The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI KELAS XI SMA/SMK, MATERI BAB I UPANISAD-UPANISAD UTAMA, Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by artadinajayaber217an, 2022-08-22 23:57:13

AGAMA HINDU

PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI KELAS XI SMA/SMK, MATERI BAB I UPANISAD-UPANISAD UTAMA, Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

Keywords: agama

UPANIṢAD
UPANIṢAD

UTAMA

OLEH

I KADEK ARTA JAYA, S.Ag.,M.Pd.H

PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI

SMA/SMK
KELAS XI

BAB I
UPANIṢAD SEBAGAI SUMBER FILSAFAT

HINDU

Gambar 1.1 Upaniṣad
Sumber : https://livingwiseproject.com/2017/10/23/pointings-kena-

upanishad/

TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada akhir pembelajaran peserta didik mampu menganalisis pokok-
pokok ajaran Upaniṣad sebagai sumber filsafat agama Hindu.

PETA KONSEP

Upaniṣad Mengenal Upaniṣad
Sebagai Pokok-pokok Ajaran Upaniṣad
Sumber
Filsafat Nilai-nilai Kemanusiaan dalam Kitab
Hindu Upaniṣad

Mengimplementasikan Nilai-nilai
kemanusiaan dalam Kitab Upaniṣad

2

PROFIL PELAJAR PANCASILA

Melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan maka peserta didik
diharapkan mampu:
1. Mengenal sifat-sifat Tuhan dan menghayati bahwa inti dari sifat-sifat-Nya

adalah kasih dan sayang;
2. Mengutamakan persamaan dan kemanusiaan di atas perbedaan serta

menghargai perbedaan yang ada dengan orang lain;
3. Memiliki rasa keingintahuan, mengajukan pertanyaan yang relevan,

mengidentifikasi dan mengklarifikasi gagasan dan informasi yang
diperoleh, serta mengolah informasi tersebut;
4. Dalam pengambilan keputusan, menggunakan nalarnya sesuai dengan
kaidah sains dan logika dalam pengambilan keputusan dan tindakan dengan
melakukan analisis serta evaluasi dari gagasan dan informasi yang ia
dapatkan.

KATA KUNCI

Upaniṣad, Ketuhanan, Tat Twam Asi, Vasudhaivakuṭumbakam

Mari Diskusikan
1) Apa itu Upaniṣad ?
2) apa yang kalian ketahui tentang Upaniṣad ?
3) bagaimana kedudukan Upaniṣad dalam pustaka suci Weda ?

3

Kitab Upaniṣad memberi kita ajaran untuk memperoleh pengetahuan
yang benar melalui ruang-ruang diskusi, berpikir kirtis (critical thinking)
terhadap fenomena metafisika baik pada diri manusia maupun lingkungan di
sekitar manusia.

Upaniṣad adalah bagian akhir dari Catur Weda Saṁhitā, Kitab
Upaniṣad diyakini mampu menghilangkan kebodohan atau awidya. Kitab
Upaniṣad berasal dari Bahasa Sansekerta, upa artinya dekat, ni artinya di
bawah dan ṣad berarti duduk. Dengan demikian Upaniṣad dapat diartikan
duduk di bawah dekat kaki Sang Resi untuk mendengarkan upadesa atau
ajaran ketuhanan serta hal-hal yang berkaitan dengan manusia, serta alam
semesta (Nala & Wiramadja, 2004: 49).

Selain sebagai wejangan kitab suci, Upaniṣad juga menggambarkan
orang-orang suci mewejangkan ajaran suci Weda, dengan mengutip langsung
dari kitab suci Weda tersebut, memberikan pengertian baru, untuk kemudian
mendapatkan manfaat terhadap diri manusia. Gagasan baru tersebut
membebaskan mereka dari sifat yang formal.

Perhatikan gambar berikut dan kemukakan pendapat kalian mengenai
gambar tersebut!

Gambar 1.2 : Seorang murid duduk di dekat Maha Rsi, untuk
mendengarkan wejangannya.

Sumber : https://scriptures.redzambala.com/hinduism-
scriptures/text/upanishads.html

4

Pustaka Suci Weda merupakan sumber utama yang dijadikan kajian
dalam Upaniṣad, Kitab Suci merupakan elemen pertama dalam pembelajaran
agama Hindu. Untuk itu, mempelajari kitab Upaniṣad sangat penting bagi
umat Hindu. Apakah kalian ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
Upaniṣad? Jika iya, mari kita pelajari dengan saksama materi berikut.

A. Mengenal Upaniṣad

Kitab Suci Weda merupakan sumber pengetahuan bagi umat Hindu.
Kitab suci Weda terbagi menjadi dua, yakni Weda Sruti dan Weda Smreti.
Pada kelompok Sruti terdapat kitab Catur Weda yang mempunyai Upaniṣad-
nya masing-masing. Kata Upaniṣad secara etimologi menurut Sutrisna
(2009:3) berasal dari kata upa artinya dekat, ni artinya di bawah dan sad
artinya duduk. Sehingga yang dimaksud dengan Upaniṣad secara
etimologinya berarti sekelompok sisya (peserta didik) duduk dekat acarya
(Pendidik atau guru).

Namun pengertian secara mendasar terkait dengan Upaniṣad perlu
digali lebih dalam lagi. Sebab tidak akan dapat dengan sempurna
menggambarkan Upaniṣad hanya dari aspek asal usul kata saja. Perlu dikaji
lebih jauh lagi terkait dengan aspek-aspeknya, serta ciri-ciri mendasar dari
Upaniṣad tersebut. Dengan demikian akan diperoleh literasi mendalam terkait
dengan Upaniṣad.

Kitab Upaniṣad menurut Sura (dalam Sutrisna, 2009: 11) adalah
sebagai pengembangan tentang Weda, oleh karena memahami Weda yang
ditulis dengan daiwiwak (bahasa para Dewa), dengan pemahaman yang
terbatas dari umat, memerlukan penjelasan-penjelasan mutlak dari Upaniṣad.
Tanpa penjelasan itu, mantra-mantra yang bersifat simbolis bisa keliru
ditafsirkan. Sistem Upaniṣad memungkinkan seorang sisya dalam
mempelajari falsafah kehidupan dapat membangun emosi kedekatan dengan

5

acarya-nya secara psikologis.
Kedekatan yang dibangun dapat secara secara fisik tatap muka

langsung dan juga secara psikis membangun emosi spirit dengan acaryanya,
sehingga sisya dapat mendengarkan, meresapi, dan menghayati, ajaran yang
disampaikan dengan baik dan benar.

Demikian juga dengan ajaran-ajaran dan mantra tertentu yang bersifat
rahasia, yang sulit dipahami oleh masyarakat awam, diperjelas di dalam
Upaniṣad. Batang tubuh Weda yang pertama yang memberikan penjelasan
langsung bersumber dari Weda langsung ada di Upaniṣad tersebut. Nala &
Wiramadja (2004: 49) mengungkapkan bahwa arti semula dari Upaniṣad ini
adalah pelajaran rahasia yang berasal dari Brahman. Ajaran rahasia inilah
yang ditulis oleh para Maharsi. Isinya berintikan kitab Catur Weda Samhita.
Kitab Upaniṣad dianggap sebagai kitab tafsir terakhir dari Catur Weda,
sehingga disebut juga dengan Wedanta, “anta” artinya akhir, bagian akhir dari
Weda inilah Wedanta.

Nala & Wiramadja (2004:49) menyebut kitab Wedanta ini
memberikan ulasan secara ilmiah sehingga lebih disenangi untuk dipelajari
oleh para cendekia Hindu. Kitab ini disejajarkan dengan kitab adnyana yaitu
kitab yang membuat orang menjadi widnyana, berbudi pekerti luhur dan
pradnyan, arif bijaksana.

Yang perlu dipahami bahwa kitab Sruti dihimpun ke dalam empat
himpunan (Samhita) yaitu Rg Weda, Yajur Weda, Sama Weda dan Atharwa
Weda; keempat-empatnya ini memiliki kitab Upaniṣadnya. Lebih lanjut Nala
& Wiramadja (2004: 50) menyebutkan bahwa Upaniṣad dikodifikasikan
dalam empat Samhita; jumlah keseluruhannya terdapat 108 Upaniṣad.
Adapun 108 Upaniṣad tersebut adalah sebagai berikut.

6

Ṛgweda 10 Upaniṣad Rg Weda
Sāmaweda Aitareya, Kauṣītaki, Ātmapraboda, Nādabindu,
Yajurweda Nirwāṇa, Mudgala, Akasamālikā, Tripurā, Saubhagya,
Baḥwṛca
Atharvaveda
16 Upaniṣad
Kena, Maitreyī, Mahat, Sāwitrī, Chāndogya,
Wajrasūcikā, Samnyāsa, Rudrākṣajābāla, Āruni, Yoga
Cūḍāmaṇi, Awyakta, Jābāli, Maitrāyani, Wāsudewa,
Kuṇdikā, Darśana

Krishna Yajurveda terdapat 32 Upaniṣad
Taittiriya, Katha, Śvetāśvatara, Maitrāyaṇi, Sarvasāra,
Śukarahasya, Skanda, Garbha, Śārīraka, Ekākṣara,
Akṣi, Brahma, Avadhūta, Kaṭhasruti, Sarasvatī-rahasya,
Nārāyaṇa, Kali-Saṇṭāraṇa, Kaivalya, Kālāgnirudra,
Dakṣiṇāmūrti, Rudrahṛdaya, Pañcabrahma,
Amṛtabindu, Tejobindu, Amṛtanāda, Kṣurika,
Dhyānabindu, Brahmavidyā, Yogatattva, Yogaśikhā,
Yogakuṇḍalini, Varāha
Shukla Yajurveda terdapat 19 Upaniṣad
Bṛhadāraṇyaka, Īśa, Subala, Mantrika, Niralamba,
Paingala, Adhyatma, Muktika, Jābāla, Bhikṣuka,
Turīyātītavadhuta, Yājñavalkya, Śāṭyāyaniya, Tārasāra,
Advayatāraka, Haṃsa, Triśikhi, Maṇḍalabrāhmaṇa,

Paramahamsa.

31 Upaniṣad
Muṇḍaka, Māṇḍūkya, Praśna, Ātmā, Sūrya,
Prāṇāgnihotra, Paramahamsa, Paramahaṃsa-
parivrājaka, Parabrahma, Sītā, Devī, Tripurātapini,
Bhāvana, Nṛsiṃhatāpanī, Rāmarahasya, Rāmatāpaṇi,
Gopālatāpani, Kṛṣṇa, Hayagrīva, Dattātreya, Gāruḍa,
Atharvasiras, Atharvaśikha, Bṛhajjābāla, Śarabha,
Bhasma, Gaṇapati, Śāṇḍilya, Pāśupata, Mahāvākya,
Nārada- parivrājaka (Maswinara, 1997)

Sementara menurut Sri Swami Siwananda (2003: 17) yang
menyebutkan bahwa kitab Upaniṣad merupakan intisari dari ajaran Weda,
yang membentuk pondasi dari ajaran agama Hindu. Terdapat banyak kita-kita
Upaniṣad dari tiap-tiap Weda Samhita sebagai Sakha-sakha atau cabang-

7

cabang pengkajian atau resensi, Upaniṣad-Upaniṣad terpenting ada Īśa,
Chāndogya, Kena, Muṇḍaka, Praśna, Māṇḍūkya, Katḥa, Aitareya, Taittirīya,
BṛhadĀraṇyaka, Kauṣītaki, Śvetāśvatara, dan Maitrāyaṇi yang kesemuanya
ini merupakan Upaniṣad utama.

Setelah mengetahui arti dan jenis-jenis Upaniṣad di atas, lalu secara
garis besarnya bagaimana pengelompokkan dari Upaniṣad tersebut?

Upaniṣad terbagi dalam dua bagian dilihat dari sifatnya, yaitu karma
kanda dan adnyana kanda. Karma Kanda memuat ketentuan-ketentuan pokok
karma dan upacara keagamaan Adnyana Kanda berisi ajaran pengetahuan
ketuhanan. Selanjutnya Karma Kanda lebih dikenal dengan nama Weda
Brahmana, karena isinya kebanyakan doa-doa untuk upacara keagamaan dan
dibaca oleh para pendeta dari warna Brahmana (Tim Penyusun, 2013: 60).

Hampir semua isi kitab Upaniṣad, khususnya 11 Upaniṣad utama
menjelaskan tema yang sama, hanya saja dengan sudut pandang yang
berbeda, termasuk analogi yang digunakan. Satu hal yang mempertautkan
semua tematik tersebut adalah penjelasannya yang rasional dan memberi
tempat istimewa pada keberagaman dan toleransi yang dihasilkan melalui
dialog antara acarya dengan sisya. Bahasa yang digunakan juga penuh nuansa
kerohanian dan bermakna dalam (Yoga Segara, 2016: 143).

Yoga Segara (2016:147-149) menyebutkan paling tidak ada enam
topik yang dibahas di dalam Upaniṣad, tentang Brahman, atman, alam
semesta, tentang alam setelah kehidupan (kematian), tentang sorga, neraka,
moksa serta tentang karma dan reinkarnasi.

Isi pokok kitab Upaniṣad lebih banyak menguraikan sraddha dalam
Hindu yang di Indonesia lalu disederhanakan ke dalam terminologi besar,
Panca Sraddha, yaitu lima dasar keyakinan terhadap Brahman, atman,
Karmaphala, Punarbhawa/ Samsara, dan Moksa. Panca Sraddha ini
menjadi cara umat Hindu, terutama di Indonesia untuk memahami secara

8

mudah isi Upaniṣad, terlebih dengan dibantu gaya penyampaiannya melalui
dialog dan kaya analogi. Jadi, melampui artinya yang hanya sebagai
“duduk dekat di bawah guru”, Upaniṣad adalah kitab suci yang menjadi
intisari filsafat Hindu, dari India kuno hingga hari ini.

Mari Berpikir Kritis

Sebagai ciri pembelajaran dan inovasi abad ke-21, peserta didik

diharapkan mampu berpikir kritis.

1) Berikan ulasan kalian terhadap keberadaan sang diri,

pengalaman-pengalaman apa yang pernah kalian alami,

misalnya terkait dengan mimpi, tertidur, lapar, haus,

tidak sadarkan diri (pingsan) bagaimana itu bisa terjadi?

2) Bagaimana makhluk hidup itu bisa mati, serta kondisi

tidur yang akan tetapi pikiran masih bekerja?;

3) Bagaimana menurut ajaran Hindu terkait dengan alam

semesta ini, asal-muasalnya, serta bagaimana Hindu

menjelaskan terjadinya alam semesta ini?

4) Diskusikanlah dengan kelompokkalian.

Presentasikanlah hasil diskusi kalian itu.

Kalian juga dapat memilih topik lain untuk didiskusikan, terkait
dengan kelahiran misalnya, bagaimana orang bisa melupakan masa kecilnya?
Apakah perbuatan baik itu selalu hasilnya baik? Bagaimana dengan kelahiran
orang yang serba kekurangan yang jauh berada di bawah garis kemiskinan.

9

B. Pokok-Pokok Ajaran Upaniṣad

Para Ṛṣi pada zaman Upaniṣad mempelajari Kitab Suci Weda untuk
mencari solusi dari permasalahan-permasalahan yang sulit ditemukan
jawabannya, akan tetapi pada masa itu pemikiran orang-orang sudah begitu
hebatnya dengan mampu mempelajari ajaran suci, menginterpretasikannya
sesuai dengan kehidupan kekinian. Sehingga ajaran Weda tersebut dapat
berguna untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan baik didunia ini
maupun hal yang belum dapat dijangkau oleh indra orang biasa.
a. Brahman

Brahman atau Tuhan di dalam Weda disebut dengan tat atau sat dan
disebut Brahman dalam Upaniṣad. Ada banyak sebutan (gelar) lain lagi
seperti Agni, Siwa, Narayana, Hari dan sebagainya. Tuhan (Brahman) adalah
maha esa yang maksudnya adalah Brahman itu hanya satu dan tidak ada
sesuatu di luar atau disisi Tuhan. Tuhan diPudja oleh sebagian besar umat di
muka bumi ini. Segala yang ada ini terdapat dalam Brahman. Tuhan
(Brahman) Maha Ada maksudnya yang benar-benar ada, ini semuanya hanya
Tuhan. Benda-benda dan makhluk di alam ini hanya semu adanya. Jadi tidak
ada suatu apapun yang sungguh ada selain Tuhan (Adiputra, 2013: 54).

Upaniṣad sebagai pondasi yang mendasari keyakinan secara penuh
terhadap adanya Brahman, berbeda dengan ilmu filsafat yang meragukan,
menanyakan atau mengkritisi keberadaan Tuhan. Upaniṣad mempercayakan
penuh terhadap hal yang terdapat di dalam Weda sebagai sabda suci Tuhan.
Namun banyak diantaranya juga para filsuf tidak meragukan lagi keberadaan
Tuhan. Pertanyaan yang serupa rupanya telah mengusik pemikiran filsuf di
jaman Yunani, Aristoteles (384-322 SM) menyebutkan penggerak yang
tergerakkan, yang menyebabkan semua perubahan dan gerakan serta
keinginan akan kesempurnaan semesta, telah diidentikkan dengan Tuhan

10

(Putra, 2008: 11).
Memang zaman Upaniṣad tersebut menurut para sarjana kitab-kitab

Upaniṣad diperkirakan muncul setelah kitab-kitab Brahmana yaitu sekitar 800
tahun sebelum Masehi. Artinya zaman Upaniṣad itu jauh sebelum munculnya
pemikiran-pemikiran dari filsuf Yunano Kuno. Pandangan-pandangannya
memiliki keselarasan, bahwa yang menyebabkan semua ini ada adalah ada
yang mengadakannya. Augustinus (354-430 SM) percaya bahwa ada
kebenaran tertinggi yang bertanggungjawab atas semua kebenaran-kebenaran
yang ada di dalam budi manusia, kebenaran tertinggi ini tiada terkecuali yaitu
Tuhan. Pemikiran-pemikiran awal para Filsuf yang diambilkan dari pemikiran
Yunani Kuno memberikan bukti bahwa kajian-kajian terkait dengan
keberadaan Tuhan itu telah jauh dilakukan, begitu juga dalam zaman
Upaniṣad.

Tad ekam yaitu Yang Esa sama dengan Brahman atau Atman dalam
Upaniṣad. Memang ajaran pokok Upaniṣad ialah tentang Brahman dan
Atman. Brahman adalah azas pertama sejauh ia terkandung dalam alam
semesta, dan atman sejauh ia dikenal sebagai pribadi dalam diri manusia.

Pernahkah kalian mendengar kutipan mantram sarwam khalu idam
brahman (semuanya ini sesungguhnya adalah Brahman) bagian Chāndogya
Upaniṣad III.14.1 bahwa Brahman adalah asal dari semua yang ada atau semua
yang ada ini adalah Tuhan.

Sarvam khalv idaṁbrahma, tajjalān iti, śānta upūsīta; atha khalu
kratumayaḥ puruṣaḥ, yathā-kratur asminl loke puruṣo bhavati
tathetaḥpretya bhavanti, sa kratuṁkurvīta (Chāndogya Upaniṣad
III.14.1)

Terjemahannya:
Sesungguhnya seluruh jagat ini adalah Brahman, dari mana dia datang
ke mana-mana, tanpa siapa dia akan dihancurkan dan dimana dia
bernafas. Dalam ketenangan seseorang semestinya samādhi atas hal
ini. Sekarang sesungguhnya seseorang berada di dunia karena suatu

11

tujuan. Sesuai dengan tujuan yang dimiliki seseorang dalam dunia ini,
demikian juga di meninggalkannya karena itu biarkanlah seseorang
merangkai tujuan dirinya (Radhakrishnan, 2008: 300).

Sementara menurut Rsi Brghu dalam penyelidikannya mengenai
Brahman adalah penyebab alam semesta sangat jelas disebutkan dalam
Taittiriya Upaniṣad III.1.1 sebagai berikut.

bhrgut vai varunih, varunam pitaram upasasara,adhihi bhagavo
brahmeti, tasma etat provasca, annam pranam caksus srotram mano
vacam iti.tam hovaca, yato va imani bhutani jayante, yena jatani
jivanti, yat prayanti abhisamvisanti tad visa tapo’ tapyata, sa tapas
taptva. (Taittiriya Upaniṣad III.1.1)

Terjemahannya :
Bhrgu, putra Varuna, mendekati ayahnya dan berkata: “Junjunganku
ajarkanlah Brahman kepada hamba”. Beliau menjelaskan: benda yang
hidup, penglihatan, pandangan, fikiran, wicara.
Beliau berkata lebih Jauh: “Itu sesungguhnya, dari mana makhluk-
makhluk ini dilahirkan dan dari mana sejak lahir mereka hidup,
memasuki apa ketika mereka pergi. Itulah yang ingin diketahui. Itulah
Brahman” (Radhakrishnan, 2008: 427).

Selain menciptakan alam semesta, beliau juga meresapi dan berada di

dalamnya. Oleh karena itu, beliau bersifat Saguna Brahman (yang dapat

dipikirkan) dan Nirguna Brahman (yang tidak dapat dipikirkan). Dalam kitab
Īśa Upaniṣad mantra 5 menjelaskan bahwa Brahman dapat dilihat dan tidak

dapat dilihat.
tad ejati tan naijati tad dūre tad vad antike,
tad antarasya sarvasya tad u sarvasyāsya bāhyataḥ
(Īśa Upaniṣad, 5)

Terjemahannya:
Dia bergerak dan Dia tidak bergerak; Dia jauh dan Dia dekat,
Dia di dalam segalanya dan Dia juga di luar segalanya
(Radhakrishnan, 2008: 440).

Brahman diibaratkan sebagai kembang. Brahman juga dikatakan
sebagai sumber dari semua makhluk yang terdapat pada alam semesta. Mantra

12

di atas memberikan kita pemahaman bahwa Brahman merupakan asal dan
sumber alam semesta. Ungkapan bahwa Brahman tidak terpikirkan, meresapi
segala makhluk hidup di alam semesta, juga sebagai asal dan kembalinya
semua makhluk, terlihat jelas pada sloka-sloka dalam kitab Upaniṣad di atas.

Mari Diskusikan
Buatlah kelompok kecil 2-3 orang untuk melakukan analisa
terhadap ajaran ketuhanan di daerah setempat!

1) Apa sebutan nama Tuhan di daerah kalian?
2) Apakah sebutan nama-nama penguasa yang berada di bawah

Tuhan di daerah kalian?
3) Tuliskan sebutan-sebutan lain nama-nama penguasa alam di

daerah kalian!
4) Spesifikasi daerah yang dimaksud adalah Kalimantan

Tengah (Hindu Kaharingan), Jawa (Hindu di Jawa), Hindu
di Sulawesi Selatan (Hindu Talotang), Hindu di Sulawesi
Barat (Hindu Alukta Dolo), Hindu di Tengger, Hindu di
Jawa Barat (Hindu Sunda Wiwitan), Hindu di Ambon dan
Maluku Tenggara (Tanimbar Key); Hindu di Bali (Bali Aga
dan Bali pada umumnya).
5) Masing-masing siswa mengerjakan satu permasalahan, dan
dapat didiskusikan hasilnya dengan yang satu kelompok.
6) Tulislah hasil diskusi kalian, dan presentasikan secara
bergantian dengan kelompok lainnya.

Sebutan Tuhan dalam agama Hindu di Indonesia mengalami
penyesuaian dengan yang disebut dengan akulturasi serta harmonisasi antara
ajaran Hindu yang datang dengan kepercayaan lokal masyarakat tradisional di
daerah masing-masing. Sehingga kalian akan menemukan sebutan-sebutan
lain nama-nama Tuhan di daerah kalian. Jadi kalian tidak perlu bingung!,

Seperti misalnya Sang Hyang Jagat Karana, Sang Hyang Embang,

13

Sang Hyang Tuduh, Sang Hyang Parama Wisesa untuk Hindu Bali, Sang
Hyang Sangkan Paran Dumadi untuk Hindu Jawa, Ranying Hatalla Langit
untuk Hindu Kaharingan, Nining Bahatara untuk Hindu Dayak Maratus
Kalimantan Selatan, Puang Matua untuk Hindu Sulawesi Selatan Siddenreng
Rappang, Sang Hyang Kersa untuk Hindu Sunda, Dibata untuk Hindu Batak,
Dewata Siwae untuk Hindu Alukta di Sulawesi Barat khususnya Tana Toraja,
tentu umat di Ambon juga memiliki ciri khas tersendiri dalam penyebutan
nama Tuhan, misalkan Opo Lastala.

Pada masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali kuno, kekuatan alam tak
kasatmata ini diidentifikasi sebagai "hyang". Konteks “hyang” disini dapat
dibagi menjadi gelar dan juga kata kerja. Kata “hyang” Jika disandingkan
dengan kata panggilan atau sebutan Sang-, Dang-, Ra-; menjadi kata
Sanghyang, Danghyang, atau Rahyang, maka kata ini menjadi gelar untuk
memuliakan dewa atau leluhur yang sudah meninggal. Sebagai contoh kata
Sanghyang Sri Pohaci dan Sang Hyang Widhi merujuk kepada dewa-dewi,
sedangkan gelaran Rahyang Dewa Niskala merujuk pada nama seorang raja
Kerajaan Sunda yang telah meninggal. Disamping itu istilah Danghyang atau
Danyang merujuk pada roh-roh penunggu tempat-tempat tertentu. Nama raja
pendiri kemaharajaan Sriwijaya, Dapunta Hyang Sri Jayanasa, juga
mengandung nama "hyang" yang menunjukkan bahwa ia memiliki kekuatan
adikodrati. Contoh kaitannya dengan kata kerja yakni ada dalam kata
sembahyang, dalam bahasa Indonesia kini disamakan dengan kegiatan ibadah
seperti mamuspa dalam kegiatan sembahyang umat Hindu di Bali.
Sesungguhnya istilah ini memiliki akar kata sembah-hyang yang berarti
menyembah hyang. Adapula contoh Tari Bali yang sakral yakni Sanghyang
Dedari menampilkan gadis muda yang kerasukan hyang.

Lalu dengan adanya banyak sebutan dari Tuhan dalam agama Hindu?
Apakah Tuhan dalam Hindu itu banyak? Apakah Tuhan Agama Hindu
mempunyai wujud? Hal ini terkait dalam sistem pemujaan agama Hindu para
pemeluknya membuat bangunan suci, arca, pratima, pralinga,
mempersembahkan bhusana, sesajen dan lain-lain.

Penggambaran Tuhan dalam bentuk Arca adalah suatu cetusan rasa

14

cinta (bhakti). Diumpamakan seperti seorang pemuda jatuh cinta pada
kekasihnya, sampai pada tingkat madness (kelangen, dimabuk cinta) setiap
saat selalu mengingat Tuhan, diapun ingin mengambarkannya dengan sajak-
sajak yang penuh dengan perumpamaan. Begitu pula dalam peribadatan
membawa sajen (yang berisi makanan yang lezat dan buah-buahan) ke Pura,
apakah berarti Tuhan umat Hindu seperti manusia, suka makan yang enak-
enak? Pura dihias dan diukir sedemikian indah, apakah Tuhan umat Hindu
suka dengan seni? Tentu saja tidak. Semua sajen dan kesenian ini hanyalah
sebagai alat untuk mewujudkan rasa. Perhatikan gambar berikut:

Gambar 1.3: Penggambaran Dewa Tri Murti pada Relief Candi
Sumber pokok dalam Upaniṣad menjelaskan bahwa Tuhan dalam
Hindu tunggal, disebut dengan berbagai nama. Tuhan dalam agama Hindu
sebagaimana yang disebutkan dalam Weda sesungguhnya tidak berwujud dan
tidak dapat digambarkan, bahkan tidak bisa dipikirkan. Dalam bahasa
Sanskerta keberadaan ini disebut Acintyarupa yang artinya: tidak berwujud
dalam alam pikiran manusia. Tuhan Yang Maha Esa ini disebut dalam
beberapa nama, antara lain: Brahman: asal muasal dari alam semesta dan
segala yang ada.
Dewa-dewa atau dewata digambarkan dalam berbagai wujud, yang
menampakkan diri sebagai yang personal, yang berpribadi dan juga yang tidak

15

berpribadi. Yang Berpribadi dapat diamati keterangan tentang dewa Indra,
Wayu, Surya, Garutman. Sedang Yang Tidak Berpribadi, antara lain sebagai
Om (Omkara/Pranawa), Sat, Tat, dan lain-lain.

Indram mitram warunam Agnim ahur atho diwyah sa suparno
garutman Ekam sadwipra bahudha wadanty Agnim Yamam
Matariswanam ahuh (Rg Weda, I.164.46)
Terjemahannya:
Mereka telah menyebutnya (dia, tuhan Atau Matahari) indra (maha
cemerlang), mitra (penyelidik), varuna (patut dihormati), agni (maha
mulia, patut diPudja), dan ia adalah garutman (yang agung) surgawi,
yang bersayap indah, karena para pendeta terpelajar menyebut yang
satu dengan banyak nama, sepertinya mengatakan yang layak diPudja
sebagai yama (pengatur0 dan mātarisvan (mata kosmis) (Maswinara,
1999: 383).

Berdasarkan mantra Rg Weda tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa
penyebutan nama-nama Tuhan yang berbeda sesuai dengan kemahakuasaan
Beliau, relevan dengan ajaran agama Hindu. Jadi penyebutan nama-nama
Tuhan di daerah masing-masing yang telah mengakar pada masyarakat
setempat, karena diyakini memiliki spirit, digunakan untuk mengagungkan
Tuhan.

Refleksi
Amatilah perilaku-perilaku yang berhubungan dengan kemanusiaan di sekeliling
kalian. Setelah kalian mengamatinya, renungkan pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Apa yang kalian telah amati di lingkungan sekitar?
2. Apakah kalian melihat perilaku-perilaku kemanusiaan di masyarakat?
3. Sudahkah kalian berperilaku sesuai kemanusiaan di lingkungan?
4. Apakah kalian pernah berperilaku yang tidak sesuai kemanusiaan?
5. Apakah kalian dapat memaafkan jika tidak berperilaku kemanusiaan?
Setelah melakukan pengamatan dan perenungan diri, tuliskan dalam catatan
harian kalian. Bagikan catatan harian kalian yang positif kepada teman-teman di
kelas.

16

C. Nilai-Nilai Kemanusiaan Dalam Ki ta b Upaniṣad
Nilai kemanusiaan ialah Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai

dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan
adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan, antara
lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas
mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban
mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu
hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan
baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada
konsep keadilan dan keadaban.

Nilai-nilai kemanusiaan dalam kitab Upaniṣad yang sudah populer
bagi umat Hindu adalah ajaran tat tvam asi dan ajaran vasudhaiva
kuṭumbakam. Kedua ajaran kemanusiaan ini sampai sekarang masih teladani.
Menurut Sukartha, dkk (2002:67) sebagaimana dikutip oleh Dian menyatakan
bahwa kata tat twam asi yang terdapat didalam kitab Chāndogya Upaniṣad
berasal dari kata tat yang artinya “itu” atau “dia” tvam” yang artinya “engkau”
atau “kamu” dan asi artinya “adalah”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
dapat dijelaskan bahwa kata tat tvam asi memiliki makna Dia Adalah Engkau.
Ajaran tat tvam asi selain sebagai konsep kemanusiaan, juga sebagai konsep
kemanunggalan Brahman atau Hyang Widhi Wasa dengan ātmā pada tataran
brahma vidya sebagaimana tersurat dalam Chāndogya Upaniṣad, VI.8.7,
VI.9.4, VI.12-15.3.

sa ya eṣo`ṇimā aitad ātmyam idaṁ sarvam, tat satyam, sa
ātmā, tat tvam asi, śvetaketo, iti; bhūya eva mā, bhagavān,
vijñāpayatv iti; tathā saumya iti hovāca (Chāndogya
Upaniṣad, VI.8.7, VI.9.4, VI.12-15.3).
Terjemahannya:
Yang itu yang adalah sari yang paling halus (akar dari
semuanya), seluruh alam semesta ini menjadikannya sebagai
ātman-nya. Itulah memang kebenaran. Itulah ātman tat tvam

17

asi, Śvetaketu, ‘Mohonlah junjunganku, ajarkanlah kepada
hamba lehib jauh lagi’. Kata beliau” (Radhakrishnan, 2008:
353-359).

Berdasarkan penjelasan sloka Chāndogya Upaniṣad tersebut di atas
terdapat pada beberapa bagian Chāndogya Upaniṣad terutama pada Bab VI

bagian 8, 9, 12, 13, 14 dan 15 sloka 3, yang menjelaskan hal yang sama tentang
konsep ajaran tat tvam asi, lebih lanjut juga kemudian didalam Chāndogya
Upaniṣad VI.11.3 dijelaskan bahwa:

jīvāpetam vāva kiledaṁ mriyate, na jivo mriyata iti, sa ya
eṣo`ṇimā aitad ātmyam idaṁ sarvam, tat satyam, sa ātmā, tat
tvam asi, śvetaketo, iti; bhūya eva mā, bhagavān, vijñāpayatv iti;
tathā saumya iti hovāca (Chāndogya Upaniṣad, VI.11.3)
Terjemahannya:
Sesungguhnya tubuh ini akan mati bila ditinggalkan oleh ātman
yang hidup dan ātman yang hidup tidaklah bias mati. Itu yang
merupakan inti yang halus, seluruh alam ini memilikinya sebagai
ātman-Nya. Itulah yang benar. Itulah ātman. Tat Tvam Asi,
Śvetaketu. Mohonlah junjunganku ajarkanlah terus kepada
hamba, baiklah anakku, kata beliau (Radhakrishnan, 2008: 356).

Jika mencermati penjelasan Chāndogya Upaniṣad, VI.11.3 tersebut di

atas, maka dapat dinyatakan bahwa tat twam asi memiliki makna engkau

adalah itu. Artinya dengan memahami makna dari ajaran tat tvam asi tersebut,

maka kita pahami bahwa sebagai makhluk hidup pada dasarnya adalah

makhluk yang bersumber dari yang sama, dan dijiwai oleh sumber yang sama.

Oleh sebab itu, setiap makhluk hidup yang bersumber dari sumber yang sama,

sudah tentunya harus membangun sikap saling menghargai, mengasihi,

menyayangi, dan juga hidup selalu rukun. Ajaran agama Hindu selain

memiliki konsep tat twam asi juga memiliki konsep ajaran tentang vasudhaiva
kuṭumbakam yang artinya bahwa seluruh alam semesta ini adalah keluarga.
Ajaran vasudhaiva kuṭumbakam tersurat didalam kitab Maha Upaniṣad 6.71

sebagai berikut:

18

ayaṃ bandhurayaṃ neti gaṇanā laghucetasām udāracaritānāṃ tu
vasudhaiva kuṭumbakam (Maha Upaniṣad 6.72).
Terjemahannya:

Pemikiran bahwa hanya dialah saudara saya, selain dia bukan
saudara saya adalah pemikiran dari orang yang berpikiran sempit.
Bagi mereka yang berwawasan luas, atau orang mulia, mereka
mengatakan bahwa seluruh dunia adalah satu keluarga besar”
(https://namhattabumigaura.wordpress.com/2019/10/01/vasudhaiv
a-kutumbakam-kita-semua-bersaudara/).

Berdasarkan petikan sloka Maha Upaniṣad 6.71 tersebut di atas, maka

dapat dipahami bahwa alam semesta dan seluruh dunia ini adalah merupakan

satu keluarga. Pandangan yang menjelaskan bahwa seluruh dunia ini adalah

keluarga merupakan pandangan dari orang-orang yang bijaksana, sementara

bagi orang yang tidak memiliki pemikiran atau pandangan bijak menganggap
bahwa dirinya dan orang lain berbeda. Selain kitab Maha Upaniṣad tersebut
yang menjelaskan tentang pandangan vasudhaiva kuṭumbakam, terdapat juga

pada kitab Hitopadesh 1.3.71 yang berbunyi sebagai berikut:
ayam nijah paroveti gananā laghuchetasām, udāracharitānām tu
vasudhaiva kuṭumbakam (Hitopadesh 1.3.71)

Terjemahannya:

Ini adalah tempat saya dan orang yang berada di luar adalah orang
asing, merupakan pemikiran sempit. gunakanlah hati nurani
karena bagaimanapun, seluruh bumi adalah sebuah keluarga
(https://namhattabumigaura.wordpress.com/2019/10/01/vasudhai
va-kutumbakam-kita-semua-bersaudara/).

Sebagai umat beragama sudah sepatutnya mengembangkan sikap

kebersamaan diantar semua ciptaan Tuhan. Sebagai umat beragama wajib

membangun hidup kebersamaan agar terciptanya kedamaian dan
kebahagiaan hidup, hal tersebut sebagaimana tertulis dalam kitab Ṛgveda

X.191.2 sebagai berikut ini.
saṁ gacchadhvaṁ saṁ vadadhvaṁ saṁ vo manāṁsi jānatām devā
bhāgaṁ yathā pūrve sañjānānā upāsate (Ṛgveda X.191.2)

19

Terjemahannya:

Bertemulah bersama, berbicara bersama, biarkan pikiranMu
menyatu; sebagaimana para Dewa di masa lalu berkumpul untuk
menerima persembahan masing-masing (Sāyaṇācārya, 2005:
1100).

Lebih lanjut dijelaskan dalam Kitab Ṛgveda X.191.4 yang memberikan

penguatan tentang hidup kebersamaan, seperti bunyi mantra dibawah ini.
samānī va ākūtiḥ samāna hṛdayāni vaḥ, samānamastu vo mano
yathā vaḥ susahāsati (Ṛgveda X.191.4)

Terjemahannya:

Penyembah dengan niat yang sederhana maka sederhana pula hati
mereka; sederhanalah dalam pikiranmu agar ada kesatuan yang
menyeluruh diantara kami (Sāyaṇācārya, 2005: 1100).

Berdasarkan bunyi mantra Ṛgveda tersebut di atas, maka dapat

dijelaskan bahwa sebagai umat beragama kita seharusnya dapat berkumpul

bersama, duduk bersama dengan tujuan bersama. Dengan membangun sikap

kebersamaan diantara umat beragama maka akan dapat menciptakan hidup

yang damai, tentram dan bahagia. Umat beragama hendaknya mampu

membangun keharmonisan didalam kehidupannya. Untuk membangun

kehidupan yang harmonis tersebut maka kita sebagai umat beragama harus
mampu memahami makna dari kitab Athaṛvaveda III.30.3 sebagai berikut.

mā bhrātā bhrātaraṁ dvikṣanmā svasāramuta svasā samyañcaḥ
savratā bhūtvā vācaṁ vadata bhadrayā (Athaṛvaveda III.30.3).
Terjemahannya:

Jangalah biarkan laki-laki itu membenci saudara laki- lakinya,
maupun perempuan membenci saudara perempuannya; jadilah
kalian harmonis berbicaralah engkau dengan kata-kata yang
menyenangkan (Sāyaṇācārya, 2005: 298).

Jika dimaknai mantra-mantra Kitab Suci Weda tersebut di atas, maka

dengan sangat jelas menyatakan bahwa Weda mengajarkan umat manusia

tentang nilai-nilai kemanusian agar mampu menciptakan kehidupan yang

20

seimbang, harmonis, damai dengan semua ciptaan Tuhan maupun dengan
alam semesta. Jika kita mantra-mantra dalam Kitab Suci Weda mampu
dihayati dan diamalkan dengan baik maka kita akan mampu membangun sikap
kebersamaan, rasa persaudaraan, berperilaku baik, dan saling menyayangi,
serta sesungguhnya bahwa kita semua adalah merupakan bersaudara.

Ayo Berdiskusi
Tat tvam asi merupakan ajaran kemanusian yang dijelaskan
dalam Kitab Upaniṣad.

1. Buatlah kelompok kecil 2-3 orang untuk melakukan
analisa terhadap penerapan ajaran tat tvam asi!

2. Diskusikanlah dengan orang tua kalian, bagaimana
ajaran tat tvam asi dilaksanakan dalam kehidupan
keluarga kalian.

3. Tuliskan hasil diskusi kalian pada buku kerja
masing-masing.

A. Mengimplementasikan Nilai-nilai Kemanusiaan dalam
Kitab Upaniṣad

Kitab Upaniṣad banyak menguraikan tentang nilai-nilai kemanusiaan.
Nilai-nilai ajaran kitab Upaniṣad adalah ajaran tat twam asi dan vasudhaiva
kuṭumbakam yang begitu adiluhung telah banyak diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari oleh umat Hindu secara khusus dan masyarakat

21

Nusantara secara umum. Nilai-nilai tersebut dalam implementasinya

dimasyarakat mampu membangun rasa persaudaraan, saling menyayangi,

saling mencintai dan saling menjaga antar sesama umat manusia. Ajaran tat
tvam asi yang terdapat dalam kitab Upaniṣad juga dapat menumbuhkan

hubungan harmonis dan serasi yang didasari dengan saling asah, asih, dan

asuh antar sesama umat manusia. Ajaran tat twam asi tersebut diperjelas

dalam Kitab Sarasamuscaya 317 dibawah ini.
ape prati pāpah syāt sādhurewa sadābhawet, ātmanaiwa tatah pāpo
yah pāpam kartumicchati.

Matangnyan śubhakarma tikang prihȇn, yadyapin
pāpakarma ulahaning wwang ri kita, ulah sang sādhu
juga pamalȇsanta, haywa amalȇs ring pāpakarma, apan
ikang wwang mahyun gumawayang kapāpan, pāwakning
papa ika, hilang denyāwaknya, ika pwa tan len mukti
phalanikang aśubhakarma ginawayanya (Sarasamuscaya,
317).
Terjemahannya:

Oleh karena itu usahakanlah, melakukan perbuatan yang baik.
Walaupun orang lain berbuat tidak baik terhadapmu, balaslah
perbuatan yang tidak baik itu dengan tabiat sang sadhu, jangan
membalas dengan perbuatan yang tidak baik karena orang yang
ingin melakukan perbuatan jahat dan janganlah dia itu dan akan
lenyap kepribadiannya yang baik itu karenanya. Ia tidak akan luput
dari pahala perbuatan papa yang dilakukannya sendiri (Sudharta,
2009: 138-139).

Berdasarkan penjelasan Kitab Sarasamuscaya tersebut di atas, maka
dapat dijelaskan bahwa ajaran tat tvam asi dan vasudhaiva kuṭumbakam dalam

kehidupan masyarakat dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk sikap

yang dibangun oleh umat beragama Hindu. Ajaran tat tvam asi tersebut bagi

umat Hindu di Bali diimplementasikan dalam bentuk sikap, seperti:

1. suka dan duka memiliki makna bahwa sebagai umat beragama Hindu

harus sama-sama merasakan susah dan senang;

22

2. paras paros sarpanaya memiliki makna bahwa semua bagian dari
dirinya; dan

3. salunglung sabayantaka, memiliki makna baik buruk ditanggung
bersama.
Sebagai umat beragama hidup saling asih, saling asah, saling asuh

memiliki makna saling menyayangi, mencintai, saling memotivasi, dan saling
berbagi antar sesama umat beragama. Bangsa Indonesia memiliki banyak
kearifan lokal untuk dapat membangun sikap kekeluargaan dan persaudaran
yang sampai sekarang masih tetap terjaga dan dilestarikan dengan baik.

Sikap kekeluargaan dan persaudaraan dapat implementasikan melalui
ungkapan-ungkapan, seperti paras paros sarpanaya, salunglung sabayantaka,
suka dan duka untuk umat Hindu di Bali, tampubolon aek do mardongan
sabutuha yang berarti persaudaraan semarga seperti air, tidak dapat di potong,
dia tetap kembali bersatu bagi masyarakat Batak. Berdasarkan ungkapan-
ungkapan tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa bangsa Indonesia
betapa kayanya semboyan yang bissa dijadikan sebagai pedoman didalam
membangun persaudaraan dan kekeluargaan dalam hidup sehingga bangsa
menjadi kuat. Selain itu juga, ada ungkapan yang tidak jauh berbeda dengan
ungkapan di atas, di daerah NTB ada semboyan yang berbunyi seperti: Reme,
rapah, regen yang memiliki makna saling memberi, membangun suasana
aman damai, serta membangun toleransi. Dari ungkapan-ungkapan tersebut,
masih banyak ungkapan-ungkapan lain tentang membangun persaudaran
sesuai kearifan lokal yang ada di daerahnya masing-masing yang masih perlu
untuk digali dan dijadikan sebagai dasar membangun persaudaraan dan
kekeluargaan di antara umat beragama.

23

Kitab Upaniṣad menjelaskan kepada seluruh umat

manusia didunia ini sebagai makhluk sosial dan harus

Aktivitas mampu membangun sikap kemanusiaan.
Kelompok
1. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, buatlah

kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan

membangun sikap kemanusiaan didalam

mengimplementasikan ajaran yang ada pada kitab
Upaniṣad tersebut.

2. Setiap tindakan yang anda lakukan wajib

didokumentasikan dalam bentuk foto.

3. Buatlah kliping dengan menggunakan foto-foto

tersebut.

4. Kalian mempunyai waktu dua pekan untuk

mengerjakannya. Kalian dapat melakukan kegiatan

ini secara berkelompok.

Asesmen Sumatif

Asesmen Sumatif 1

A. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, d, dan e!!
a. Perhatikan bacaan berikut!

Sungai mengalir dengan tenang memberikan kesejukan. Di tepi sungai terdapat
pohon yang rindang, cukup untuk beberapa orang berteduh. Dari kejauhan terlihat

24

sekelompok orang sedang duduk melingkari sesorang yang sedang berbicara.

Orang yang duduk di tengah berbicara tentang hakikat hidup. Sedangkan yang

lain mendengarkan penuh rasa hormat.

Bacaan di atas merupakan bentuk pemberian pelajaran dari seorang pendidik
kepada peserta didik. Strategi pembelajaran seperti ini termasuk pola
pembelajaran......

a. Darśana
b. Upaniṣad
c. Vedanta
d. Pasraman
e. Tattwa
b. Perhatikan pengelompokan berikut:
1). Wedanta Upaniṣad Murni
2). Yoga Upaniṣad
3). Sannyasa Upaniṣad
4). Siwa Upaniṣad
5). Wisnu Upaniṣad
Kelompok Upaniṣad di atas yang membicarakan tentang pengertian ātman dan
sanyasin adalah ….
a. 1 dan 2
b. 2 dan 3
c. 3 dan 4
d. 4 dan 5
e. 1 dan 5
c. Kitab Upaniṣad dalam klaisfikasi Weda dikelompokkan menjadi empat
kelompok. Setiap kelompok terdapat Upaniṣad-nya masing-masing. Kitab
Upaniṣad pada kelompok Samaveda dan Krishna Yajurveda berjumlah ….
a. 10 dan 32
b. 16 dan 10
c. 19 dan 31
d. 32 dan 16
e. 31 dan 19
d. Perhatikan pengelompokan berikut.
1). Wedanta Upaniṣad Murni
2). Yoga Upaniṣad

25

3). Sannyasa Upaniṣad
4). Siwa Upaniṣad
5). Wisnu Upaniṣad
Kelompok Upaniṣad di atas yang membicarakan tentang awatara dan perwujudan
ātman ditunjukkan oleh nomor ….

a. 1 dan 2
b. 2 dan 3
c. 3 dan 4
d. 4 dan 5
e. 1 dan 5
5. Perhatikan jumlah Upaniṣad berikut!
1). 10
2). 16
3). 19
4). 31
5). 32
Upaniṣad yang tergolong ke dalam kelompok Sukla Yajurveda dan Atharvaveda
adalah ….
a. 1 dan 2
b. 2 dan 3
c. 3 dan 4
d. 4 dan 5
e. 5 dan 1

Asessmen Sumatif 2

B. Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang tepat. Kalian dapat memilih
lebih dari satu jawaban!
1. Upaniṣad mengajarkan kepada kita tentang falsafah hidup. Salah satu pokok-
pokok ajaran Upaniṣad membicarakan tentang ātman. Dalam kitab Kaṭha
Upaniṣad I.2.20 ātman dikatakan ….
Sangat kecil
Sangat ringan
Sangat besar
Sangat berat
Sangat agung

26

2. Kitab Chāndogya Upaniṣad menjelaskan tentang ajaran kemanusiaan yang
masih relevan dengan perkembangan zaman sekarang. Perilaku manusia yang
mencerminkan kemanusiaan sesuai Chāndogya Upaniṣad adalah …
Menghargai semua orang
Menjaga dan melestarikan lingkungan
Menyatakan manusia lebih sempurna
Minatang lebih rendah dari manusia
Mengasihi sesama kelompok saja

3. Dayu sedang duduk bersantai, tiba-tiba datang seorang yang tidak dikenal
bertamu. Dayu mempersilahkan tamu tersebut untuk duduk dan menanyakan
keperluannya. Kemudian Dayu memberikan secangkir air putih kepada tamu
tersebut. Perilaku Dayu mencerminkan pelaksanaan konsep ….
menghargai orang
memberi pelayanan
menolong orang
menghormati tamu
melaksanakan kewajiban

4. Bagus pergi ke pasar dengan berjalan kaki. Di tengah jalan Bagus melihat
seekor kucing yang sedang terluka. Ia tetap melanjutkan perjalanannya.
Menurut pendapat kalian, hal yang seharusnya Bagus lakukan adalah ….
mendekati dan memindahkannya
mengambil dan memberikan pertolongan
memberikan pertolongan dan meninggalkan
memberikan makan dan meninggalkannya
mengobati dan membawa ke tempat aman

5. Berikut nama-nama Upaniṣad:
1). Praśna
2). Māṇḍūkya
3). Narayana
4). Nādabindu
5). Muṇḍaka
6). Yabala
Upaniṣad di atas yang termasuk ke dalam Vedānta dan yoga ditujukan oleh
nomor ….
1, 4 dan 5

27

1, 2 dan 4
2, 4 dan 6
4, 5 dan 6
3, 3 dan 5

Asessmen Sumatif 3

C. Jawablah dengan singkat dan benar!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Upaniṣad secara etimologi dan kaitkan
dengan kebiasaan pola pembelajaran pada zaman dulu!
2. Kitab Upaniṣad dalam kodifikasi Weda dikatakan berjumlah 108 Upaniṣad.
Dari ke-108 Upaniṣad, terdapat 12 Upaniṣad utama. Tuliskan 12 Upaniṣad
utama tersebut!
3. Kitab Upaniṣad dalam kodifikasi Weda terkelompok ke dalam Catur Weda,
namun terdapat pandangan berbeda tentang pengelompokkan ini. Upaniṣad
juga dikelompokkan atau diklasifikasikan menjadi lima kelompok besar.
Tuliskan lima kelompok yang dimaksud!
4. Masyarakat sampai saat ini masih banyak melaksanakan ajaran-ajaran
kemanusian dalam kitab Upaniṣad. Tuliskan minimal empat ungkapan
kemanusian yang kalian ketahui.
5. Ajaran vasudhaiva kuṭumbakam sekarang ini sangat populer di masyarakat,
terutama penganut agama Hindu. Tuliskan pandangan kalian mengenai
vasudhaiva kuṭumbakam!

28

Pengayaan

Setelah mempelajari materi di atas, apakah kalian
membutuhkan tambahan wawasan? Jika iya, temukanlah
wawasan tambahan mengenai Kitab Suci Upaniṣad pada kitab-
kitab suci berikut.

➢ Lontar Bhuwana Kośa II.18 dan III.76
➢ Lontar Sang Hyang Tattwajñāna 46
Sloka-sloka yang terdapat pada Lontar Bhuwana Kośa
menjelaskan bahwa Hyang Widhi Wasa adalah asal dan
kembalinya alam semesta serta meresapi seluruh makhluk
hidup. Lontar Sang Hyang Tattwajñāna menjelaskan tentang
sumber hidup manusia adalah ātma yang tinggal dalam
jasmani.

29

DAFTAR PUSTAKA

Adib, H. M, 2011. Filsafat Ilmu ontologi, Efistemologi, Aksiologi dan Logoka
Ilmu Pengetahuan Cetakan II 2011. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Adiputra, I. G, 2008. Materi Pokok Darśana. Jakarta: Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI.

Akkase Teng, H. M, 2016. Rasionalis dan Rasionalisme Dalam Perspektif
Sejarah. Jurnal Ilmu Budaya Vol 4 No 2 Desember 2016, 16.

Ambarnuari, M, 2019. Dvaita Vedanta dalam teks Lontar Bhuwana Mambah.
Jurnal Sanjiwani Vol X No 2 september 2019, 96.

Ardika, I Wayan, I Gde Parimartha, A.A Bagus Wirawan. 2013. Sejarah Bali:
Dari Prasejarah Hingga Modern. Denpasar: Udayana University
Press

Ardika, I Wayan, I Gde Parimartha, A.A Bagus Wirawan. 2015. Sejarah Bali:
Dari Prasejarah Hingga Modern. Denpasar: Udayana University
Press

Ariyoga, I. N, 2019. Nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Lontar
Swargarohana Parwa. Satya Widya Jurnal Studi Agama Vol 2 No 1
Juni 2019, 67-81.

Armini, N. W, 2020. Efektivitas Hatha Yoga Terhadap Kesehatan Fisik.
Jurnalyoga Dan Kesehatan Jurusan Yoga Kesehatan Fakultas
Brahma Widya Ihdn Denpasar Vol. 3 No. 1 Maret 2020, 76.

Bantas, I. K, 2000. Materi Kuliah Siwatattwa. Jakarta: Sekolah Tinggi Agama
Hindu Dharma Nusantara Jakarta.

Batan, W. N, 2002. Lebih Jauh Tentang Agnihotra. Bali: Pasraman Liang
Galang.

Dewanto, 2005. Yajurveda Samhita Srimad Vajasaneyi Madhyandina.
Surabaya: Paramita.

Dewi, L. K, 2020. Filsafat Ketuhanan Dalam Yoga Darśana. Vidya darśan
Jurnal Mahasiswa Filsafat Hindu Volume 2 No 1 Mei 2020, 8.

200

Donder, I. K, 2010. Mengenal Agama-Agama (Memperluas Wawasan
Pengetahuan Agama Melalui Mengenal dan Memahami Agama-
Agama). Surabaya: Paramita.

Donder, I. K, Keesaan Tuhan dan Peta Wilayah Kognitif Teologi Hindu;
Kajian Pustaka Tentang Pluralisme Konsep Teologi dalam Hindu.
Harmoni Jurnal Multikultural dan Multireligius Vo 14 IHDN.

Dwaja, I. G, dan Mudana, I N, 2018. Pendidikan Agama Hindu dan Budi
Pekerti. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang,
Kemendikbud

Dwyer, R. 2016. Itihasa. In Key Concepts in Modern Indian Studies (pp. 126-
128). New York University Press.

Gitananda, W. A, 2018. Samkya Di Bali Telaah Perubahan Paradigma Melalui
Penggunaan Bahasa Dalam Aji Sankya. Pangkaja Jurnal Agama
Hindu Vol 21 No 1 2018, 21.

Haruddin, S. S, 2010. Atman (jiwa) Dalam Agama Hindu. Skripsi Universitas
UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Imron, M. A, 2015. Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia Dari Masa
Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: IRCiSoD.

Kadjeng, I. N, 1997. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita.

Kerti, N. N, 2018. Penerapan Catur Pramana Sebagai Metode Ilmiah Dalam
Peningkatan Mutu Pembelajaran Agama. Penjamaninan Mutu
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, 89-90.

Mantra, Ida Bagus. Bhagawadgita, Alih Bahasa & Terjemahan. 1990. Proyek
Penerbitan Buku-Buku Agama. Denpasar: Pemda Tingkat I Bali.

Martini, E, 2018. Membangun Karakter Generasi Muda Melalui Model
Pembelajaran Berbasis Kecapakan Abad 21. Jurnal Pancasila dan
Kewarganegaraan Vol 3 No 2 Juli 2018, 24-25.

Maswinara, I. W, 1997. Mahānārāyaṇa Upaniṣad. Surabaya: Paramita.

Maswinara, I. W, 1999. Rg Veda Samhita mandala I, II, dan III. Surabaya:
Paramita.

Maswinara, I. W, 2006. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya: Paramita.

Menzeis, A, 2015. History Of Religion (Sejarah Kepercayaan dan Agama-
Agama Besar Dunia. Yogyakarta: Indolitrasi.

Mudana, I. Nengah. 2011. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Kelas XII.
Denpasar: Sri Rama.

Mudana, I. N, 2017. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Kelas 11. Jakarta:
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemendikbud.

Müller, F. M. 1883. India: What can it teach us?: A course of lectures
delivered before the University of Cambridge (Vol. 12). London:
Longmans, Green.

Pendit, N. S, 2005. Filsafat Dharma Dari India Untuk Orang Awam.
Denpasar: PT Offiset BP Denpasar.

Pendit, N. S, 2007. Filsafat Hindu Dharma Sad Darśana Enam Aliran Astika,
Buku Kedua. Bali: Bali Post.

Penyusun, T, 2000. Siwatattwa. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Indonesia
Kota Denpasar.

Penyusun, T, 2001. Buku Bacaan Agama Hindu untuk SMA kelas 2. Jakarta:
Hanuman Sakti.

Phalgunadi, I. G, 2013. Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu. Denpasar:
Mabhakti.

Prastika, N, 2017. Yoga Sastra Laku Mistik Balian Usada Bali. Dharmasmrti
Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol.XVII nomor 02 2017, 14.

Pudja Gede dan Sudharta, T. R, 2003. Manawa Dharmasastra. Jakarta: CV
Nitra Kencana Buana.

Pudja, Gede, Sudharta, Tjok Rai, 2004. Manawa Dharmasastra. Surabaya:
Paramita.

Pudja, G, 1999. Bhagawadgita (Pancama Weda). Surabaya: Paramita.

Putra, A. A, 2020. Konsep Ketuhanan Menurut Prespektif Samkya Darśana.
Vidya Darśan Jurnal Mahasiswa Filsafat Hindu Volume 2 No 1 Mei

202

2020, 95.

Radhakrishnan, S, 2008. Upaniṣad Upaniṣad Utama. Alih Bahasa Agus: S.
Mantik. Surabaya: Paramita.

Radhakrishnan, S, 2015. Upaniṣad Upaniṣad Utama. Surabaya: Paramita.

Rajagopalachari, C., & Seshadri, P. 1958. Mahābhārata (Vol. 1). New Delhi:
Bharatiya Vidya Bhavan.

Redaksi, Tim, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Keempat
ed.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sanatana, Y. D, 2003. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita.

Sardiman. 2007. Sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial. Jakarta:
Penerbit Yudhistira

Stone, J. Ed.. 2016. The essential Max Müller: on language, mythology, and
religion. Springer.

Sayanacarya, Bhasya Of. 2005. Rg Veda Samhita Mandala VIII, IX, X.
Terjemahan Dewanto. Surabaya: Paramita.

Sayanacarya, Bhasya Of , 2005. Atharvaveda Smahita II Terjemahan
Taniputera, I. Surabaya: Paramita.

Subrananiam, K, 2003. Mahābhārata. Surabaya: Paramita.

Sudharta, Tjok. Rai. 2009. Sarasamuccaya Smerti Nusantara. Surabaya:
Paramita.

Sudharta, T. R, 2010. Upadesa Tentang Ajaan-Ajaran Agama Hindu.
Denpasar: Paramita.

Sudiastawan, I. W, 2005, Atharva Veda Samhita I Bhasya Of Sayanacarya.
Surabaya: Paramita.

Sudirga, I. B, dkk, 2007. Widya Dharma Agama Hindu Untuk SMA Kelas X.
Jakarta: Ganeca Exact.

Sudirga, Ida Bagus, Segara, I Nyoman Yoga, 2014. Pendidkan Agama Hindu
dan Budi Pekerti. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang
Kemendikbud.

Sudirga, I. B, 2017. Pendidkan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud.

Sukarma, I. W, 2020. Disiplin Keilmuad Hindu Telaah Filsafat Hindu.
Dharmasmrti Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol 20 No 1 April
2020, 33.

Susila, Komang, 2020. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMA
Kelas XI. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang
Kemendikbud.

Sura, dkk, 1994. Agama Hindu Sebuah Pengantar. Denpasar: CV Kayumas
Agung.

Sutrawan, I. G, 2017. Komperasi Filsafat Ketuhanan Nyaya Darśana Dengan
Baruch Spinoza. Jurnal Penelitian Agama hindu Institut Hindu
Dharma Negeri Denpasar Vol 1 No 2 2 Oktober 2017, 503.

Sutrisna, I. M, 2009. Materi Pokok Upaniṣad. Jakarta: Dirjen Bimas Hindu
Departemen Agama RI.

Tika, P. D, 2019. Tat Twam Asi dan Solusi Masalah Study Chandogya
Upaniṣad. Yoga dan Kesehatan Vol 2 No 1 Juni 2019, 86.

Tim Penyusun. 2008. Mengenal Pura Sad Kahyangan & Kahyangan Jagat.
Denoasar: Pustaka Bali Post.

Titib, I. M, 1998. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya:
Paramita.

Titib, I Made. 2008. Itihasa Ramayana & Mahabharata (Viracarita) Kajian
Kritis Sumber Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita.

Titib, I Made. 2016. Wiwaha Perkawinan Sebagai Gerban Menuju Grehastha.
Surabaya: Paramita.

Triataningrat, M. A, 2013, Analisis Perbandingan Ajaran Yoga Oleh Maharsi
Patanjali dan Ajaran Yoga Oleh Vrhaspati Tattwa. Agama dan
Budaya, 25.

Yuniari, D, 2019. Digvijaya Adi Sangkaracharya dan Relevansinya bagi

204

Peningkatan Pemahaman Filsafat Hindu. Jurnal Pangkaja Program
Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Vol 22 No 1
januari 2019, 34.

Astadasaparwa GLOSARIUM
Astangga yoga
Avidya : Delapan belas bagian cerita Mahābhārata, yang setiap
Catur pramana bagian menceritakan tentang perilaku kehidupan
Daksina keluarga Bharata.
Dharma : Delapan tahapan yoga menurut ajaran Yoga Darśana,
Diksa untuk mencapai kelepasan.
Ista dewata : Ketidaktahuan atau kebodohan yang menyelimuti
Jagat raya manusia karena terpengaruh oleh maya.
Kuputra : Empat cara untuk memperoleh pengetahuan menurut
Ngaben ajaran-Nya, yakni melalui pengamatan,
: Pemberian kepada guru yang mengajar dan mendidik
kita, sebagai wujud terima kasih karena telah diberikan
pengetahuan.
: Kebenaran sejati yang berasal dari Hyang Widhi
Wasa.
: Proses penyucian bagi seseorang yang ingin menjadi
sulinggih atau orang suci. Setelah melalui proses diksa
ia berhak diberi gelar sulinggih.
: Salah satu dewa Pudjaan seseorang atau dewa pilihan
untuk diPudja, sebab dewa tersebut memberikan
ketenangan dan kebahagian bagi pemujanya.
: Sebutan untuk alam semesta dalam agama Hindu.
Jagat raya adalah dunia beserta segala isinya yang
diciptakan oleh Hyang Widhi Wasa.
: Sebutan anak yang tidak berbakti kepada orang tua
karena telah melakukan perilaku-perilaku yang tidak
baik sehingga keluarganya malu.
: Sebutan upacara pembakaran jenazah Hindu Bali

206

Prakerti untuk mengembalikan unsur Panca Mahabhuta
Purusa manusia melalui proses pembakaran jenazahnya.
: Unsur kebendaan pembentuk alam semesta dan isinya
Rta sehingga dapat dilihat dan dirasakan.
Sanatana dharma : Unsur kejiwaan pembentuk alam semesta dan isinya
Sapta sindhu yang tidak dapat dilihat dengan mata, tetapi dapat
Śauca dirasakan.
Sisya : Hukum alam semesta yang diciptakan oleh Hyang
Suputra Widhi Wasa untuk mengatur seluruh isi alam semesta.
: Kebenaran abadi atau kebenaran yang tidak akan
Swadharma punah, karena tanpa awal dan akhir.
Wiswarupa : Tujuh aliran sungai yang terdapat di lembah sungai
Sindhu
: Perilaku suci lahir batin.
: Sebutan peserta didik bagi umat Hindu di zaman
Upaniṣad.
: Sebutan untuk seorang anak yang selalu berbakti
kepada orang tua melalui perilaku-perilaku luhur dalam
kehidupannya.
: Melaksanakan kewajiban sesuai tugas dan tanggung
jawabnya.
: Perwujudan Hyang Widhi Wasa yang hanya dapat
dilihat dengan kesucian hati.


Click to View FlipBook Version