MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 45 TANDANG Menilik Histori Panjang Umurnya Literasi Kota Malang Ray Nanda Zahra & Putri Gemilang Hutajulu Pengetahuan tumbuh bersama literasi yang mendarah daging. Dunia bergerak pada pengembangan pemahaman baca dan tulis. Inilah yang membentuk peradaban sebuah bangsa. Berangkat dari kepedulian terhadap literasi, Tim Sastra Perspektif menyambangi sebuah diskusi cum lapak buku yang diinisiasi beberapa komunitas literasi di Kota Malang pada Minggu (14/5). Taman Merjosari dengan hawanya yang cukup menusuk tulang menjadi saksi bagaimana semua orang yang hadir pada acara ini, hangat berdiskusi ihwal menggalakan gerakan literasi di penjuru negeri. Menjadi pemantik, Ahmad Renhoran, seorang penggiat literasi, bercerita dengan lantang tentang aspirasi dan kecintaannya pada peningkatan budaya baca dan tulis. Pemuda asal Maluku ini jauh-jauh dari Kota Pelajar, Yogyakarta, demi membuka pengetahuan awal mengenai sejarah gerakan literasi di dunia. Komunitas Literasi LaReportase Sastra
TANDANG 46 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 hir dari Gumpalan Keresahan Masa renaissance di Perancis membawa nafas baru bagi perkembangan budaya, seni, dan pendidikan. Sekolah menjadi trik jitu meningkatkan literasi pada pemerintahan Perancis era 1600-an. Salah satu contoh yang terkenal adalah pendirian Collège des Quatre-Nations (Kolese Empat Bangsa) di Paris pada tahun 1661 oleh Kardinal Mazarin. Kolese ini didirikan dengan tujuan untuk memberikan pendidikan gratis kepada orang-orang miskin dari empat bangsa yang dikuasai oleh Kerajaan Perancis. Pada abad setelahnya, segmen penduduk melebur dan tidak adanya pembatasan kasta dan jenis kelamin atas pengetahuan dan pengembangan kemampuan literasi bagi kalangan masyarakat. Meningkatnya literasi melahirkan mesin cetak buku pada abad ke-15 oleh Johannes Gutenberg, seorang penemu dari Jerman. Ia menciptakan mesin cetak yang menggunakan blok huruf logam individual yang dapat dipindahkan dan diatur ulang untuk mencetak teks. Teknologi cetak Gutenberg memungkinkan reproduksi cepat dan efisien dari buku-buku dan memainkan peran penting dalam perkembangan industri percetakan dan penyebaran pengetahuan serta literasi di Eropa Bukan hanya pendidikan dan kemasifan munculnya percetakan sebagai alat tumbuh kembangnya literasi, kemampuan literasi yang mendarah daging juga diprakarsai oleh perluasan relasi di lingkup para pemikir, penulis, cendekiawan, dan tokoh intelektual. Topik intelektual, teori, sastra, filsafat, politik, dan ilmu pengetahuan lahir pada rangkaian abjad hitam di atas putih yang melintasi berbagai daerah untuk berbagi gagasan, hasil penelitian, dan pandangan mereka. “Jaringan korespondensi membentuk sebuah jaringan literatur bagaimana mereka saling bertukar surat untuk saling membalas gagasan,” ujar Ahmad. Mereka menggunakan surat-surat ini sebagai sarana komunikasi yang vital untuk berdiskusi, memperdebatkan ide, mengkritik karya, dan mengembangkan pemikiran mereka. Beberapa contoh terkenal dari jaringan korespondensi ini adalah jaringan surat antara para filsuf Zaman Pencerahan seperti Voltaire, Denis Diderot, dan Jean-Jacques Rousseau; jaringan surat antara para ilmuwan seperti Isaac Newton, Robert Hooke, dan Gottfried Leibniz; serta jaringan surat antara para sastrawan dan penulis seperti Goethe, Balzac, dan Flaubert. . Ahmad juga menyebutkan tentang betapa berharganya relasi dan perkumpulan bersama orang-orang satu visi, misi, dan kecintaan. “Rumah kopi,” ujarnya lalu melanjutkan bagaimana tempat ini menjadi rumah literasi. Pada masa keemasan eropa para ilmuwan dan filsuf berkumpul di rumah kopi kemudian mereka mendiskusikan berbagai macam teori, pemikiran, dan gagasan. “Jadi proses awal transfer ilmu pengetahuan dan gagasan awalnya dari rumah kopi, lalu mereka terbitkan dan cetak jurnal-jurnal dan pamflet-pamflet, yang kemudian baru lahirlah institusi-institusi agar
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 47 TANDANG semuanya dapat dipelajari secara terstruktur dan secara kelembagaan seperti royal society,” jelasnya. Namun, berdirinya rumah-rumah kopi tidak hanya menjadi tempat pertukaran ide, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial, politik, dan budaya pada zamannya. Mereka memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat intelektual yang aktif dan dinamis. Pengetahuan tersebut tak lepas dari sikap haus ilmu dan resah akan sebuah realita. “Ada yang namanya culture refinement, yaitu kesadaran terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitar. Jadi awal dari ilmu pengetahuan itu terjadi itu berawal dari keresahan-keresahan. Seorang yang ingin menjadi penulis harus peka terhadap gejala-gejala yang ada di sekitar culture refinement,” ujar Ahmad. Resah menjadi pintu dari luka-luka yang berkembang di lingkungan sosial. Solusinya adalah plester dari setiap pertanyaan yang timbul pada benak siapapun yang menjadi penggiat literasi tulis ataupun baca. Keresahan ini menjadi pemicu untuk menjelajahi, mencari penjelasan, dan mengembangkan gagasan dan pemikiran yang kemudian membentuk dasar bagi penulisan dan karya ilmiah. Kesadaran terhadap gejala-gejala sosial akan mendorong insan untuk melakukan penelitian, refleksi, dan analisis yang lebih mendalam tentang masalah yang melebar di lingkungan sosial. Literasi Indonesia telah Kaya Sedari Dulu Ahmad tidak melulu memandang jauh rumah tetangga ketika negeri sendiri sudah kaya sejak dahulu kala. Indonesia memiliki catatan yang baik atas budaya literasi yang telah tumbuh sejak masa-masa kerajaan. “Pada kenyataannya Indonesia juga harus berbangga karena sedari jaman dahulu Indonesia pun sudah mengenal literasi dengan adanya Bahasa Sansekerta dan Aksara Pallawa yang menjadi peninggalannya,” katanya. Kedua peninggalan tersebut diimplementa-
TANDANG 48 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 sikan pada berbagai jenis karya tulis seperti prasasti, kitab-kitab, hingga perjanjian hukum. Kemudian, literasi berkembang dan tumbuh dewasa, menciptakan aksara baru, pengetahuan yang terbarukan dan meluas. Jika ditarik dari zaman pra-revolusi, “Benih-benih literasi di dunia perbukuan berawal dari VOC,” kata Ahmad. Dalam perspektif berbeda, Perusahaan Hindia Timur Belanda tersebut memasifkan budaya perbukuan dan membuka pintu literasi Eropa di Indonesia. VOC dulu memiliki perpustakaan yang kaya di Batavia (sekarang Jakarta), yang berfungsi sebagai pusat pengumpulan dan distribusi buku-buku di wilayah tersebut. Mereka memainkan peran penting dalam memfasilitasi penyebaran buku-buku dan literatur di Hindia Timur. Selain itu, VOC juga mendirikan percetakan dan pabrik kertas untuk memproduksi buku-buku di Batavia. Perkembangan industri perbukuan yang dipelopori oleh VOC memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan literasi dan pengetahuan di wilayah Hindia Timur. Meskipun awalnya dikendalikan oleh VOC, perkembangan ini membuka pintu bagi akses terhadap pengetahuan dan literatur dari Eropa, serta mempengaruhi perkembangan literasi dan budaya baca di Indonesia. Atas kekayaan yang ada, Ahmad berpesan untuk selalu haus memperkaya literasi dengan tetap membaca. “Buku yang pertama kita baca bisa menjadi pintu masuk awal kita mengenal dunia literasi,” tutur Ahmad. Dengan melibatkan diri dalam bacaan yang kita sukai, kita dapat menikmati proses literasi, meningkatkan kemampuan membaca, dan secara bertahap meningkatkan level buku yang kita baca seiring waktu. “Ada baiknya kita pilih saja jenis bacaan seperti apa yang memang kita inginkan dan kita enjoy dalam membacanya, sampai di titik kita suka membaca dan level buku bacaan kita jadi naik,” kata Ahmad sebagai penutup sesi diskusi. Hadirnya Lapak Buku sebagai Wujud Resah dan Peduli Komunitas Literasi Malang Lapak buku dan diskusi yang dipantik oleh Ahmad tadi merupakan salah satu kegiatan yang diada-
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 49 TANDANG kan oleh beberapa komunitas literasi Malang. Tujuan utama mereka adalah untuk mendukung dan mempromosikan minat baca serta literasi di kalangan masyarakat. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan di salah satu Taman Kota yang ramai dikunjungi oleh warga. Para anggota komunitas akan menata berbagai macam buku dari berbagai genre dan kategori, seperti fiksi, nonfiksi, sastra, biografi, dan lain sebagainya. Mereka juga menyediakan tempat duduk yang nyaman bagi pengunjung yang ingin membaca buku secara langsung di tempat. Selain itu, Lapak Buku juga menjadi tempat bertukar informasi dan diskusi seputar buku antara pengunjung dan anggota komunitas, sehingga menciptakan ruang interaksi dan pengalaman yang berharga bagi setiap individu yang terlibat. Lapak Buku juga menjadi ajang untuk menggali potensi literasi dan bakat menulis di kalangan masyarakat. Selain itu, tujuan lain dari kegiatan ini adalah untuk menciptakan ruang diskusi dan berbagi pengalaman seputar buku, di mana setiap individu dapat saling membagikan pandangan, pemahaman, dan rekomendasi buku kepada satu sama lain. Dengan demikian, Lapak buku menjadi tempat yang penting dalam membangun kesadaran akan pentingnya literasi dan meningkatkan kualitas hidup melalui buku dan bacaan. Dalam ikhtiar mempromosikan literasi dan membangun komunitas yang inklusif, Komunitas Area Baca Selasa hadir sebagai wadah bagi pecinta buku dan penggemar literasi Kota Malang. Tim Sastra Perspektif mewawancarai salah satu anggota -nya, Muhammad Farhan, mahasiswa Universitas Negeri Malang. Ia memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah, latar belakang, dan tujuan berdirinya komunitas ini. Terbentuknya Komunitas Area Baca Selasa dilatarbelakangi oleh keinginan sederhana untuk mengisi waktu luang dan mengatasi rasa bosan. Kawan-kawan tongkrongan Farha berkumpul dengan gagasan untuk membangun sebuah gerakan literasi yang dapat membawa manfaat. Mereka akhirnya memutuskan untuk menyelenggarakan pertemuan pada hari Selasa, mengingat sebagian besar anggota memiliki waktu luang pada hari itu. Pada tanggal 13 September 2022, Komunitas Area Selasa Baca resmi dibentuk dan dimulailah perjalanan mereka. Meskipun tidak terstruktur, komunitas ini tetap aktif hingga saat ini. Setiap hari Selasa anggota komunitas ini berkumpul untuk berbagi minat mereka terhadap literasi. Program kerja mereka tidak memiliki batasan yang kaku, memberikan kebe-
TANDANG 50 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 basan kepada setiap anggota untuk berpartisipasi sesuai minat dan waktu mereka. Anggota yang beragam, baik dari lingkup universitas maupun dari eksternal akan diterima dengan tangan terbuka dan tanpa adanya proses seleksi publik. Namun demikian, anggota komunitas ini mayoritas berasal dari Universitas Negeri Malang. “Siapapun boleh join, siapapun boleh keluar, karena bukan organisasi,” ungkap Farhan. Komunitas Area Selasa Baca tidak memiliki co-founder atau ketua yang formal. Setiap anggota diberi kesempatan untuk menginisiasi kegiatan atau mengambil peran dalam pengelolaan. Tidak ada hierarki yang kaku, termasuk akun sosial media komunitas ini juga dikelola secara kolektif oleh sejumlah anggota. Tujuan dari Komunitas Area Selasa Baca adalah untuk menjaga momentum dan keberlangsungan kegiatan literasi. Setiap pertemuan menjadi kesempatan bagi anggota untuk menciptakan suatu kegiatan yang baru. Banyak kegiatan seru yang mereka selipkan seperti meronce, bermain layangan, menggambar, dan mewarnai. Melalui kegiatan yang kreatif dan beragam, mereka berharap dapat mengisi waktu dengan kegiatan yang bermanfaat dan mempromosikan kecintaan terhadap literasi. Dalam hal target, mereka berharap komunitas ini dapat terus bertahan dan ikut berpartisipasi dalam membangun gerakan literasi anakanak muda. Sejak berdirinya, komunitas ini telah mengadakan sejumlah kegiatan lapak setiap hari Selasa, kadang-kadang juga pada hari Minggu di Car Free Day (CFD) Malang. Mereka juga sering kali mengadakan kegiatan spontan ketika ada pertemuan anggota. Dengan semangat yang terus dijaga, Komunitas Area Baca Selasa berhasil membangun kebersamaan dan memupuk rasa cinta terhadap literasi diantara para anggotanya. Komunitas Area Selasa Baca menjadi contoh inspiratif tentang bagaimana sebuah gagasan sederhana dan semangat yang tinggi dapat membawa perubahan positif dan membangun komunitas yang inklusif. Melalui kegiatan literasi dan kebersamaan yang terus berlanjut, mereka berharap dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk terlibat dalam aktivitas yang bermanfaat dan dapat meningkatkan minat baca di masyarakat. Sebagai penutup wawancara, Farhan membagikan kutipan inspiratifnya yaitu, “Mari bergabung bersama kami, temukan keceriaan dalam membaca, dan bersama-sama kita tingkatkan minat literasi di kota ini!”
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 51 AADS ADA APA DENGAN SASTRA Kenali Sastra Wangi dalam Serba-Serbi Belantika Sastra Indonesia Sastra Indonesia berkembang dan kekal dari waktu ke waktu. Melewati berbagai zaman, sastra menjadi persendian dari para sastrawan. Sastra telah banyak melewati musim-musim yang menjadikannya alat untuk manusia bersuara dan berkeluh kesah. Secara situasional, menulis lewat karya sastra bukan hanya menjadi bagian untuk berimajinasi belaka, namun juga menumbuhkan pandangan baru di masyarakat maka dari itu bukan hanya sekedar tulisan yang relate namun juga berpondasi dan berlatarbelakang pada isu sosial yang tumbuh dewasa pada poros kehidupan sosial, salah satunya isu yang berkaitan dengan seksualitas yang melahirkan istilah sastra wangi pada kancah sastra Indonesia. Bukan buku atau tulisan berbau wangi, sastra wangi adalah istilah yang muncul pada tahun 2000-an yang melabeli karya milik penulis perempuan muda dengan tema vulgar dan seksual. Kehadirannya digadang-gadang dipantik oleh tulisan nyentrik dan beraninya Ayu Utami. ‘Pencabulan’ karya dianggap sangat tabu kala itu sebagai contoh novel pertamanya, “Saman” yang meraup kesuksesan besar, merampok atensi dari berbagai kalangan pembaca. “Saman” berkisah tentang seorang pastor yang Ayu utami mampu mencicip hingga kenyang kesuksesan dalam buku pertamanya, menciptakan gelombang animo masyarakat membaca karyanya, bahkan kepiawaiannya yang telah melahirkan saman di negeri orang. Dibalik gegap gempita kesuksesan saman yang berani menghidupkan peristiwa hubungan badan yang dianggap tabu. terlebih ditulis oleh perempuan, fenomena kontroversial tersebut justru melahirkan saman yang lain dan keberanian penulis Putri Gemilang Hutajulu
AADS 52 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 perempuan lain dalam jejaknya. Sepak terjang Ayu Utami dianggap sebagai penuntun dan peta baru untuk para penulis perempuan lainnya, contohnya Dee Lestari pada karyanya yang berjudul ‘Supernova’ dengan mengangkat pasangan gay dan seorang wanita pelacur. Sastra wangi dianggap sebagai alat untuk perempuan menunjukkan hak dan otoritas atas tubuhnya. Namun isu seksualitas dan pengimplementasiannya pada karya sastra terbilang dilematis sehingga sastra wangi lahir dengan kontroversi yang menaunginya. Vulgarnya bahasa yang digunakan acap kali dianggap sebagai bentuk pencabulan terhadap karya dan pergeseran keindahan karya sastra sebagaimana ‘Saman’ mengisahkan transformasi pastor menjadi saman, persahabatan, dan hubungan seksual. Namun, tidak hanya vulgaritas, pelabelan sastra wangi pada para penulis perempuan mereka gunakan sebagai alat untuk menentang ketidakadilan dan menyuarakan keresahan atas lingkungan sosial, sistem patriarki yang seringkali tidak mendudukkan perempuan pada tingkatan yang sama, terutama pada masalah seksual. Sebagai permisalan, karya cerita pendek milik Maesa Ayu dengan judul “Menyusu Ayah” yang bercerita tentang kekerasan seksual. Kritik dan pandangan negatif banyak menghampiri karya-karya vulgar yang dinilai sebagai sastra mesum semata. Salah satunya hadir dari seorang sastrawan senior, Taufiq Ismail dalam syair yang ditulisnya. “Penulis-penulis perempuan, muda usia, berlomba mencabul-cabulkan karya, asyik menggarap wilayah selangkang dan sekitarnya dalam Gerakan Syahwat Merdeka/Dari halaman-halaman buku mereka menyebar hawa lendir yang mirip aroma bangkai anak tikus telantar tiga hari di selokan pasar desa/Aku melihat orangorang menutup hidung dan jijik karenanya. Jijik. Malu aku memikirkannya.” (Khristianto:2008) Namun, meskipun terjerat atas kontroversi, eksistensi karya ‘sastra wangi’ dengan kebebasan dalam pengangkatan tema berbau pendobrakan budaya patriarki yang mengekang perempuan untuk berekspresi dan bersuara seperti otoritas tubuh, LGBTQ, kekerasan seksual, prostitusi, seks bebas, inses, perselingkuhan telah menjadi salah satu istilah dan sejarah kesusateraan Indonesia.
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 53 SELAYANG PANDANG Di tengah magisnya suasana, terdapat buku yang terbuka menjelma di atas meja, huruf huruf hitam yang menari seperti lilinlilin berpendar membentuk kata-kata yang menghipnotis tak hanya mata, tetapi juga roh pembaca. Sastra, dengan pesonanya yang tak tertandingi, memiliki kemampuan ajaib untuk menarik hati dan jiwa seseorang. Pada perjalanan membaca, kita diajak meninggalkan dunia nyata dan masuk dalam imajinasi yang diciptakan oleh penulis. Melalui kekuatan imaji, kata-kata dalam karya sastra membentuk gambaran yang hidup di dalam pikiran pembaca. Ketika kita membaca Pesona Sastra: Menyulam Cinta Melalui Buku-buku Ray Nanda Zahra Opini Sastra Sinar rembulan yang temaram, diiringi rintik hujan menari lembut di balik tirai jendela, memperdalam kesunyian dalam kamar.
SELAYANG PANDANG 54 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 tentang suasana hutan yang sejuk dengan pepohonan yang berdansa dengan angin, atau merasakan sentuhan lembut dan hangat dari matahari sore yang menyinari padang rumput, kita seolah berada di sana sendiri. Sastra memberikan pengalaman yang menyentuh dan melibatkan seluruh panca indera. Bahasa dalam sastra memiliki keindahan dan kedalaman yang mampu menggetarkan hati pembaca. Kekayaan metafora, personifikasi, dan gaya penulisan yang kreatif membuat Mereka menjadi instrumen magis yang mencipakan aroma, dan warnawarni ke dalam pikiran dan perasaan kita. Sastra memberikan kemewahan bahasa yang membuat kita terpesona dan terhanyut dalam keindahannya. Lebih dari sekadar itu, melalui sastra, bahkan tragedi yang mengenaskan dan miris untuk diceritakan dapat diolah menjadi bacaan yang menggugah dan layak untuk dinikmati. Seperti, yang terdapat dalam novel fiksi berjudul “Cantik itu Luka” karya Eka Kurniawan. Novel tersebut mengisahkan tentang bengisnya kisah seorang pelacur pada zaman kolonial, namun bisa dikemas dengan indah melalui penggunaan bahasa sastra yang brilian dari penulis ulung. Buku ini menggabungkan berbagai gaya sastra, termasuk epik, magis-realistik, dan satire. Eka Kurniawan memadukan elemen-elemen ini dengan kepiawaian, menciptakan narasi yang unik, memikat, dan penuh kejutan. Sastra menjadi lebih dari sekadar cerita; sebuah medium yang mampu memperluas batas-batas imajinasi pembaca.”Cantik itu Luka” menghadirkan cerita yang dalam dan berarti. Melalui latar sejarah kolonial, buku ini mengungkap sisi gelap dan tragis dari kehidupan manusia. Eka Kurniawan mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi sosial dan politik yang mempengaruhi kehidupan karakter- karakternya. Dalam prosesnya, sastra menjadi sebuah alat yang memperdalam pemahaman kita tentang dunia dan kompleksitas manusia. Bahasa yang digunakan dalam buku ini adalah salah satu daya tarik utamanya. Eka Kurniawan mampu menggunakan bahasa yang kaya, puitis, dan memikat. Setiap kata dan kalimat dipilih dengan cermat, menciptakan ritme dan imagery yang indah. Bahasa ini memancarkan daya tarik sastra yang memikat, membawa pembaca masuk ke dalam dunia cerita dengan segala keindahan. Buku ini juga memiliki kemampuan untuk membangkitkan empati dan pemahaman terhadap kehidupan manusia. Bagaimana sastra menjadi cermin bagi kehidupan, membantu kita untuk lebih memahami serta dapat
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 55 SELAYANG PANDANG menghargai berbagai aspek kemanusiaan. Buku “Cantik itu Luka” adalah contoh kuat bagaimana sastra memikat dan membuat orang jatuh cinta. Dengan gaya sastra yang unik, cerita mendalam, bahasa indah, dan daya tarik empati yang kuat, buku ini mengajak pembaca untuk menjelajahi kekuatan tidak hanya terbatas kata-kata dan merayakan keindahan serta kompleksitas sastra. Petualangan Sepatu Merahmu” dan “Apple and Knife”, menghadirkan perspektif yang segar dan provokatif. Leila S. Chudori, dalam karyanya mengangkat isu-isu sejarah, politik, dan identitas nasional. Novelnya yang terkenal dikalangan muda mudi, “Pulang” dan “Laut Bercerita”, mengisahkan perjalanan karakter-karakternya dalam konteks politik dan sejarah Indonesia. Serta masih banyak penulis kontemporer relevan lainnya. Mereka memberikan suara pada kelompok-kelompok yang kurang terwakili dalam sastra sebelumnya. Sehingga menciptakan ruang untuk berbagai pengalaman dan perspektif. Keberagaman tersebut membuat karya-karya yang membangkitkan pemikiran kritis, menggugah emosi, dan menginspirasi pembaca. Perkembangan sastra masa kini mencerminkan adanya kolaborasi antara seni dan disiplin lainnya. Sastra digabungkan dengan musik, seni visual, teater, maupun media lain, menciptakan karya-karya baru yang menggabungkan berbagai bentuk ekspresi artistik. Hal ini mengPerkembangan sastra masa kini menunjukkan keberagaman dan keindahan yang luar biasa. Sastra saat ini mengalami transformasi dan eksplorasi yang menarik, mencerminkan perubahan budaya, sosial, dan teknologi yang terjadi di era modern. Dengan perkembangan keberagaman tema dan sudut pandang, para penulis kontemporer lebih berani mengeksplor isu-isu yang relevan dengan zaman mereka, seperti identitas, ras, gender, politik, teknologi, dan lingkungan. Seperti Intan Paramaditha, penulis yang sering kali mengeksplorasi isu-isu gender, identitas, dan seksualitas dalam karyanya. Berbagai karya buku yang ditulis, seperti “Gentayangan: Pilih Sendiri
SELAYANG PANDANG 56 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 hasilkan pengalaman estetika yang unik dan memperkaya keterlibatan pembaca. Nadin Amizah dan Fiersa Besari sebagai contoh seniman masa kini yang menulis lagu dengan lirik-lirik puitis yang membuat penikmatnya ikut jatuh cinta dengan keindahan sajak. Perkembangan sastra masa kini menunjukkan keberagaman, inovasi, dan keindahan yang menarik. Kebebasan berekspresi, eksplorasi tema yang relevan, penggunaan bahasa yang inovatif, dan kolaborasi seni menjadi ciri khas sastra masa kini. Sastra masa kini mengajak pembaca untuk memandang dunia dengan sudut pandang baru, merasakan emosi yang mendalam, dan terlibat dalam dialog yang mendalam dengan dan memukau dalam pikiran pembaca. Namun ketahui kawan, daya tarik sastra tidak hanya terbatas pada keindahan bahasa. Karya sastra memiliki kekuatan yang mendalam untuk mempengaruhi emosi dan pikiran kita. Ketika kita membaca karakter yang merasakan cinta yang mendalam, kesedihan yang tak terucapkan, atau kegembiraan yang meluap, kita menjadi ikut merasakan emosi-emosi tersebut. Sastra menjadi jembatan yang menghubungkan hati kita dengan karakter yang ada pada cerita dan digambarkan dalam karya sastra. Perasaan atmosphere kegembiraan saat karakter utama berhasil mencapai impian mereka, kecewa saat mereka mengalami kegagalan, atau bahkan terharu saat mereka menghadapi perjuangan dan penderitaan. Sastra memungkinkan kita untuk mengalami emosi-emosi yang mungkin tidak kita rasakan sehari-hari, memberikan pengalaman yang mendalam dan memperkaya kehidupan emosional kita. Selain itu, karya sastra juga mampu memicu refleksi diri. Melalui cerita dan dialog yang rumit, sastra menghadirkan pertanyaan-pertanyaan filosofis, dilema moral, dan perenungan tentang kehidupan ataupun eksistensi manusia. Kita diajak untuk merenung akan makna kehidupan, mengeksplor identitas diri, dan mempertanyakan nilai-nilai yang kita anut. Sastra menjadi sarana yang memungkinkan kita untuk melihat dunia dengan sudut pandang yang lebih luas, memperluas cakrawala pemikiran kita, dan menggali pemahaman yang lebih mendalam tentang diri kita sendiri. penulis dan karya mereka. Selain itu, para penulis modern sering kali memperluas batas-batas konvensi sastra, menciptakan gaya dan struktur narasi yang unik. Mereka menggunakan bahasa dengan cara yang mengejutkan, memadukan dialek, slang, dan istilah baru untuk menciptakan ritme dan nuansa yang khas. Pilihan kata yang tepat dan penggunaan imagery yang kuat menciptakan gambaran yang hidup
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 57 SELAYANG PANDANG Karya sastra mampu mempererat ikatan antara pembaca dengan karakter dan cerita. Menghadirkan karakter-karakter yang kompleks, dengan kelebihan dan kekurangan mereka sendiri. Kita dapat merasa terhubung dengan para karakter, mengalami perjalanan hidup mereka, dan belajar dari pengalaman mereka. Hubungan ini, mengantar kita melihat cerminan diri sendiri, mengenali emosi dan konflik yang serupa, serta menemukan pemahaman baru tentang diri. Sastra menjadi medium yang membantu kita memahami perasaan, pemikiran, dan manusia dengan lebih baik. Dalam perjalanan sastra, tersimpanlah keajaiban yang tak tergantikan. Sastra, dengan pesonanya yang memikat, melahirkan pengalaman yang menghanyutkan, menggetarkan emosi, dan menggerakkan benak pembaca. Ia membawa kita memasuki alam yang tak dikenal, meresapi katakata dengan keindahan pesonanya. Sebagai pintu gerbang magis, sastra menghubungkan kita dengan keajaiban dan kekayaan yang tak ternilai dalam peradaban literatur. Profil Penulis: Penulis bernama Ray Nanda Zahra merupakan mahasiswa Hubungan Internasional 2022, Universitas Brawijaya. Saat ini aktif di LPM Perspektif Divisi Sastra.
GUYON AJA 58 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 Siti dan Alexa Anekdot Azizah Novi Amelia Pada suatu sore di penghujung 2023, terdapat dua orang sahabat yang berkebalikan. Siti, perempuan cantik, lembut dan kalem yang kalau berbicara seperti bernyanyi. Matanya berbinar dan kulitnya bercahaya. Sedangkan Alexa adalah cewek tomboi yang menyukai gaya rambut Messi dan gemar mengendarai moge. Bajunya selalu flanel kotak- kota, setiap hari hanya beda motif. Saat itu mereka berdua sedang bersantai di kamar Siti. Perempuan ayu itu sedang mencari-cari sesuatu, sedangkan Bibirku kering banget deh, tapi lip balm merk Nuveaku hilang. Apa beli baru ya?” Nggak usah beli, aku punya. Wahhh, kamu mau kasih ke aku? Boleh, kalo kamu mau. Merk-nya apa? Merknya bibirku. ... Alexa sibuk memandanginya dengan tatapan kagum. Profil Penulis: Anekdot Karya Azizah Novi Amelia Mahasiswa Hubungan Internasional Angkatan 2021. Saat ini aktif dalam LPM Perspektif Divisi Sastra. Siti: Alexa: Siti: Alexa: Siti: Alexa: Siti:
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 59 SEJENAK Jang Djelata Puisi Aurelia Lucretie Di Pinggir rel - Gang Sentiong-Pasar Senen Di dalam KRL sesak penuh manusia Masih mau dipersulit nafas mu Yang di senayan enggan menengok Pedulinya semu, musiman, ketebak Kalian menunggu inisiatif Dari golongan yang salah Sayang sekali nasibmu wahai - penikmat siksa kehidupan, Jang Djelata Hidup siapa yang sudah susah Malang, penuh keringat Diperparah dengan Perlakuan tidak menyenangkan Dari mereka yang merampas paksa Merampas hasil panen Hak hakiki dari yang menanam Siapa gerangan gerombolan - penyamun itu Teganya pada Jang Djelata Sulit-sulit engkau menanti Makna dari padi dan kapas Tidak ada gunanya menuntut rasa kenyang Lantaran kepentingan - mereka dulukan Kami kurang menarik mungkin Mungkin teriakan mu kurang keras Buruh tani, mahasiswa, rakyat miskin kota Sungguh mereka tak akan paham apa yang dirasakan Jang Djelata Profil Penulis: Aurelia Lucretie Fensidai Putri, mahasiswa politik yang kurang suka aksi tapi sukanya menulis puisi. Sedang berproses di LPM Perspektif Divisi Marketing Komunikasi.
LABIRIN 60 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 Liang Lahatku Sendiri Peluit babak kedua menggema, entah berapa kali lagi mereka akan biarkanku bobol gawangnya, babak pertama saja sudah lima, itu karena mereka tak bermain semestinya. Meski riuh, setiap permainan terasa kurang seru. Bagaimana tidak, setiap aku yang memegang bola, bak lawan tak pernah menjagaku. Jangankan menjaga, yang mendekati saja tak ada, pantas aku memuncaki top skor liga, bekal untuk membela sang garuda. - Labib Fairuz Cerita Pendek Bersorak, penonton berjingkrak, bebetonan bergerak, terhentak para pesorak yang berjingkrak. Ketika kursi plastik berwarna-warni mulai dipijaki, mereka menyeru nama kami, tim kami, kemenangan kesekian kami. Rekan setim ku berlari, memeluk pelatih, para tim inti, mengangkat trofi, mengenyam emas menggunakan gigi. Seisi lapangan terpaku, tanpa aku. Mereka melorotkan jersey-nya, memposekan diri selayaknya jawara,
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 61 LABIRIN menyirami sejengkal demi sejengkal lapangan dengan ludah, melalui teriakannya, keringatnya, tapi tetap tanpa aku. Padahal, kita meludahi lapangan yang sama, dengan keringat yang sama, keringat membela tim yang sama, tapi perayaannya, tetap tanpa aku. Tak kurasa hangat pelukan melingkar di pundakku, padahal semua karenaku. Aku menjauh, dan berpikir semua ini karena ayah ibuku, bukan karena aku. Kudatangi kedua orang tuaku yang berdiri di ujung pintu, melihatku lesu melepas sepatu, berjalan ke tepi lapangan, menjauhi gerombolan. “Sani! Lihat Nak, namamu ada di papan penghargaan, kembalilah ke perayaan,” kata salah satu dari mereka yang merupaku, membuatku demikian, dijauhi rekanrekan. Mereka yang membuatku dengan menyuntik bibit, meski hanya lima menit, deritaku menguak jerit, meski dipendam dalam tubuh yang pahit, yang tertanam penyakit. **** Pov Tio Kami bekerja tanpa berhenti, setiap hari, pagi sekali, membelalaki orang mesum sedang onani, di tubuh bunda yang sedang diduduki, setiap hari, berpikiran dirinya tak tertular kami, tapi lupa memakai kontrasepsi, yang mengunci kami, setiap hari. Ketika tengkuk tergigit halus, sarung apek mengunci muda-mudi, gubuk reyot mengunci muda-mudi, membiarkan satu dari mereka mulai menjajaki, lalu menulari, setiap hari, sampai pagi. Ayah Sani adalah salah satunya, senang memanjakan kemaluan miliknya, dengan menyewa mereka yang menjajakan kemaluannya, di gubuk reyot mereka bercinta. Gemar, setiap hari, memuncaki meki, meski lama berhenti, aku sudah terlanjur menulari dan menjangkiti janin sani, saat ayahnya memuncaki istri. Anak kotor, bagai motor tak dicuci, setiap hari, makin tebal debu, makin tebal mukanya dijauhi teman-temannya. Padahal dibuat dengan cinta, oleh bercinta, tapi termakan dosa ayahnya, Pov Sani Aku telah terkutuk, sepertinya malaikat maut sedang mengikuti, tiba menyuruhku untuk menggali liang lahat milik sendiri, sedang kugali. Hanya saja, semua ini kulakukan sendiri. Memenangkan sebuah liga, merayakannya, menangis di bungkus selimut bulu sambil mendengar lagu lesu, saat tidur menjemputku. Sendu tak menyudahi kutukan ini, walau mimpi mendatangi, menjadi sebuah penghibur diri, ketika diri tak lagi sendiri, mendiami dunia penuh misteri, setidaknya ada yang menemani, walau imajinasi. Namun, semua orang harus terbiasa dengan perannya. Aku hanya mesin pencetak angka uang, dibayar memenangkan liga, mendatangkan sponsor dengan mudah, kemudian pergi setelah bahagia. Itulah aku. Sedangkan keluargaku, makan saja bergantung padaku, bergantung pada kakiku. Istilah tulang bertiga dengan istri polosnya. ****
LABIRIN 62 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 punggung tak layak ayahku sandang, masa mudanya saja membeli jajan tak ada sandang. Dengan garis kelahiran yang jatuh kepadaku, hidupnya cukup terbantu, meski hatinya selalu merujuk pada dosa lamanya, yang ia lakukan dengan bahagia. **** Pov Tio Meratapi, setiap hari, dijauhi, pagi-pagi sekali, kulihat Sani lelap ketika bumi disambut mentari, pepagi sekali, ketika lagu lesu menjadi ayam menyambut hari baru, setiap hari. Kulihat sambil membunuhnya, memakan satu persatu selnya, meski lama, pasti, mati. Penderitaannya ingin segera ku sudahi. Meski suram, sepenggal sisa perlawanan tercermin pada tubuhnya, meski demikian, tetap kulahap sepenggal demi penggal tubuh yang tidak berdosa, jiwa yang menanggung kemaluan ayahnya, ulah kemaluan ayahnya. Sani orang yang sehat, meski tidur pagi, setiap hari, tetapi seorang atlet yang disiplin, tetapi seorang penyintas yang ter margin, oleh teman teman sehatnya, oleh semua orang, yang mengenal riwayat ayahnya. Ia bukanlah orang yang senang bercumbu, bukan juga orang yang tak sayang tubuh, tetapi hidupnya bagai mesiu diberi sumbu, cepat lambat meledakkan kalbu menjadi abu meninggalkan hidup yang abu. Sorak mengubah teriak, mengikat rembulan menjadi kawan, sembari melingkar juga kemulan. Ketika Sani berjuang melawan pelik kerasnya dunia, yang rasanya ingin dihentikan secepatnya, aku membantunya. Mempercepat takdir yang lama terukir, atas perbuatan tanpa pikir, menyuntikkan penyakit tanpa obat mutakhir,mempercepat syair segera berakhir. Sesuatu yang tak dapat disesali, atas nama penolakan diri, tak dapat disesali. Setidaknya itulah yang ia narasikan kepadaku ketika bau mulutnya tak jauh dari hidungku, pipinya dekat bulu dada, sambil mendongak ke arahku, di dekapku. Banyak orang yang membenci kami, memarginalkan kami, Sani karena ayahnya, dan aku karena pasangannya. Setidaknya, aku dan Sani membagi atap yang sama, di bawah baluran selimut bulu dengan lagu lesu yang kami buat khusus untuk mengusir serangga agar tidak mengganggu malam syahdu kami. Apakah aku takut? Mengapa takut? Kami berdua korban orang tua, dosa kemaluan orang tua, kami membagi rasa yang sama, asam garam penuh
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 63 LABIRIN luka oleh teman sebaya. Segala dosa ayahnya membuat Sani tumbuh menjauhi dunia pelacur, permekian, kuda-kudaan, segala hal yang berbau wanita. Tetapi, entah mengapa ia malah mau dan memilihku, untuk menghabiskan uang juara liganya kepadaku, ketimbang nona-noni bersolek merah memamerkan paha bagai kaca yang sangat menggoda, menunggu di balik jendela mengisyarat sebuah perjamuan malam telah dibuka. Aku rasa, ia memilihku karena tak ingin menjangkiti janin lain hanya untuk memperpanjang catatan dosanya. Setidaknya, kami berdua, sama sama tak dapat mengandung janin dalam perutnya. Profil Penulis: Labib Fairuz, budak proker yang sedang menggali liang lahatnya sendiri, tak jauh beda dengan Sani dan Tio yang perlahan.
MOJOK 64 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 65 MOJOK
MOJOK 66 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 67 MOJOK
MOJOK 68 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 69 SEJENAK Perjamuan Ratapan pada Santapan Penghabisan Puisi Putri Gemilang (i) remang hutan belantara pada perjamuan petang menuju fajar sangkakala ditabuh, tikus-tikus semakin hingar berdansa gegap gempita melampaui isi kepala semakin liar, semakin panas bersamaan raja hutan yang meraung bak perjamuan makbul, memangsa nafsu tubuh dan raga manusia kenyang atas daging, mabuk atas darah perjanjian (ii) ialah insan yang disesatkan oleh kunang-kunang dan cahaya pada hutan remang adalah kemunafikan tak ada yang dirasa puas selain lintah yang menyedot darah lahir kembali pada pesta pora hutan belantara mati lalu hidup kembali berpernak-pernik amin dari doa untuk yang esa di surga (iii) “oh, Tuhan. oh, Tuhan” mangsa meraung, merangkak, mendaki menuju puncak tak ada yang tersisa, mangsa tersenyum jelak si raja hutan melahap tak beri pembebasan sekujur tubuh terasa mati rasa kecuali kepala dengan mulut yang ternganga (iv) terik surya di hutan terasa seperti ajal bergegas berkemas menuju kota kicauan alam berkumandang bersama mentari di atas kepala pada sisi ini, hiruk pikuk bernada sumbang klakson dan kemelaratan menyambut dengan pongah kehidupan disebut fana kemudahan seharga nyawa oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhan kenapa gelap malam terasa berjiwa surga dan pagi tak lebih baik dari neraka? Profil Penulis: Putri Gemilang Hutajulu, dua puluh tahun, saat menulis puisi ini masih berlabel mahasiswa di jurusan Komunikasi yang memiliki banyak sekali keraguan sehingga menulis menjadi wadah untuk mencari jawaban atas ketenangan yang sebenarnya tak begitu didambakan.
CATATAN JEJAK 70 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 Barangkali hanya sedikit orang khususnya kalangan pecinta sastra yang tidak mengenal sosoknya, Pramoedya Ananta Toer atau Pram. beliau Sastrawan besar yang dimiliki bangsa Indonesia. Kepiawaiannya dalam dunia tulisan menja dikan namanya harum sampai sekarang meskipun sudah meninggal sejak lama 17 tahun lalu. Keharuman namanya karena sejalan dengan apa yang pernah ia ucapkan dahulu yaitu “Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah”. Pramoedya Sastrawan yang lahir di Blora tanggal 6 Februari tahun 1925. Beliau merupakan anak sulung dari Mastoer dan Oemi Saidah. Kegemarannya dalam menulis dimulai sejak Pram duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 5. Semasa kecilnya Pram mempunyai pribadi yang minder dan tidak percaya diri, hal ini salah satunya disebabkan oleh ayahnya yang sering menganggap bahwa ia seorang anak yang bodoh karena pernah 3 kali tidak naik kelas. Lebih jauh dari itu Pram kemudian dilarang oleh ayahnya untuk meneruskan sekolah ketika beranjak pada usia 13 tahun. Dalam buku Mark Hanusz dan Pramoedya Ananta Toer tentang esai kebudayaan, Mohamad Sobary menjelaskan: Bahwa semenjak putus sekolah, Pram kemudian berjualan kretek dengan membuka sebuah warung sebagai bentuk hukuman dari ayahnya. Setahun menggeluti hukuman tersebut, tak disangka Pram sukses besar. Ia melayani berbagai pelanggan bahTokoh Sastra Pram dan Kretek dalam Prosesi Kelahiran Karya Sastra Andri Subandri RESENSI kan pamannya sendiri yang sering membeli kretek di warungnya dengan cara kredit. Sebuah potret ekonomi yang merakyat. Saat kecil berjualan kretek, saat tumbuh dewasa menjadi penikmat kretek. Itulah Pramoedya Ananta Toer. Kita juga mungkin sudah sangat mengenal bahwa Pram adalah perokok berat. Bahkan sampai sebelum dirinya meninggal yakni saat usia 86 tahun, Pram tidak pernah berhenti untuk menghisap salah satu kekayaan alam Indonesia (Kretek). Sehingga barangkali perpaduan antara tangan lihai pram dalam menulis, hisapan dan asap kretek yang keluar dari mulutnya menjadi bidan dalam prosesi kelahiran karya sastra yang diciptakannya. Mungkin apa yang dirasakan oleh Pram ketika menulis sambil merokok itu pula yang dirasakan saya saat membuat tulisan ini. Menulis sambil merokok bagi saya adalah suatu surga dunia, dimana ketika kebuntuan menimpa diri
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 71 CATATAN JEJAK Pram dalam menyelesaikan tulisan, yang seolah-olah hembusan nafas yang bersamaan dengan keluarnya asap kretek menjadi penuntun jalan dalam menyusun kata demi kata. Kecintaan saya pada kretek disamping manfaatnya dalam kegiatan menulis berdasarkan pengalaman pribadi, karena juga faktor lain soal sejarah kretek itu sendiri. Pada masa pergerakan nasional kretek menjadi teman para mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di negeri Belanda. Bahkan dalam buku Membunuh Indonesia kretek digambarkan dalam buku tidak lepas tentang keseharian hidup masyarakat Indonesia dalam masa lalu, terutama waktu berbincang dengan sesama dan kerap dihadiahkan untuk orang lain sebagai bentuk penghargaan atas bantuan yang telah diberikan. Kembali lagi soal Pramoedya, bahwa kretek sudah menjadi sahabat bagi Pram. Karena sebagian waktu dari satu hari yang telah dilalui Pram pasti ditemani oleh kretek, dalam hal ini khususnya ketika menulis. Pram seringkali menanti datang sebuah inspirasi dan menulis suatu karya sastra sambil merokok. Sehingga tidak heran jika Pram dan kretek adalah dua entitas yang saling mendukung. Banyak karya sastra yang lahir dari tangannya yang lihai dan asap kreteknya yang menjelma menjadi kata-kata, seperti buku Larasati, Cerita dari Blora, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu dan masih banyak lagi. Karyanya yang paling masyhur adalah Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah kaca, yang sering kita kenal dengan Tetralogi Buru. Dikenal demikian karena keempat karya Pram tersebut ia tulis ketika mendekam di penjara Pulau Buru Kepulauan Maluku semasa ia ditahan oleh pemerintahan Orde Baru. Meskipun penahanan dan pengadilan yang dilakukan Orde Baru atas Pram tidak berdasar, saya beranggapan bahwa itu adalah suatu bentuk ketakutan pemerintah dengan beredarnya karya Pramoedya di kalangan masyarakat Indonesia kala itu. Sebagian besar karya Pram yang bercorak Realisme Sosialis dikhawatirkan bisa menggugah kesadaran rakyat atas segala praktik penindasan dan militerisme Orde Baru yang sudah kita ketahui bersama. Isi dari karya Pram sebagian besar berupa respon atas kenyataan hidup yang hadir di sekitar masyarakat Indonesia dalam konteks aspek sosial-politik. Khususnya berupa penderitaan yang dialami rakyat. Tokoh yang menjadi kunci utama dalam karya nya selalu memiliki usaha perlawanan dalam mewujudkan masyarakat yang tanpa penindasan, penghisapan dan tanpa kelas. Profil Penulis: Penulis adalah mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 di Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, serta bertempat tinggal di Pandeglang, Banten. Bernama Andri Subandri IG: @andrisbndri.
LABIRIN 72 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 Seorang wanita sendirian menaiki sampan sambil berdiri. Tak ada seorang pun melihatnya. Hanya seekor kijang yang melihatnya dengan membisu. Sampai melintaslah seorang lelaki sendirian yang sedang jalan-jalan saat itu. Dia melemparkan batu ke danau. Memantul batu itu seperti boomerang. Wanita itu berdiri di sampan. Matanya menatap tajam ke depan. Tidak ada takut di hatinya. Bajunya berwarna coklat seperti air danau itu. Lelaki itu melirik dan melemparkan batu lagi. Dia tidak menyadari bahwa di danau itu ada seseorang yang sedang menaiki sampan di tengah danau. Dia menoleh dan terdiam sejenak sebelum berteriak. Namun, dia tidak ingin terlihat ikut campur dalam urusan orang lain. Akhirnya, dia berteriak, “Jangan lakukan Tumbal Telaga Ular Muhammad Lutfi Cerita Pendek Wanita tadi menghilang, entah kapan dia menghilang. Atau mungkin saja dia sudah keburu loncat ke danau tanpa sepengetahuan dari lelaki tersebut. itu, hai wanita muda, kembalilah!” kata lelaki itu mengkhawatirkan keadaannya. Tapi tidak ada jawaban. Menoleh pun tidak. Wanita itu hanya membisu. Tidak dia dapati seolah manusia peduli lagi padanya. Mata kosong tidak punya harapan. Seorang wanita pasti akan bunuh diri. Dia sudah sampai jauh ke tengah danau. Lelaki itu tidak peduli lagi kalau mau tenggelam. Lebih baik menolongnya daripada harus melihat manusia bunuh diri. Segera dia berenang. Dia meloncat ke danau. Berenang sampai lelah. Tapi jaraknya masih jauh. Nafasnya sudah putus-putus. Berusaha lagi dia dengan kuat sampai akhirnya akan meraih sampan wanita itu. Dia mengehala napas mendongak ke atas. Kakinya seperti katak meraup air di bawah badannya. Tidak dia temukan seorang pun. Wanita tadi menghilang, entah kapan dia menghilang. Atau mungkin saja dia sudah keburu loncat ke danau tanpa sepengetahuan dari lelaki tersebut. Lelaki tersebut menyalahkan dirinya sendiri. Dia sungguh merasa kesal karena tidak bisa apa-apa. Sambil mengumpat-umpat dia pukuli air dengan telapak tangannya. Air beriak-riak. Serasa ada yang menarik badannya. Dia merasa kaku. Tubuhnya seperti akan ditenggelamkan oleh sesuatu. Dia
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 73 LABIRIN melihat ke bawah. Tidak ada seseorang. Tubuhnya ditarik ke dalam air. Dia meronta-ronta mau melepaskan. Tergagap-gagap mulutnya di air. Dia diseret oleh sesuatu ke dalam danau itu. Tangannya sudah menggapai-gapai minta tolong. Tidak ada orang di danau itu. Sepi sekali. Maghrib hampir tiba, tetapi seorang lelaki yang ditunggu istrinya belum datang. Lelaki itu suka sekali ke pasar kalau setiap hari. Setelah selesai urusan kerja sebagai pemilik sebuah toko di pasar, dia biasa minum duduk sendiri di depan tokonya. Sambil menghitung uang harian. Malam hampir tiba, namun lelaki yang dinantikan oleh istrinya belum datang. Istrinya menjadi panik dan mulai mencari suaminya. Dia keluar rumah dan bertanya pada tetangga sekitar. Tetangga di sebelah rumahnya seringkali melihat suaminya pergi untuk urusan dagang. Mereka biasanya bekerja sama dalam membeli sayuran di pegunungan untuk dijual kembali. Tetangga sebelah rumah duduk di teras. Sebelum wanita yang mencari suaminya tiba di rumahnya, tetangganya itu tersenyum kepadanya. Wanita itu bertanya, “Apa kamu melihat suamiku? Dia belum pulang kembali.” Tetangganya hanya menggelengkan kepala. Lalu dengan kebingungan juga menjawab, “Tidak, aku tidak tahu. Dia bersamaku siang tadi. Tetapi setelah itu aku tidak tahu arahnya.” Lelaki yang duduk itu kebingungan. Mulai serius istri yang sedang mencari suaminya. Lelaki yang ditanya tadi mencoba mengejar. Dia balikkan pundak wanita itu, “Ayo coba kita cari dia, siapa tahu ada tempat dimana kita akan menemukannya.” Dalam hati, wanita itu sungguh tidak tenang. Dia merasa ada hal yang aneh. Perasaannya jadi tidak karuan. Lelaki itu mengajaknya untuk mencari suami wanita tersebut. Mereka berjalan ke pasar. Di pasar biasanya lelaki yang sedang dicari itu menghabiskan hari-harinya. Mereka temukan pasar sudah sepi. Hanya beberapa orang menutup toko. “Darman, sedang apa kamu, kenapa wajahmu kebingungan?” celetuk lelaki yang lewat dan memanggul karung. Darman mengungkapkan hal yang baru saja terjadi. Bahwa
LABIRIN 74 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 wanita ini sedang mencari suaminya. “Jarman? Maksud kamu Jarman? Kenapa dia belum pulang. Siang tadi dia bertemu denganku. Aku pinjam uang kepadanya,” ungkap lelaki yang memanggul karung goni itu. Dia melihat wanita itu sedang hamil. Perutnya memang sudah membesar. Lelaki pengangkut karung goni itu mau bicara lagi, tapi dengan secepatnya pula dia mengajak wanita itu mencari Jarman kembali. Siapa tahu mereka akan menemukan Jarman di suatu tempat yang kerap mereka lalui. Sebenarnya, hal ini sudah bukan rahasia umum lagi. Danau di desa tersebut memang penuh misteri dan dikaitkan dengan unsur horor. Konon, banyak setan-setan yang berkeliaran di sekitarnya. Dikisahkan bahwa danau tersebut dihuni oleh seorang wanita setan yang cantik, dan konon suka mengambil tumbal lelaki. Beberapa bulan yang lalu, seorang wisatawan tercebur ke danau itu. Dia melihat seorang wanita di sampan yang dinaikinya, lalu wanita itu mengguncangkan sampan yang dinaiki pria itu. Sampan akhirnya terbalik. Dia tenggelam ke dasar danau bersama wanita itu. Orang-orang hanya melihat lelaki itu sendiri di danau. Tidak ada orang lain lagi di sampannya. Tetiba sampan itu terbalik. Perlu beberapa jam sampai akhirnya wisatawan itu tak bernyawa. Ditemukan badannya sudah kaku lembab basah oleh air danau. Ada orang pintar yang pernah didatangkan untuk mengusir setan-setan di danau itu. Tetapi tidak ada setan yang mau diusir. Bahkan ayat-ayat ruqyah tidak berarti apa-apa di hadapan dedemit penunggu danau itu. Ada anak indigo di desa itu yang melihat seorang wanita berbadan setengah ular dengan kerajaannya di tengah danau dan dijaga oleh seekor ular pula. Anak indigo itu bercerita tentang apa yang dia lihat. Tetapi tak ada yang mau percaya. Mereka baru percaya ketika ada korban tenggelam di danau angker itu. Seorang kyai yang berkata bahwa penduduk dan semua orang harus hati-hati pada keangkeran danau itu. Para dedemit itu usil dan suka minta tumbal. Kalau ada yang masih perjaka dan kebetulan lewat danau itu, dia harus berhati-hati sebab ratu dedemit di sana suka dengan lelaki muda. Kebetulan juga wisatawan yang tenggelam adalah lelaki muda. Darman dan istri Jarman gelisah mencarinya. Justru malah Darman berfirasat, mungkin saja Jarman saat itu sedang ke danau. Dan dia tidak kembali apa mungkin menjadi tumbal dari keganasan dedemit danau. Darman mengutarakan maksud hati dan isi pikirannya itu kepada istri Jarman. “Neng, sepertinya suamimu mungkin su-
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 75 LABIRIN dah mati. Dia jadi tumbal telaga angker itu,” kata Darman tidak mau memancing emosi istri Jarman. Dia memegangi jam tangannya. Memutar-mutarnya. Istri Jarman tambah terkejut. Dia sudah beranggapan yang tidak-tidak tentang Jarman. Mana mungkin orang sebaik Jarman jadi penghuni telaga angker ini. Rasanya tidak adil. Istri Jarman tidak mau menyerah. Dia tetap mau tidak percaya pada hal itu. Dia berlari ke rumah pak RT, minta tolong sama pak RT untuk dibantu cari suaminya yang tak kunjung pulang. Pak RT dengan segera memukul kentongan. Bunyi kentongan yang bertalu-talu mengumpulkan warga dalam sekejap. Pak RT menginstruksikan warganya untuk mencari Jarman. Jarman belum pulang ke rumah, kalau ada yang tahu silahkan bisa bicara. Orang di barisan paling belakang mengacungkan tangan dan berkata bahwa dia melihat Jarman tadi. Saat dia sedang mencari rumput, dia melihat Jarman meloncat ke danau dan meraih sebatang gedebog pisang di danau itu. Lalu Jarman nampak tidak bisa berenang. Dia meraup-raupkan tangannya ke danau. Tetapi tidak ada orang di sana. Hanya dia sendirian. Karena tidak berani akan kengerian danau angker itu, dia berlari pulang ke rumah dan melaporkannya sama pak ustad. Pak ustad yang mendengar cerita orang tadi mengelus dada sambil berkata istighfar yang panjang. “MasyaAllah, fitnah apa yang menimpamu, Jarman.” Pak ustad juga tergopoh datang saat itu bersama warga. Dia membenarkan perkataan orang yang barusan berbicara. “Tenang semuanya, jangan gegabah, kita coba cari Jarman di sekitar danau. Mari semua!” pak ustad mengajak mereka semua. Mereka semua menuju danau. Danau sudah gelap. Tanpa lampu penerangan. Mereka menggunakan sorot senter mencari Jarman. Tubuh Jarman sudah tergeletak di atas rerantingan. Dia sudah membeku putih pucat. Istrinya menangis sejadinya. Dia sangat terpukul. Dia tidak rela suaminya pergi meninggalkannya begitu saja. Dia memukuli dada suaminya yang sudah tidak bernyawa itu. Pak ustad bersama warga segera membawa jasad itu ke rumahnya. Mereka menemukan tubuh Jarman, dan dipastikan dengan pasti bahwa Jarman sudah meninggal. Tidak ada lagi nafas yang keluar dari hidungnya. Semua bersiap untuk memandikan tubuh Jarman. Pak ustad juga bersiap untuk melaksanakan tugas tersebut. Istrinya menyiramkan bunga dan kembang ke tubuh suaminya. Dia dengan sedih memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat saat memandikan jenazah suaminya. Malam itu juga Jarman dikuburkan. Malam
LABIRIN 76 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 gelap sekali. Burung hantu berdengkur. Gagak-gagak bertengger di pohon. Mereka segera menggali kubur dan menaruh jasad Jarman di kuburan. Tahlil dan kirim doa dipanjatkan supaya arwah Jarman tenang di sana. Orang-orang yang selesai menjalankan kewajibannya segera pulang. Istri Jarman menutup pintu. Kemudian ada yang mengetuk pintu lagi. Istri Jarman membuka pintu. Tidak ada orang sama sekali. Kemudian ditutupnya pintu kembali. Terdengar suara ketukan pintu. Dia membukanya. Betapa kagetnya dia, melihat suaminya berdiri di depannya. Dia melihat suaminya menangis sedih. Tidak bisa berbuat apa-apa. suaminya masuk ke rumah dan mengemasi barang bawaan. Setelah itu pergi keluar lagi dan menghilang. Sebelum itu, dia berkata pada istrinya dengan wajah pucat, “Jangan kau sesali kepergianku. Kirimi doa untukku. Jagalah anak kita baik-baik.” Dengar suara ketukan pintu. Dia membukanya. Betapa kagetnya dia, melihat suaminya berdiri di depannya. Dia melihat suaminya menangis sedih. Tidak bisa berbuat apa-apa. suaminya masuk ke rumah dan mengemasi barang bawaan. Setelah itu pergi keluar lagi dan menghilang. Sebelum itu, dia berkata pada istrinya dengan wajah pucat, “Jangan kau sesali kepergianku. Kirimi doa untukku. Jagalah anak kita baikbaik.” Profil Penulis: Muhammad Lutfi, S.S. lahir di Pati, Jawa Tengah tanggal 15 November 1997. Ghaisan Altamis Astrabata Manggala adalah nama pena dari Muhammad Lutfi, S.S.
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 77 SELAKAR Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman Yodha Ardell RESENSI BUKU Penulis : A. Mustafa Penerbit : Shira Media Cetakan : Pertama, 2019 Tebal : vi + 358 halaman ISBN : 978-602-5868-80-1 Buku ini muncul sebagai Pemenang II Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2018. A. Mustafa merakit kisah fiksi yang berangkat dari fakta; sebuah kisah nyata mantan waria yang akhirnya malih menjadi lelaki tulen dengan menempuh jalan hidup sebagai seorang Ahmadiyah. Ramuan kisah yang diracik dengan alur maju-mundur dan plot kisah babi sebagai pelengkap simfoni cerita. Novel ini bisa disebut sangat berani; menembus 3 topik tabu bahasan yang jarang diangkat pada buku-buku sastra di Indonesia: pelacuran, homoseksualitas, dan — Ahmadiyah. Tiga topik utama yang menjadi pilar cerita dalam novel 358 halaman ini. Ketidaktersambungan cerita akan terasa di awal novel ini, namun justru memicu rasa penasaran dan ingin tahu pembaca untuk terus melewati tiap plot maju-mundur yang diberikan lebih dari tiga dekade itu. Bahasa yang luwes, lugas, bermain antara fakta dan fiksi; seks dan teologi, menjadi ciri unik tersendiri untuk menambah kamus bahasa yang kita ketahui. Ada banyak metafora dan kata-kata yang jarang ditemui dalam struktur kalimat menari dalam cerita ini. Mungkin, bagi pembaca awam, perasaan ganjil akan muncul saat membaca novel karya A.
SELAKAR 78 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 Mustafa ini, karena banyak membahas seputar hal bertentangan: pelacur dan Tuhan, hikayat babi dan epos Mahabharata serta wayang purwa. Dari status waria papan atas yang memiliki banyak pelanggan dari pengusaha hingga anak pesantren. Kendati demikian, Mbok Wilis terjebak dengan cinta lamanya yang hadir kembali dengan membawa mimpi buruk dengan segala penyiksaannya. Haris; seorang yang dicintai Mbok Wilis sekaligus penghancur dalam hidupnya. Keaktifan Mbok Wilis dalam dunia homoseksual dan nyebong, menyebabkan dia menderita beberapa penyakit menular dalam kurun waktu berdekatan; sebuah klimaks yang menjadi awal pertaubatan dari Mbok Wilis. Hal menarik di sini, yang mungkin layak menjadi sorotan sebagai tokoh protagonis adalah orang tua Mbok Wilis. Kendati anaknya adalah seorang pelacur Simpang Lima, terkena penyakit seksual menular yang menjijikkan, tidak membatasi mereka tetap merawat dan mencintai Mbok Wilis sepenuh hati. Sebuah bukti kasih sayang orang tua pada anaknya; apapun keadaannya. Awal pertaubatan yang pada akhirnya membimbing Mbok Wilis mengenal jalan hidup selanjutnya, menjadi seorang Ahmadiyah. Plot cerita yang berubah-ubah mulai dari kisah Mbok Wilis, berganti dengan Pak Wo; tukang jamu dan seorang Ahmadiyah yang taat. Sembari berjualan jamu, dia juga menyebarkan keyakinannya seputar Ahmadiyah. Kendati demikian, dia sering mendapat cemoohan dan pengusiran dari orang sekitarnya. Dakwah yang digunakan oleh Pak Wo cukup membangkitkan rasa semangat, dengan cerita epos Mahabharata yang bersambung pada kedatangan Imam Mahdi yang digadang sudah turun ke Bumi: Mirza Ghulam Ahmad, Nabi sekaligus Imam Mahdi menurut keyakinan Ah- “Cinta macam apa namanya jika digadai-gadaikan seperti itu? Cinta seharusnya milik dua hati yang sama-sama suka dan berkeinginan untuk selalu bersama” (hal. 185) Keterbalikan yang asing. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Mbok Wilis atau Rara Wilis; merupakan sebuah akronim dari bentuk kekecewaan, “Rasa Lara Waria Idaman Lelaki Iseng Semata”, begitulah panggilannya di antara para Waria Simpang Lima Semarang. Dalam menjadi pemimpin para Waria Simpang Lima Semarang yang berorganisasi dan menyebut diri mereka PAWATRI (Paguyuban Waria Tri Lomba Juang) yang sering nyebong atau mangkal untuk mencari pelanggan di Jalan Tri Lomba Juang; yang merupakan pusat pelacuran waria di Semarang. Pergolakan muncul pada kehidupan Mbok Wilis yang sangat berat.
MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 79 SELAKAR madiyah. Keteguhan Pak Wo dan baktinya pada orang tuanya yang pada akhirnya menjadi pemeluk Ahmadiyah, menjadi corak cerita tersendiri sebagai easter egg di akhir cerita. Bagaimana tidak, saya cukup tercengang dengan tiga plot yang mungkin adalah penggambaran yang sama. Mbok Wilis, Pak Wo, dan simbolisasi babi. Daya tarik dari novel ini adalah tentang pencarian dan penemuan jati diri seorang waria yang mengantarkannya pada jalan terjal dan berliku, yang pada akhirnya memberikan sebuah kisah menarik sebagai protagonis yang bisa diambil pelajaran. Novel ini menceritakan secara gamblang dari sisi orang-orang terbuang dan terasing dari masyarakat. Kita dipaksa melihat sebuah realita dari sudut pandang orang-orang terasing ini; bahwa mereka juga ingin dianggap sebagai bagian normal dari masyarakat. Saat membaca novel ini, diharap pembaca menyingkirkan segala bentuk spekulasi, pemikiran, dan dakwaan pada tiap unsur yang diceritakan, demi mendapat gambaran penuh tentang apa yang dimaksudkan dalam cerita di novel ini. Profil Penulis: Penulis merupakan mahasiswa Psikologi 2021 Universitas Brawijaya. Sekarang aktif sebagaoaggota Divisi Sastra LPM Perspektif.
KARIKATUR 80 MA JALAH PERSEPSI EDISI 1 Oleh: Fairuz Labib