The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pada buku pengayaan ini, materi ini memiliki 3 bab

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by INGRIT PURWANINGSIH, 2022-03-29 23:59:28

Mengenal Lukisan Dinding Goa di Sulawesi

Pada buku pengayaan ini, materi ini memiliki 3 bab

MENGENAL

LUKISAN DINDING GUA

DI SULAWESI SELATAN

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena telah memberikan
kami kekuatan dan kemudahan dalam penyusunan buku pengayaan ini untuk
memenuhi tugas dari Bapak Aditya Nugroho Widiadi pada matakuliah
Pengembangan Bahan Pembelajaran Sejarah. Selain itu, kami membuat buku
pengayaan ini juga untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca. Dalam buku ini,
kami membahas mengenai Lukisan Dinding Gua Di Sulawesi Selatan Zaman
Mesolitikum, yang diharapkan pembaca mampu memahaminya.

Saya mengucapkan terima kasih juga kepada Bapak Aditya Nugroho
Widiadi selaku dosen pengajar matakuliah Pengembangan Bahan Pembelajaran
Sejarah karena telah memberikan kami tugas ini, sehingga kami mendapatkan
wawasan baru mengenai macam-macam lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan.

Dengan segala ketulusan hati hati, kami memohon maaf jika dalam buku
pengayaan ini terdapat kesalahan kata maupun maksud yang kami tuliskan ada
kekeliruan. Oleh karena itu, penyusun berharap kepada pembaca memberikan kritik
dan saran. Semoga ilmu yang ada dalam buku pengayaan ini membawa manfaat
bagi pembaca.

Malang, 23 Maret 2022

Penyusun

x

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................. x
Daftar Isi ...................................................................................... xi

BAB I Mengenal Zaman Mesolitikum.......................................... 1
A. Zaman Mesolitikum ........................................................... 2
B. Ciri-Ciri Zaman Mesolitikum ............................................. 4
C. Hasil Kebudayaan Mesolitikum.......................................... 7
Latian Uji Kompetensi ........................................................... 13

BAB II Persebaran Situs Goa di Sulawesi Selatan ........................ 14
A. Situs Leang Pattae Kere...................................................... 15
B. Situs Goa Barugayya .......................................................... 16
C. Situs Goa Sumpang Bita..................................................... 18
Latian Uji Kompetensi ............................................................ 21

BAB III Makna Lukisan Dinding Goa dan Arti Warna................. 22
A. Makna Cap Tangan ............................................................ 23
B. Makna Cap Hewan ............................................................. 25
C. Makna dari Warna Lukisan ................................................ 29
Latian Uji Kompetensi ........................................................... 32

xi

BAB 1
Mengenal Zaman Mesolitikum

Gambar 1.1. Kehidupan Zaman Mesolitikum
Sumber: Insan Pelajar

Dalam sejarah, waktu merupakan unsur yang sangat penting, jadi
pembagian waktu berdasarkan periodisasi merupakan pilihan yang sangat baik.
Konsep dari periodisasi zaman praaksara Indonesia menggunakan pendekatan
model Thonsen. Konsep yang dikemukakan oleh Thomsen ini menitikberatkan
pada pendekatan bersifat teknis yang didasarkan pada penemuan alat-alat yang
ditinggalkan. Pakar sejarah dari Indonesia, R. Soekmono membagi masa prasejarah
Indonesia menjadi 2 masa, yaitu zaman batu (meliputi Paleolitikum, Mesolitikum,
dan Neolitikum) dan zaman logam (meliputi zaman tembaga, perunggu, dan besi).
Masing-masing zaman memiliki karakter dan ciri-ciri khusus, namun tidak berarti
dengan bergantinya zaman, karakter pada zaman sebelumnya hilang. Pada bab ini,
kita akan membahas bagaimana kehidupan manusia purba pada masa Mesolitikum.

1

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari uraian ini, peserta didik diharapkan dapat:
1. Mengenali bagaimana zaman mesolitikum
2. Menyebutkan ciri-ciri zaman mesolitikum
3. Mengetahui hasil kebudayaan pada zaman mesolitikum

A. ZAMAN MESOLITIKUM

Berdasarkan cara memproses perkakas batu dan fungsi perkakas batu yang
digunakan, zaman batu diperiodisasi menjadi 4 zaman, yaitu:

a. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
b. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)
c. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Muda)
d. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)

Zaman mesolitikum atau zaman batu tengah merupakan zaman peralihan
dari zaman paleolitikum menuju ke zaman neolitikum. Zaman mesolitikum
diperkirakan berlangsung pada masa Holosen aswal setelah zaman es berakhir.
Pada zaman ini, kehidupan manusia purba belum banyak mengalami perubahan.
Alat-alat yang mereka gunakan dan hasilkan masih terlihat kasar meskipun telah
ada upaya untuk memperhalus dan mengasah agar terlihat lebih indah. Pendukung
kebudayaannya ialah Homo Sapiens yang merupakan manusia cerdas. Untuk
penemuannya berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Fores.

2

Pada zaman mesolitikum, manusia mulai hidup menetap dengan membuat
rumah panggung di tepi pantai atau tinggal di dalam gua dan ceruk-ceruk batu
padas. Manusia-manusia purba pada masa ini juga mulai bercocok tanam dan telah
terlihat mulai mengatur masyarakatnya. Mereka melakukan pembagian pekerjaan
di mana kaum laki-laki dan kaum perempuan mengurusi anak dan membuat
kerajinan berupa anyaman dan keranjang. Masyarakatnya juga mengenal sistem
organisasi sosial dan kepercayaan terhadap roh nenek moyang.

Gambar 1.2 Manusia purba tinggal di tepi sungai
Sumber: Gurupendidikan.co.id

Perkembangan kebudayaan pada zaman mesolitikum berlangsung lebih
cepat daripada zaman sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

1. Keadaan alam yang sudah lebih stabil. Hal ini memungkinkan manusia
dapat hidup lebih tenang, sehingga dapat mengembangkan kebudayaannya.

2. Manusia pendukungnya adalah dari jenis Homo Sapiens. Manusia yang
lebih cerdas dibandingan dengan pendahulunya. Selain itu, manusia
pendukung lain berasal dari campuran bangsa-bangsa pendatang dari Asia.

3

B. CIRI-CIRI ZAMAN MESOLITIKUM

Mesolitikum secara bahasa dapat diartikan sebagai batu tengah,
merupakan tahapan perkembangan masyarakat masa pra aksara antara
batu tua dan batu muda. Kehidupannya tidak jauh berbeda dengan

kehidupan sebelumnya. Zaman mesolitikum memiliki ciri-ciri, yaitu:

a. Semi nomaden dan masih melakukan foodgathering (mengumpulkan
makanan)

b. Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni
masih merupakan alat-alat batu kasar.

c. Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut
KjokenMondinger (sampah dapur)

d. Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung,
Jawa Timur yang disebut AbrisSousRoche antara lain: Flakes (Alat serpih),
ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.

e. Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak
pendek (hacheCourte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari
batu kali yang dibelah.

f. Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Flores.

Ciri-ciri kebudayaan Mesolitikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan
Paleolitikum, tetapi karena pada zaman mesolitikum manusia yang hidup sudah ada
yang menetap, sehingga kebudayaan yang sangat menonjol dan sekaligus menjadi
ciri-ciri dari zaman mesolitikum yaitu kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris
sous Roche.

4

Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger merupakan istilah dari bahasa
Denmark yaitu Kjokken yang berarti dapur dan modding yang
artinya sampah. Jadi, kjokkenmoddinger memiliki arti
sebenarnya yaitu sampah dapur. Dalam kenyataannya,
kjokkenmoddinger merupakan tumpukan atau timbunan dari
kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian kurang lebih 7
meter dan sudah membatu atau menjadi fosil. Bukit itu dihasilkan
dari mereka yang hidup dari siput dan kerang yang dipatahkan
ujungnya kemudian mereka hisap isinya dari bagian kepalanya.
Kulit siput dan kerang tersebut kemudian dibuang sehingga
menimbulkan bukit kerang. Kjokkenmoddinger ditemukan di
sepanjang pantai timur Sumatera, yaitu antara Langsa dan
Medan.

Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan
bahwa manusia purba pada zaman mesolitikum sudah menetap.
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan sebuah
penilitian di bukit kerang dan hasilnya banyak menemukan kapak
genggang yang berbeda dari Chopper (kapak genggam yang
digunakan pada zaman paleolitikum). Kapak genggam yang
ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan
pebble atau kapak Sumatera sesuai dengan lokasi penemuannya.

5

Gambar 1.3 Kjokkenmoddinger atau sampah dapur (tumpukan kerang dan siput)
Sumber: kompas.com

Abris sous Roche

Abris sous roche merupakan goa-goa yang dijadikan tempat tinggal
manusia purba pada zaman mesolitikum. Tempat ini berfungsi sebagai
tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Dugaan ini muncul dari
alat-alata seperti ujung panah, flakes, batu penggilingan, alat-alat dari tulang
dan tanduk yang ada di dalam gua. Penyelidikan pertama pada Abris sous
roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels pada tahun 1928-1931 di goa
Lawa dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur.

Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari
batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang
berasal dari zaman mesolitikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
Kebudayaan abris sous roche juga ditemukan di Besuki (Bojonegoro) dan
di daerah Sulawesi Selatan seperti Lamoncong.

6

Gambar 1.4 Abris Sous Roche
Sumber: Sumber Sejarah

C. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITIKUM

Dikenal dengan masa batu tengah, masa ini ada pada 10.000 tahun jauh
sebelum masehi. Dimana pada masa ini, manusia pra aksara yang sebelumnya hidup
dengan berpindah-pindah tempat sudah banyak yang menetap. Seiring dengan hal
baru yang mereka tetapkan, yaitu menetap pada suatu tempat (kebanyakan di goa-
goa dan di pantai), maka mereka menemukan pekerjaan baru yaitu bercocok tanam.
Pada setiap masa, pasti terdapat beberapa kebudayaan yang menjadi khas pada
zaman tersebut. Dari berbagai alat yang ditemukan. Dapat dianalisis bahwa
kebudayaan zaman mesolitikum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: pebble
culture, bone culture, dan flake culture.

7

Pebble Culture

Pebble culture terutama ditemukan dari suatu corak peninggalan
istimewa yaitu kjokkenmoddinger. Dalam bukit kerang tersebut ditemukan
pebble atau sejenis kapak genggam khas Sumatera. Sesuai dengan namanya,
kapak Sumatera banyak ditemukan di wilayah Sumatera. Kapak ini
semacam kapak genggam, namun memiliki bentuk yang berbeda dengan
kapak pada zaman paleolitikum. Kapak ini disebut juga cangkul pada zaman
sekarang karena kegunaannya bisa dipakai untuk bercocok tanam. Selain
itu, pebble juga memiliki kegunaan lain seperti:

a. Dapat digunakan untuk menghaluskan biji-bijian
b. Membuat bahan cat berwarna merah (digunakan untuk memberi warna

pada goa tempat dikuburnya jasad)
c. Membunuh hewan buruan
d. Menumbuk serat pada pohon-pohonan
e. Menjadi senjata yang melindungi diri mereka

Pebble sendiri dibentuk dengan bahan dasar batu, lebih tepatnya batu
gamping. Bentuknya sendiri memanjang, diserpih sehingga menjadi tajam.
Bentuk dari Kapak Sumatera beragam, tergantung dari kegunaan kapak itu.
Jika kapak digunakan untuk melindungi diri dan untuk menangkap hewan
buruan, maka bentuk kapak akan memanjang dan runcing karena untuk
melawan dan melukai lawan mereka. Namun, bentuk dari kapak tersebut
akan sangat berbeda jika mereka menggunakan kapak tersebut hanya untuk
menghaluskan biji-bijian yang keras. Bentuk dari kapak tidak perlu terlalu
runcing. Kemudian jika kapak tersebut digunakan untuk bercocok tanam,
maka bentuk kapak tersebut akan dibentuk seperti cangkul pada zaman
sekarang.

8

Gambar 1.5 Bentuk-bentuk kapak genggam pebble
Sumber: Wikipedia.org

Bone Culture

Bone culture merupakan budaya manusia purba pada zaman
mesolitikum yang hidup di goa-goa atau Abris sous roche untuk
menggunakan alat-alat sehari-hari dari tulang. Stein Callenfels berpendapat
bahwa tradisi alat-alat tulang yang ditemukan di Indonesia, khususnya dari
penggalian di Goa Lawa di Sampung berasal dari Vietnam Selatan dan
Annam. Kesimpulan tersebut didapatkan setelah meneliti persamaan antara
alat-alat tulang dari lokasi tersebut. Dari Vietnam, Bone culture mencapai
daerah Jawa Timur dan kemudian berkembang lebih lanjut di goa-goa. Von
Stein Callenfels menemukan alat-alat dari batu, seperti ujung panah dan
flake, batu-batu penggolingan, kapak yang sudah diasah, alat-alat dari
tulang dan tanduk rusa.

Produk alat tulang meliputi lancipan atau sudip, belati dari tanduk,
dan beberapa mata kail. Temuan-temuan itu didominasi oleh alat berupa
sudip tulang yang jumlahnya mencapai 99 buah dan dibedakan menjadi dua
kategori yaitu sudip dari tulang panjang dan sudip dari tulang-tulang pipih.

9

Gambar 1.6 Kebudayaan Tulang Sampung
Sumber: Kompas.com

Flake Culture

Istilah flake culture pertama kali disebutkan oleh seorang arkeolog
bernama Alfred Buhler karena banyaknya temuan alat-alat serpih (flakes)
di daerah tempat tinggal suku Toala, daerah Lumacong, Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, pada 1893-1896, Fritz Sarasin dan Paul Sarasin melakukan
penelitian di daerah Lumacong dan menemukan alat-alat serpih, mata panah
bergerigi, dan alat-alat yang terbuat dari tulang di sekitar gua-gua yang
merupakan tempat tinggal suku bangsa Toala. Kebudayaan Toala bercirikan
alat-alat yang digunakan berupa alat serpih bergerigi.

Alat serpih berfungsi sebagai serut, penusuk, mengupas makanan,
menangkap ikan, serta mengumpulkan buah-buahan dan ubi. Terdapat
penelitian di wilayah Maros Bone, dan Bantaeng Sulawesi Selatan yang
menghasilkan temuan berupa alat-alat serpih, batu penggiling, gerabah, dan
kapak Sumatera.Flake bergerigi juga ditemukan di goa-goa yang berada di
Pulau Timur, Flores, Roti di NTT. Sementara flake yang ditemukan di
daerah Bandung terbuat dari batu hitam (obsidian).

10

Gambar 1.7 alat-alat serpih (flake)
Sumber: catawiki

Batu Pipisan

Hasil kebudayaan zaman mesolitikum selanjutnya yaitu batu
pipisan. Batu pipisan terdiri dari dua bagian, yaitu tempat yang digunakan
untuk menampung hasil dan tempat menyampur, menghaluskan bumbu dan
biji-bijian, serta alat yang digunakan pada tangan yang bertujuan untuk
menghancurkan. Batu pipisan ini berbahan dasar batu dan merupakan alat
penggiling yang digunakan untuk membuat jamu. Beberapa gambaran pada
dinding goa dan juga candi memperlihatkan orang-orang sedang meramu
dan menumbuk menggunakan batu pipisan.

11

Gambar 1.8 Batu pipisan
Sumber: sejarahlengkap.com

Kebudayaan Bascon – Hoabinh

Kebudayaan ini jarang ditemukan di Indonesia. kebudayaan ini
`berasal dari pusat kebudayaan mesolitikum yang berada di kota Bacson dan
Hoabinh yang berada di Vietnam. Persebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh
di Indonesia terjadi pada tahun 2000 SM dan masuk melalui 2 jalur, yaitu
jalur barat dan timur. Kebudayaan Bacson – Hoabinh membentuk satu
kapak dan tanduk yang berasal dari tulang manusia yang telah diberi tanda
cat merah dan tanduk binatang buruan yang dijadikan bahan makanan.
Tulang dan tanduk tersebut kemudian diserpih sehingga menjadi banyak
bentuk, antara lain: lonjong, segi empat, segitiga, dan berbentuk
berpinggang. Hasil kebudayaan dari Bacson-Hoabinh jalur barat yang
ditemukan di Indonesia yaitu Pebble, kapapk pendek, dan alat dari tulang.
Sedangkan hasil kebudayaan dari Bacson-Hoabinh jalur timur yaitu Flakes.

12

RANGKUMAN

Berdasarkan temuan benda yang ditinggalkan, zaman batu
dibedakan menjadi empat, yaitu Paleolitikum, Mesolitikum,
Neolitikum, dan Megalitikum
Mesolitikum berasal dari kata “meso” yang artinya tengah, dan
“lithos” yang artinya batu. Jadi, zaman mesolitikum merupakan
zaman batu tengah yang diperkirakan berlangsung pada masa
holosen awal setelah zaman es berakhir.
Ciri kebudayaan zaman mesolitikum tidak jauh berbeda dengan
kebudayaan zaman sebelumnya, paleolitikum, namun sedikit lebih
maju.
Pada masa ini, manusia sudah mulai semi nomaden. Hal ini
dibuktikan dari hasil peninggalan manusia berupa kebudayaan
kjokkenmoddinger dan abris sous roche.

LATIHAN UJI KOMPETENSI

1. Sebutkan dan jelaskan pembagian zaman berdasarkan cara
memproses perkakas batu dan fungsi perkakas batu yang
digunakan!

2. Jelaskan bagaimana ciri-ciri zaman mesolitikum, dan apa yang
membedakan dengan zaman sebelumnya?

3. Sebutkan dan jelaskan tiga kebudayaan zaman mesolitikum!
4. Jelaskan mengenai kjokkenmoddinger dan abris sous roche!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh

13

BAB 2
Persebaran Situs Goa di
Sulawesi

Gambar 2.1. Situs Leang Pettae Kere sebagai salah satu budaya zaman mesolitikum
Sumber: Brisik.id

Pada zaman mesolitikum, manusia purba sudah hidup secara semi nomaden
di dalam goa-goa yang bagian atas terlindung oleh karang. Keberadaan goa-goa
yang dekat dengan sumber air dan bahan makanan dimanfaatkan sebagai tempat
tingga sementara. Goa-goa tersebut sering disebut Abris Sous Roche. Kebudayaan
Abris Sous Roche banyak ditemukan di daerah Besuki dan daerah Sulawesi Selatan.
Pada bab kali ini, kita akan membahas mengenai persebaran situs goa-goa pada
masa mesolitikum di Sulawesi.

14

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari uraian ini, peserta didik diharapkan dapat:
1. Mengenali situs leang pettae kere
2. Mengetahui mengenai Goa Barugayya
3. Menjelaskan bagaimana Goa Sumpang Bita

A. SITUS LEANG PETTAE KERE

Goa Leang Petta Kere adalah salah satu dari kategori goa yang memiliki
tiang yang kokoh, karena ditandai dengan banyaknya rongga-rongga goa dan langit-
angit yang tinggi. Goa leang petta kere terletak di sisi jalan poros Leang-Leang,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Heekern (1972), lukisan dinding goa yang terdapat didalam goa leang petta
kere adalah berupa gambar babi rusa dan gambar cap telapak tangan manusia.
Mengapa disebut babi rusa? Karena gambarnya berbentuk babi, namun pada
gambar kepalanya berbentuk seperti kepala rusa. Secara spesifik, lukisan dinding
goa yang bergambar cap tangan tersebut berwarna putih dan yang bergambar
babirusa berwarna merah. Di dalam goa leang petta kere juga ditemukan beberapa
alat-alat batu mikrolit, bahkan mata panah yang bergerigi pun juga ditemukan di
situs ini. Tak kalah menarik, di situs tersebut juga ditemukan sisa-sisa makanan
berupa kulit kerang yang sudah terdeposit dan juga ditemukannya tengkorak tanpa
kerangka di situs Goa Leang Petta Kere.

15

.
Gambar 2.2 Motif lukisan goa yang terdapat di situs Leang Pettae Kere

Sumber: Kemendikbud.go.id

B. GOA BARUGAYYA

Gambar 2.3 Bagian depan Goa Barugayya
Sumber: konservasiborobudur.org

16

Gua Barugayya terletak di Desa Mangeloreng, Kec Batimurung, Kab
Maros, Sulawesi Selatan. Dengan letak astronomisnya 04° 59' 42,0" LS dan 119°
39' 24,0" BT. Gua Barugayya menghadap ke utara dengan ketinggian 45 Mdpl
dengan tinggi gua mencapai 45 meter dengan kemiringan lereng yang berkisar 40°.
Gua Barugayya merupakan salah satu gua yang tersebar di wilayah Maros,
Sulawesi Selatan. Gua ini bertipe gua kekar dengan tiang yang ditandai dengan
rongga-rongga yang banyak dan berhubungan.

Di dalam situs Gua Barugayya terdapat peninggalan arkeologi seperti
lukisan dinding gua, alat batu, dan buangan sampah dapur. Lukisan yang dapat
dijumpai di Gua Barugayya berbentuk gambar cap tangan yang berwarna merah.
Lukisan cap tangan tersebut terdapat di langit-langit dan dinding gua. Pembuatan
lukisan tersebut dibuat dengan cara memercikkan cairan merah di telapak tangan
yang diletakkan di permukaan batu. Warna merah yang dipergunakan dalam
pembuatan lukisan umumnya dapat dihasilkan dari oker (ochre) atau oksida besi
(Fe2O3 (haematite) yang bersumber dari bahan batuan mineral. Lukisan telapak
tangan menggambarkan eksistensi manusia prasejarah yang menyatakan bahwa
dirinya ada dan mempunyai identitas. Selain itu lukisan tangan pada dinding gua
berfungsi sebagai penolak bala atau menangkis pengaruh buruk dari luar.

Alat batu yang dapat ditemukan di Gua Barugayya antara lain alat serpih,
bilah, tatal, dan pecahan dari proses teknologi batu patahan. Alat-alat batu tersebut
terbuat dari batuan chert dan gamping kersikan. Selain itu juga ditemukan sampah
dapur berupa kulit kerang dari kelas gastropoda dan palecypoda. Gastropoda
merupakan hewan yang berkaki perut dan umumnya memiliki cangkang kerucut
dan berpilih. Contohnya yaitu seperti siput, bekicot, kreco, dan siput sawah.
Sedangkan kelas pelecypoda memiliki dua cangkang yang dapat terbuka atau
tertutup dan digerakkan oleh beberapa otot besar. Contohnya seperti kerang
mutiara, kijing, tiram yang hidup di laut, tiram mutiara, dan kerang hijau.

17

C. GOA SUMPANG BITA

Gambar 2.4 Lukisan cap tangan yang berada di Goa Sumpang Bita
Sumber: Kemendikbud.go.id

Gua Sumpang Bita merupakan gua terbesar yang ditemukan di Sulawesi
Selatan. Gua Sumpang Bita ditemukan oleh First dan Paul Sarassin dari Swiss pada
tahun 1902 serta merupakan peninggalan dari penduduk Toala (orang yang
bertempat tinggal di hutan). Gua ini terletak di atas bukit dengan mempunyai
pelataran yang sangat luas serta tanah yang relatif datar. Selain itu dilengkapi
dengan sumber air yang yang sangat banyak yang menjadikan gua ini menjadi
nyaman untuk dibuat menetap oleh masyarakat sehingga harga banyak ditemukan

18

lukisan dinding dengan pola yang bervariasi. Total lukisan di gua sumpang bita ini
ini berjumlah 101 lukisan telapak tangan dan 19 lukisan bergambarkan fauna.
Berdasarkan penelitian Kosasih (1986:348), di Gua Sumpang Bita telah ditemukan
sejumlah lukisan dengan berbagai variasi diantaranya ada lukisan cap telapak
tangan, lukisan babi, perahu, cap telapak kaki anak serta lukisan binatang anoa
(Suprapta, Blasius 2018).

Gambar 2.5 Lukisan cap perahu yang berada di Goa Sumpang Bita
Sumber: Kemendikbud.go.id

Lukisan telapak tangan yang ada di goa Sumpang Bita ini terdiri dari
berbagai ukuran baik itu telapak tangan anak-anak maupun telapak tangan dewasa.
Serta, telapak kaki juga tertempel pada dinding dinding gua yang menggunakan cat
merah sebagai warna dominan dari lukisan tersebut. Selain lukisan telapak tangan,
ada juga lukisan fauna yang terdiri dari 19 lukisan yang sudah tersebar yang terdiri
dari gambar yang menyerupai babi berbagai ukuran serta sebuah lukisan yang
menyerupai perahu. Berdasarkan lukisan-lukisan tersebut menunjukkan bahwa

19

peradaban di gua tersebut masih tergolong setara pada satu daerah. Dari penelitian
banyak objek lukisan pada gua tersebut, dapat disimpulkan bahwa gua sumpang
bita merupakan pusat dari kehidupan masa prasejarah dimana masyarakat banyak
yang bermukim di wilayah tersebut karena merasa nyaman dalam keadaan sumber
air yang sangat melimpah dan dekat, yang berada di atas bukit dengan pelataran
yang sangat luas sehingga memudahkan aktivitas masyarakat dalam kesehariannya.

RANGKUMAN

Goa Leang Petta Kere merupakan situs goa yang didalamnya
terdapat sebuah penemuan bersejarah berupa lukisan dinding gua.
Motif dari lukisan dinding goa yang terdapat di Goa Leang Petta
Kere, salah satunya adalah Motif Babi Rusa. tak lain halnya yang
ditemukan di Goa Leang Petta Kere bukan hanya lukisan dinding
goa saja akan tetapi benda bersejarah seperti alat panah bergerigi
pun ditemukan di Goa Tersebut.
Di dalam situs Gua Barugayya terdapat peninggalan arkeologi
seperti lukisan dinding gua, alat batu, dan buangan sampah dapur.
Lukisan telapak tangan menggambarkan eksistensi manusia
prasejarah yang menyatakan bahwa dirinya ada dan mempunyai
identitas.

20

Goa Sumpang Bita dilengkapi dengan sumber air yang yang sangat
banyak yang menjadikan gua ini menjadi nyaman untuk dibuat
menetap oleh masyarakat sehingga harga banyak ditemukan lukisan
dinding dengan pola yang bervariasi. Serta, telapak kaki juga
tertempel pada dinding dinding gua yang menggunakan cat merah
sebagai warna dominan dari lukisan tersebut.

LATIHAN UJI KOMPETENSI

1. Bagaimana cara manusia prasejarah membuat lukisan dinding gua?
2. Apa tujuan pembuatan lukisan dinding gua?
3. Media pewarna apa yang dipakai untuk membuat lukisan dinding

gua?
4. Di dalam gua Leang Petta Kere, terdapat salah satu lukisan dinding

gua yang dinamai babi rusa, apa alasan dibalik penamaan tersebut?
5. Selain Lukisan dinding gua yang ditemukan di Situs Goa Leang

Petta Kere, benda peninggalan bersejarah seperti apa kah yang
dapat ditemukan di situs goa tersebut?

21

BAB 3
Makna Lukisan Dinding Goa &
Arti Warna

Gambar 3.1. Cap Tangan Situs Leang Pettae Kere
Sumber: wacananusantara.org

Pada zaman mesolitikum, lukisan goa prasejarah di Indonesia telah
berkembang. Di Indonesia, lukisan goa prasejarah diidentifikasikan sebagai hasil
dari kebudayaan yang mulai berkembang. Lukisan goa merupakan bukti mengenai
kemampuan manusia di masa lalu dalam menuangkan ekspresinya. Lukisan dinding
goa banyak ditemukan di wilayah Kalimantan, Sulawesi Selatan, Malkuku, Papua,
dan beberapa wilayah-wilayahh lain.

22

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari uraian ini, peserta didik diharapkan dapat:
1. Mengetahui makna lukisan cap tangan
2. Menjelaskan makna lukisan cap hewan
3. Mengetahui makna dari warna lukisan

A. MAKNA CAP TANGAN

Makna lukisan cap tangan, menurut Van Heekeren menunjukkan adanya
korelasi dengan kepercayaan religius sappien pada masa itu. Heekeren
menambahkan bahwa lukisan ini berhubungan dengan kelahiran, kematian, serta
tanda bela sungkawa yang mana dapat terlihat dari gambar tangan meraba-raba
seakan hendak menuju ke alam lain.

Lukisan cap tangan yang berhubungan dengan dunia magis juga
disampaikan oleh Beguen. Konsep rites magic menjelaskan bahwa lukisan ini
berhubungan dengan mengadakan upacara atau ritual yang berkaitan dengan
kepercayaan atau keyakinan pada kekuatan yang dianggap menguasai semua hal
yang berada di luar kemampuan mereka. Lukisan cap tangan termasuk simbol
dimana simbol merupakan suatu cara untuk dapat sampai pada pengenalan akan
yang kudus dan yang transenden. Dalam kehidupan sosial manusia khususnya pada
masa pra-aksaea manusia sering melibatkan simbol, sehingga membuat manusia

23

dijuluki bukan saja animal rationale melainkan juga animal symbolicum makhluk
yang bermain dengan simbol-simbol.

Gambar 3.2 Lukisan dinding goa cap tangan yang berada di Situs Tapurarang
Sumber: GoodNewsFromIndonesian

Gambar 3.3 Lukisan dinding goa cap tangan di Situs Leang Pettae Kere
Sumber: tripadvisor.co.id
24

Gambar 3.4 Lukisan Dinding Goa Cap Tangan Manusia
Sumber: solopos.com

B. MAKNA CAP HEWAN

Kehidupan manusia prasejarah yang tidak terlepas dari tradisi berburu
hewan berkaitan dengan penggambaran hewan pada lukisan dinding gua yang
berhubungan dengan ritual perburuan hewan. Penggambaran jenis hewan yang
diburu pada dinding gua dimaksudkan sebagai pengharapan terhadap hasil berburu.
Maka dapat diketahui penggambaran hewan buruan dapat bermakna sebagai simbol
kemenangan karena mendapat hasil berburu. Selain itu gambar hewan pada dinding
gua dapat diinterpretasikan sebagai bentuk penghormatan terhadap hewan yang
diburu. Makna yang terdapat dalam lukisan bermotif fauna memiliki makna
simbolis yang terdapat pesan di dalamnya, seperti pada lukisan babi rusa menurut
manusia prasejarah merupakan ekosistem yang dijaga dan dihormati karena
termasuk bagian dari alam. Selain dijadikan sebagai binatang buruan untuk makan,

25

hewan menjadi bagian dari eksistensi mereka. Manusia prasejarah sadar akan
kehidupannya tidak hanya dunia manusia semata, tetapi ada juga hewan dan alam
raya. Sedangkan penggambaran pada fauna lain seperti ikan, biawak, burung, dan
kura-kura memiliki makna yang religius yang merupakan penggambaran tentang
kehidupan religi manusia prasejarah pada saat itu yang telah mengenal adanya alam
kehidupan atas, tengah, bawah, dan juga tentang mitologi nenek moyangnya. Motif
fauna burung bermakna sebagai gambaran lambang dunia atas, sedangkan ikan
sebagai dunia bawah. Burung dan kadal dalam mitos-mitos kuna dianggap sebagai
jelmaan nenek moyang.

Gambar 3.5 Lukisan dinding goa gambar anoa di Leang Uhallie (Bone)
Sumber: academia.edu

26

Gambar 3.6 Lukisan dinding goa gambar babi di Leang Pattae Kere (Maros)
Sumber: academia.edu

Gambar 3.7 Lukisan dinding goa gambar penyu di Leang Ulu Tedong (Pangkep)
Sumber: academia.edu

27

Gambar 3.8 Lukisan dinding goa gambar biawak di Leang Lompoa (Pangkep)
Sumber: academia.edu

Gambar 3.9 Lukisan dinding goa gambar ayam di Leang Tagari (Pangkep)
Sumber: academia.edu

28

Gambar 3.10 Lukisan dinding goa gambar ikan di Leang Batu Tianang (Maros)
Sumber: academia.edu

C. MAKNA DARI WARNA LUKISAN

Lukisan gua prasejarah merupakan bentuk dari bentuk untuk
mengekspresikan adanya suatu keberadaan manusia pada zaman itu. Dalam
pengaplikasiannya dengan mengabadikan kegiatan yang dilakukan dalam bentuk
coretan pada dinding gua oleh sebagian masyarakat yang bisa dikatakan dengan
lukisan dinding dengan berbagai corak warna. Warna cat yang digunakan dalam
pembuatannya tersebut mempunyai makna tersendiri dalam lukisan dinding gua.

Lukisan cap tangan di Sulawesi Selatan rata-rata menggunakan warna
merah sebagai latar belakang dalam metode penggambarannya. Warna merah
sendiri dianggap menggambarkan tentang hal yang sakral. Contohnya yang
berhubungan dengan sebuah ritual kelahiran kematian yang menggambarkan
sebuah kekuatan sebagai lambang pelindung yang dapat mencegah dari roh jahat.

29

Namun berbeda dengan Papua dalam manusia prasejarah menggunakan cat
berwarna hitam sebagai warna dasar dalam menggambar lukisan nya yang
menggambarkan penghuni gua tersebut yang berada di golongan lima yaitu dengan
lukisan yang digambar dengan warna hitam berarti berumur lebih muda. Dalam
kehidupannya manusia pada zaman tersebut memiliki kekuatan kesucian maupun
kegigihan pada setiap aktivitas yang mereka lakukan. Tak hanya itu, mereka juga
mempunyai kepercayaan yang dianggap sangat sakral dan tidak ada satu pun yang
melanggarnya yang menandakan bahwa keberadaan manusia pada zaman
prasejarah itu ada.

Berdasarkan pada kajian penelitian makna lukisan dinding gua di Sulawesi
Selatan dapat dikatakan awas simbol tersebut berhubungan dengan kehidupan
masyarakat pada zamannya mana lukisan dinding gua ada tiga. Pertama, makna
religi dengan lukisan dinding gua yang bercat tangan manusia dengan cat warna
merah yang diartikan sebuah ritual asal tradisi yang berkembang pada zaman
tersebut. Great wall yang menunjukkan tentang adanya kematian maupun kelahiran
pada manusia. Kedua, mana sosial ekonomis di mana dalam lukisan dinding gua di
Sulawesi Selatan merupakan simbol fauna yang berupa anoa maupun babi yang
bermakna untuk menyampaikan kehidupan sosial ekonomi yang mempunyai mata
pencaharian sebagai pemburu yang kegiatannya berjalan dengan lancar dan
mendapatkan hasil yang maksimal. Ketiga, mempunyai makna komunikasi dimana
dalam lukisan dinding gua tersebut sebagai alternatif komunikasi melalui ungkapan
simbol-simbol dengan kekuatan alam ghaib yang ada di sekitarnya.

30

RANGKUMAN

Makna lukisan cap tangan, menurut Van Heekeren menunjukkan
adanya korelasi dengan kepercayaan religius sappien pada masa itu.
Lukisan Cap Tangan juga dimaknai sebagai simbol yang
membedakan antara yang kudus dan transeden
Kehidupan manusia prasejarah yang tidak terlepas dari tradisi
berburu hewan berkaitan dengan penggambaran hewan pada
lukisan dinding gua yang berhubungan dengan ritual perburuan
hewan. Penggambaran jenis hewan yang diburu pada dinding gua
dimaksudkan sebagai pengharapan terhadap hasil berburu. Makna
yang terdapat dalam lukisan bermotif fauna memiliki makna
simbolis yang terdapat pesan di dalamnya, seperti pada lukisan babi
rusa menurut manusia prasejarah merupakan ekosistem yang dijaga
dan dihormati karena termasuk bagian dari alam.
Lukisan cap tangan di Sulawesi Selatan rata-rata menggunakan
warna merah sebagai latar belakang dalam metode
penggambarannya. Warna merah sendiri dianggap
menggambarkan tentang hal-hal yang sakral seperti kepercayaan
yang dianggap sangat sakral dan tidak ada satu pun yang
melanggarnya berarti menandakan bahwa keberadaan manusia
pada zaman prasejarah itu ada.

31

LATIHAN UJI KOMPETENSI

1. Hubungan apa yang terdapat didalam makna Lukisan Cap Tangan
menurut Konsep Riset Magic?

2. Apa ciri dari Gua yang terbesar di Sulawesi Selatan?
3. Total lukisan di gua Sumpang Bita ini terdiri dari lukisan telapak

tangan dan lukisan bergambarkan fauna. Berapa jumlah lukisan
fauna yang tersebar?
4. Mengapa Lukisan cap tangan di Sulawesi Selatan menggunakan
warna dasar merah sebagai latar belakang dalam metode
penggambarannya?
5. Bagaimana makna lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan dapat
dikatakan simbol yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat
pada zaman tersebut?

32

GLOSARIUM

Abris Sous Roche : Goa-goa yang ditinggali manusia purba pada zaman

Mesolithikum

Bacson Hoabinh : Kebudayaan zaman batu yang berasal dari daerah

lembah sungai Mekong

Homo sapiens : manusia cerdik

Kjokkenmoddinger : Tumpukan sampah dapur berupa kulit siput dan

kerang yang menggunung dan tingginya bisa

mencapai 7 meter

Lukisan cap tangan : Menunjukkan adanya korelasi dengan kepercayaan

religius sappien pada masa itu

Lukisan cap hewan : Penggambaran dari hewan yang telah diburu oleh

manusia pada masa itu

Masa bercocok tanam : Masa di mana manusia purba mulai menetap dan

tidak berpindah-pindah karena sudah pandai

bercocok tanam

Mesolitikum : Zaman peralihan dari zaman paleolitikum menuju ke

zaman neolitikum

Pebble : Kapak genggam khas Sumatera

DAFTAR PUSTAKA

Gazali, M. (2017). Lukisan Prasejarah Gua Leang-Leang Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan: Kajian Simbol S.K Langer. Imaji Vol.15 No.1, 57-67.

Nurani, I. A. (1999). Analisis Struktural dan Makna Lukisan Dinding Gua di
Sulawesi Selatan. Berkala Arkeologi Vol.19 No.1, 53-65.

Pasaribu, Y. A. (2016). Konteks Budaya Gambar Binatang pada Seni Cadas di
Sulawesi Selatan. Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol.6 No.1, 1-27.

Permana, R. C. (2005). Bentuk Gambar Telapak Tangan pada Gua-gua Prasejarah
di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Wacana Vol.7
No.2, 161-174.

Permana, R. C. (2021). Tradisi Gamabr Tangan Gua Prasejarah. Jurnal Seni
Nasional Cikini Vol.7 No.2.

Purnamasari Anggi, 2016. Pendataan 3d Kawasan Goa-Goa Maros Sulawesi
Selatan dengan Aplikasi 3D Laser Scanner.
Pusponegoro, M. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid 1. Edisi

Pemutakhiran.Balai Pustaka. Jakarta-Indonesia

Suprapta, B. (2017). Makna Penggambaran "Muka Binatang" dan "Muka Manusia"
pada Masa Prasejarah di Indonesia: Kajian Arkeologi Post Prosessesual-
Perspektif Strukturalisme "Claude Levi-Strauss". Sejarah dan Budaya No.1.

BIODATA PENULIS

1. Ardila Nur Azizah dilahirkan di Kabupaten Jombang, pada tanggal 12
September 2002, anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Suwoto dan
Masfufah. Pendidikannya ditempuh di SDN Sumberjo 01 Wonosalam,
Jombang, MTsN 7 Jombang Wonosalam, Jombang, dan MAN 6 Mojoagung,
Jombang, dan sedang melanjutkan pendidikan di progam studi S1 Pendidikan
Sejarah, Universitas Negeri Malang.

2. Hidayatul Umma Ingrit Purwaningsih dilahirkan di Kabupaten Jombang, pada
tanggal 7 Februari 2002, anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Sabar dan
Nurul Hidayah. Pendidikannya ditempuh di SDN Pulorejo 1, SMPN 1
Tembelang, Jombang, dan SMAN 3 Jombang, dan sedang melanjutkan
pendidikan di program studi S1 Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri
Malang.

3. Nafisah Ilmi Zahroh dilahirkan di Kota Malang, pada tanggal 26 September
2001, anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Suki dan Sri Mulyani.
Pendidikannya ditempuh di SDN Tunjungsekar 1 Malang, SMPN 26 Malang,
dan SMAN 7 Malang, dan sedang melanjutkan pendidikan di program studi S1
Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Malang.

4. Nabila Clavia Widyasari dilahirkan di Kota Bekasi, pada tanggal 19 Juli 2002,
anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Budi Raharjo dan Wiwik Harjuni.
Pendidikannya ditempuh di SDN Tunjungsekar 3 Malang, SMPN 11 Malang,
dan SMKN 05 Malang, dan melanjutkan di program studi S1 Pendidikan
Sejarah Universitas Negeri Malang.


Click to View FlipBook Version