Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 2 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan semangat, kekuatan, dan kesabaran dalam pembuatan E-modul ajar “Kehidupan Ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M” sehingga dapat terselesaikan. Modul ajar ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Pengembangan Bahan Pembelajaran Sejarah, tidak hanya itu penulisan Emodul ajar ini juga dapat dijadikan sebagai panduan bagi guru dan peserta didik untuk mata pelajaran Sejarah mengenai materi “Kehidupan Ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M” dengan menyesuaikan pada Kurikulum Merdeka yang tersempurnakan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Joko Sayono, M.Pd, M.Hum selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pengembangan Bahan Pembelajaran sejarah. Dengan adanya tugas dari beliau, sangat memberikan manfaat yang bayak yaitu dapat menambah pengetahuan bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses penyusunan E-modul pembelajaran ini. Dalam penulisan E-modul ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dari banyaknya kekurangan tersebut penulis memerlukan kritik dan saran dari pembaca jika menemukan kesalahan dan kekurangan ketika membaca E-modul ajar ini. Semoga dengan adanya E-modul ajar ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Malang, 02 Mei 2024 Penulis
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. 2 DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3 DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................. 4 MODUL AJAR SEJARAH.................................................................................................................... 5 A. INFORMASI UMUM .................................................................................................................... 5 B. KOMPETENSI INTI..................................................................................................................... 8 PETUNJUK PEMBELAJARAN .......................................................................................................... 9 MATERI PEMBELAJARAN ............................................................................................................. 10 A. LATAR BELAKANG....................................................................................................................10 B. PERDAGANGAN KESULTANAN BANTEN ...............................................................................11 C. PERTANIAN KESULTANAN BANTEN.......................................................................................20 D. SARANA FISIK PRANATA EKONOMI ......................................................................................21 LEMBAR LKPD .................................................................................................................................. 28 EVALUASI............................................................................................................................................ 30 KUNCI JAWABAN .............................................................................................................................. 33 GLOSARIUM....................................................................................................................................... 33 PROFIL PENYUSUN .......................................................................................................................... 33 DAFTAR RUJUKAN........................................................................................................................... 34
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 4 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Situs Banten Girang………………………………………………………………………11 Gambar 2. Peta Pusat Kesultanan Banten Abad Ke-16…………………………………………..…12 Gambar 3. Jalan Perhubungan Antara Banten Girang dan Pelabuhan……………………………13 Gambar 4. Sungai Cibanten yang Melalui Banten Girang………………………………………….14 Gambar 5. Jalan Sultan atau Jalan Darat…………………………………………………………....15 Gambar 6. Lada……………………………………………………………………………………….15 Gambar 7. Pertempuran Laut yang Ganas Dilepas Pantai Banten………………………...………22 Gambar 8. Irigasi Tirtayasa dan Daerah Tangkapan Air Sungai Ciujung dan Sungai Cidurian....23 Gambar 9. Jemabatan Pintu Air……………………………………………………………………..24 Gambar 10. Struktur Bendungan Edol………………………………………………………………25 Gambar 11. Mata Uang Casha atau Kasha………………………………………………………….25 Gambar 12. Mata Uang Real Spanyol……………………………………………………………….26 Gambar 13. Mata Uang Rijksdaalder………………………………………………………………..27
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 5 MODUL AJAR SEJARAH A. INFORMASI UMUM 2. Kompetensi Awal Peserta didik dapat memahami konsep dasar Kehidupan Ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M 3. Judul Elemen Kondisi ekonomi Kesultanan Banten 4. Deskripsi Peserta didik akan melakukan 3 kali pertemuan, dengan memahami kehidupan ekonomi Kesultanan Banten Abad ke 16-19 M melalui kegiatan diskusi. 5. Profil Pelajar Pancasila Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia Selalu bersyukur kepada Tuhan YME atas adanya Kerajaan islam yaitu Kesultanan Banten di Indonesia dengan cara beribadah dan mampu berakhlak mulia seperti raja-raja di Kesultanan Banten. Berkebhinekaan Global Meneladani sikap-sikap raja yang ada di Kesultanan Banten yang telah melakukan aktivitas perekonomian dengan negara lain. Mandiri 1. Identitas Modul Nama Penyusun Ika Nurcahyanti Tahun Ajar 2024/2025 Kelas / Semester X / 2 Fase Capaian E Jenjang SMA/MA Alokasi Waktu 6 JP / 3 pertemuan Mata Pelajaran Sejarah Indonesia
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 6 Peserta didik dapat mengerjakan tugas secara mandiri dengan bantuan sumber-sumber belajar yang ada. Kritis Mampu menganalisis melalui metode Sejarah peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada Kesultanan Banten khusunya kondisi ekonomi. Kreatif Dapat mengerjakan tugas proyek sesuai pembagian dengan memperhatikan sumber belajar serta dapat mengkreasikan tugas proyek. Gotong royong Mampu beradaptasi dan melengkapi serta Bersama-sama dalam mengerjakan suatu tugas proyek atau berkelompok secara baik. 6. Sarana dan Prasarana LCD Proyektor, Laptop, Power Point, smartphone dan internet serta kertas HVS. 7. Target Peserta Didik Peserta didik rata-rata Tidak memiliki gangguan atau hambatan atau kesulitan dalam mencerna dan memahami materi ajar Peserta didik dibawah rata-rata Memiliki kesulitan dalam mencerna dan memahami materi ajar serta terpusat pada satu gaya belajar sehingga sulit memahami jika menggunakan gaya belajar yang baru Peserta didik diatas rata-rata Dapat memahami dan mencerna materi ajar secara cepat sehingga dapat mencapai ketrampilan berpikir atas tinggi/HOTS 8. Model Pembelajaran • Student facilitator and explaining • Two stay two stray • Project based learning
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 7 9. Metode Pembelajaran Diskusi kelompok, presentasi, ceramah, penugasan proyek 10. Bentuk Penilaian Asesmen Non Kognitif dan Kognitif 11. Sumber Pembelajaran • Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan • Internet • Buku-buku Sejarah • Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3: Zaman Pertumbuhan & Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia Deskripsi CP Fase E Peserta didik di kelas X • Mampu memahami konsep dasar Kerajaan Islam • Menganalisis serta mengevaluasi manusia dalam Kerajaan Islam • Menganalisis serta mengevaluasi Kerajaan Islam dalam ruang lingkup lokal, nasional, dan global • Menganalisis serta mengevaluasi kerajaan Islam dalam dimensi masa lalu, masa kini, dan masa depan • Menganalisis serta mengevaluasi Kerajaan Islam dari pola perkembangan, perubahan, keberlanjutan, dan keberulangan • Menganalisis serta mengevaluasi kerajaan Islam secara diakronis (kronologi) dan/atau sinkronis.
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 8 B. KOMPETENSI INTI 1. Tujuan Pembelajaran Peserta didik dapat memahami konsep • Latar belakang Kesultanan Banten. • Keadaan ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M ditinjau dari bidang perdagangan. • Keadaan ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M ditinjau dari bidang pertanian. • Keadaan ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M ditinjau dari sarana fisik pranata ekonominya. 2. Pemahaman Bermakna • Pada dasarnya sebagai bangsa Indonesia kita harus bangga terhadap kejayaan Kesultanan-kesultanan Islam di masa lampau • Adanya peninggalan dari kesultanankesultanan islam sepatutnya kita tetap menjaga kelestariannya • Dari kegiatan aktivitas ekonomi yang telah dilakukan oleh Kesultanan Banten merupakan salah satu Upaya terjalinnya hubungan dengan luar negeri 3. Pertanyaan Pemantik • Apakah ada yang mengetahui Kesultanan Banten? • Sektor apakah yang membuat Kesultanan Banten maju? • Bagaimana Keadaan ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M? • Apa saja sih komoditas perdagangan yang laku di Kesultanan Banten?
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 9 PETUNJUK PEMBELAJARAN BAGI GURU 1. Guru membaca dan memahami materi Kehidupan Ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M dalam e-modul ini. 2. Guru memberikan arahan kepada seluruh peserta didik untuk membaca dan memahami materi Kehidupan Ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M dalam e-modul ini. 3. Guru menjelaskan materi tersebut dengan berdiskusi dan dilanjutkan membuka sesi tannya jawab bagi peserta didik yang kurang memahami materi yang sudah dijelaskan. 4. Guru memotivasi dan menyuruh peserta didik untuk mengerjakan lembar kerja dan evaluasi untuk melatih kemampuan penguasaan pengetahuan konseptual peserta didik. 5. Guru membimbing peserta didik yang merasa kesulitan dalam menyelesaikan tugas. 6. Guru menilai hasil kerjaan peserta didik dan memberikan apersepsi terhadap hasil yang sudah mereka kerjakan. BAGI PESERTA DIDIK 1. Peserta didik dapat membaca dan memahami materi Kehidupan Ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M dalam e-modul ini. 2. Peserta didik memperhatikan dan memahami penjelasan guru pada saat guru menjelaskan materi bahan ajar pada e-modul ini. 3. Peserta didik diperbolehkan menanyakan hal-hal yang belum dimengerti kepada guru. 4. Peserta didik dapat berdiskusi dengan guru dan teman sebayanya mengenani materi bahan ajar pada e-modul ini. 5. Peserta didik mengerjakan lembar kerja dan evaluasi yang ada pada e-modul ini. 6. Peserta didik dapat mengumpulkan tugasnya kepada guru.
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 10 MATERI PEMBELAJARAN A. LATAR BELAKANG Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa terbilang sangat banyak ditinjau dari peninggalanpeninggalan historisnya. Kerajaan di Nusantara yang bercorak hindu-budha beralih ke kerajaan islam terjadi pada abad 15-16 M. Penyebaran agama Islam pada saat itu begitu pesat karena penyebarannya tidak melalui kekerasan melainkan melalui perdagangan dan pernikahan. Hal ini juga mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi lebih berkembang khususnya dalam aspek ekonomi. Perkembangan ekonomi ini didukung oleh letak geografis Indonesia yang sangat strategis karena terletak dalam jalur perdagangan antara dua pusat perdagangan zaman kuno, yaitu India dan Cina (Poesponegoro & Notosusanto, 2010). Pada mulanya, wilayah Banten sebelum tahun 1525 M waktu itu masih merupakan wilayah dibawah Kerajaan Sunda Pajajaran. Daerah Banten waktu itu masih merupakan kadipaten Kerajaan Sunda Pajajaran yang berpusat di Bogor antara Sungai Cisadane-Ciliwung dan Cipakancilan (Poesponegoro & Notosusanto, 2010). Pakuan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Sunda Pajajaran merupakan pusat perdagangan regional dan internasional atau bisa disebut sebagai Negara-Kota atau City-State (Tjandrasasmita, 1988). Pusatnya berada di Wahanten Girang (Banten Girang), sebelah barat Kota Serang yang konon diperintah oleh Pucuk Umum (Poesponegoro & Notosusanto, 2010). Menurut Babad Banten, kota Banten Girang direbut oleh kaum muslim di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin, putra Syarif Hidayatullah atau biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin datang ke wilayah tersebut untuk perluasan wilayah dan juga penyebaran dakwah islam. Maka, di penghujung tahun 1526, dengan bantuan dari Sunan Gunung Jati, putranya Hasanudin dan terutama Ki Jongjom salah seorang petinggi kota yang menjadi mualaf dan memihak kepada kaum Islam, pasukan Demak merebut pelabuhan Banten kemudian ibukotanya Banten Girang (Guillot, 2008). Dinasti Islam menempati Banten Girang, yang tetap menjadi negara bagian dan jatuh kembali ke dalam kekuasaan Jawa. Hasanudin sebagai raja Banten memerintah selama beberapa tahun di Banten Girang sebelum ayahnya, yaitu Sunan Gunung Jati, memerintahkannya untuk memindahkan istana ke pelabuhan Banten (Guillot, 2008). Pusat pemerintahan yang semula berada di Banten Girang dipindah ke Surosowan karena untuk memudahkan hubungan antara pesisir Sumatera bagian barat melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Selain itu, atas saran dari ayahnya Sunan Gunung Jati, Sultan Hasanuddin kemudian membangun keraton, masjid, alunalun, pasar disana (Djajadiningrat, 1983). Seiring dengan kemunduran Demak, terutama setelah
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 11 meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya di bawah kekuasaan Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Banten sebelum masa kesultanan yaitu pada tahun 1525 atau 1526 masih berada pada kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Banten telah dijadikan sebagai pelabuhan hingga kehadiran Tome Pires (1512-1515), Banten masih merupakan bagian kekuasaan dari Kerajaan Sunda Pajajaran. Pelabuhan yang ada pada masa itu seperti Pontang, Ciguide, Tanggerang, Kalapa, Cimanuk, dan Cirebon. Dari Pelabuhan Banten sendiri telah memasok rempah-rempah yang diekspor seperti lada dan beras yang paling utama. Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan penting sebagai masuknya jaringan pelayaran dan perdagangan jalur atau jalan sutra. Hal tersebut telah terbukti pada temuan pecahan keramik-keramik dari masa Dinasti Sung sampai Ming dari + abad 10-15 M yang berasal dari situs Banten Girang (Poesponegoro & Notosusanto, 2010). Gambar 1. Situs Banten Girang (Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014) Kesultanan Banten pada masa pemerintahan Sultan Abdulfatah atau Sultan Ageng Tirtayasa mencapai puncaknya dalam bidang politik, perekonomian, perdagangan, keagamaan, dan kebudayaan (Poesponegoro & Notosusanto, 2010). Banten merupakan pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena memiliki penghasilan lada yang banyak. Pada bidang perdagangan internasional Kesultanan Banten semakin berkembang dengan negeri-negeri seperti Iran, Hindustan, Arab, Inggris, Prancis, Denmark, Jepang, Pegu, Filipina, Cina, dan sebagainnya. Hal tersebut yang membuat sektor ekonomi Kesultanan Banten menjadi ramai pengunjung dan Banten menjadi saingan berat Malaka dalam kegiatan perdagangan (Nuraini, 2020). B. PERDAGANGAN KESULTANAN BANTEN Kegiatan perdagangan sudah ada sejak zaman Kerajaan Hindu Buddha hingga Kerajaan Islam yang telah membentuk suatu jaringan perdagangan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, bahkan menjadi sebuah jaringan kultural (Ismanto, 2006). Hal tersebut juga
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 12 mengakibatkan adanya interaksi antar bangsa yang terjadi karena sistem perdagangan internasional dan domestik. Salah satu pusat perdagangan internasional yang tercatat yaitu Banten. Adanya perdagangan internasional yang terjadi di Banten telah dibuktikan dengan adanya sumber Cina yang berjudul Shung Peng Hsiang Sung (1430), yang mengatakan bahwa Banten (bantam) salah satu wilayah yang menjadi jalur pelayaran mereka. Adapun berita dari Tome Pires (1513) yang mendeskripsikan Banten adalah kota pelabuhan yang ramai (Ismanto, 2006). Adapun faktor yang mendorong terjadinya perdagangan internasional yang terjadi di Banten pada saat itu yaitu terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal, faktor eksternal yaitu dorongan berupa semangat dalam menemukan jalur-jalur perdagangan baru dan faktor internalnya yaitu adanya sumber daya alam yang melimpah di wilayah Banten sehingga terbentuklah bandar perniagaan internasional (Adeng, 2010). Banten telah menjadi sebuah pelabuhan transit dari saudagar asing seperti dari India, Cina, Persia, dan Gujarat. Adapun komoditas perdagangan rempah-rempah yang sangat laku di pasaran Asia dan Eropa yaitu lada dan merica. Para pedagang asing membawa barang dagangannya dari daerah asalnya misalnya pedagang dari Cina membawa kain sutra, porselen, dan benang sulam. Dalam berlangsungnya perdagangan pada masa itu masih menggunakan sistem barter atau tukar tambah. Tidak hanya itu Belanda juga turut andil dalam perdagangan yang ada di Banten. Sebelum para pedangang Belanda datang di Banten sudah ada pedagang dari Portugis yang setelah itu diikuti oleh orang Inggris yang membangun loji- loji dan diikuti oleh Belanda yang juga membangun loji. Portugis, Inggris dan Belanda memiliki tujuan yang sama yaitu berdagang, mencari rempah-rempah, dan lada. Oleh karena itu terjadinya persaingan yang ketat dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat, tetapi dalam persaingan tersebut Belandalah yang memenangkan dengan cara yang licik dengan menggunakan kekuatan militer (Adeng, 2010). Gambar 2. Peta Pusat Kesultanan Banten Abad ke-16
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 13 (Sumber: https://sanderusmaps.com/) Banten menjadi bandar niaga telah dijelaskan oleh Mills (1970: 14-23) dengan menjelaskan bahwa Cheng Ho melakukan ekspedisi ketujuh antara tahun 1431-1433 dalam perjalanan kembali ke Surabaya dan ke Palembang melalui beberapa pelabuhan di Pantai Utara jawa, yaitu Tanmu (Demak), Wu-chueh (Pekalongan), Che-lu-pa (Sunda Kelapa) dan Banten. Datangnya kapal-kapal asing di Banten telah membuktikan bahwa Banten turut andil dalam perdagangan internasional. Kota pelabuhan seperti Banten berperan sebagai pusat ekonomi yang berfungsi sebagai jalur impor dan ekspor ke daerah pedalaman yang terpencil yang melalui jalur darat dan jalur laut atau Sungai. Adanya pelabuhan dimungkinkan oleh adanya kebutuhan jasa angkutan, yang berkaitan dengan adanya arus perdagangan melalui transportasi kelautan (Sudjana, 1995). Gambar 3. Jalan Perhubungan antara Banten Girang dan Pelabuhan (Sumber: Guillot, Nurhakim, & Wibisono, 1996) Adapun tiga syarat dasar yang harus berlangsung dan berlanjut jika membentuk suatu pelabuhan yaitu: a. Terdapat hubungan antara pasar internasional dengan pasar domestik. b. Terdapat hubungan antara pelabuhan dengan daerah pedalaman untuk keluar masuknya barang, adanya jalur-jalur transportasi dan terbentuknya pusat-pusat pengumpulan barang dagangan di tempat-tempat tertentu. c. Hubungan yang terjadi antara kegiatan pelabuhan dengan pembentukan pelabuhan itu sendiri. Maka dari syarat terbentuknya pelabuhan tersebut selaras dengan adanya pelabuhan Banten yang menjadikan pelabuhan tersebut sebagai tempat yang menghubungkan dua dunia yaitu jalur
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 14 sungai atau lautan dan daratan. Jika dilihat dari pandangan kondisi ekonomi bahwa pelabuhan Banten telah menjadi tempat menampung surplus dari wilayah pedalaman untuk didistribusikan ke tempat-tempat yang membutuhkan. Sebaliknya pelabuhan Banten juga digunakan sebagai tempat penampungan barang dari tempat-tempat lain yang tidak dapat dihasilkan oleh wilayah pedalaman dan sangat dibutuhkan. Adanya kebutuhan yang saling timbal balik, maka Pelabuhan Bantenlah yang dapat menjadi sarana prasarana transportasi yang dapat menghubungkan baik dari jalur darat maupun dari jalur lautan atau Sungai. Gambar 4. Sungai Cibanten yang melalui Banten Girang (Sumber: Claude, G. dkk., 1990) Pelabuhan Banten yang ramai ini terjadi karena Pelabuhan Banten didukung oleh wilayah pedalaman yang dapat diandalkan menjadi pemasok bahan-bahan pertanian. Banten telah dikelilingi oleh berbagai wilayah yang tanahnya subur dan terdiri atas dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan seperti Gunung Honje dan Gunung Kancana. Komoditas yang dihasilkan dari daerah pedalaman tersebut seperti sayut-mayur, buah-buahan, lada, padi, tarum atau indigo termasuk juga kayu yang dapat menjadi barang komoditi ekspor yang dihasilkan dari wilayah pedalaman tersebut. Wilayah pedalaman juga membutuhkan beberapa barang yang tidak dapat dihasilkan atau diproduksi dalam wilayah pedalaman tersebut seperti barang-barang yang asing dan menarik, salah satunya yaitu tekstil halus seperti sutera dan barang-barang keramik halus. Ada juga barang yang dibutuhkan oleh wilayah pedalaman dari daerah pantai yaitu seperti garam, terasi, dan ikan asin. Perkembangan Pelabuhan Banten juga didukung oleh sistem pemerintahan yang baik serta adanya jalan-jalan darat meskipun kondisinya belum tentu baik. Jalan darat sebagai penghubung kota Banten dengan daerah pedalaman mungkin sudah ada sejak masa Kerajaan Pajajaran (Zuhdi, 1996).
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 15 Gambar 5. Jalan Sultan atau Jalan darat (Sumber: Claude, G. dkk., 1990) 1. Perdagangan Lada Banten merupakan salah satu pusat perdagangan dan perkebunan lada terbesar di Pulau Jawa. Lada telah menarik banyak pedagang mancanegara pada akhir abad 16- 17. Orang-orang dari Benua Eropa banyak yang berminat untuk datang ke daerah penghasil lada yang ada di Indonesia karena bahan rempah lada tersebut telah menarik daya minat orang-orang di Benua Eropa sehingga banyak para pedagang asing berdatangan ke Indonesia. Gambar 6. Lada (Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2021) Lada banyak dibudidaya pada daerah pedalaman namun tidak dijelaskan secara jelas lokasinya di daerah mana. Colenbrader menjelaskan, pada waktu musim hujan para petani lada datang ke pesisir kota Banten dengan menggunakan perahu. Datangnya petani lada tersebut telah dinantikan oleh para saudagar karena mereka dapat membeli dan mengumpulkannya sebelum kembali ke negaranya. Mereka setiap tahun berusaha mendapatkan lada sebanyak-banyaknya agar dapat diangkut sesuai dengan kapasitas kapal (Untoro, 2006). Lada telah dikenal dari masa kesultanan Banten sampai masa Sultan Ageng
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 16 Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa yang pada saat itu telah mengintensifkan perang ekonomi yang melawan Belanda mencapai puncak kejayaan Kesultanan Banten. Lada tidak hanya dihasilkan dari petani-petani Banten saja, tetapi juga dari wilayah kekuasaan Banten yang ada di Pulau Sumatera seperti Lampung, Palembang, dan Bengkulu. Dari Lampung telah menyediakan hampir 90% lada yang dibagikan kepada Banten pada tahun 1663. Maka lada Banten merupakan lada yang ditanam di Lampung. Hal tersebut juga didasari oleh pendapat vlekke bahwa setelah perjanjian 1684, para bangsawan dan pemilik tanah di wilayah sekitar Kesultanan Banten enggan untuk menanam dan membudidayakan tanaman pangan. Oleh karena itu setiap penduduk pria di Lampung diperintahkan oleh Kesultanan Banten untuk menanam 500 pohon lada. Penanaman tersebut diawasi oleh punggawa yaitu utusan dari Kesultanan Banten. Para punggawa telah mendapatkan keuntungan yaitu mendapatkan wilayah untuk ditanami lada serta mengawasi penyalurannya hingga ke Pelabuhan Banten, tidak hanya itu para punggawa juga diberikan pembagian keuntungan dan dinikahkan dengan putri para bangsawan dari Banten (Guillot. 2008). Komoditi ekspor lada telah menjadi komoditi yang terpenting dan utama dari Kesultanan Banten. Maka semakin lama banyak para petani yang awalnya menanam padi berganti menjadi tanaman lada. Keberhasilan Sultan Ageng dalam mengendalikan monopoli lada dibuktikan dengan persaingan anglo Belanda selama masa pemerintahannya untuk lada di Banten (Kathirithamby-Wells, 1987). 2. Perdagangan Gula Gula merupakan salah satu komoditi yang diminta oleh orang-orang Eropa pada abad ke-17, membuat Belanda memulai penanaman gula di Jawa. Pada abad ke-16 sampai 17 merupakan masa perkembangan Islam dan kehadiran orang-orang Belanda di Kepulauan Nusantara maka tanaman tebu semakin dikenal luas, terutama pada wilayah yang berada di Pesisir Utara Pulau Jawa seperti Jepara, Pekalongan, Batavia, dan Banten. Gula terlebih dahulu dikuasi oleh imigran Tionghoa dan Belanda mulai mengembangkan industri gulanya dari tahun 1619. Pada tahun tersebut ekspor gula Jawa telah mencapai 10.000 picol, dari keuntungan tersebut akhirnya Belanda membangun pabrik gula yang ada di Dekat Batavia. Dari budidaya tanaman tebu tersebut VOC mendapatkan gula yang sangat laku di Pasar Perdagangan Eropa (Lubis, 2004).
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 17 Pada tahun 1648, Belanda melakukan pengiriman pertama gula dari Batavia ke Banten, selain membudidayakan tebu di Banten, Voc juga menidirikan pabrik gula yang akan menghasilkan 2.000 picol gula putih, dan sudah menjadi satu dari 11.700 picol pada tahun 1652. Pada tahun 1637, perusahan gula perdagangan timur India (oost-indische compagnie) membeli gula di Banten untuk dikirimkan ke Batavia. Pada awal tahun 1637 perusahaan Belanda telah menaikkan harga gula di Banten dari 6 hingga 9 botol per picol gula. Langkah ini bertujuan untuk melawan Inggris dan Denmark yang telah mencoba menetapkan bahwa Sultan Banten telah mengeluarkan larangan mengirimkan gula ke Batavia. Perusahaan Belanda berusaha menentang Inggris di Banten untuk menarik lebih banyak gula ke Batavia, harga gula ditingkatkan menjadi 9 real per picol. 3. Perdagangan Beras Beras merupakan salah satu makanan pokok yang ada di masyarakat wilayah Nusantara, jika rempah-rempah dihasilkan untuk komoditi perdagangan tetapi beras merupakan komoditi yang penting karena keperluan konsumsi. Jawa sangat tekenal dengan padi yang sangat berlimpah, sehingga menjadi pengekspor utama beras di Nusantara. Hal tersebut terbukti dengan adanya empat sampai lima jenis beras yang sangat putih dengan kualitas yang bagus (Rahardjo, 1998). Kesultanan Banten telah dikenal sebagai wilayah penghasil beras, Banten pada saat itu juga terkenal dengan penjualan beras yang telah diberitahukan oleh orang-orang Belanda yang datang ke Banten. Tidak hanya itu, beras juga datang dari kapal-kapal dari Rembang dan Makasar ke Banten. Beras juga dibawa oleh pedagang-pedagang dari Pegu dan Benggala (Irmawati, 1991). Beras menjadi salah satu komoditas ekspor-impor Kesultanan Banten. Walaupun beras sempat tidak ada penjualan yang berlangsung lama, tetapi beras masih menjadi barang dagangan penting pada abad ke-17. Beras tidak hanya diproduksi di Banten saja tetapi beras juga didatangkan dari daerah luar Banten, hal ini menjadi kesimpulan bahwa beras merupakan salah satu barang dagangan hasil pertanian yang berlangsung sejak awal abad ke-16 sehingga menjadikan Banten sebagai pengekspor beras. Tome pires menjelaskan bahwa menjelang tahun 1515 tanah Sunda telah menjual sampai 10 jung beras pada setiap tahunnya, bahkan berhasil mengekspor ke Malaka hingga Jawa. Beras adalah salah satu komoditas strategi kolonial terhadap ekspansi ekonomi kolonial di Asia Tenggara. Sehingga banyak produsen beras yang berperan penting dalam
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 18 perdagangan internasional. Jawa memiliki gudang beras yang pada saat itu berada di Jepara pada tahun 1614 dengan harga beras yang mencapai 15 real per koyan atau 2 ton, sedangkan di Banten harganya mencapai 40 hingga 50 real (Roelofsz, 2016). Pada saat itu Jepara melakukan sistem yaitu mendatangkan beras untuk dijadikan sebagai barang impor dan menjualnya sebagai barang ekspor. Banten juga menerapkan sistem tersebut seperti Jepara yaitu mendatangkan beras dari Jepara, Malaka, dan Cirebon serta Pegu yang membawakan beras untuk dijual belikan di Pasar Banten. Pajak yang dikenakan pada impor beras sebesar 10 % oleh Kesultanan Banten dan pajak penjual hanya 2-3%. Belanda sempat kekurangan beras yang terjadi pada tahun 1624 sehingga Belanda mendatangkan beras dari Jepara yang harganya lebih mahal dari Banten. Penyebab beras semakin mahal dari Jepara karena adanya suap antara para pedagang yang mengakibatkan harga beras menjadi semakin meningkat. Beras adalah makanan pokok hasil bumi yang paling utama di Asia Tenggara, Jawa adalah pengekspor beras terbesar keMalaka yaitu berasal dari Banten, Kalapa, Batavia, dan tempat-tempat di Maluku.
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 19 LEMBAR KERJA Buatlah produk digital berupa mind map yang berisi informasi tentang Kehidupan ekonomi Kesultanan Banten Abad Ke 16-19 M ditinjau dari bidang perdagangan! a. Kelompok 1 mengenai perdagangan lada di kesultanan Banten b. Kelompok 2 mengenai perdagangan gula di Kesultanan Banten c. Kelompok 3 mengenai perdagangan beras di Kesultanan Banten Rubrik Penilaian Kelompok tema Aspek yang dinilai Kualitas isi (maks.25) Kredibilitas sumber (maks.25) Kemampuan mengelola (maks.25) Kreativitas produk (maks.25) Teknik penilaian Nilai = ℎ ℎ ℎ × 100% Keterangan skor A= 80-100 = baik sekali B= 70-79 = baik C= 60-69 = cukup D= <60 = kurang
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 20 C. PERTANIAN KESULTANAN BANTEN Kesultanan Banten telah berpartisipasi dalam perdagangan internasional maupun regional tidak hanya itu Kesultanan Banten juga telah merubah dan mengembangkan pertanian setempat untuk kepentingan dalam negerinya. Penyelenggaraan pertanian telah membangun irigasi yang berskala besar yang telah dilakukan secara intensif di Kesultanan Banten (Guillot, 2008). Tradisi mengelola air dan bertani sudah ada sejak pendahulu jauh sebelumnya. Kesultanan Banten juga menjadi salah satu bagian dari Jawadwipa yang berarti “pulau padi” (Vlekke, 2008). Jawa adalah salah satu tempat yang cocok untuk menyelenggarakan pertanian seperti padi, serat-ramai, cantel, dan kacang-kacangan (Hirth & Rochhill, 1911). Menurut catatan harian VOC di Batavia, daerah Pontang dan Tanara telah ada pembukaan tanah pertanian baru yang dimulai pada abad ke-17. Banten sejak awal sudah muncul dalam kitab Sejarah Banten (Pujiastuti, 2000) yang menyebutkan bahwa Molana Yusup merupakan salah satu sultan yang mengusahakan pertanian. Kutipan dari Sejarah Banten pupuh XXII bagian 2 dan 3 adalah sebagai berikut: “lan kuat nambut karya gawe dhukuh gawe syabin lawan murwa sakehe kang padedesyan” terjemahan: (Ia) membuka desa dan sawah dan juga membuka banyak pedesaan Selanjutnya pada baris ke 3 tertulis: “kathah karya kabecikan asusuk ambendhung kali karana aweh manpa’at” Terjemahan (Ia) banyak melakukan karya yang baik (membuat) terusan (dan) membendung sungai karena memberi manfaat. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa telah berperan dalam mengembangkan bidang pertanian, perdagangan, dan juga perkebunan. Pada bidang pertanian Sultan Ageng Tirtayasa telah mengembangkan persawahan dengan sistem irigasi dan membuat kanal-kanal. Tidak hanya itu pada bidang perkebunan Sultan Ageng Tirtayasa telah memerintahkan mentrinya yaitu Kyai Arya Mangunjaya untuk memberitahu kepada seluruh kepala wilayah Kerajaan untuk mengumpulkan pohon kelapa muda sebanyak 100 batang setiap orang yang ada di wilayahnya, pohon-pohon tersebut ditanam di dekat Sungai Ontong (Cisadane). Tanaman komersial seperti tebu, cengkeh, lada, dan pala ditanam di daerah selatan yang wilayahnya cukup subur, setelah panen dikirim ke ibukota untuk diijual, selain itu juga ada hasil hutan berupa madu, dan tanaman pangan seperti ketimun, kelapa, buncis, cabe, gambir dan semangka. Perekonomian dalam bidang pertanian memiliki peran yang penting bagi
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 21 pembangunan Kesultanan Banten dimana pertanian adalah salah satu penopong kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan perdagangan. Perdagangan sangatlah bergantung pada hasil pertanian terutama kebutuhan untuk pangan. D. SARANA FISIK PRANATA EKONOMI 1. Sarana Transportasi Sarana tranportasi yang digunakan masyarakat masa Kesultanan Banten dalam menunjang aktivitas perdagangan yakni perahu. Untuk kerajaan-kerajaan di wilayah Pantai, alat transportasi yang paling utama adalah perahu (Rahardjo et al, 1994). Namun, di sisi lain para ahli antropologi telah memperkirakan bahwa alat transportasi tersebut sudah dipergunakan manusia sejak kurang lebih 25.000 tahun yang lalu, yakni dipergunakan pada masa manusia purba untuk bermigrasi dari daratan Asia Tenggara ke pulau-pulau di selatan sampai ke Irian, Australia, dan Pasifik. Perahu berfungsi sebagai sarana dalam menjalankan mata pencaharian hidup. Transportasi ini dikembangkan oleh penduduk pesisir pantai dan di daerah-daerah yang dialiri oleh banyak sungai. Hal ini juga berlaku pada letak geografis Banten yang strategis yang berkembang menjadi sebuah kesultanan maritim yang kuat. Posisi Banten berada di jalur perdagangan internasional yang menghubungkan jalur niaga dari Malaka ke Maluku. Dengan demikian, Banten menjadi pelabukan transito. Sehingga masyarakatnya terdorong untuk melahirkan berbagai jenis perahu seperti perahu layar, perahu bercadik, perahu lesung, dan rakit. Kondisi objektif Banten itulah yang menjadikan Banten berkembang sebagai kesultanan maritim dengan pelabuhan besar dan ramai. Mereka menghasilkan perahu dengan bentuk yang disesuaikan dengan keperluannya. Untuk menghasilkan perahu tersebut mereka telah mempunyai pengetahuan, kemahiran, dan pengalaman yang didapatkan dari penguasaan mereka terhadap kesukaran alam laut. Jenis-jenis bentuk perahu yang disesuaikan dengan keperluannya misalnya perahu yang digunakan untuk menangkap ikan di pesisir pantai dan di muara-muara yang tentunya berbeda dengan perahu yang digunakan di laut yang dalam seperti perahu pengangkut barang dan penumpang jarak dekat yang berbeda dengan perahu untuk pelayaran jarak jauh. Mengenai hal itu Tome Pires mencatat bahwa pada tahun 1513 Banten merupakan sebuah kota pelabuhan yang baik, setiap waktu ada 3 atau 4 Jung (sejenis perahu besar) yang berlabuh di sana, sedangkan Lancara (sejenis perahu yang cepat jalannya) banyak berlabuh. Junk dapat mudik hingga sejauh 9 mil menyusuri sungai yang mengalir di sana (Ekadjati et al, 1984; Dartono, 1991).
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 22 Junk merupakan alat transportasi yang memang pada saat itu terkenal dimana-mana. Junk dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan besar kecilnya sebuah pelabuhan, dan menjadi sebagai alat pengukur kekuatan suatu kerajaan. Karena pada saat itu, sebuah kerajaan dianggap sebagai kerajaan besar jika mempunyai banyak perahu Junk. Perlu dicatat, pada masa tersebut Junk yang sangat terkenal yakni milik para saudagar Cina (Tjiptoatmoyo, 1983) mengutip pendapat Eduard Sebberg tentang Junk Cina sebagai berikut: Junk Cina sangat menarik perhatian. Tinggi haluan dan buritannya tidak sama, sedangkan bagian tengahnya sangat rendah. Saya melihat di atas buritan terdapat sejumlah rumah-rumah kecil dan cukup mencolok, juga umbul-umbulnya yang berwarna coreng-moreng, sedangkan kedua layarnya yang lebar dan tebal terbuat dari sejenis daun rumput yang dianyam. Gambar 7. Pertempuran laut yang ganas di lepas Pantai Banten Karya Isaac Commelin (1598-1676). (Sumber: Pranta,G., 2022) 2. Bangunan Pertanian Pembangunan irigasi di Kesultanan Banten merupakan hal yang wajar, sebagai negara yang berupaya untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Irigasi dibentuk karena dijadikan untuk mengendalikan air untuk keperluan pertanian melalui sistem buatan manusia untuk memasok kebutuhan air yang tidak dapat dicukupi secara alamiah oleh curah hujan. Pemrakarsa pengaturan air adalah Sultan Ageng yang telah dicantumkan dalam Pupuh IV bagian 6 dan 7. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Sultan Ageng berpindah ke rawa angker, tempat membangun negara. Disana telah dibangun Bendungan Tanahara atau Tanara, membangun terusan dari Masigit ke Sedayu, melintas Sungai Pontang. Setalah jadi dinamakan sebagai Terusan Tirtayasa (Pujiastuti, 2000). Sultan Ageng tidak hanya sebagai penggagas, tetapi juga menggerakan dan mengawasi langsung berjalannya pembuatan
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 23 irigasi. Dilihat dari nama belakangnya yaitu tambahan “tirtayasa” yang dapat diartikan secara bebas sebagai “Sang Pembangun Pengairan”. Kegiatan utama dalam membuka lahan sawah atau pertanian adalah membuat terusan atau kanal yang melibatkan ribuan orang pada masa Sultan Ageng. Terusan pertama dibuat pada tahun 1663 antara Sungai Tanara dan Sungai Pasilihan setelah itu pada tahun 1670 penggalian kanal berikutnya yaitu Sungai Tanara dan Sungai Potang. Terdapat titik tolak pembuatan terusan yang terdapat 4 aliran Sungai besar dua diantaranya yaitu Ci Pasilihan dan Cimanjeuri yang kini letaknya ada di Kecamatan Tanara, untuk dua aliran sudah berubah. Sungai Tanara dikenal dengan nama Cidurian yang berada di Kecamatan Tanara, sementara Sungai Pontang disamakan dengan nama Sungai Ciujung yang berada di aliran paling barat kecamatan Pontang. Gambar 8. Irigasi Tirtayasa dan daerah tangkapan air Sungai Ciujung dan Sungai Cidurian (Sumber: Wibisono, 2013) Sungai Ciujung dan Sungai Cidurian adalah daerah yang aliran sungainya membelah dataran alluvial rawa pantai sehingga menyerupai delta besar, hilirnya membentuk semenanjung Pontang dan Tengkurak merupakan endapan alluvial. Saluran Sungai Ciujung mengalami pendangkalan yang cepat, dikarenakan terjadinya erosi yang ada di daerah hulu yang mengakibatkan banjir ketika musim penghujan turun. Terusan yang ditemukan di Lembah Ciujung dan Cidurian adalah terusan yang menghubungkan Sungai Ciujung dan Kanal Sultan.
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 24 Selain saluran Sungai dan kanal buatan, terdapat juga struktur bangunan keairan yang terdapat pada kanal atau terusan. Penemuan bangunan ini juga memiliki keterkaitan dengan projek pengairan kesultanan yang dibangun akan semakin intensif antara tahun 1675-1677. Bangunan ini dibuat untuk mengendalikan air terhadap kanal dan Sungai. Berikut ini beberapa bangunan yang dijadikan sebagai pengendali air yaitu: a) Bangunan Pintu Pengambil Air Bangunan ini ditemukan di tepian Sungai Cidurian yang berada di daerah Kampung Bendung, Tanara. Struktur bangunan dipasang pada tanggul alam, dengan 2 pintu air geser vertikal pada ujungnya. Bangunan ini berada di tepi barat dari meander Sungai Cidurian lebih tepatnya pada titik gerusan air yang intensif dari meander Sungai. b) Jembatan Pintu Air Pada kanal Sultan telah ditemukan bangunan air yaitu jembatan yang terdiri dari dudukan pintu geser vertikal. Bangunan ini berfungsi sebagai jembatan sekaligus pintu air. Peninggalan jembatan ini telah ditemukan di hulu kanal desa di Cerenang, dan di hilir Desa Pontang. Struktur jembatan dibuat untuk melintas kanal dan di dipasang sejajar dengan tanggul dari kanan. Jembatan taanggul ini difungsikan sebagai perawatan kanal dan pintupintu untuk mengatur masuk dan keluarnya air dari atau ke kanal (Wibisono, 2013). Gambar 9. Jembatan Pintu Air (Sumber: Wibisono, 2013) c) Bendungan Endol Bendungan Endol merupakan bendungan pertama atau paling hulu yang dibuat pada jarak 1 kilometer dari bangunan pengambilan air di tepi Cidurian. Struktur bendungan melintang berukuran panjang 14,39 meter, tebal 1,35 meter, dan lebar pintu utamanya 1,50 meter. Ekskavasi di sebelah kanan dari bendungan menemukan struktur pintu samping, kendati sudah hancur, tetapi dapat diperkirakan bentuknya adalah saluruan tertutup (goronggorong) dengan atap lengkung. Panjang struktur pintu samping 3,89 meter (Wibisono, 2013)
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 25 Gambar 10. Struktur Bendungan Endol (Sumber: Wibisono, 2013) 3. Alat Tukar Banyaknya produksi untuk pasar dunia tidak memungkinkan tanpa bertambahnya persedian uang. Oleh karena itu pada zaman perdagangan permintaan mata uang digunakan dalam transaksi dagang antara pedagang lokal dengan pedagang asing. Nusantara pada zaman perdagangan tersebut banyak menggunakan mata uang perak, tembaga, dan timah dalam bertransaksi perdagangan. Pemerintahan Banten telah mengeluarkan mata uang lokal yang berbentuk bulat dengan lubang segi enam, serta lubang segi empat yang terbuat dari bahan tembaga, timah hitam, dan perunggu, mata uang lokal ini disebut dengan real atau kasha (Tjandrasasmita, 1976). Gambar 11. Mata Uang Cash atau Kasha yang digunakan Pada Masa Kesultanan Banten (Sumber: Koleksi Museum Bank Indonesia, 2020) Catatan orang Cina Tung-His-Yang-kao menyebutkan bahwa dari abad ke-17 mata uang yang dipakai Banten yaitu mata uang yang terbuat dari tembaga. Sedangkan orang-orang eropa (Inggris dan Belanda) datang ke Banten membawa mata uang perak yang dikemas dalam peti, masing-masing berisi 8000 real. Orang Jawa menyebutnya dengan sebutan picis.
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 26 Dari keterangan orang-orang Belanda picis dibawa ke Banten dari Cina yaitu dari daerah Chuan-Chou. Picis adalah mata uang yang dipakai di Cina dan di luar Cina sebagai mata uang yang bersifat Internasional hingga ke pedalaman daerah. Berdasarkan hal tersebut maka sultan banten telah memilih dan menentukan picis sebagai alat tukar uang lokal yang hanya berlaku pada daerah yang sangat terbatas. Maka secara tidak langsung kebutuhan picis lebih besar dibandingkan dengan keperluan akan mata uang lokal. Picis merupakan mata uang yang penting dalam perdagangan di banten, mata uang picis telah memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi kesultanan banten secara keseluruhan, meskipun nilai intrinsik yang didalamnya sangat rendah jika dibandingkan dengan real perak, tetapi persebarannya sangat luas di masyarakat Banten. Dalam Sejarah Banten pupuh LXI, pada masa Sultan Ageng Tirtayasa telah memberikan hadiah kepada mereka yang dianggap berjasa dalam membunuh musuh, hadiah tersebut yaitu sejumlah real. Hal ini menunjukan real sebagai mata uang bukan hanya digunakan dalam bidang perdagangan melainkan juga digunakan oleh sultan. Mata uang real yang beredar di banten terdapat beberapa macam jenisnya yaitu mata uang real Belanda yang terbuat dari perak, mata uang real Banten yang terbuat dari tembaga, dan real Spanyol atau dolar Spanyol. Mata uang dolar Spanyol yang berlaku di Banten lebih banyak diterima oleh para pedagang dari berbagai negara. Gambar 12. Mata Uang Real Spanyol (Sumber: Koleksi Museum Bank Indonesia, 2020) Ketika perdagangan lada meningkat di Banten munculah mata uang seperti uang komersial dan uang untuk ekspor. Rijksdaalder adalah mata uang Belanda yang dapat bersaing dengan real secara luas di Nusanatara. Berbagai macam mata uang yang dipakai di Kesultanan Banten seperti real Banten, real Belanda, real Spanyol, picis atau cash, dan dinar menandakan bahwa kegiatan perdagangan dan pertukaran mata uang yang dipakai
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 27 merupakan bagian aktivitas perdagangan lokal maupun internasional. Para pedagang dari luar Banten harus menukarkaan mata uangnya terlebih dahulu sesuai mata uang yang berlaku di Banten. Gambar 13. Mata Uang Rijksdaalder (Sumber: Koleksi Museum Bank Indonesia, 2020) VIDEO PEMBELAJARAN Silahkan mengakses barcode dibawah ini untuk melihat video pembelajaran!
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 28 LEMBAR LKPD Anggota Kelompok: 1. 2. 3. 4. 5. Materi yang akan dianalisis berupa tiga komponen kehidupan ekonomi Kesultanan Banten abad ke 16-19 M. Deskripsikan secara berkelompok beberapa komponen kehidupan ekonomi Kesultanan Banten abad ke 16-19 M dibawah ini dari tiap perspektif yang ditanyakan! 1. Perdagangan Kesultanan Banten ………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………... a. Perdagangan lada ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… b. Perdagangan gula ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… c. Perdagangan beras ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… 2. Pertanian Kesultanan Banten …………………………………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………………………... 3. Sarana Fisik Pranata Ekonomi
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 29 …………………………………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………………………... a. Sarana Transportasi ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………….... b. Bangunan pertanian ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… c. Alat tukar ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 30 EVALUASI 1. Siapakah kesultanan yang masih menguasai banten pada tahun 1525? a. Kesultanan Demak b. Kesultanan Sunda Pajajaran c. Kesultanan Samudra Pasai d. Kesultanan Ternate e. Kesultanan Tidore 2. Pelabuhan Banten telahh menjadi Pelabuhan penting sebagai masuknya jaringan pelayaran dan perdagangan jalur atau jalan sutra. Hal ini terbukti pada pecahan keramik-keramik dari masa Dinasti Sung sampai Ming yang berasal dari Situs? a. Benteng Tolukko b. Banten Girang c. Keraton Surosowan d. Masjid Agung Banten e. Masjid Agung Demak 3. Berita yang mendeskripsikan bahwa banten adalah kota Pelabuhan yang ramai adalah berita dari? a. Tome Pires b. Marco Polo c. Ibnu Batutah d. Kubilai Khan e. Cheng Ho 4. Kota pelabuhan seperti Banten berperan sebagai pusat ekonomi yang berfungsi sebagai jalur impor dan ekspor ke daerah pedalaman yang terpencil yang melalui jalur darat dan jalur laut atau Sungai. Adapun tiga syarat dasar yang harus berlangsung dan berlanjut jika membentuk suatu pelabuhan yaitu kecuali? a. Terdapat hubungan antara pasar internasional dengan pasar domestik b. Terdapat hubungan antara pelabuhan dengan daerah pedalaman untuk keluar masuknya barang, adanya jalur-jalur transportasi dan terbentuknya pusat-pusat pengumpulan barang dagangan di tempat-tempat tertentu c. Hubungan yang terjadi antara kegiatan pelabuhan dengan pembentukan pelabuhan itu sendiri d. Tidak ada hubungan yang terjalan dari kegiatan pelabuhan itu sendiri e. Adanya kebutuhan untuk saling berkerjasama
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 31 5. Apa saja yang didapatkan oleh punggawa yang sudah menjadi pengawas penanaman lada di lampung kecuali? a. Pembagian hasil keuntungan b. Dinikahkan dengan putri bangsawan dari banten c. Mendapatkan wilayah d. Tidak memperoleh pembagian hasil e. Diberikan kehidupan yang layak 6. Kesultanan Banten termasuk bagian dari Jawadwipa yang berarti…. a. Pulau padi b. Pulau gula c. Pulau lada d. Pulau pala e. Pulau cengkeh 7. Sarana tranportasi yang digunakan masyarakat masa Kesultanan Banten memiliki manfaat dalam menunjang aktivitas perdagangan. Berikut ini merupakan sarana transportasi yang digunakan kecuali a. Perahu layar b. Perahu bercadik c. Perahu lesung d. Kapal feri e. Rakit 8. Berikut ini salah satu peninggalan bangunan yang dijadikan sebagai pengendali air kecuali… a. Sungai Ciujung b. Bangunan pintu pengambil air c. Jembatan pintu air d. Bendungan Endol e. Sungai Cisadane 9. Perhatikan gambar dibawah ini!
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 32 Gambar tersebut merupakan jenis mata uang…. a. Dinar b. Kasha c. Rijksdaalder d. Real spanyol e. Logam 10. Pemerintahan Banten telah mengeluarkan mata uang lokal yang berbentuk bulat dengan lubang segi enam, mata uang lokal ini disebut dengan…. a. Real Spanyol b. Kasha c. Dinar d. Rijksdaalder e. Logam
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 33 KUNCI JAWABAN 1. B 2. B 3. A 4. D 5. D 6. A 7. D 8. E 9. C 10. B GLOSARIUM Banten Girang : Pusat pemerintahan kerajaan sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Surosowan : Salah satu bangunan keraton istana di Banten lama. Punggawa : Seorang utusan dari Kesultanan Banten yang bertugas sebagai pengawas pada penanaman lada di daerah kekuasaan Kesultanan Banten. Jawadwipa : Pulau padi. Junk : Kapal besar. Kasha : Jenis mata uang Kesultanan Banten. Rijksdaalder : Mata uang Belanda yang dapat bersaing dengan real secara luas di Nusanatara. PROFIL PENYUSUN Nama : Ika Nurcahyanti NIM : 220731608575 Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 01 Agustus 2004 Program Studi : S1 Pendidikan Sejarah Institut : Universitas Negeri Malang E-mail : [email protected]
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 34 DAFTAR RUJUKAN Adeng. 2010. Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra. Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 2(1), 80–94. https://doi.org/10.30959/patanjala.v2i1.208. Ekadjati, E., et al. 1984. Pengaruh Pelita terhadap Kehidupan Masyarakat Desa di Jawa Barat. Guillot, C., Nurhakim, L., & Wibisono, S. 1996. Banten Sebelum Zaman Islam: Kajian arkeologi di Banten Girang 932?-1526. Jakarta: Bentang. Guillot, C. 2008. Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X—XVII. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 204-205. Hirth, F. Rochill, W.W. 1911. Chau Ju-Kua: His Work On The Chinese And Arab Trade In The Twelfth And Thirteenth Centuries, Entitle Chu-Fanchi. St. Pitersburg: Imperial Academy of Sciences. Irmawati, M. J. 1991. Laporan Penelitian Sumber Dana dan Daya Negara Kesultanan Banten Abad 16- 17 M. Jakarta: UI, h. 6. Ismanto, G. 2006. Menemukan Kembali Jatidiri dan Kearifan Lokal Banten (Bunga Rampai Pemikiran Prof. Dr. HMA. Tihami, MA., MM. Serang: Biro Humas Setda Prov. Banten. Kathirithamby wells, J. 1987. Forces Of Regional And State Integration In The Western Archipelago, C. 1500-1700”. Journal Of Southeastasian Studies, 18(1), 36. Lubis, N.H. 2004. Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara. Jakarta: LP3ES, h. 80. Nuraini, S. 2020. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas X Semester 2. CV Surya Grafika Mandiri. Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: PT (Persero) Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka. Rahardjo, S., Wiwin, D. 1994. Kota Demak Sebagai Bandar Dagang di Jalur Sutra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rahardjo, S. 1998. Diskusi Ilmiah “Bandar Jalur Sutra” (Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, h. 22-23. Roelofsz, M. A. P Meilink. 2016. Perdagangan Asia Dan Pengaruh Eropa Di Nusantara Antara 1500- 1630, Diterjemahkan Oleh Aditya Pratama. Yogyakarta: Ombak. Sudjana, T.D. 1995. Pelabuhan Cirebon Dahulu dan Sekarang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 35 Tjandrasasmita, U. 1976. Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 234. Untoro, H.O. 2006. Kebesaran Dan Tragedi Kota Banten. Jakarta: Yayasan Kota Kita, h.169. Vlekke, B.H.M. 2008. Nusantara: sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Wibisono, S. 2013. Irigasi Tirtayasa : Teknik Pengelolaan Air Kesultanan Banten Abad ke-17. Amerta, 31(1), 54–68. Retrieved from https://jurnalarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/amerta/article/view/153. Zuhdi, S. 1996. Hubungan Pelabuhan Cirebon dengan Pedalaman: Suatu Kajian dalam Kerangka Perbandingan dengan Pelabuhan Cilacap, 1800-1940. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation. Website https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/situs-banten-girang/ Website https://sanderusmaps.com/ Website https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/artikel-lada-banten-5-tanaman-lada/ Website https://eprints.uny.ac.id/21617/9/Lampiran%201.pdf Website https://nationalgeographic.grid.id/read/133354258/kapal-kapal-kesultanan-banten-yangcanggih-dari-kesaksian-voc?page=all Website https://www.bi.go.id/id/layanan/museum-bi/koleksi-museum/default.aspx
Modul Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Ika Nurcahyanti 36