Universitas Lancang Kuning
e-LKM ZOOLOGI INVERTEBRATA
BERMUATAN ETNOSAINS PADA
MATERI ARTHROPODA
Ria Julita Limbong
1984205020
Kelas Arachnida Kelas Myriapoda
Kelas Crustacea Kelas Insecta
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih karunia-Nya penulis dapat meneyelesaikan e-LKM Zoologi
Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi Arthropoda ini
dengan baik. e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains
Pada Materi Arthropoda ini diharapkan dapat membantu dosen
dalam proses pembelajaran yang digunakan sebagai salah satu
bahan ajar dalam kegiatan perkuliahan.
e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi
Arthropoda ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
proses pembelajaran yang fokus pada pemberian pengalaman
belajar mahasiswa dalam mengembangkan kemampuannya agar
mampu memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam proses pembuatan e-LKM Zoologi
Invertebrata Terintegrasi Etnosains Pada Materi Arthropoda ini.
Penulis menyadari bahwa e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan
Etnosains Pada Materi Arthropoda ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada
Materi Arthropoda ini pada masa yang akan datang. Akhir kata
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan, penyusunan hingga
terciptanya produk e-LKM ini.
Penulis
Ria Julita Limbong
NIM. 1984205020
i
PETUNJUK PENGGUNAAN e-LKM
ZOOLOGI INVERTEBRATA
BERMUATAN ETNOSAINS PADA
MATERI ARTHROPODA
Agar Anda berhasil mencapai kompetensi maka ikuti petunjuk
langkah-langkah yang harus anda lakukan selama mempelajari e-
LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi
Arthropoda ini yaitu:
1. Baca dan pahami kompetensi yang akan dipelajari dalam e-
LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi
Arthropoda ini, cermati pula tujuan pembelajaran dari masing-
masing kegiatan pembelajaran.
2. Baca dan pahami materi yang ada dalam e-LKM Zoologi
Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi Arthropoda ini
dengan baik, jika menemukan kesulitan, silahkan tanyakan
kepada dosen.
3. Jika e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada
Materi Arthropoda ini dirasa belum cukup memberikan
informasi, carilah referensi yang menunjang anda dalam
menyelesaikan kegiatan belajar dan tugas.
4. Untuk keberhasilan anda, dalam mempelajari e-LKM Zoologi
Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi Arthropoda,
urutan kegiatan harus di ikuti dengan benar.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................i
PETUNJUK PENGGUNAAN E-LKM BERMUATAN
ETNOSAINS..............................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................iv
PERTEMUAN 1
A. Pengertian Arthropoda..................................................................1
B. Ciri-Ciri Arthropoda........................................................................1
C. Struktur Tubuh Arthropoda.......................................................2
PERTEMUAN 2
A. Klasifikasi Athropoda...................................................................2
B. Praktikum..........................................................................................14
a. Praktikum Kegiatan I Crustacea........................................14
b. Praktikum Kegiatan II Myriapoda....................................18
c. Praktikum Kegiatan III Arachnida...................................22
d. Praktikum Kegiatan IV Insecta..........................................25
C. Glosarium..........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..............................................................32
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Tubuh Crustacea................................................3
Gambar 2. Branchiopoda dan Ostracoda..........................................4
Gambar 3. Kaki Seribu (Trigoniulus corallinus).............................5
Gambar 4. Lipan (Scolopendra morsitans)........................................6
Gambar 5. Laba-Laba (Arachnida).......................................................7
Gambar 6. Kalajengking (Scorpiones) dan Ketonggeng
(Uropygi).........................................................................................................8
Gambar 7. Caplak Penghisap Darah (Rhicephalus
sanguineus).....................................................................................................8
Gambar 8. Thysanura, Collembola, dan Protura........................10
Gambar 9. Belalang (Valanga), Capung Kuning (Pantala
flavescens), dan Walang Sangit (Leptocorisa oratorius)..........10
Gambar 10. Lebah Madu (Apis mellifera), Kupu-Kupu
(Lepidoptera), dan Kepik (Hemiptera)...............................................11
iv
Uraian Materi
ARTHROPODA
Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian filum arthropoda.
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi ciri-ciri filum arthropoda.
3. Mahasiswa mampu mengklasifikasikan filum arthropoda
berdasarkan ciri-cirinya.
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi struktur morfologi dan
karakteristik filum arthropoda melalui kegiatan praktikum.
5. Mahasiswa mampu mengintegrasikan etnosains ke dalam
pembelajaran pada materi arthropoda.
Deskripsi Materi
Kata Arthropoda berasal dari bahasa Latin (arthra = ruas, podos =
kaki), dapat diartikan bahwa arthropoda merupakan hewan yang
memiliki ciri, yaitu kaki beruas, berbuku, atau bersegmen (segmen
tersebut juga terdapat di tubuh). Arthropoda hidup pada habitat
daratan, air tawar, dan air laut (Setiawan et al., 2019). Phylum
Arthropoda dibedakan menjadi 4 kelas diantaranya, Crustacea,
Arachnida, Myriapoda, dan Insecta (Basir et al., 2017).
1. Ciri-Ciri Arthropoda
Secara umum ciri-ciri filum arthropoda adalah sebagai berikut: 1.
Tubuh dan kaki bersegmen. 2. Eksoskeleton (dinding tubuh) berkitin dan
bersegmen. 3. Organ mulut beruas dan dapat beradaptasi untuk makan.
4. Bernafas dengan permukaan tubuh, insang, dan trakea. 5. Alat
pencernaan makanan berbentuk tabung, terletak di sepanjang tubuh. 6.
Alat pembuangan melalui pipa panjang pada rongga tubuh. 7. Bentuk
tubuh bilateral simetris. 8. Tubuh dibungkus oleh zat kitin. 9. Sistem
saraf tangga tali. 10. Hidupnya di darat, air tawar dan laut (Maya et
al., 2020).
1
2. Struktur Tubuh Arthropoda
Arthropoda termasuk golongan hewan triplobastik selomata, yaitu
mempunyai rongga sejati dan tiga lapisan tubuh. Tubuhnya berbuku-
buku/beruas-ruas, kakinya pun beruas-ruas, mempunyai rangka luar
(eksoskeleton) dari bahan kitin yang berguna untuk melindungi alat-alat
tubuh bagian dalam dan dapat memberikan bentuk tubuh. Tubuhnya
dapat dibedakan atas kepala (caput), dada (toraks) dan perut
(abdomen). Jika dipotong menjadi dua, maka bersifat simetri bilateral
(Maya et al., 2020).
Mulutnya terdapat pada bagian ujung anterior dan anus terdapat
pada ujung posterior. Mempunyai organ tubuh yang sudah lengkap
meliputi organ pencernaan, yaitu mulut, kerongkongan, usus, dan anus.
Respirasi dengan insang, trakea, permukaan tubuh, atau dengan
paruparu buku. Hewan ini sudah mempunyai sistem saraf, peredaran
darah, ekskresi, serta indra. Filum ini dianggap berkerabat dekat dengan
Annelida sebab banyak memiliki sifat-sifat yang sama (Maya et al.,
2020).
3. Klasifikasi Arthropoda
Secara umum filum arthropoda terbagi menjadi 4 kelas yaitu: a)
Kelas Arachnida, b) Kelas Crustacea, c) Kelas Myriapoda, dan d) Kelas
Insekta.
a. Crustacea
Crustacea (bahasa latinnya, crusta = kulit) artinya mempunyai kulit
yang keras seperti udang, lobster dan kepiting. Crustacea adalah hewan
bercangkang. Cangkang merupakan rangka luar yang keras yang terbuat
dari zat kitin dan kapur. Tubuh crustacea terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
sefalotoraks dan abdomen. Hewan crustacea merupakan hewan akuatik,
meskipun ada yang hidup di darat. Anggota badan yang banyak pada
crustacea sangat terspesialisasi (Maya et al., 2020).
2
1) Struktur Tubuh Crustacea
Tubuh Crustacea terdiri dari kepala dan dada menyatu (sefalotoraks)
dan perut (abdomen) yang bersegmen-segmen. Tubuh bagian kepala dan
toraks terlindung oleh kulit yang keras disebut karapaks. Karapaks
berfungsi melindungi sefalotoraks. Bagian kepala terdapat sepasang
mata majemuk, sepasang antenula, sepasang antena, sepasang
mandibula, dan dua pasang maksila. Crustacea memiliki lambung dan
hati yang terdapat dekat dengan lambung. Alat ekskresi pada Crustacea
disebut kelenjar hijau. Udang bernafas dengan insang, sistem peredaran
darah terbuka, serta memiliki jantung, arteri dan sinus. Udang
bereproduksi secara seksual, pembuahan terjadi secara internal dan ada
pula yang parthenogenesis (Maya et al., 2020).
Gambar 1. Struktur Tubuh Crustacea (Sumber: Maya et al., 2020)
2) Klasifikasi Crustacea
Berdasarkan dari ukuran tubuhnya, Crustacea dikelompokkan dalam
beberapa macam, yaitu:
a. Entomostraca merupakan Crustaceae tingkat rendah (zooplankton).
Dibagi dalam 4 kelas: Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda, dan
Cirripedia.
b. Malacostraca merupakan Crustaceae tingkat tinggi. Dibagi dalam 3
kelas: Isopoda, Stomatopoda, dan Decapoda. Contohnya adalah udang,
kepiting, lobster, dan rajungan.
3
Gambar 2. Branchiopoda dan Ostracoda (Sumber: Maya et al., 2020)
3) Peranan Crustacea dan Kaitannya Dengan Etnosains
Peranan Crustacea yang menguntungkan yaitu sebagai sumber
makanan yang mengandung protein hewani tinggi, misalnya udang
windu, rajungan, kepiting, lobster, sebagai zooplankton yaitu menjadi
sumber makanan ikan. Sedangkan peranan Crustacea yang merugikan
yaitu ketam air tawar memakan batang padi yang masih muda.
Kaitan hewan crustacea dengan etnosains yaitu di daerah Riau
masyarakat menggunakan udang yang diolah menjadi makanan yaitu
cincalok. Kepiting dan lobster yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Sumatera Barat sebagai makanan dengan berbagai olahan. Selain itu,
masyarakat Desa Pedindang, Kabupaten Bangka Tengah juga menjadikan
udang harlequin Sulawesi (udang air tawar) sebagai obat kayep atau
sakit kulit dengan memanfaatkan bagian kepala udang yang
dikeringkan, kemudian ditumbuk dan dicampur dengan minyak kelapa.
Lalu dioleskan ke permukaan kulit yang terkena kayep atau sakit kulit
(Syafutra et al., 2022).
b. Kelas Myriapoda
Myriapoda berasal dari bahasa (Yunani: myriad =banyak, podos
=kaki) yaitu hewan Arthropoda yang mempunyai kaki berjumlah banyak.
Contohnya kaki seribu. Hidup pada habitat yang lembab, misalnya di
bawah daun, batu, atau tumpukan kayu. Myriapoda ada yang
merupakan hewan karnivora (makanannya berupa hewan kecil) dan
herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan) (Maya et al., 2020).
4
1) Struktur Tubuh Myriapoda
Myriapoda memiliki bentuk tubuh yang langsing dan panjang dengan
segmen-segmen yang serupa. Pada setiap segmen terdapat sepasang
atau dua pasang kaki untuk berjalan. Tubuh myriapoda terdiri dari
kepala (kaput) dan perut (abdomen), dan tidak memiliki dada. Di bagian
kepala terdapat sepasang antena, sepasang mata yang terdiri dari oseli,
mulut yang dilengkapi rahang (mandibula) dan sepasang rahang atas
(maksila). Myriapoda bernapas dengan sistem trakea dan spirakel
(lubang di permukaan tubuh untuk bernapas) yang terdapat pada setiap
segman tubuhnya. Alat ekskresi berupa tubulus malpighi. Myriapoda
bereproduksi secara seksual, bersifat gonokoris dan fertilisasi internal di
tubuh betina (Maya et al., 2020).
2) Klasifikasi Myriapoda
Myriapoda dibedakan menjadi dua kelas yaitu Diplopoda (luwing
atau kaki seribu), dan Chilopoda (kelabang atau lipan).
a) Diplopoda
Diplopoda atau hewan berkaki seribu atau luwing. Bentuk tubuh
simetri bilateral atau silindris panjang bersegmen, yang berjumlah
sekitar 25-100 segmen. Tubuh terdiri atas sefalotoraks yang pendek dan
perut yang panjang. Pada kepala terdapat sepasang antena pendek.
Diplopoda bertelur (ovipar), makanannya berupa tumbuhan atau sisa-
sisa tumbuhan. Kaki seribu berjalan lambat, apabila terganggu
Diplopoda segera menggulungkan tubuhnya, seolah-olah mati. Bernafas
dengan trakea. Contoh: Luwing atau kaki seribu (Trigoniulus corallinus)
Gambar 3. Kaki Seribu (Trigoniulus corallinus)
(Sumber: Maya et al., 2020)
5
b) Chilopoda
Chilopoda lebih dikenal dengan kelabang atau lipan. Tubuhnya
berbentuk pipih dorsoventral, dan terdiri atas 15-173 segmen, di setiap
segmen abdomen terdapat sepasang kaki di bagian lateral kecuali
segmen pertama di belakang kepala dan dua segmen terakhir. Kaki pada
segmen pertama di belakang kepala termodifikasi menjadi cakar beracun
disebut maksiliped, untuk melumpuhkan mangsanya. Pada kepala
terdapat sepasang antena panjang yang terdiri atas 12 segmen.
Chilopoda hidup di darat dan bernapas dengan trakea yang bercabang-
cabang ke seluruh jaringan tubuhnya. Lubang trakea atau spirakel
terdapat pada setiap segmen. Contoh: Kelabang (Lithobius forficatus),
dan Lipan (Scolopendra morsitans).
Gambar 4. Lipan (Scolopendra morsitans)
(Sumber: Maya et al., 2020)
3) Peranan Myriapoda dan Kaitannya Dengan Etnosains
Hewan myriapoda berperan dalam memecah bahan-bahan organik
atau lapisan daun dan ranting-ranting di dasar hutan atau kebun untuk
membentuk humus. Sementara itu sengatan/gigitan myriapoda (lipan)
memiliki racun, sehingga dapat menyebabkan kaku sementara dan
perubahan warna kulit. Kaitan hewan myriapoda dengan etnosains yaitu
masyarakat mengganggap kelabang, lipan, dan kaki seribu yang masuk
ke dalam rumah dianggap membawa petaka atau santet yang dapat
mencelakai anggota keluarga.
6
c. Kelas Arachnida
Kata Arachnida berasal dari bahasa Yunani, yaitu arachne yang
artinya laba-laba. Akan tetapi, bukan berarti anggota kelas ini hanya
laba-laba. Kalajengking merupakan salah satu contoh kelas Arachnida
yang jumlahnya sekitar 32 spesies. Ukuran tubuh Arachnida bervariasi,
ada yang panjangnya lebih kecil dari 0,5 mm sampai 9 cm. (Maya et al.,
2020).
1) Struktur Tubuh Arachnida
Gambar 5. Laba-Laba (Arachnida)
(Sumber: Maya et al., 2020)
Tubuh Arachnoidea terdiri dari sefalotoraks (kepala dada menyatu)
dan abdomen (perut). Pada bagian dorsal tubuhnya memiliki perisai
karapaks yang tersusun atas zat kitin. Hewan ini memiliki 4 pasang kaki
yang terdapat di sefalotorak yang dipergunakan untuk berjalan. Di
bagian kepala memiliki 2 pasang alat mulut, yaitu sepasang alat sengat
(chelicera) yang dipergunakan untuk melumpuhkan mangsa dan alat
capit (pedipalpus) yang dipergunakan untuk memegang mangsanya.
Respirasi dengan paru-paru buku, pada bagian ventral tubuhnya
terdapat lubang atau pori-pori yang merupakan muara dari paru-paru
buku. Sistem peredaran darah yang dimiliki adalah sistem peredaran
darah terbuka karena darah mengalir tanpa melewati pembuluh darah.
Arachnoidea juga memiliki sistem saraf tangga tali. Alat ekskresi yang
dimiliki berupa badan malphigi. Khusus pada ordo Arachnida, pada
daerah posterior terdapat dua lubang yang berfungsi sebagai tempat
keluarnya jaring disebut sebagai spineret.
7
2) Klasifikasi Arachnida
a) Scorpionida, contoh: kalajengking, ketonggeng.
b) Arachnida, contoh: laba-laba.
c) Acarina, contoh: caplak, tungau.
Gambar 6. Kalajengking (Scorpiones) dan Ketonggeng (Uropygi)
(Sumber: Maya et al., 2020)
Gambar 7. Caplak Penghisap Darah (Rhipicephalus sanguineus)
(Sumber: Maya et al., 2020)
3) Peranan Arachnida dan Kaitannya Dengan Etnosains
Peranan arachnida adalah sebagai agen pengendali hayati
(biokontrol) terhadap serangga hama, dan bioindikator terhadap
perubahan lingkungan. Kaitan hewan arachnida dengan etnosains yaitu
di daerah Riau mempercayai bahwa kalajengking, ketonggeng yang
masuk ke dalam rumah dianggap membawa petaka atau santet, dan
jaring laba-laba dapat dijadikan sebagai obat luka. Masyarakat Suku
Jerieng Provinsi Kepulauan Bangka memanfaatkan kalajengking sebagai
obat asma dengan menggunakan seluruh tubuh yang direbus lalu
diminum air rebusannya (Nukraheni et al., 2019).
8
d. Kelas Insekta
Insecta (latin: insect =serangga) termasuk salah satu anggota dari
filum Arthropoda. Anggota Insecta sangat beragam dan mempunyai ciri
khusus yaitu kakinya berjumlah 3 pasang. Oleh sebab itu Insecta disebut
juga Hexapoda (hexa=enam, podos=kaki). Anggota dari kelompok hewan
ini banyak kita temukan di sekitar kita, misalnya: jangkrik, belalang,
semut, lebah, nyamuk, lalat, dan kupu-kupu. Insekta merupakan satu-
satunya Invertebrata yang dapat terbang, dengan ukuran tubuh yang
beragam. Serangga dipelajari khusus dalam kajian Entomologi.
1) Struktur Tubuh Insekta
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (kaput), dada
(toraks), dan perut (abdomen). Alat pencernaan lengkap dan memiliki
kelenjar ludah. Alat pernapasan dengan sistem trakea, dimana pada
setiap segmen tubuhnya terdapat lubang trakea yang disebut spirakel.
Alat ekskresi berupa pembuluh malphigi. Peredaran darah terbuka, dan
sudah memiliki jantung pembuluh dan anterior aorta. Jantung pembuluh
terdiri dari 5 ruas dilengkapi dengan lubang (ostia) (Maya et al., 2020).
Darah tidak mengandung hemoglobin tetapi mempunyai hemosianin
sehingga berwarna kuning kebiruan. Sistem saraf tangga tali, pada
kepala terdapat otak dan di setiap ruas tubuh terdapat ganglion. Alat
reproduksi terpisah antara jantan dan betina dengan fertilisasi secara
internal. Tubuh insecta ditutupi oleh kutikula yang mengandung zat
tanduk dan berfungsi sebagai eksoskeleton. Insecta mengalami pelepasan
eksoskeleton disebut ekdisis (molting) (Maya et al., 2020).
9
2) Klasifikasi Insekta
Berdasarkan ada tidaknya sayap, Insekta dibedakan menjadi dua
subkelas, yaitu:
a) Apterygota (kelompok insekta yang tidak mempunyai sayap, sedikit
atau tidak mengalami metamorfosis), contohnya kutu buku (Lepisma),
dibedakan tiga ordo yaitu: Thysanura, Collembola, dan Protura
Gambar 8. Thysanura, Collembola, dan Protura (Sumber: Rusyana, 2014)
b) Pterygota (kelompok insecta yang mempunyai sayap, dan mengalami
metamorfosis), contohnya anai-anai, walang sangit, belalang, capung,
semut, lalat, nyamuk, kumbang, lebah madu, kupu-kupu.
Gambar 9. Belalang (Valanga), Capung Kuning (Pantala flavescens), dan
Walang Sangit (Leptocorisa oratorius)
(Sumber: Rusyana, 2014)
10
Gambar 10. Lebah Madu (Apis mellifera), Kupu-Kupu (Lepidoptera), dan
Kepik (Hemiptera) (Sumber: Rusyana, 2014)
3) Peranan Insekta dan Kaitannya Dengan Etnosains
Peranan insekta yang menguntungkan adalah membantu
penyerbukan, yang dilakukan oleh kupu-kupu dan kumbang, produksi
serat sutera oleh ulat sutera (Bombyx mori), penghasil madu oleh lebah
madu (Apis mellifera), untuk dimakan, misalnya laron, gangsir, dan larva
lebah madu, untuk obat tradisional, dalam ekologi, insecta merupakan
bagian dari rantai makanan penting dari berbagai konsumen, dan
berbagai insecta tanah berperan sebagai penggemburan tanah.
Sedangkan peranan insekta yang merugikan adalah merupakan vektor
penyakit pada manusia, misalnya nyamuk Anopheles stephensi sebagai
vektor penyakit malaria dan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor
penyakit demam berdarah, parasit pada manusia, hewan, dan tumbuhan,
misalnya caplak dan merusak tanaman budidaya, misalnya wereng dan
ketam kenari.
11
Kaitan hewan insekta dengan etnosains adalah Masyarakat Desa
Kalipelus Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara
menggunakan sarang semut Maluku untuk menyembuhkan penyakit
kanker payudara dengan cara merebus sarang semut kemudian diminum
2 kali sehari, semut Jepang juga digunakan sebagai obat diabetes dengan
cara dikonsumsi hidup-hidup. Undur-undur dijadikan sebagai obat
diabetes dengan menggunakan seluruh tubuh dan dikonsumsi dalam
keadaan hidup-hidup. Lebah digunakan untuk diambil madu dan
sengatannya yang berfungsi sebagai kekebalan tubuh, sengatan lebah
juga dapat menjadikan tubuh menjadi kebal terhadap racun, Capung
digunakan untuk menyembukan kebiasaan mengompol pada anak.
Bagian yang digunakan yaitu gigitannya. Capung digigitkan pada bagian
pusar berulang kali (Prastikawati et al., 2020).
Masyarakat Suku Jerieng memanfaatkan kecoa tanah (Blatella sp.)
sebagai obat sakit gigi dengan menggunakan badan kecoa yang
digosongkan lalu ditempelkan pada bagian pipi yang berletakkan dengan
gigi yang sakit. Lebah madu (Apis dorsata) digunakan sebagai obat
batuk. Undur-undur (Myrmeleontidae) digunakan sebagai obat penyakit
kuning, maag, dan diabetes melitus dengan menggunakan seluruh tubuh
dan dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu (Nukraheni et al., 2019).
Masyarakat Maluku dan Suku Kamoro dari Papua menjadikan larva
kumbang sagu yang biasa disebut ulat sagu sebagai makanan baik
dengan cara dibakar seperti sate, dimakan mentah (hidup-hidup sebagai
obat batuk, kupu-kupu yang masuk rumah menandakan akan
kedatangan tamu. Masyarakat Toba meyakini jika capung yang masuk
ke dalam rumah pada malam hari adalah pertanda sial dan akan ada hal
buruk yang menimpa salah satu anggota keluarga. Jika capung masuk ke
rumah pada siang hari, capung membawa berkah serta keberuntungan
bagi penghuni rumah.
12
Masyarakat Dinoyo Malang menggunakan belalang jati (Valanga
nigrocornis) sebagai obat jantung, asma, dan tonikum dengan
menggunakan seluruh tubuh belalang dan diolah dengan cara digoreng
atau direbus. Tawon (Apis melifera) sebagai obat linu digunakan dengan
cara disengatkan langsung pada bagian tubuh yang mengalami linu.
Kutu rambut (Pediculus humanus) untuk mengobati penyakit kuning/hati
dengan cara dimakan dengan pisang mas dan ditambahkan temulawak.
Ketonggeng (Uropygi) untuk mengobati gatal-gatal yang diolah dengan
cara digoreng atau dipanggang. Undur-undur (Myrmeleontidae) untuk
mengobati penyakit kuning atau hati serta diabetes yang digunakan
dengan cara dimakan dengan pisang mas dan juga digoreng (Zayadi et
al., 2016).
13
PRAKTIKUM
Kegiatan 1
Crustacea
A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian crustacea.
b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan crustacea.
c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas crustacea.
d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam
praktikum.
B. Landasan Teori
Crustacea (bahasa latinnya, crusta = kulit) artinya mempunyai
kulit yang keras seperti udang, lobster dan kepiting. Crustacea
adalah hewan bercangkang. Cangkang merupakan rangka luar
yang keras yang terbuat dari zat kitin dan kapur. Tubuh crustacea
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sefalotoraks dan abdomen. Hewan
crustacea merupakan hewan akuatik, meskipun ada yang hidup di
darat.
1. Morfologi Crustacea
Tubuh Crustacea terdiri dari kepala dan dada menyatu
(sefalotoraks) dan perut (abdomen) yang bersegmen-segmen. Tubuh
bagian kepala dan toraks terlindung oleh kulit yang keras disebut
karapaks. Karapaks berfungsi melindungi sefalotoraks. Bagian
kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenula,
sepasang antena, sepasang mandibula, dan dua pasang maksila.
Crustacea memiliki lambung dan hati yang terdapat dekat dengan
lambung.
14
2. Klasifikasi Crustacea
a. Entomostraca Atau Udang Tingkat Rendah
Jenis entomostraca ini ialah penyusun dari zooplankton yang
umumnya melayang di air dan menjadi makanan ikan. Pembagian
ordo dari hewan noktural yang hidup di air tersebut diantaranya
sebagai berikut:
Branchiopoda yaitu seperti Asellus aquaticus dan Daphina
pulex atau kutu air yang berkembang biak secara
parthenogenesis.
Ostracoda yaitu seperti Cyrus candida dan Codona suburdana
yang hidup di air laut atau tawar seperti plankton dengan
tubuh kecil dan bisa bergerak memakai antenna.
Copepoda yaitu seperti Argulus indicus dan Cyclops yang hidup
pada air tawar serta laut dan menjadi hewan plankton.
Cirripedia yaitu seperti Benake dan Sacculina yang memiliki
dada serta kepala tertutup karapaks berbentuk cakram serta
hidup di laut dengan cara melekat di bebatuan.
b. Malakostraca Atau Udang Tingkat Tinggi
Malakostraca ialah jenis crustacea yang banyak hidup di air
laut dan air tawar yang memiliki tubuh terdiri dari abdomen dan
juga sefalotoraks. Malakostraca ini dibagi menjadi 3 ordo yakni:
Isopoda yaitu memiliki bentuk tubuh yang pipih, berkaki sama
dan dorsiventral seperti Onicus asellus serta Limnoria
lignorum.
Stomatopoda yaitu seperti Squilla empusa atau udang belalang
yang bentuknya mirip belalang sembah dengan warna
mencolok dan hidup di laut.
15
Decapoda yaitu seperti kepiting, udang, rajungan dan ketam
yang memiliki jumlah kaki 10 dan menjadi kelompok jenis
udang yang banyak dikonsumsi manusia sebagai sumber
protein.
3. Peranan Crustacea dan Kaitannya Dengan Etnosains
Peranan Crustacea yang menguntungkan yaitu sebagai sumber
makanan yang mengandung protein hewani tinggi, misalnya
udang windu, rajungan, kepiting, lobster, sebagai zooplankton
yaitu menjadi sumber makanan ikan. Sedangkan peranan
Crustacea yang merugikan yaitu ketam air tawar memakan batang
padi yang masih muda.
Kaitan hewan crustacea dengan etnosains yaitu di daerah Riau
masyarakat menggunakan udang yang diolah menjadi makanan
yaitu cincalok. Kepiting dan lobster yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Sumatera Barat sebagai makanan dengan berbagai
olahan. Selain itu, masyarakat Masyarakat Desa Pedindang,
Kabupaten Bangka Tengah juga menjadikan udang harlequin
Sulawesi (udang air tawar) sebagai obat kayep atau sakit kulit
dengan memanfaatkan bagian kepala udang yang dikeringkan,
kemudian ditumbuk dan dicampur dengan minyak kelapa. Lalu
dioleskan ke permukaan kulit yang terkena kayep atau sakit kulit
(Syafutra et al., 2022).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Papan bedah
16
2. Bahan
a. Udang air tawar (Palaemon paucidens)
b. Kepiting (Brachyura)
D. Cara Kerja
1. Letakkan objek (udang air tawar) dan kepiting di atas papan
bedah. Lalu amati morfologi dari hewan tersebut.
2. Kemudian tuliskanlah bagian-bagian pada gambar di bawah
ini dan buatlah keterangan atau fungsinya.
E. Hasil Pengamatan
17
Kegiatan 2
Myriapoda
A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian myriapoda.
b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan myriapoda.
c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas myriapoda.
d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam
praktikum.
B. Landasan Teori
Myriapoda berasal dari bahasa (Yunani: myriad =banyak, podos
=kaki) yaitu hewan Arthropoda yang mempunyai kaki berjumlah
banyak. Contohnya kaki seribu. Hidup pada habitat yang lembab,
misalnya di bawah daun, batu, atau tumpukan kayu. Myriapoda
ada yang merupakan hewan karnivora (makanannya berupa
binatang kecil) dan herbivora (pemakan tumbuhan).
1. Morfologi Myriapoda
Myriapoda mempunyai bentuk tubuh yang langsing dan
panjang dengan segmen-segmen yang serupa. Pada setiap segmen
terdapat sepasang atau dua pasang kaki untuk berjalan. Tubuh
myriapoda terdiri dari kepala (kaput) dan perut (abdomen), dan
tidak mempunyai dada. Di bagian kepala terdapat sepasang antena,
sepasang mata yang terdiri dari oseli, mulut yang dilengkapi rahang
(mandibula) dan sepasang rahang atas (maksila). Myriapoda
bernapas dengan sistem trakea dan spirakel (lubang di permukaan
tubuh untuk bernapas) yang terdapat pada setiap segman
tubuhnya. Alat ekskresi berupa tubulus malpighi. Myriapoda
bereproduksi secara seksual, bersifat gonokoris dan fertilisasi
internal di tubuh betina.
18
2. Klasifikasi Myriapoda
a. Diplopoda
Diplopoda atau hewan berkaki seribu atau luwing. Bentuk tubuh
silindris panjang bersegmen, yang berjumlah sekitar 25-100
segmen. Tubuh terdiri atas sefalotoraks yang pendek dan perut
yang panjang. Pada kepala terdapat sepasang antena pendek.
Diplopoda bertelur (ovipar), makanannya berupa tumbuhan atau
sisa-sisa tumbuhan. Kaki seribu berjalan lambat, apabila terganggu
Diplopoda segera menggulungkan tubuhnya, seolah-olah mati.
Bernafas dengan trakea. Contoh: Luwing atau kaki seribu
(Trigoniulus corallinus)
b. Chilopoda
Chilopoda lebih dikenal dengan kelabang atau lipan. Tubuhnya
berbentuk pipih dorsoventral, dan terdiri atas 15-173 segmen, di
setiap segmen abdomen terdapat sepasang kaki di bagian lateral
kecuali segmen pertama di belakang kepala dan dua segmen
terakhir. Kaki pada segmen pertama di belakang kepala
termodifikasi menjadi cakar beracun disebut maksiliped, untuk
melumpuhkan mangsanya. Pada kepala terdapat sepasang antena
panjang yang terdiri atas 12 segmen. Chilopoda hidup di darat dan
bernapas dengan trakea yang bercabang-cabang ke seluruh
jaringan tubuhnya. Lubang trakea atau spirakel terdapat pada
setiap segmen. Contoh: Kelabang (Lithobius forficatus), dan Lipan
(Scolopendra morsitans).
19
3. Peranan Myriapoda dan Kaitannya Dengan Etnosains
Hewan myriapoda berperan dalam memecah bahan-bahan
organik atau lapisan daun dan ranting-ranting di dasar hutan atau
kebun untuk membentuk humus. Sementara itu sengatan/gigitan
myriapoda (lipan) memiliki racun, sehingga dapat menyebabkan
kaku sementara dan perubahan warna kulit. Kaitan hewan
myriapoda dengan etnosains yaitu masyarakat mengganggap
kelabang, lipan, dan kaki seribu yang masuk ke dalam rumah
dianggap membawa petaka atau santet yang dapat mencelakai
anggota keluarga.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Papan bedah
b. Chloroform/eter
2. Bahan
a. Kaki seribu (Diplopoda)
b. Lipan (Chilopoda)
D. Cara Kerja
1. Biuslah kaki seribu dan lipan dengan menggunakan
chloroform atau eter.
2. Letakkan kaki seribu dan lipan yang sudah dibius di atas
papan bedah.
3. Kemudian amati morfologi hewan tersebut, lalu tuliskanlah
bagian-bagian hewan di bawah ini dan buatlah keterangannya.
20
E. Hasil Pengamatan
21
Kegiatan 3
Arachnida
A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian arachnida.
b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan arachnida.
c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas arachnida.
d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam
praktikum.
B. Landasan Teori
Kata Arachnida berasal dari bahasa Yunani, yaitu arachne yang
artinya laba-laba. Akan tetapi, bukan berarti anggota kelas ini
hanya laba-laba. Kalajengking merupakan salah satu contoh kelas
Arachnida yang jumlahnya sekitar 32 spesies. Ukuran tubuh
Arachnida bervariasi, ada yang panjangnya lebih kecil dari 0,5 mm
sampai 9 cm.
1. Morfologi Arachnida
Myriapoda mempunyai bentuk tubuh yang langsing dan
panjang dengan segmen-segmen yang serupa. Pada setiap segmen
terdapat sepasang atau dua pasang kaki untuk berjalan. Tubuh
myriapoda terdiri dari kepala (kaput) dan perut (abdomen), dan
tidak mempunyai dada. Di bagian kepala terdapat sepasang antena,
sepasang mata yang terdiri dari oseli, mulut yang dilengkapi rahang
(mandibula) dan sepasang rahang atas (maksila). Myriapoda
bernapas dengan sistem trakea dan spirakel (lubang di permukaan
tubuh untuk bernapas) yang terdapat pada setiap segman
tubuhnya. Alat ekskresi berupa tubulus malpighi. Myriapoda
bereproduksi secara seksual, bersifat gonokoris dan fertilisasi
internal di tubuh betina.
22
Respirasi dengan paru-paru buku, pada bagian ventral
tubuhnya terdapat lubang atau pori-pori yang merupakan muara
dari paru-paru buku. Sistem peredaran darah yang dimiliki adalah
sistem peredaran darah terbuka karena darah mengalir tanpa
melewati pembuluh darah. Arachnoidea juga memiliki sistem saraf
tangga tali. Alat ekskresi yang dimiliki berupa badan malphigi.
Khusus pada ordo Arachnida, pada daerah posterior terdapat dua
lubang yang berfungsi sebagai tempat keluarnya jaring disebut
sebagai spineret.
2. Klasifikasi Arachnida
a) Scorpionida, contoh: kalajengking, ketonggeng.
b) Arachnida, contoh: laba-laba.
c) Acarina, contoh: caplak, tungau.
3. Peranan Arachnida dan Kaitannya Dengan Etnosains
Peranan arachnida adalah sebagai agen pengendali hayati
(biokontrol) terhadap serangga hama, dan bioindikator terhadap
perubahan lingkungan. Kaitan hewan arachnida dengan etnosains
yaitu di daerah Riau mempercayai bahwa kalajengking,
ketonggeng yang masuk ke dalam rumah dianggap membawa
petaka atau santet, dan jaring laba-laba dapat dijadikan sebagai
obat luka. Masyarakat Suku Jerieng Provinsi Kepulauan Bangka
memanfaatkan kalajengking (Heterometrus spinifes) sebagai obat
asma dengan menggunakan seluruh tubuh yang direbus lalu
diminum air rebusannya (Nukraheni et al., 2019).
23
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Papan bedah
b. Chloroform/eter
2. Bahan
a. Kalajengking (Scorpiones)
b. Laba-laba (Araneus diadematus)
D. Cara Kerja
1. Biuslah kalajengking dan laba-laba dengan menggunakan
chloroform atau eter.
2. Letakkan kalajengking dan laba-laba yang sudah dibius di atas
papan bedah.
3. Kemudian amati morfologi hewan tersebut, lalu tuliskanlah
bagian-bagian dari hewan tersebut dan buatlah keterangannya.
E. Hasil Pengamatan
24
Kegiatan 4
Insecta
A. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian insecta.
b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan insecta.
c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas insecta.
d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam
praktikum.
B. Landasan Teori
Insecta sering disebut serangga atau heksapoda. Heksapoda
berasal dari kata heksa berarti 6 (enam) dan kata podos berarti kaki.
Heksapoda berarti hewan berkaki enam. Diperkirakan jumlah
insecta lebih dari 900.000 jenis yang terbagi dalam 25 ordo. Hal ini
menunjukkan bahwa banyak sekali variasi dalam kelas insecta
baik bentuk maupun sifat dan kebiasaannya.
1. Morfologi Insecta
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (kaput), dada
(toraks), dan perut (abdomen). Alat pencernaan lengkap dan
memiliki kelenjar ludah. Alat pernapasan dengan sistem trakea,
dimana pada setiap segmen tubuhnya terdapat lubang trakea yang
disebut spirakel. Alat ekskresi berupa pembuluh malphigi.
Peredaran darah terbuka, dan sudah memiliki jantung pembuluh
dan anterior aorta. Jantung pembuluh terdiri dari 5 ruas dilengkapi
dengan lubang (ostia) (Maya et al., 2020).
25
Darah tidak mengandung hemoglobin tetapi mempunyai
hemosianin sehingga berwarna kuning kebiruan. Sistem saraf
tangga tali, pada kepala terdapat otak dan di setiap ruas tubuh
terdapat ganglion. Alat reproduksi terpisah antara jantan dan
betina dengan fertilisasi secara internal. Tubuh insecta ditutupi
oleh kutikula yang mengandung zat tanduk dan berfungsi sebagai
eksoskeleton. Insecta mengalami pelepasan eksoskeleton disebut
ekdisis (molting) (Maya et al., 2020).
2. Klasifikasi Insecta
Berdasarkan ada tidaknya sayap, Insekta dibedakan menjadi
dua subkelas, yaitu:
a) Apterygota (kelompok insekta yang tidak mempunyai sayap,
sedikit atau tidak mengalami metamorfosis), contohnya kutu
buku (Lepisma), dibedakan tiga ordo yaitu: Thysanura, Collembola,
dan Protura
b) Pterygota (kelompok insecta yang mempunyai sayap, dan
mengalami metamorfosis), contohnya anai-anai, walang sangit,
belalang, capung, semut, lalat, nyamuk, kumbang, lebah madu,
kupu-kupu.
3. Peranan Insecta Dan Kaitannya Dengan Etnosains
Peranan insekta yang menguntungkan adalah membantu
penyerbukan, yang dilakukan oleh kupu-kupu dan kumbang,
produksi serat sutera oleh ulat sutera (Bombyx mori), penghasil
madu oleh lebah madu (Apis mellifera), untuk dimakan, misalnya
laron, gangsir, dan larva lebah madu, untuk obat tradisional,
dalam ekologi, insecta merupakan bagian dari rantai makanan
penting dari berbagai konsumen, dan berbagai insecta tanah
berperan sebagai penggemburan tanah.
26
Sedangkan peranan insekta yang merugikan adalah merupakan
vektor penyakit pada manusia, misalnya nyamuk Anopheles
stephensi sebagai vektor penyakit malaria dan nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah, parasit pada
manusia, hewan, dan tumbuhan, misalnya caplak dan merusak
tanaman budidaya, misalnya wereng dan ketam kenari.
Kaitan hewan insekta dengan etnosains adalah Masyarakat
Desa Kalipelus Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara
menggunakan sarang semut Maluku untuk menyembuhkan
penyakit kanker payudara dengan cara merebus sarang semut
kemudian diminum 2 kali sehari, semut Jepang juga digunakan
sebagai obat diabetes dengan cara dikonsumsi hidup-hidup.
Undur-undur dijadikan sebagai obat diabetes dengan
menggunakan seluruh tubuh dan dikonsumsi dalam keadaan
hidup-hidup. Lebah digunakan untuk diambil madu dan
sengatannya yang berfungsi sebagai kekebalan tubuh, sengatan
lebah juga dapat menjadikan tubuh menjadi kebal terhadap racun,
Capung digunakan untuk menyembukan kebiasaan mengompol
pada anak. Bagian yang digunakan yaitu gigitannya. Capung
digigitkan pada bagian pusar berulang kali (Prastikawati et al.,
2020).
Masyarakat Suku Jerieng memanfaatkan kecoa tanah (Blatella
sp.) sebagai obat sakit gigi dengan menggunakan badan kecoa yang
digosongkan lalu ditempelkan pada bagian pipi yang berletakkan
dengan gigi yang sakit. Lebah madu (Apis dorsata) digunakan
sebagai obat batuk. Undur-undur (Mymeleon sp.) digunakan
sebagai obat penyakit kuning, maag, dan diabetes melitus dengan
menggunakan seluruh tubuh dan dikonsumsi tanpa diolah
terlebih dahulu (Nukraheni et al., 2019).
27
Masyarakat Maluku dan Suku Kamoro dari Papua menjadikan
larva kumbang sagu yang biasa disebut ulat sagu sebagai makanan
baik dengan cara dibakar seperti sate, dimakan mentah (hidup-
hidup sebagai obat batuk, kupu-kupu yang masuk rumah
menandakan akan kedatangan tamu. Masyarakat Toba meyakini
jika capung yang masuk ke dalam rumah pada malam hari adalah
pertanda sial dan akan ada hal buruk yang menimpa salah satu
anggota keluarga. Jika capung masuk ke rumah pada siang hari,
capung membawa berkah serta keberuntungan bagi penghuni
rumah.
Masyarakat Dinoyo Malang menggunakan belalang jati
(Valanga nigrocornis) sebagai obat jantung, asma, dan tonikum
dengan menggunakan seluruh tubuh belalang dan diolah dengan
cara digoreng atau direbus. Tawon (Apis melifera) sebagai obat linu
digunakan dengan cara disengatkan langsung pada bagian tubuh
yang mengalami linu. Kutu rambut (Pediculus humanus) untuk
mengobati penyakit kuning/hati dengan cara dimakan dengan
pisang mas dan ditambahkan temulawak. Ketonggeng (Uropygi)
untuk mengobati gatal-gatal yang diolah dengan cara digoreng
atau dipanggang. Undur-undur (Mymeleon sp.) untuk mengobati
penyakit kuning atau hati serta diabetes yang digunakan dengan
cara dimakan dengan pisang mas dan juga digoreng (Zayadi et al.,
2016).
C. Alat Dan Bahan
1. Alat
a. Papan bedah
b. Chloroform/eter
28
2. Bahan
a. Semut (Formicidae)
b. Lebah madu (Apis dorsata)
c. Belalang (Caelifera)
D. Cara Kerja
1. Biuslah semut, lebah, dan belalang dengan menggunakan
chloroform atau eter.
2. Letakkan semut, lebah, dan belalang yang sudah dibius di atas
papan bedah.
3. Kemudian amati morfologi hewan tersebut, lalu tuliskan
keterangan atau fungsi dari bagian-bagian tubuh hewan
tersebut!.
E. Hasil Pengamatan
29
GLOSARIUM
Abdomen : Perut
Caput : Kepala
Chelicera : Alat sengat.
Ekdisis : Peristiwa molting atau gantinya kutikula
(eksoskleton) pada arthropoda.
Eksoskeleton : Rangka luar atau kerangka luar.
Gonokoris : Satu individu terdapat satu jenis kelamin.
Heterotropik : Organisme yang membutuhkan bahan
organik untuk makanannya.
Karapaks : Cangkang keras yang melindungi organ
dalam pada tubuh.
Kitin : Polisakarida struktural yang digunakan untuk
menyusun eksoskleton dari artropoda.
Kutikula : Bagian yang mengalami pembentukan dari
suatu proes penebalan pada bagian dinding
sel luar dari epidermis bagian atas.
Maksila : Tulang rahang atas pada manusia yang
memiliki fungsi dalam menyokong gigi-gigi
yang berada dibagian atas mulut.
Maksiliped : Pelengkap yang berfungsi sebagai mulut.
Mandibula : Tulang rahang bawah yang berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi geligi rahang
bawah.
30
Oseli : Bintik mata yang mengandung pigmen yang
peka terhadap cahaya.
Ostia : Lubang pada dinding tubuh porifera sebagai
tempat masuknya air.
Parthenogenesis: Reproduksi aseksual yakni kemampuan
suatu ovum untuk berkembang menjadi
individu baru tanpa dibuahi sperma.
Pedipalpus : Sepasang kaki tambahan yang terletak
dibagian cephalothorax yang digunakan
sebagai alat bantu menangkap mangsa.
Sefalotoraks : Penyatuan tubuh bagian sefal atau kaput
(kepala) dan bagian toraks (dada).
Spineret : Kelenjar sutera yang bermuara pada organ di
ujung posterior di sebelah ventral anus,
berbentuk kerucut, dan berputar bebas dan
memiliki banyak lubang spigot (lubang
pengeluaran cairan protein elastik).
Spirakel : Organ tubuh yang berfungsi sebagai tempat
pelepasan air, pelepasan karbondioksida,
serta tempat pengambilan oksigen pada
serangga.
Toraks : Rongga dada.
31
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., dan Jane B. Reece. (2010). Biologi Edisi Kedelapan
Jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Fitriah, E., Sahrir, D. C., & Umami, M. (2019). Panduan Praktikum
Zoologi Avertebrata. Cirebon: Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Syekh Nurjati Cirebon.
Maya, Sri, Nurhidayah. (2020). Zoologi Invertebrata. Bandung:
Widina Bhakti Persada Bandung.
Nukraheni, Y. N., Afriyansyah, B., & Ihsan, M. (2019). Ethnozoologi
Masyarakat Suku Jerieng Dalam Memanfaatkan Hewan
Sebagai Obat Tradisional Yang Halal. Journal of Halal
Product and Research, 2(2), 60-67.
Prastikawati, W., & Husain, F. (2020). Pemanfaatan Hewan Sebagai
Obat Dalam Pengobatan Tradisional Masyarakat Kalipelus
Kabupaten Banjarnegara. Solidarity: Journal of Education,
Society and Culture, 9(1), 964-977.
Rusyana, Adam. (2014). Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktek).
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Syafutra, R., Fitriana, F., Heri, H., Ahka, R., Febriyani, R., &
Mubinan, M. F. (2022). Pemanfaatan Satwa Liar Sebagai Obat
Tradisional Oleh Masyarakat Desa Pedindang, Kabupaten
Bangka Tengah. Biogenesis, 18(1), 33-41.
Zayadi, H., Azrianingsih, R., & Sjakoer, N. A. A. (2016). Pemanfaatan
Hewan Sebagai Obat-Obatan Berdasarkan Persepsi
Masyarakat Di Kelurahan Dinoyo Malang. Jurnal Kesehatan
Islam, 4(1), 1-5. 32