian. Abu Ubaidah menganggap bahwa al
hayawan, al hayah dan al hayyi itu sama sebagaimana dikatakan, terkadang kamu
melihat kehidupan itu hidup.

Ulama lainnya mengatakan al hayyi jamak seperti fu‟uul, seperti juga „ishayya
dan al hayawan adalah segala sesuatu yang hidup dan kehidupan sebenarnya ada di
surga.

Ada yang mengakatan, bahwa asal kata hayawan adalah hayayaana dan salah
satunya diganti dengan huruf wau karena berkumpulnya dua huruf ya‟. “Kalau
mereka Mengetahui,” maksudnya, jika mereka memahami.23

“Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,” yang kekal
abadi, yang tidak ada kebinasaan, tidak berhenti dan tidak ada kematian di dalamnya.

Demikian menurut Riwayat berikut ini:
Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada
kami, ia berkata: Sa‟id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang ayat, Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,” ia berkata, “Maksudnya
adalah, kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya.”24
Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Ashim
menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa menceritakan kepada kami, Al Harits
menceritakan kepadaku, mereka berdua berkata: Al Hasan menceritakan kepada
kamu, semuanya dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, tentang ayat, “Itulah yang

23 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) jilid 13, hlm 922.
24 Ibnu Abu Hatim dalam tafsirnya (9/3082) dan Al Mawardi dalam An-Nukat wa Al Uyun (4/293), satu

pendapat dari Adh-Dhahak, bahwa maknanya adalah, kehidupan yang kekal abadi.

14

sebenarnya kehidupan,” ia berkata, “Maksudnya adalah kehidupan yang tidak ada
kematian di dalamnya.25

Ali menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Shalih menceritakan kepada
kami, ia berkata: Mu‟awiyah menceritakan kepadaku dari Ali, dari Ibnu Abbas,
tentang ayat, “Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,” ia
berkata,, “Maksudnya adalah kehidupan yang kekal abadi.26

Firman-Nya “Kalau mereka mengetahui,” maksudnya adalah, kalau orang-
orang musyrik itu mengetahui bahwa kehidupan akhirat memang kekal abadi, maka
mereka pasti tidak mendustakan Allah dan tidak mempersekutkan Allah dengan yang
lain dalam ibadah mereka. Akan tetapi, mereka tidak mengetahui hal tersebut. 27

Menurut analisis pemakalah ayat ini di turunkan salah satunya untuk
menyindir orang-orang musyrik agar mereka memahami hakikat kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat karena jika mereka memahami keduanya itu maka mereka tidak
akan mempersekutukan Allah SWT dengan yang lain dalam ibadah mereka.

Ayat ini juga bisa diambil ibrah oleh kaum muslimin, bahwa kehidupan dunia
ini fana dan kehidupan akhirat itu baaq‟ atau kekal abadi, akan tetapi Allah SWT
tidak menyuruh kita untuk mengambil bagian dari kehidupan yang abadi saja
(Akhirat) karena kita tidak boleh melupakan bagian dunia kita sebagaimana
difirmankan oleh Allah di dalam surat Al Qashash ayat 77, kehidupan dunia adalah
mazro‟atul akhirah atau ladang amal untuk kehidupan di akhirat sebagaimana di
jelaskan oleh imam Asya‟rawi di dalam salah satu ceramahnya.

Pemakalah memilih surat Al-Qashash ayat 69 karena pemakalah menemukan
kaidah penting dalam kehidupan bahwa Allah SWT memberikan ta‟kid akan
memberikan kita petunjuk dengan syarat kita berjuang di jalannya dijalan nabinya
bukan berjuang di jalan yang lain, dan petunjuk Allah SWT lebih berharga dari
petunjuk dari siapapun.

Allah SWT menjelaskan akhir kehidupan orang-orang Mukmin dalam ayat
tersebut, Barangsiapa yang berusaha keras melakukan ketaatan, menolong agama
Allah SWT, serta memeranngi para musuh Allah SWT yang mendustai kitab dan
Rasul-Nya niscaya Allah SWt akan memberinya petunjuk dan membimbingnya

25 Mujahid dalam tafsirnya (hal. 537), Ibnu Hatim dalam tafsirnya (9/3081), dan An-Nuhhas dalam Ma‟ani Al
Qur‟an (5/236).

26 Ibnu Abu Hatim dalam tafsirnya (9/3081).
27 Imam Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) jilid 20, hal 561.

15

menuju surga, menempuh jalan kebahagian, serta kebaikan di dunia dan di akhirat.
Hal ini seperti dinyatakan dalam ayat

“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk
kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan mereka.” {Muhammad:17}

Lebih lanjut dalam sebuah hadits dinyatakan:

ٌ‫ؼي‬ٌَٝ‫ٍَِػَوَثَبَػيٌَٗسصَٔاللهَػيٌٍَبَى‬

“Barangsiapa yang mengamalkan apa yang diketahuinya niscaya Allah SWT
akan menganugrahkan kepada-Nya ilmu yang belum ia ketahui.”

Selanjutnya ditegaskan bahwa Allah SWT senantiasa bersama orang-orang
yang berbuat baik, yaitu dalam arti menolong, membantu, menguatkan, menjaga,
memelihara, dan membimbing. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sya‟bi, Isa bin
Maryam berkata “Sesungguhnya yang disebut kebaikan adalah engkau berbuat baik
kepada orang yang berbuat jahat kepadamu. Bukanlah disebut baik ketika engkau
berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepadamu. 28

Adh-Dhahhak mengatakan maksud ayat tersebut adalah orang-orang hijrah,
maka pasti akan kami berikan jalan agar mereka tetap berpegang teguh kepada
keimanan mereka, seperti melakukan Sunnah di dunia dan akhirnya masuk surga, dan
barangsiapa yang masuk surga maka sungguh dia telah selamat, begitu juga siapa
yang melakukan Sunnah dengan terus-menerus di dunia maka dia selamat.

Abdullah bin abbas mengatakan bahwa orang-orang yang berjuang demi
melakukan taat kepada Allah SWT maka pasti akan dibukakan jalan untuk
mendapatkan pahala dari-Nya, ini mencakup segala sifat dan kata-kata taat.

Abdullah bin Az-Zubair berkata, “Hikmah berkata: barangsiapa yang
mencariku maka dia tidak akan mendapatkanku, kecuali dia mencarinya di dua
tempat; melakukan dengan baik apa yang dia ketahui dan menjauhi keburukan yang
dia ketahui.”

Al Hasan bin Al Fadhl berpendapat bahwa maksudnya adalah orang-orang
yang kami beri petunjuk adalah orang-orang yang berjuang di jalan kami.29

Firman-Nya, “Benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
kami,” maksudnya adalah, Kami pasti memberikan karunia jalan yang lurus kepada

28 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-Manhaj wa al-Aqidah wa al-Syariah, jilid II, hlm. 63.
29 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) jilid 13, hal 929.

16

mereka dengan masuk ke dalam agama Allah, yaitu agama islam yang diutus bersama
Nabi Muhammad SAW.

Firman-Nya, “Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik,” maksudnya adalah, sesungguhnya Allah bersama makhluk-Nya
yang berbuat baik, yang berjalan di jalan Allah memerangi orang-orang musyrik,
percaya kepada apa yang dibawa rasul utusan Allah dengan menolongnya.
Kemenangan akan didapat oleh orang yang berjihad melawan musuh-musuh Allah.30

Ahli takwil berpendapat seperti takwil yang kami sebutkan tentang ayat, “Dan
orang-orsng yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami.” Ahli takwil yang
berpendapat seperti ini adalah:

Yunus menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibnu Wahab mengabarkan kepada
kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkata tentang ayat, “Dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridhaan) Kami,” ia berkata, “Aku katakana kepadanya, „Apakah
makna ayat ini adalah berperang di jalan kami? Ia menjawab,‟Ya‟.31

Dalam ayat tersebut Allah SWT ingin menyampaikan pesan bahwa betapa
beruntungnya manusia yang berjuang di jalannya , yang mengutamakan Allah SWT
dari apapun selainnya, menyerahkan harta dan jiwanya kepada Allah SWT dan
menjadikan Allah SWT sebagai tujuan hidupnya , bahwa keberuntungan yang di
dapat adalah mereka akan di berikan petunjuk oleh Allah SWT bukan hanya petunjuk
akan tetapi Allah SWT akan mengajarkan kepada mereka apa-apa yang mereka belum
ketahui dan memberikan mereka hidayah beserta taufiknya dalam kehidupan mereka.

Keberuntungan seperti itu sangat sulit di dapati pada zaman ini , dimana
kezhaliman sudah merajalela manusia pada zaman ini jika ingin berjuang di jalan
Allah SWT butuh pengorbanan bahkan bukan hanya harta tapi nyawanya juga.

H. Hikmah Tasyri
1. Orang-orang musyrik itu mengakui 2 hal prinsipil:
Pertama, sesungguhnya Allah SWT adalah pencipta tunggal yang
menciptakan langit, bumi, matahari, bulan, serta yang menundukkan malam
dan siang.

30 Imam Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) jilid 20, hal 571.
31 Ibnu Abu Hatim dalam tafsirnya (9/3084), Al Mawardi dalam An-Nukat waw Al Uyun (4/294), tanpa

menyebutkan sumbernya. Demikian juga dengan ibnu Al jauzi dalam Zad Al Masir (6/285). Pada akhir atsar
ini, dalam manuskrip tertulis: akir surah Al „ankabuut, alhamdulillah.

17

Kedua, sesungguhnya Allah SWT adalah pencipta, pemberi rezeki bagi
hamba-hamba-Nya, yang menhidupkan bumi dengan air hujan sehingga bumi
menjadi hijau setelah sebelumnya tandus dan orang-orang yang hidup
kelaparan.
2. Dalam tataran perbuatan terlihat bahwa orang-orang musyrik itu kontradiktif
dengan diri mereka. Di suatu sisi mereka mengakui wujud Allah SWT namun
mereka kemudian menyekutukan-Nya dengan tuhan lain dari kalangan
makhluk-Nya.
3. Perkara rezeki tidak dibedakan oleh keimanan atau kekafiran. Luas atau
sempitnya rezeki itu berasal dari Allah SWT Dengan demikian, tidak boleh
mencela kemiskinan. Segala sesuatu terjadi dengan qadha dan qadar. Allah
SWT Maha mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan kondusi dan
urusan hamba-hamba-Nya, dan apa yang lebih baik bagi mereka, apakah
sempitnya rezeki atau luasnya.32
4. Kehidupan dunia dengan seluruh harta, kedudukan, dan segala perhiasan yang
ada di dalamnya tidak lain adalah senda gurau dan permainan belaka. Segala
yang diberikan Allah SWT kepada orang kaya di dunia ini hanyalah sesuatu
yang nantinya akan lenyap, persis seperti permainan yang tidak ada
hakikatnya atau wujudnya.
5. Sesungguhnya negeri akhhirat itu adalah tempat tinggal yang abadi. Ia tidak
akan lenyap dan tidak ada kematian di dalamnya. Disanalah kehidupan yang
sesungguuhnya. Tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat itulah
sebabnya Al Qur‟an menggunakan redaksi hayawan yang sekalipun bermakna
hayah (kehidupan) hanya saja dalam kata ini terkandung penekanan lebih yang
tidak ditemukan dalam kata hayat.
6. Sesungguhnya orang-orang yang berjihad secara umum, yaitu dengan
memperjuangkan agama Allah SWT serta mencari keridhaan-Nya maka Allah
SWT akan membimbing mereka ke jalan kebaikan dan kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata "Sesungguhnya yang
menyebabkan kita tidak mendapatkan ilmu tentang hal-hal yang belum kita
ketahui adalah disebabkan kita tidak mengamalkan ilmu yang kita miliki.

32 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-Manhaj wa al-Aqidah wa al-Syariah, jilid II, hlm. 57.

18

Sekiranya kita mengamalkan Sebagian saja dari ilmu yang kita miliki niscaya
Allah SWT akan mengucurkan kepada kita ilmu yang sangat banyak.
Allah SWT berfirman:
"Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu."
(al-Baqarah:282).33
DAFTAR PUSTAKA
Al Qurthubi, 2007, Tafsir Al Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Zuhaili, Wahbah, 1418 H, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-
Manhaj, Damaskus:Dar al-Fikr al-Muashirah.
Al-Zuhaili, Wahbah, 2008, Terjemah Tafsir Al-Munir, Jakarta: Gema Insani.
Ath-Thabari, 2007, Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam.
Fakhrudin, Arif, Siti Irhamah, 2010, Al Hidayah Al-Qur‟an Tafsir Perata Tjwid Kode
Angka, Tangerang Selatan: Kalim.
Nukhbah, 2009, Tafsir al-Muyassar, Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd.
Salim, Muhsin, 2008, Ilmu Qira‟at Tujuh, Jakarta Selatan: Yayasan TADRIS AL-
QUR‟ANI.

33 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-Manhaj wa al-Aqidah wa al-Syariah, jilid II, hlm. 64.

19

Tafsir Tahlili Q.S. Ar-Ruum (30): 39-45

M. Rizieq Ramadhan

Kelompok 2

PENDAHULUAN

Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai pedoman hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka
dari itu, kita sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-
Qur‟an agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami
isi kandungan lahirlah ilmu tafsir.

Salah satu metode tafsir yang sering digunakan oleh para pengkaji Al-Qur‟an adalah
metode tahlili. Tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur‟an secara detail
dari mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga
tafsir ini mengkaji Al-Qur‟an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering
digunakan daripada tafsir-tafsir yang lainnya.

PEMBAHASAN

A. Ayat dan Terjemahan

ٍَ‫ْزُ ٌْ َ ٍِ ِْ َ َص مَبح‬َٞ‫َ ْش ثَُ٘ ِػ ْْذََّللَّا ََُِۖ َٗ ٍَ بَآر‬َٝ ‫َأَ ٍْ َ٘ ا ِه َاىَّْب ِط َفَََل‬ِٜ‫َ ْش ثُ َ٘ َف‬ِٞ‫ْزُ ٌْ َ ٍِ ِْ َ ِس ثًبَى‬َٞ‫َٗ ٍَ بَآر‬
َ ٌْ ُ‫زُن‬ٞ َِ ٌََُُّٝ‫َ َخ يَقَنُ ٌْ َصٌََُّ َس َص قَنُ ٌْ َص‬ٛ ‫)َّللَّا َُاىَّ ِز‬93( َُ ُ٘‫ذُٗ َُ َ َٗ ْج ََّٔللَّا َِفَؤ ُٗ ٰىَ ئِ َل ٌََُُٕاىْ َُ ْؼ ِؼ ف‬ٝ ‫رُ ِش‬

َ‫ َػَ ََّ ب‬ٰٚ َ‫ ٍ ََۚۡعُجْ َح بََُّٔ َٗ رَؼَبى‬ْٜ َ‫َفْؼَ ُو َ ٍِ ِْ َرَٰىِنُ ٌْ َ ٍِ ِْ َش‬َٝ ِْ ٍَ َ ٌْ ُ‫نُ ٌْ َََُٕۖ ْو َ ٍِ ِْ َشُ َش مَبئِن‬َِٞٞ‫ُ ْح‬ٌََُّٝ‫ص‬
َ ‫قَُٖ ٌْ َثَؼْ َغ‬ٝ ‫ُ ِز‬ِٞ‫َاىَّْب ِط َى‬ٛ ‫ْ ِذ‬َٝ‫َاىْجَ ِّش َ َٗ اىْجَ ْح ِش َثِ ََ بَمَغَجَ ْذ َأ‬ِٜ‫)َظََٖ َش َاىْفَغَبدَُف‬04( َُ ُ٘‫ُشْ ِش م‬ٝ
َُ‫ْ َف َمَب َُ َػَبقِجَخ‬َٞ‫َا ْۡل َ ْس ِع َفَبّْظُ ُش ٗاَم‬ِٜ‫ ُش ٗاَف‬ٞ ‫)َقُ ْو َ ِع‬04( َُ َُ٘‫َ ْش ِج ؼ‬َٝ ٌْ َُّٖ‫َػَ َِ يُ٘اَىَؼَي‬ٛ ‫اىَّ ِز‬

َ ُْ َ‫ِّ ٌِ َ ٍِ ِْ َقَجْ ِو َأ‬َٞ‫ ِِ َاىْق‬ِّٝ‫)َفَؤ َقِ ٌْ َ َٗ ْج َٖ َل َىِيذ‬04( َِ ٞ ‫ َِ َ ٍِ ِْ َقَجْ ُو ََۡۚمَب َُ َأَ ْم ضَ ُش ُٕ ٌْ َ ٍُ شْ ِش ِم‬ٝ ‫اىَّ ِز‬
َ ‫ِْٔ َمُفْ ُش ََُُٓۖ َٗ ٍَ ِْ َػَ َِ َو‬َٞ‫)َ ٍَ ِْ َمَفَ َش َفَؼَي‬09( َُ ُ٘‫َظَّ ذَّػ‬َٝ ‫َ ْ٘ ٍَ ئِ ٍز‬ََُِٝۖ ‫َ ْ٘ ً ََ َّل َ ٍَ َش دََّىََُٔ ٍِ َِ َّللَّا‬َٝ َٜ ِ‫َؤْر‬ٝ

ََۚۡ ِِٔ‫ َِ َآ ٍَ ُْ٘اَ َٗ ػَ َِ يُ٘اَاىظَّ بىِ َح ب ِد َ ٍِ ِْ َفَ ْؼ ي‬ٝ ‫ َاىَّ ِز‬َٛ ‫َ ْج ِض‬ِٞ‫)َى‬00( َُ ُٗ‫َ َْ َٖذ‬َٝ ٌْ ِٖ ‫َط بىِ ًح بَفَِِل َّْفُ ِغ‬
)04( َِ ٝ ‫ُ ِح ُّت َاىْنَبفِ ِش‬َٝ ‫إَََُِّّٔ َّل‬

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan

20

berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)[39]. “Allah-
lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu,
kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan
Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan
Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan [40]. “Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar) [41]. “Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari
mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)" [42]. Oleh karena itu,
hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah
suatu hari yang tidak dapat ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah-
pisah [43]. Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat)
kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka
sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan) [44}. agar Allah memberi
pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar [45].

B. Mufradat Lughwiyah
)ً ‫ْز ُ ٌْ َ ٍِ ِْ َ ِس ثب‬َٞ ‫ ( َٗ ٍَ ب َآر‬apa yang kalian lakukan berupa riba. Yang dimaksud

dengan riba di sini adalah hibah atau hadiah yang pemberinya memiliki maksud
supaya dirinya bisa mendapatkan imbal balik lebih banyak dari apa yang dia berikan.
{َ‫ َأَ ٍْ َ٘ ا ِه َاىَّْب ِط‬ِٜ‫َ ْش ثُ َ٘ َف‬ِٞ‫ } َى‬supaya bisa membuat harta orang-orang yang memberi
bertambah banyak. {َِ‫َ ْش ثُ٘ َ ِػ ْْذَ َّللَّا‬َٝ ‫} َفَََل‬pemberian itu tidak bisa berkembang di sisi
Allah SWT tidak diberkahi dan tidak ada pahala bagi para pemberinya.34

(َ ‫َاىْجَ ِّش َ َٗ اىْجَ ْح ِش‬ِٜ‫ ) اىْفَغَبدَُ( )ظََٖ َش َاىْفَغَبدَُف‬artinya adalah suatu kondisi kacau dan

rusak, seperti kekeringan, pacekli[ minimnya tetumbuhan, banyaknya kejadian
kebakaran, banjir; merebaknya aksi-aksi kejahatan, perampokan dan perampasan

34 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11, hlm 114.

21

harta secara zalim, banyaknya kemadharatan dan bencana serta minimnya
kemanfaatan dan kebaikan.35

(َُٓ ‫ِْٔ َمُفْ ُش‬َٞ‫) ٍَ ِْ َمَفَ َش َفَؼَي‬barangsiapa yang kafir, dia sendirilah yang menanggung
akibat buruk dan malapetaka kekafirannya itu, yaitu kekal di dalam neraka. (َ‫َٗ ٍَ َِْػَ َِ َو‬
ََُ ُٗ‫َ َْ َٖ ذ‬َٝ ٌْ ِٖ ‫ ) َط بىِ ًح ب َفَِِل َّْفُ ِغ‬dan barangsiapa yang beramal saleh, untuk diri mereka
sendirilah mereka menyiapkan tempat mereka di dalam surga.36

C. Ikhtilaf Qiraat
Jumhur ulama membaca ٌَُْ‫ْز‬َٞ‫ آر‬dengan mad (bacaan panjang) pada huruf alif

dan maknanya kalian berikan, sementara Ibnu Katsir, Mujahid dan Humaid membaca

tapa mad, Maknanya adalah apa yang kalian lakukan dari perbuatan riba agar
bertambah. Contohnya adalah kalimat, ًَ‫ َذ َ َخ َطؤ‬ْٞ َ‫ َذ َ َط َ٘ا ًثب َ َٗ َأَر‬ْٞ َ‫( أَر‬aku telah melakukan
sesuatu yang benar dan aku telah melakukan sesuatu yang salah). Namun mereka
sepakat atas bacaan mad37.

) َ٘ ُ‫َ ْش ث‬ِٞ‫ (ى‬Nafi‟ membaca )ُ٘‫(ىِزَ ْش ث‬
) َُ ُ٘‫ُشْ ِش م‬ٝ( Hamzah dan Al Kisa‟i membaca ) َُ ُ٘‫(ر ُشْ ِش م‬
Qiraah yang populer (ٌَْ َُٖ‫ق‬ٝ ‫ُ ِز‬ِٞ‫)ى‬, yakni dengan huruf “ya”, sementara
Ibnu Abbas membacanya dengan huruf nun di awal yakni ) ٌْ َُٖ‫ق‬ٝ ‫)ىُِْ ِز‬. Ini juga
merupakan qiraah As-Sulami, Ibnu Muhaishin, Qunbul dan Ya‟qub. 38

D. Asbabun Nuzul

Ayat 39 disebut pertama karena ayat ini diturunkan di Mekkah ketika

melakukan kegiatan keagamaan dan memungut sumbangan atas dasar untuk
mendapatkanrahmat dari Allah39. Pada ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah SWT

membenciriba dan perbuatan riba tersebut tidaklah mendapatkan pahala di sisi

AllahSWT. Riba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yang disangka

orang menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidak benar. Yang
benar zakatlah yang mendatangkan lipat ganda.40 Pada ayat ini tidak ada

35 Wahbah al- Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11, hlm 119.
36 Wahbah al- Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11, hlm 120.
37 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm 85.
38 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm 97.
39 Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economic, (Jakarta:Sinar Grafika Offset,2009),cet. 1, hlm.19
40 Muh Zuhri, Riba Dalam Al-Qur‟an dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilitik Antisipatif) (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada,1997),cet. 2,hlm. 60

22

petunjukAllah SWT yang mengatakan bahwasanya riba itu haram. Artinya bahwa
ayat inihanya berupa peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif.

Al-Faryabi meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata,”Dulu orang-orang
melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran hinggawaktu
tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran, namun si pembeli belum jugasanggup
membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambahkan tenggang
waktunya. Lalu turunlah firman Allah Swt.41

Sebagian Mufassir ada yang berpendapat bahwa riba tersebut bukan ribayang
diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada oranglain yang
tidak didasarkan keikhlasan, seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah
yang lebih besar. Ulama lain seperti al-Alusi dan Sayyid Qutbmemilih pendapat
bahwa riba dalam ayat itu adalah tambahan yang dikenal dalam mu‟amalah sebagai
yang diharamkan oleh syafi‟.

Ditinjau dari asbab al-nuzul surat Ar-Rum ayat 41, maka Tafsir Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa surat Ar-Rum ayat 41 itu menjadi petunjuk bahwa berkurangnya
hasil tanam-tanaman dan buah-buahan adalah karena banyak perbuatan maksiat yang
dikerjakan oleh para penghuninya. Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang
berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi,
karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan.42

E. Munasabah Lil Ayat
Sebelumnya, Allah SWT telah menerangkan buruknya keadaan orang-orang

musyrik, dan kesyirikan adalah menjadi sebab kerusakan, berdasarkan dalil firman
Allah SWT pada surat Al Anbiya ayat 22.

Selanjutnya, di sini Allah SWT menuturkan bahwa kerusakan telah muncul di
tengah-tengah manusia. Mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang
halal, ke zaliman merajalela, banyak terjadi peperangan dan kekacauan.

Kemudian Allah SWT mengingatkan mereka dan menyuruh mereka
melakukan perjalanan di muka bumi, lalu memerhatikan bagaimana Allah SWT
membinasakan umatumat yang ada disebabkan oleh kemaksiatankemaksiatan dan
kesyirikan mereka. Allah SWT membinasakan suatu kaum disebabkan oleh

41 Dahlan dan Zaka Alfarisi, Ababun Nuzul, (Bandung:CV Diponegoro,2000),cet. 2, hlm. 19
42 R..H.A. Soenarjo, Al Qur‟an dan Terjemahnya, (Semarang:CV.Asy-Syifa‟, 1992), hlm. 645.

23

kesyirikan, dan membinasakan suatu kaum yang lain disebabkan oleh kemaksiatan.
Pembinasaan terkadang karena kesyirikan dan terkadang karena kemaksiatan.

Kemudian Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya agar tetap teguh, persisten
dan konsisten pada agama yang hak sebelum datangnya hisab yang akan memisahkan
dan mengelompokkan manusia, ada yang di surga dan ada yang di neraka.
Barangsiapa yang kafic dirinya sendirilah yang menanggung akibatnya, dan
barangsiapa yang beriman dan mengerjakan amal saleh, sungguh dia benarbenar telah
menyiapkan tempat istirahat yang nyaman untuk dirinya.

F. Tafsir Ijmali
Allah SWT menuturkan dua di antara macam-macam pemberian. Salah

satunya adalah baik dan diterima di sisi Allah SWT, sedangkan yang satunya lagi
adalah buruk dan dibenci di sisi-Nya. Adapun pemberian yang buruk dan dibenci
adalah riba [pemberian dengan maksud supaya mendapatkan imbalan balikyang lebih
banyak). Sedangkan pemberian yang baik adalah zakat. Pemberian yang buruk adalah
yang dijelaskan dalam ayat {َِ‫َ ْش ثَُ٘ ِػ ْْذََّللَّا‬َٝ ‫َأَ ٍْ َ٘ ا ِه َاىَّْب ِط َفَََل‬ِٜ‫َ ْش ثُ َ٘ َف‬ِٞ‫ْزُ ٌْ َ ٍِ ِْ َ ِس ثًبَى‬َٞ‫َ َٗ ٍَ بَآر‬
}barangsiapa memberi suatu pemberian dengan maksud supaya dia mendapatkan
irnbalan balik lebih banyak dari pemberian yang dia berikan, itu tidak ada pahalanya
di sisi Allah SWT.43

Janganlah kamu memberi suatu pemberian dengan maksud supaya
mendapatkan imbalan balik lebih banyak dari apa yang kamu berikan. Perbuatan ini
adalah haram bagi Nabi Muhammad saw. secara khusus, namun halal dan boleh bagi
selain beliau, tetapi tidak berpahala. Ibnu Abbas mengatakan bahwa riba ada dua
macam. Pertama, riba yang tidak boleh, yaitu riba jual beli. Kedua,
ribayangboleh,yaitu hadiah yang diberikan oleh seseorang dengan maksud agar dia
mendapat imbalan balikyang lebih baik dan lebih banyak. Kemudian Ibnu Abbas
membaca ayat ini.

Penyimpangan telah muncul di mana-mana di alam ini, banyaknya
kemadharatan, minimnya kemanfaatan, kekurangan hasil pertanian dan buah-buahan,
banyaknya kematian, minimnya curah hujan, merebaknya kekeringan, paceklik dan
tanah yang tandus. Semua itu akibat dari kemaksiatan-kemaksiatan, kedurhakaan, dan
dosa-dosa manusia, berupa kekafiran, kezaliman, pelanggaran terhadap hal-hal yang

43 Wahbah al- Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11. hlm 115.

24

mesti dihormati, menentang dan memusuhi agama yang haq, hilangnya kesadaran
muraqabah kepada Allah SWT baik di kala sendiri maupun ramai, pelanggaran
terhadap hak-hak serta memakan harta orang lain tanpa hak dan dengan cara yang
tidak sah. Hal itu supaya Allah SWT merasakan kepada mereka balasan atas sebagian
perbuatan mereka dan buruknya perilaku mereka berupa kemaksiatan, kedurhakaan
dan dosa-dosa. Ketika itu, diharapkan barangkali mereka bisa sadar insaf dan
menyadari kesalahan dan kemaksiatan mereka, lalu meninggalkannya.44

Kemudian atas merebaknya kerusakan di muka bumi, Allah SWT mengancam
dengan hukuman seperti hukuman yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu.
wahai Rasul, katakan kepada orang-orang yang berbuat kerusakan dan orang-orang
musyrik itu, lakukanlah perjalanan di negeri-negeri yang ada, lihat dan perhatikanlah
nasib umat-umat terdahulu sebelum kalian itu, bagaimana Allah SWT membinasakan
mereka dan merasakan kepada mereka buruknya adzab disebabkan kekafiran mereka
dan buruknya perbuatan-perbuatan mereka. Lihat dan perhatikanlah apa yang
menimpa mereka akibat dari perbuatan mendustakan para rasul dan ingkar terhadap
nikmat-nikmat Allah. Sesungguhnya kebinasaan dan kehancuran kebanyakan
disebabkan oleh perilaku syirik yang terang-terangan.

Rata-rata sebab mereka diadzab adalah karena kekafiran mereka terhadap
ayat-ayat Tuhan mereka dan sikap mereka mendustakan dan tidak memercayai rasul-
rasul-Nya. Ini menjelaskan illat, alasan dan sebab hal di atas. Hal ini menjadi landasan
dalil tentang bahwa hukum-hukum memiliki illat atau alasan. fuga, bahwa hukuman
Allah pasti tidakterlepas dari nilai keadilan.

Selanjutnya, Alllah SWT menegaskan bahwa balasan tiap-tiap golongan
adalah sesuai dengan amalnya dan hasil dari perbuatannya. Barang siapa kafir dan
ingkar kepada Allah SWT, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya, serta mendustakan
dan tidak memercayai hari akhir, dirinya sendirilah yang menanggung malapetaka,
dosa dan akibat kekafirannya. Sedangkan barangsiapa beriman kepada Allah S\ T,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan ba'ts, serta mengerjakan amal-amal saleh,
menaati perintahAllah SWT dan meninggalkan larangan-Nya, sungguh dia benar-
benar telah menyiapkan untuk dirinya tempat istirahat yang nyaman dan empuk,
tempat tinggal yang luas dan tempat menetap yang tenang nan abadi.

44 Wahbah al- Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-
Fikr al-Muashirah, 1418 H), jilid 11. hlm 121.

25

Sebab pembeda balasannya adalah . (َ ِْ ٍِ َ ‫ َِ َآ ٍَ ُْ٘اَ َٗ ػَ َِ يُ٘اَاى َّظ بىِ َح ب ِد‬ٝ ِ‫ َاىَّز‬َٛ ‫َ ْج ِض‬ِٞ‫ى‬
) َِ ٝ ‫ُ ِح ُّت َاىْنَبفِ ِش‬َٝ ‫ فَ ْؼ ئِِ َۚۡ َإَُِّّٔ ََ َّل‬Aku Yang membalas, lalu bagaimanakah pembalasan
itu? Mereka terpisahkan dan terklasifikasikan menjadi dua golongan, lalu
bagaimanakah mereka dibalas? Aku membalas orang-orang Mukmin yang
mengerjakan amal-amal saleh dengan karunia, anugerah, kebaikan, dan kemurahan-
Ku. f adi, ganiaran dan penghargaan itu adalah dengan karunia, anugerah, dan
kemurahan. Dengan demikian, Aku membalas satu kebaikan dengan sepuluh kali
lipatnya sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan hingga lipat ganda yang banyak
sekehendak-Ku..

Ada hal yang perlu diperhatikan di sini, yaitu bahwa ketika Allah SWT
menyandarkan kekafiran dan keimanan kepada hamba, Allah SWT mendahulukan
penyebutan orang kafir . Sedangkan ketika Allah SWT menyandarkan balasan kepada
Diri-Nya, Dia mendahulukan penyebutan orang Mukmin, untuk memperlihatkan
kemurahan dan rahmat-Nya kemudian baru menyebutkan orang kafir. edangkan
ketika Allah SWT menyandarkan balasan kepada Diri-Nya, Dia mendahulukan
penyebutan orang Mukmin, untuk memperlihatkan kemurahan dan rahmatnya
kemudian baru menyebutkan orang kafir, karena ini adalah intimidasi dan ancaman45

G. Tafsir Tashili

َ ‫قَُٖ ٌْ َثَؼْ َغ‬ٝ‫ُ ِز‬ِٞ‫َاىَّْب ِطَى‬ٛ‫ْ ِذ‬َٝ‫َاىْجَ ِّش َ َٗاىْجَ ْح ِشَثِ ََ بَمَغَجَ ْذَأ‬ِٜ‫ظَ َٖ َشَاىْفَغَبدَُف‬
ََُ ُ٘‫َ ْش ِجؼ‬َٝ ٌْ َُّٖ‫َػَ َِيُ٘اَىَؼَي‬ٛ‫اىَّ ِز‬

Pemakalah memilih surat Ar-Rum ayat 39 ini karena dalam ayat tersebut sarat
dengan makna dan terdapat mutiara hikmah yang besar untuk kita jadikan pelajaran,
tentang bagaimana kita menyikapi kehidupan dunia ini, memahami bahwa kehidupan
di dunia ini berlaku sementara dan kehidupan akhirat berlaku selamanya.

Ibnu Abbas RA, Ikrimah dan Mujahid berkata, "Kerusakan di daratan adalah
pembunuhan anak Adam akan saudaranya. Qabil membunuh Habil. Sedangkan
kerusakan di laut adalah penguasa yang mengambil setiap kapal secara paksa."

Ada yang berpendapat bahwa makna (َُ‫( )اىْفَغَبد‬kerusakan) adalah kekeringan,
sedikitnya hasil tanaman, hilangnya berkah. Seperti ini juga pendapat yang

45 Wahbah al- Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11, hlm123

26

dikemukakan oleh Ibnu Abbas RA. Dia berkata, "Kurangnya berkah pada pekerjaan
hamba, agar mereka bertobat."46

An-Nuhas berkata, Ini adalah makna terbaik tentang ayat ini. "Diriwayatkan

dari Ibnu Abbas RA juga, bahwa maksud kerusakan di laut adalah habisnya hasil
tangkapan ikan disebabkan dosa-dosa anak Adam.47

Ibnu Athiyah berkata, "Maksudnya, apabila curah hujan berkurang maka

berkurang juga kedalaman air laut, para nelayan merugi dan binatang-binatang laut
menjadi tidak berkembang biak."48

Allah menjelaskan bahwa timbulnya kerusakan sebagai akibat dari perbuatan

tangan manusia sendiri, lalu Dia memberikan petunjuk kepada mereka, bahwa orang-

orang sebelum mereka pernah melakukan hal yang sama seperti apa yang telah

dilakukan oleh mereka. Akhirnya mereka tertimpa azab dari sisi-Nya, sehingga

mereka dijadikan pelajaran buat orang-orang yang sesudah mereka dan sebagai
perumpamaan-perumpamaan bagi generasi selanjutnya.49

Ada juga yang berpendapat bah wa maksud kerusakan adalah tingginya harga

dan sedikitnya pendapatan hidup. Ada lagi yang berpendapat bahwa maksud

kerusakan adalah keraksiatan, perampolan dan kezhaliman. Artinya, perbuatan ini

menjadi penghalang bercocok tanam, pembanguman dan perniagaan. Namun serua

makna di atas tidak jauh berbeda.
Sedangkan kata َ‫ اىْجَ ِّش‬dan َ‫ اىْجَ ْح ِش‬dalah daratan dan lautan yang sudah.

dikenal dan sudah populer dalam bahasa dan bagi manusia. Bukan seperti
yang dikatakan oleh sebagian hamba, bahwa َ‫ اىْجَ ّش‬adalah lidah dan ‫اىْجَ ْح ش‬

adalah hati, karena nampaknya apa yang keluar dari lidah dan

tersembunyinya apa yang ada di dalam hati.
Ibnu Abbas RA berkata, "Sesungguhnya َ‫ اىْجَ ِّش‬artinya kota dan desa

yang tidak berada di dekat sungai sedangkan(َ‫َ( اىْجَ ْح ِش‬artinya kota dan desaَ
yang berada di pesisir laut."50

ََُ ُ٘‫َ ْش ِج ؼ‬َٝ ٌْ َُّٖ‫“ ىَؼَي‬Agar mereka kembali (ke jalan yang benar),”
Maksudnya adalah, agar mereka bertobat. Allah SWT berfirman, َٛ ‫ثَؼْ َغ َاىَّ ِز‬
‫ػَ َِ يُ٘ا‬, karena sebagian besar balas an ada di akhirat.

46 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm 95
47 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm 96
48 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm 96
49 Ahmad Mustafâ Al-Marâgî, Tafsîr al-Marâgî, jilid 21, (Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M),
hlm 102
50 Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm 96

27

H. Hikmah Tasyri
1. Jika memberi suatu pemberian didasari dengan maksud atau motif agar
mendapatkan imbalan balik yang lebih baik dan lebih banya[ itu hukumnya haram
bagi Nabi Muhammad saw. secara khusus, namun boleh bagi umat beliau. Akan
tetapi, tidak berpahala. Inilah yang dimaksud dengan riba yang halal atau hibah
tsawaab (memberi dengan tujuan mendapatkan imbalan balik yang baik dan lebih
banyak). 2. , atas ingin lebih.
Adapun riba yang haram secara syara' yang dimusnahkah oleh Allah SWT dan
besar dosanya adalah riba jual beli dan riba utang piutang yang sudah diketahui
bersama.
2. Sesungguhnya muncul dan merebaknya kerusakan adalah menjadi sebab
kehancuran dan kebinasaan di dunia serta hukuman di akhirat. Hukuman di dunia
atas kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian manusia di daratan
dan lautan seperti kemarau berkepanjangan dan melonjaknya harga kebutuhan,
banyaknya peperangan, fitnah, konflih kerusuhan dan kekacauan keamanan,
diharapkan bisa menjadi sebab manusia mau sadaar insaf dan bertobat serta
mendorong untuk segera kembali kepada Allah SWI istiqamah dan konsisten
meneguhi ketaatan serta menjauhi dosa-dosa dan kemungkaran - kemungkaran.
3. Manusia kapan pun dan di mana pun haruslah mengambil iktibar dan memetik
pelajaran dari orang-orang terdahulu dan nasib mereka, memerhatikan dan
merenungkan bagaimana akibat dan nasib orang yang mendustakan para rasul.
Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang musyrik, yaitu kafir dan ingkar;
mereka pun dibinasakan.
4. Pada hari Kiamat, manusia terkelompokkan dan terklasifikasikan menjadi dua
golongan menurut amalan-amalan mereka, satu golongan di surga dan satu
golongan di neraka.
5. Orang kafir mendapatkan balasan kekafirannya, yaitu neraka. Sedangkan orang
Mukmin yang mengeriakan amal saleh mendapatkan ganjaran surga. Orangorang
yang beriman dan beramal saleh itu, mereka sedang menyediakan dan
mempersiapkan tempat istirahat, tempat tinggal dan tempat menetap yang nyaman
untuk diri mereka di akhirat kelak dengan amal saleh.
6. Rahmat dan belas kasih Allah SWT menghendaki untuk mengganjar orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amalamal saleh itu dari karunia, anugerah dan

28

kemurahan-Nya supaya seorang Muslim berbeda dari orang kafir. Setiap orang
yang masuk surga adalah berkat karunia, anugerah, kemurahan dan rahmat Allah
SWT bukan karena amalannya, bahkan para nabi sekali pun.
Demikian juga, keadilan menghendaki orang-orang kafir dibalas dan dihukum atas
kekafiran, kedurhakaan dan kemaksiatan-kemaksiatan mereka. Karena tidak
masuk akal menyamakan antara orang-orang Muslim dan orang-orang kafir.51
DAFTAR PUSTAKA
Al Qurthubi, 2007, Tafsir Al Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Marâgî, A. Mustafa, 1974. Tafsîr al-Marâgî, jilid 21. Mesir. Mustafa Al-Babi Al-
Halabi
Al-Zuhaili, Wahbah, 1418 H, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-
Manhaj, Damaskus:Dar al-Fikr al-Muashirah.
Dahlan dan Zaka Alfarisi,2000. Ababun Nuzul. Bandung.CV Diponegoro.
Muh Zuhri, 1997. Riba Dalam Al-Qur‟an dan Masalah Perbankan Sebuah Tilitik
Antisipatif). Jakarta PT Raja Grafindo Persada.
Soenarjo. R.H.A, 1992. Al Qur‟an dan Terjemahnya. Semarang.CV.Asy-Syifa‟.
Veithzal Rivai dan Andi Buchari, 2009. Islamic Economic. Jakarta.Sinar Grafika Offset.

51 Wahbah al- Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (Damaskus:Dar al-Fikr al-
Muashirah, 1418 H), jilid 11, hlm 124

29

Tafsir Tahlili Q.S. Luqman (31): 5-11

Muh Zulkifli │ Fajar Mulia

Kelompok 3

PENDAHULUAN

Al-Qur‟an merupakan kitab suci pedoman umat Islam yang selalu eksis sepanjang
masa. Eksistensinya ditandai dengan solusi atas permasalahan hidup manusia yang
terkandung di dalamnya. Selain itu, penafsiran Al-Qur‟an yang selalu berkembang menjadi
bukti bahwa Al-Qur‟an selalu relevan dengan zaman.

Di dalam menjalani hidup, sebagai manusia yang selalu dihadapkan dalam sebuah
permasalahan, Al-Qur‟an menawarkan solusi di setiap ayat-ayatnya. Oleh karena itu para
mufassir dari masa ke masa selalu menggali makna yang terkandung di setiap ayat-ayat Al-
Qur‟an, sehingga melahirkan berbagai macam kitab tafsir dengan metode dan corak yang
beragam. pada makalah ini akan dipaparkan secara ringkas mengenai salah satu metode
mufassir di dalam menafsirkan Al-Qur‟an yakni dengan metode Tahlili.

Pemakalah akan menyajikan penafsiran surah Luqman ayat 5-11 secara tahlili dengan
mengutip penafsiran dari berbagai mufassir.

PEMBAHASAN

A. Ayat dan Terjemahan
(5) َْ ٛ ‫ٌََٰ ئِ َه ُُُ٘ اٌْ ُّ فٍِْ ُح‬ُٚ ‫ أ‬َٚ ۖ ُْ ِٙ ِّ‫ ِِ ْٓ َس ث‬ًٜ‫ ُ٘ذ‬َٰٝ ٍََ‫ٌََٰ ئِ َه ع‬ُٚ ‫أ‬

‫ٌََٰ ئِ َه‬ُٚ ‫ ا ۚ أ‬ًٚ ‫َز َّ ِخ زََ٘ب ُ٘ ُض‬٠ َٚ ٍُ ٍْ ‫ْ ِش ِع‬١َ‫ ًِ َّل َّلا ِ ثِغ‬١ِ‫ُ ِض ًَّ عَ ْٓ سَج‬١ٌِ ‫ ِث‬٠ ‫ اٌْ َح ِذ‬َٛ ْٙ ٌَ ٞ ‫َشْ زَ ِش‬٠ ْٓ َِ ‫ ِِ َٓ إٌَّب ِط‬َٚ
(6) ٌٓ ١ ِٙ ُِ ‫ُُْ عَزَا ٌة‬ٌَٙ

ٍ‫ لْ ًش ا ۖ فَجَشِّ ْش ُٖ ثِعَزَاة‬َٚ ِْٗ١َُٔ‫ أ ُر‬ِٟ‫َ ب وَؤ َ َّْ ف‬ْٙ‫َسْ َّ ع‬٠ ُْ ٌَ ْْ َ ‫ ُِ سْ زَىْ جِ ًش ا وَؤ‬َٰٝ ٌَّ َٚ ‫َبرَُٕب‬٠‫ِْٗ آ‬١ٍَ َ‫ ع‬َٰٝ ٍَْ‫ إِرَا ر ُز‬َٚ
(7) ٍُ ١ٌَِ‫أ‬

(8) ُِ ١ ‫ُ ُْ َج َّٕب ُد إٌَّ ِع‬ٌَٙ ‫ا اٌصَّ بٌِ َح ب ِد‬ٍُٛ ِّ َ‫ ع‬َٚ ‫ا‬ُٕٛ َِ ‫ َٓ آ‬٠ ‫إِ َّْ اٌَّ ِز‬
(9) ُُ١ ‫ ُض اٌْ َح ِى‬٠ ‫ اٌْعَ ِض‬َٛ ُ٘ َٚ ۚ ‫ عْ ذَ َّل َّلا ِ َح مًّب‬َٚ ۖ ‫َ ب‬ٙ١ِ‫ َٓ ف‬٠ ‫َخ بٌِ ِذ‬

ًُِّ‫َ ب ِِ ْٓ و‬ٙ١ِ‫ ثَ َّث ف‬َٚ ُْ ُ‫ذَ ثِى‬١ ِّ َ‫ أ َ ْْ ر‬َٟ ‫ ا ِس‬َٚ ‫ اْْل َ ْس ِض َس‬ِٟ‫ ف‬َٰٝ َ‫ أٌَْم‬َٚ ۖ ‫َ ب‬َٙٔ ْٚ ‫ْ ِش عَ َّ ٍذ رَ َش‬١َ‫ ا ِد ثِغ‬َٚ ‫َخ ٍَ َك اٌسَّ َّ ب‬
(10) ٍُ ٠ ‫ جٍ وَ ِش‬ْٚ ‫َ ب ِِ ْٓ وًُِّ َص‬ٙ١ِ‫ أَْٔ َض ٌَْٕب ِِ َٓ اٌسَّ َّ ب ِء َِ ب ًء فَؤ َْٔجَزَْٕب ف‬َٚ ۚ ٍ‫دَ اثَّخ‬

30


































Click to View FlipBook Version