The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by riajulitalimbong, 2023-02-02 09:50:00

Arthropoda

Universitas Lancang Kuning






e-LKM ZOOLOGI INVERTEBRATA



BERMUATAN ETNOSAINS PADA



MATERI ARTHROPODA









Ria Julita Limbong




1984205020
























Kelas Arachnida Kelas Myriapoda






























Kelas Crustacea Kelas Insecta


KATA PENGANTAR



Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih karunia-Nya penulis dapat meneyelesaikan e-LKM Zoologi

Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi Arthropoda ini

dengan baik. e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains

Pada Materi Arthropoda ini diharapkan dapat membantu dosen
dalam proses pembelajaran yang digunakan sebagai salah satu

bahan ajar dalam kegiatan perkuliahan.

e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi
Arthropoda ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam

proses pembelajaran yang fokus pada pemberian pengalaman

belajar mahasiswa dalam mengembangkan kemampuannya agar

mampu memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam proses pembuatan e-LKM Zoologi

Invertebrata Terintegrasi Etnosains Pada Materi Arthropoda ini.
Penulis menyadari bahwa e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan

Etnosains Pada Materi Arthropoda ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk

perbaikan e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada
Materi Arthropoda ini pada masa yang akan datang. Akhir kata

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penulisan, penyusunan hingga

terciptanya produk e-LKM ini.






Penulis





Ria Julita Limbong

NIM. 1984205020


i


PETUNJUK PENGGUNAAN e-LKM


ZOOLOGI INVERTEBRATA


BERMUATAN ETNOSAINS PADA

MATERI ARTHROPODA








Agar Anda berhasil mencapai kompetensi maka ikuti petunjuk

langkah-langkah yang harus anda lakukan selama mempelajari e-
LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi


Arthropoda ini yaitu:
1. Baca dan pahami kompetensi yang akan dipelajari dalam e-

LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi

Arthropoda ini, cermati pula tujuan pembelajaran dari masing-

masing kegiatan pembelajaran.

2. Baca dan pahami materi yang ada dalam e-LKM Zoologi

Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi Arthropoda ini

dengan baik, jika menemukan kesulitan, silahkan tanyakan

kepada dosen.

3. Jika e-LKM Zoologi Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada
Materi Arthropoda ini dirasa belum cukup memberikan

informasi, carilah referensi yang menunjang anda dalam

menyelesaikan kegiatan belajar dan tugas.

4. Untuk keberhasilan anda, dalam mempelajari e-LKM Zoologi

Invertebrata Bermuatan Etnosains Pada Materi Arthropoda,

urutan kegiatan harus di ikuti dengan benar.













ii


DAFTAR ISI





KATA PENGANTAR.................................................................i


PETUNJUK PENGGUNAAN E-LKM BERMUATAN

ETNOSAINS..............................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................iii


DAFTAR GAMBAR................................................................iv





PERTEMUAN 1

A. Pengertian Arthropoda..................................................................1

B. Ciri-Ciri Arthropoda........................................................................1


C. Struktur Tubuh Arthropoda.......................................................2




PERTEMUAN 2


A. Klasifikasi Athropoda...................................................................2

B. Praktikum..........................................................................................14

a. Praktikum Kegiatan I Crustacea........................................14


b. Praktikum Kegiatan II Myriapoda....................................18

c. Praktikum Kegiatan III Arachnida...................................22


d. Praktikum Kegiatan IV Insecta..........................................25

C. Glosarium..........................................................................................30





DAFTAR PUSTAKA..............................................................32















iii


DAFTAR GAMBAR






Gambar 1. Struktur Tubuh Crustacea................................................3


Gambar 2. Branchiopoda dan Ostracoda..........................................4

Gambar 3. Kaki Seribu (Trigoniulus corallinus).............................5

Gambar 4. Lipan (Scolopendra morsitans)........................................6

Gambar 5. Laba-Laba (Arachnida).......................................................7


Gambar 6. Kalajengking (Scorpiones) dan Ketonggeng

(Uropygi).........................................................................................................8

Gambar 7. Caplak Penghisap Darah (Rhicephalus

sanguineus).....................................................................................................8


Gambar 8. Thysanura, Collembola, dan Protura........................10

Gambar 9. Belalang (Valanga), Capung Kuning (Pantala

flavescens), dan Walang Sangit (Leptocorisa oratorius)..........10


Gambar 10. Lebah Madu (Apis mellifera), Kupu-Kupu

(Lepidoptera), dan Kepik (Hemiptera)...............................................11







































iv


Uraian Materi







ARTHROPODA







Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian filum arthropoda.

2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi ciri-ciri filum arthropoda.

3. Mahasiswa mampu mengklasifikasikan filum arthropoda

berdasarkan ciri-cirinya.
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi struktur morfologi dan

karakteristik filum arthropoda melalui kegiatan praktikum.

5. Mahasiswa mampu mengintegrasikan etnosains ke dalam

pembelajaran pada materi arthropoda.



Deskripsi Materi

Kata Arthropoda berasal dari bahasa Latin (arthra = ruas, podos =

kaki), dapat diartikan bahwa arthropoda merupakan hewan yang
memiliki ciri, yaitu kaki beruas, berbuku, atau bersegmen (segmen

tersebut juga terdapat di tubuh). Arthropoda hidup pada habitat

daratan, air tawar, dan air laut (Setiawan et al., 2019). Phylum

Arthropoda dibedakan menjadi 4 kelas diantaranya, Crustacea,
Arachnida, Myriapoda, dan Insecta (Basir et al., 2017).

1. Ciri-Ciri Arthropoda

Secara umum ciri-ciri filum arthropoda adalah sebagai berikut: 1.
Tubuh dan kaki bersegmen. 2. Eksoskeleton (dinding tubuh) berkitin dan

bersegmen. 3. Organ mulut beruas dan dapat beradaptasi untuk makan.

4. Bernafas dengan permukaan tubuh, insang, dan trakea. 5. Alat

pencernaan makanan berbentuk tabung, terletak di sepanjang tubuh. 6.
Alat pembuangan melalui pipa panjang pada rongga tubuh. 7. Bentuk

tubuh bilateral simetris. 8. Tubuh dibungkus oleh zat kitin. 9. Sistem

saraf tangga tali. 10. Hidupnya di darat, air tawar dan laut (Maya et
al., 2020).




1


2. Struktur Tubuh Arthropoda
Arthropoda termasuk golongan hewan triplobastik selomata, yaitu

mempunyai rongga sejati dan tiga lapisan tubuh. Tubuhnya berbuku-

buku/beruas-ruas, kakinya pun beruas-ruas, mempunyai rangka luar

(eksoskeleton) dari bahan kitin yang berguna untuk melindungi alat-alat
tubuh bagian dalam dan dapat memberikan bentuk tubuh. Tubuhnya

dapat dibedakan atas kepala (caput), dada (toraks) dan perut

(abdomen). Jika dipotong menjadi dua, maka bersifat simetri bilateral
(Maya et al., 2020).

Mulutnya terdapat pada bagian ujung anterior dan anus terdapat

pada ujung posterior. Mempunyai organ tubuh yang sudah lengkap

meliputi organ pencernaan, yaitu mulut, kerongkongan, usus, dan anus.
Respirasi dengan insang, trakea, permukaan tubuh, atau dengan

paruparu buku. Hewan ini sudah mempunyai sistem saraf, peredaran

darah, ekskresi, serta indra. Filum ini dianggap berkerabat dekat dengan

Annelida sebab banyak memiliki sifat-sifat yang sama (Maya et al.,
2020).




3. Klasifikasi Arthropoda
Secara umum filum arthropoda terbagi menjadi 4 kelas yaitu: a)

Kelas Arachnida, b) Kelas Crustacea, c) Kelas Myriapoda, dan d) Kelas

Insekta.
a. Crustacea

Crustacea (bahasa latinnya, crusta = kulit) artinya mempunyai kulit

yang keras seperti udang, lobster dan kepiting. Crustacea adalah hewan

bercangkang. Cangkang merupakan rangka luar yang keras yang terbuat
dari zat kitin dan kapur. Tubuh crustacea terbagi menjadi 2 bagian, yaitu

sefalotoraks dan abdomen. Hewan crustacea merupakan hewan akuatik,

meskipun ada yang hidup di darat. Anggota badan yang banyak pada

crustacea sangat terspesialisasi (Maya et al., 2020).











2


1) Struktur Tubuh Crustacea

Tubuh Crustacea terdiri dari kepala dan dada menyatu (sefalotoraks)

dan perut (abdomen) yang bersegmen-segmen. Tubuh bagian kepala dan

toraks terlindung oleh kulit yang keras disebut karapaks. Karapaks

berfungsi melindungi sefalotoraks. Bagian kepala terdapat sepasang

mata majemuk, sepasang antenula, sepasang antena, sepasang
mandibula, dan dua pasang maksila. Crustacea memiliki lambung dan

hati yang terdapat dekat dengan lambung. Alat ekskresi pada Crustacea

disebut kelenjar hijau. Udang bernafas dengan insang, sistem peredaran

darah terbuka, serta memiliki jantung, arteri dan sinus. Udang

bereproduksi secara seksual, pembuahan terjadi secara internal dan ada

pula yang parthenogenesis (Maya et al., 2020).






















Gambar 1. Struktur Tubuh Crustacea (Sumber: Maya et al., 2020)



2) Klasifikasi Crustacea
Berdasarkan dari ukuran tubuhnya, Crustacea dikelompokkan dalam

beberapa macam, yaitu:

a. Entomostraca merupakan Crustaceae tingkat rendah (zooplankton).

Dibagi dalam 4 kelas: Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda, dan

Cirripedia.
b. Malacostraca merupakan Crustaceae tingkat tinggi. Dibagi dalam 3

kelas: Isopoda, Stomatopoda, dan Decapoda. Contohnya adalah udang,

kepiting, lobster, dan rajungan.







3


Gambar 2. Branchiopoda dan Ostracoda (Sumber: Maya et al., 2020)



3) Peranan Crustacea dan Kaitannya Dengan Etnosains

Peranan Crustacea yang menguntungkan yaitu sebagai sumber
makanan yang mengandung protein hewani tinggi, misalnya udang

windu, rajungan, kepiting, lobster, sebagai zooplankton yaitu menjadi

sumber makanan ikan. Sedangkan peranan Crustacea yang merugikan

yaitu ketam air tawar memakan batang padi yang masih muda.

Kaitan hewan crustacea dengan etnosains yaitu di daerah Riau
masyarakat menggunakan udang yang diolah menjadi makanan yaitu

cincalok. Kepiting dan lobster yang dimanfaatkan oleh masyarakat

Sumatera Barat sebagai makanan dengan berbagai olahan. Selain itu,

masyarakat Desa Pedindang, Kabupaten Bangka Tengah juga menjadikan

udang harlequin Sulawesi (udang air tawar) sebagai obat kayep atau
sakit kulit dengan memanfaatkan bagian kepala udang yang

dikeringkan, kemudian ditumbuk dan dicampur dengan minyak kelapa.

Lalu dioleskan ke permukaan kulit yang terkena kayep atau sakit kulit

(Syafutra et al., 2022).



b. Kelas Myriapoda

Myriapoda berasal dari bahasa (Yunani: myriad =banyak, podos

=kaki) yaitu hewan Arthropoda yang mempunyai kaki berjumlah banyak.

Contohnya kaki seribu. Hidup pada habitat yang lembab, misalnya di

bawah daun, batu, atau tumpukan kayu. Myriapoda ada yang
merupakan hewan karnivora (makanannya berupa hewan kecil) dan

herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan) (Maya et al., 2020).



4


1) Struktur Tubuh Myriapoda
Myriapoda memiliki bentuk tubuh yang langsing dan panjang dengan

segmen-segmen yang serupa. Pada setiap segmen terdapat sepasang

atau dua pasang kaki untuk berjalan. Tubuh myriapoda terdiri dari

kepala (kaput) dan perut (abdomen), dan tidak memiliki dada. Di bagian

kepala terdapat sepasang antena, sepasang mata yang terdiri dari oseli,

mulut yang dilengkapi rahang (mandibula) dan sepasang rahang atas
(maksila). Myriapoda bernapas dengan sistem trakea dan spirakel

(lubang di permukaan tubuh untuk bernapas) yang terdapat pada setiap

segman tubuhnya. Alat ekskresi berupa tubulus malpighi. Myriapoda

bereproduksi secara seksual, bersifat gonokoris dan fertilisasi internal di

tubuh betina (Maya et al., 2020).


2) Klasifikasi Myriapoda

Myriapoda dibedakan menjadi dua kelas yaitu Diplopoda (luwing

atau kaki seribu), dan Chilopoda (kelabang atau lipan).

a) Diplopoda
Diplopoda atau hewan berkaki seribu atau luwing. Bentuk tubuh

simetri bilateral atau silindris panjang bersegmen, yang berjumlah

sekitar 25-100 segmen. Tubuh terdiri atas sefalotoraks yang pendek dan

perut yang panjang. Pada kepala terdapat sepasang antena pendek.

Diplopoda bertelur (ovipar), makanannya berupa tumbuhan atau sisa-
sisa tumbuhan. Kaki seribu berjalan lambat, apabila terganggu

Diplopoda segera menggulungkan tubuhnya, seolah-olah mati. Bernafas

dengan trakea. Contoh: Luwing atau kaki seribu (Trigoniulus corallinus)
















Gambar 3. Kaki Seribu (Trigoniulus corallinus)

(Sumber: Maya et al., 2020)


5


b) Chilopoda

Chilopoda lebih dikenal dengan kelabang atau lipan. Tubuhnya

berbentuk pipih dorsoventral, dan terdiri atas 15-173 segmen, di setiap

segmen abdomen terdapat sepasang kaki di bagian lateral kecuali

segmen pertama di belakang kepala dan dua segmen terakhir. Kaki pada

segmen pertama di belakang kepala termodifikasi menjadi cakar beracun
disebut maksiliped, untuk melumpuhkan mangsanya. Pada kepala

terdapat sepasang antena panjang yang terdiri atas 12 segmen.

Chilopoda hidup di darat dan bernapas dengan trakea yang bercabang-

cabang ke seluruh jaringan tubuhnya. Lubang trakea atau spirakel

terdapat pada setiap segmen. Contoh: Kelabang (Lithobius forficatus),

dan Lipan (Scolopendra morsitans).
















Gambar 4. Lipan (Scolopendra morsitans)

(Sumber: Maya et al., 2020)




3) Peranan Myriapoda dan Kaitannya Dengan Etnosains

Hewan myriapoda berperan dalam memecah bahan-bahan organik
atau lapisan daun dan ranting-ranting di dasar hutan atau kebun untuk

membentuk humus. Sementara itu sengatan/gigitan myriapoda (lipan)

memiliki racun, sehingga dapat menyebabkan kaku sementara dan

perubahan warna kulit. Kaitan hewan myriapoda dengan etnosains yaitu

masyarakat mengganggap kelabang, lipan, dan kaki seribu yang masuk

ke dalam rumah dianggap membawa petaka atau santet yang dapat
mencelakai anggota keluarga.










6


c. Kelas Arachnida

Kata Arachnida berasal dari bahasa Yunani, yaitu arachne yang

artinya laba-laba. Akan tetapi, bukan berarti anggota kelas ini hanya
laba-laba. Kalajengking merupakan salah satu contoh kelas Arachnida

yang jumlahnya sekitar 32 spesies. Ukuran tubuh Arachnida bervariasi,

ada yang panjangnya lebih kecil dari 0,5 mm sampai 9 cm. (Maya et al.,
2020).

1) Struktur Tubuh Arachnida




















Gambar 5. Laba-Laba (Arachnida)

(Sumber: Maya et al., 2020)


Tubuh Arachnoidea terdiri dari sefalotoraks (kepala dada menyatu)

dan abdomen (perut). Pada bagian dorsal tubuhnya memiliki perisai

karapaks yang tersusun atas zat kitin. Hewan ini memiliki 4 pasang kaki
yang terdapat di sefalotorak yang dipergunakan untuk berjalan. Di

bagian kepala memiliki 2 pasang alat mulut, yaitu sepasang alat sengat

(chelicera) yang dipergunakan untuk melumpuhkan mangsa dan alat
capit (pedipalpus) yang dipergunakan untuk memegang mangsanya.

Respirasi dengan paru-paru buku, pada bagian ventral tubuhnya
terdapat lubang atau pori-pori yang merupakan muara dari paru-paru

buku. Sistem peredaran darah yang dimiliki adalah sistem peredaran

darah terbuka karena darah mengalir tanpa melewati pembuluh darah.
Arachnoidea juga memiliki sistem saraf tangga tali. Alat ekskresi yang

dimiliki berupa badan malphigi. Khusus pada ordo Arachnida, pada
daerah posterior terdapat dua lubang yang berfungsi sebagai tempat

keluarnya jaring disebut sebagai spineret.




7


2) Klasifikasi Arachnida


a) Scorpionida, contoh: kalajengking, ketonggeng.

b) Arachnida, contoh: laba-laba.

c) Acarina, contoh: caplak, tungau.

















Gambar 6. Kalajengking (Scorpiones) dan Ketonggeng (Uropygi)
(Sumber: Maya et al., 2020)














Gambar 7. Caplak Penghisap Darah (Rhipicephalus sanguineus)

(Sumber: Maya et al., 2020)

3) Peranan Arachnida dan Kaitannya Dengan Etnosains

Peranan arachnida adalah sebagai agen pengendali hayati
(biokontrol) terhadap serangga hama, dan bioindikator terhadap

perubahan lingkungan. Kaitan hewan arachnida dengan etnosains yaitu

di daerah Riau mempercayai bahwa kalajengking, ketonggeng yang

masuk ke dalam rumah dianggap membawa petaka atau santet, dan

jaring laba-laba dapat dijadikan sebagai obat luka. Masyarakat Suku
Jerieng Provinsi Kepulauan Bangka memanfaatkan kalajengking sebagai

obat asma dengan menggunakan seluruh tubuh yang direbus lalu

diminum air rebusannya (Nukraheni et al., 2019).



8


d. Kelas Insekta

Insecta (latin: insect =serangga) termasuk salah satu anggota dari

filum Arthropoda. Anggota Insecta sangat beragam dan mempunyai ciri

khusus yaitu kakinya berjumlah 3 pasang. Oleh sebab itu Insecta disebut

juga Hexapoda (hexa=enam, podos=kaki). Anggota dari kelompok hewan

ini banyak kita temukan di sekitar kita, misalnya: jangkrik, belalang,
semut, lebah, nyamuk, lalat, dan kupu-kupu. Insekta merupakan satu-

satunya Invertebrata yang dapat terbang, dengan ukuran tubuh yang

beragam. Serangga dipelajari khusus dalam kajian Entomologi.




1) Struktur Tubuh Insekta

Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (kaput), dada
(toraks), dan perut (abdomen). Alat pencernaan lengkap dan memiliki

kelenjar ludah. Alat pernapasan dengan sistem trakea, dimana pada

setiap segmen tubuhnya terdapat lubang trakea yang disebut spirakel.

Alat ekskresi berupa pembuluh malphigi. Peredaran darah terbuka, dan

sudah memiliki jantung pembuluh dan anterior aorta. Jantung pembuluh
terdiri dari 5 ruas dilengkapi dengan lubang (ostia) (Maya et al., 2020).

Darah tidak mengandung hemoglobin tetapi mempunyai hemosianin

sehingga berwarna kuning kebiruan. Sistem saraf tangga tali, pada

kepala terdapat otak dan di setiap ruas tubuh terdapat ganglion. Alat

reproduksi terpisah antara jantan dan betina dengan fertilisasi secara
internal. Tubuh insecta ditutupi oleh kutikula yang mengandung zat

tanduk dan berfungsi sebagai eksoskeleton. Insecta mengalami pelepasan

eksoskeleton disebut ekdisis (molting) (Maya et al., 2020).























9


2) Klasifikasi Insekta

Berdasarkan ada tidaknya sayap, Insekta dibedakan menjadi dua

subkelas, yaitu:

a) Apterygota (kelompok insekta yang tidak mempunyai sayap, sedikit

atau tidak mengalami metamorfosis), contohnya kutu buku (Lepisma),

dibedakan tiga ordo yaitu: Thysanura, Collembola, dan Protura



















Gambar 8. Thysanura, Collembola, dan Protura (Sumber: Rusyana, 2014)



b) Pterygota (kelompok insecta yang mempunyai sayap, dan mengalami

metamorfosis), contohnya anai-anai, walang sangit, belalang, capung,

semut, lalat, nyamuk, kumbang, lebah madu, kupu-kupu.



















Gambar 9. Belalang (Valanga), Capung Kuning (Pantala flavescens), dan
Walang Sangit (Leptocorisa oratorius)

(Sumber: Rusyana, 2014)


















10


Gambar 10. Lebah Madu (Apis mellifera), Kupu-Kupu (Lepidoptera), dan
Kepik (Hemiptera) (Sumber: Rusyana, 2014)




3) Peranan Insekta dan Kaitannya Dengan Etnosains

Peranan insekta yang menguntungkan adalah membantu

penyerbukan, yang dilakukan oleh kupu-kupu dan kumbang, produksi
serat sutera oleh ulat sutera (Bombyx mori), penghasil madu oleh lebah

madu (Apis mellifera), untuk dimakan, misalnya laron, gangsir, dan larva

lebah madu, untuk obat tradisional, dalam ekologi, insecta merupakan

bagian dari rantai makanan penting dari berbagai konsumen, dan

berbagai insecta tanah berperan sebagai penggemburan tanah.
Sedangkan peranan insekta yang merugikan adalah merupakan vektor

penyakit pada manusia, misalnya nyamuk Anopheles stephensi sebagai

vektor penyakit malaria dan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor

penyakit demam berdarah, parasit pada manusia, hewan, dan tumbuhan,

misalnya caplak dan merusak tanaman budidaya, misalnya wereng dan
ketam kenari.























11


Kaitan hewan insekta dengan etnosains adalah Masyarakat Desa

Kalipelus Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara

menggunakan sarang semut Maluku untuk menyembuhkan penyakit

kanker payudara dengan cara merebus sarang semut kemudian diminum

2 kali sehari, semut Jepang juga digunakan sebagai obat diabetes dengan
cara dikonsumsi hidup-hidup. Undur-undur dijadikan sebagai obat

diabetes dengan menggunakan seluruh tubuh dan dikonsumsi dalam

keadaan hidup-hidup. Lebah digunakan untuk diambil madu dan

sengatannya yang berfungsi sebagai kekebalan tubuh, sengatan lebah

juga dapat menjadikan tubuh menjadi kebal terhadap racun, Capung

digunakan untuk menyembukan kebiasaan mengompol pada anak.
Bagian yang digunakan yaitu gigitannya. Capung digigitkan pada bagian

pusar berulang kali (Prastikawati et al., 2020).

Masyarakat Suku Jerieng memanfaatkan kecoa tanah (Blatella sp.)

sebagai obat sakit gigi dengan menggunakan badan kecoa yang

digosongkan lalu ditempelkan pada bagian pipi yang berletakkan dengan
gigi yang sakit. Lebah madu (Apis dorsata) digunakan sebagai obat

batuk. Undur-undur (Myrmeleontidae) digunakan sebagai obat penyakit

kuning, maag, dan diabetes melitus dengan menggunakan seluruh tubuh

dan dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu (Nukraheni et al., 2019).

Masyarakat Maluku dan Suku Kamoro dari Papua menjadikan larva
kumbang sagu yang biasa disebut ulat sagu sebagai makanan baik

dengan cara dibakar seperti sate, dimakan mentah (hidup-hidup sebagai

obat batuk, kupu-kupu yang masuk rumah menandakan akan

kedatangan tamu. Masyarakat Toba meyakini jika capung yang masuk

ke dalam rumah pada malam hari adalah pertanda sial dan akan ada hal
buruk yang menimpa salah satu anggota keluarga. Jika capung masuk ke

rumah pada siang hari, capung membawa berkah serta keberuntungan

bagi penghuni rumah.










12


Masyarakat Dinoyo Malang menggunakan belalang jati (Valanga

nigrocornis) sebagai obat jantung, asma, dan tonikum dengan

menggunakan seluruh tubuh belalang dan diolah dengan cara digoreng
atau direbus. Tawon (Apis melifera) sebagai obat linu digunakan dengan

cara disengatkan langsung pada bagian tubuh yang mengalami linu.

Kutu rambut (Pediculus humanus) untuk mengobati penyakit kuning/hati
dengan cara dimakan dengan pisang mas dan ditambahkan temulawak.

Ketonggeng (Uropygi) untuk mengobati gatal-gatal yang diolah dengan

cara digoreng atau dipanggang. Undur-undur (Myrmeleontidae) untuk
mengobati penyakit kuning atau hati serta diabetes yang digunakan

dengan cara dimakan dengan pisang mas dan juga digoreng (Zayadi et
al., 2016).






























































13


PRAKTIKUM




Kegiatan 1

Crustacea




A. Tujuan Praktikum

a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian crustacea.

b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan crustacea.

c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas crustacea.

d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam

praktikum.


B. Landasan Teori

Crustacea (bahasa latinnya, crusta = kulit) artinya mempunyai

kulit yang keras seperti udang, lobster dan kepiting. Crustacea

adalah hewan bercangkang. Cangkang merupakan rangka luar

yang keras yang terbuat dari zat kitin dan kapur. Tubuh crustacea

terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sefalotoraks dan abdomen. Hewan

crustacea merupakan hewan akuatik, meskipun ada yang hidup di
darat.




1. Morfologi Crustacea

Tubuh Crustacea terdiri dari kepala dan dada menyatu

(sefalotoraks) dan perut (abdomen) yang bersegmen-segmen. Tubuh

bagian kepala dan toraks terlindung oleh kulit yang keras disebut

karapaks. Karapaks berfungsi melindungi sefalotoraks. Bagian

kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenula,

sepasang antena, sepasang mandibula, dan dua pasang maksila.

Crustacea memiliki lambung dan hati yang terdapat dekat dengan

lambung.











14


2. Klasifikasi Crustacea

a. Entomostraca Atau Udang Tingkat Rendah

Jenis entomostraca ini ialah penyusun dari zooplankton yang

umumnya melayang di air dan menjadi makanan ikan. Pembagian

ordo dari hewan noktural yang hidup di air tersebut diantaranya

sebagai berikut:

Branchiopoda yaitu seperti Asellus aquaticus dan Daphina
pulex atau kutu air yang berkembang biak secara


parthenogenesis.
Ostracoda yaitu seperti Cyrus candida dan Codona suburdana

yang hidup di air laut atau tawar seperti plankton dengan

tubuh kecil dan bisa bergerak memakai antenna.

Copepoda yaitu seperti Argulus indicus dan Cyclops yang hidup

pada air tawar serta laut dan menjadi hewan plankton.

Cirripedia yaitu seperti Benake dan Sacculina yang memiliki

dada serta kepala tertutup karapaks berbentuk cakram serta

hidup di laut dengan cara melekat di bebatuan.



b. Malakostraca Atau Udang Tingkat Tinggi

Malakostraca ialah jenis crustacea yang banyak hidup di air

laut dan air tawar yang memiliki tubuh terdiri dari abdomen dan

juga sefalotoraks. Malakostraca ini dibagi menjadi 3 ordo yakni:

Isopoda yaitu memiliki bentuk tubuh yang pipih, berkaki sama

dan dorsiventral seperti Onicus asellus serta Limnoria

lignorum.

Stomatopoda yaitu seperti Squilla empusa atau udang belalang

yang bentuknya mirip belalang sembah dengan warna

mencolok dan hidup di laut.










15


Decapoda yaitu seperti kepiting, udang, rajungan dan ketam

yang memiliki jumlah kaki 10 dan menjadi kelompok jenis
udang yang banyak dikonsumsi manusia sebagai sumber

protein.




3. Peranan Crustacea dan Kaitannya Dengan Etnosains

Peranan Crustacea yang menguntungkan yaitu sebagai sumber

makanan yang mengandung protein hewani tinggi, misalnya

udang windu, rajungan, kepiting, lobster, sebagai zooplankton

yaitu menjadi sumber makanan ikan. Sedangkan peranan

Crustacea yang merugikan yaitu ketam air tawar memakan batang
padi yang masih muda.


Kaitan hewan crustacea dengan etnosains yaitu di daerah Riau
masyarakat menggunakan udang yang diolah menjadi makanan

yaitu cincalok. Kepiting dan lobster yang dimanfaatkan oleh

masyarakat Sumatera Barat sebagai makanan dengan berbagai

olahan. Selain itu, masyarakat Masyarakat Desa Pedindang,

Kabupaten Bangka Tengah juga menjadikan udang harlequin

Sulawesi (udang air tawar) sebagai obat kayep atau sakit kulit

dengan memanfaatkan bagian kepala udang yang dikeringkan,

kemudian ditumbuk dan dicampur dengan minyak kelapa. Lalu

dioleskan ke permukaan kulit yang terkena kayep atau sakit kulit
(Syafutra et al., 2022).





C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Papan bedah













16


2. Bahan

a. Udang air tawar (Palaemon paucidens)
b. Kepiting (Brachyura)




D. Cara Kerja


1. Letakkan objek (udang air tawar) dan kepiting di atas papan
bedah. Lalu amati morfologi dari hewan tersebut.

2. Kemudian tuliskanlah bagian-bagian pada gambar di bawah

ini dan buatlah keterangan atau fungsinya.




E. Hasil Pengamatan





























































17


Kegiatan 2

Myriapoda




A. Tujuan Praktikum

a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian myriapoda.

b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan myriapoda.

c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas myriapoda.

d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam

praktikum.


B. Landasan Teori

Myriapoda berasal dari bahasa (Yunani: myriad =banyak, podos

=kaki) yaitu hewan Arthropoda yang mempunyai kaki berjumlah

banyak. Contohnya kaki seribu. Hidup pada habitat yang lembab,

misalnya di bawah daun, batu, atau tumpukan kayu. Myriapoda

ada yang merupakan hewan karnivora (makanannya berupa

binatang kecil) dan herbivora (pemakan tumbuhan).




1. Morfologi Myriapoda
Myriapoda mempunyai bentuk tubuh yang langsing dan

panjang dengan segmen-segmen yang serupa. Pada setiap segmen

terdapat sepasang atau dua pasang kaki untuk berjalan. Tubuh

myriapoda terdiri dari kepala (kaput) dan perut (abdomen), dan

tidak mempunyai dada. Di bagian kepala terdapat sepasang antena,

sepasang mata yang terdiri dari oseli, mulut yang dilengkapi rahang

(mandibula) dan sepasang rahang atas (maksila). Myriapoda

bernapas dengan sistem trakea dan spirakel (lubang di permukaan

tubuh untuk bernapas) yang terdapat pada setiap segman
tubuhnya. Alat ekskresi berupa tubulus malpighi. Myriapoda

bereproduksi secara seksual, bersifat gonokoris dan fertilisasi

internal di tubuh betina.



18


2. Klasifikasi Myriapoda

a. Diplopoda
Diplopoda atau hewan berkaki seribu atau luwing. Bentuk tubuh

silindris panjang bersegmen, yang berjumlah sekitar 25-100

segmen. Tubuh terdiri atas sefalotoraks yang pendek dan perut

yang panjang. Pada kepala terdapat sepasang antena pendek.

Diplopoda bertelur (ovipar), makanannya berupa tumbuhan atau

sisa-sisa tumbuhan. Kaki seribu berjalan lambat, apabila terganggu

Diplopoda segera menggulungkan tubuhnya, seolah-olah mati.

Bernafas dengan trakea. Contoh: Luwing atau kaki seribu

(Trigoniulus corallinus)



b. Chilopoda
Chilopoda lebih dikenal dengan kelabang atau lipan. Tubuhnya

berbentuk pipih dorsoventral, dan terdiri atas 15-173 segmen, di

setiap segmen abdomen terdapat sepasang kaki di bagian lateral

kecuali segmen pertama di belakang kepala dan dua segmen

terakhir. Kaki pada segmen pertama di belakang kepala

termodifikasi menjadi cakar beracun disebut maksiliped, untuk

melumpuhkan mangsanya. Pada kepala terdapat sepasang antena

panjang yang terdiri atas 12 segmen. Chilopoda hidup di darat dan

bernapas dengan trakea yang bercabang-cabang ke seluruh
jaringan tubuhnya. Lubang trakea atau spirakel terdapat pada

setiap segmen. Contoh: Kelabang (Lithobius forficatus), dan Lipan

(Scolopendra morsitans).





















19


3. Peranan Myriapoda dan Kaitannya Dengan Etnosains

Hewan myriapoda berperan dalam memecah bahan-bahan
organik atau lapisan daun dan ranting-ranting di dasar hutan atau

kebun untuk membentuk humus. Sementara itu sengatan/gigitan

myriapoda (lipan) memiliki racun, sehingga dapat menyebabkan

kaku sementara dan perubahan warna kulit. Kaitan hewan

myriapoda dengan etnosains yaitu masyarakat mengganggap

kelabang, lipan, dan kaki seribu yang masuk ke dalam rumah

dianggap membawa petaka atau santet yang dapat mencelakai

anggota keluarga.



C. Alat dan Bahan


1. Alat

a. Papan bedah

b. Chloroform/eter



2. Bahan

a. Kaki seribu (Diplopoda)

b. Lipan (Chilopoda)




D. Cara Kerja

1. Biuslah kaki seribu dan lipan dengan menggunakan

chloroform atau eter.

2. Letakkan kaki seribu dan lipan yang sudah dibius di atas

papan bedah.

3. Kemudian amati morfologi hewan tersebut, lalu tuliskanlah

bagian-bagian hewan di bawah ini dan buatlah keterangannya.














20


E. Hasil Pengamatan



























































































21


Kegiatan 3

Arachnida




A. Tujuan Praktikum

a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian arachnida.

b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan arachnida.

c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas arachnida.

d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam

praktikum.


B. Landasan Teori

Kata Arachnida berasal dari bahasa Yunani, yaitu arachne yang

artinya laba-laba. Akan tetapi, bukan berarti anggota kelas ini

hanya laba-laba. Kalajengking merupakan salah satu contoh kelas

Arachnida yang jumlahnya sekitar 32 spesies. Ukuran tubuh

Arachnida bervariasi, ada yang panjangnya lebih kecil dari 0,5 mm

sampai 9 cm.




1. Morfologi Arachnida
Myriapoda mempunyai bentuk tubuh yang langsing dan

panjang dengan segmen-segmen yang serupa. Pada setiap segmen

terdapat sepasang atau dua pasang kaki untuk berjalan. Tubuh

myriapoda terdiri dari kepala (kaput) dan perut (abdomen), dan

tidak mempunyai dada. Di bagian kepala terdapat sepasang antena,

sepasang mata yang terdiri dari oseli, mulut yang dilengkapi rahang

(mandibula) dan sepasang rahang atas (maksila). Myriapoda

bernapas dengan sistem trakea dan spirakel (lubang di permukaan

tubuh untuk bernapas) yang terdapat pada setiap segman
tubuhnya. Alat ekskresi berupa tubulus malpighi. Myriapoda

bereproduksi secara seksual, bersifat gonokoris dan fertilisasi

internal di tubuh betina.



22


Respirasi dengan paru-paru buku, pada bagian ventral

tubuhnya terdapat lubang atau pori-pori yang merupakan muara

dari paru-paru buku. Sistem peredaran darah yang dimiliki adalah

sistem peredaran darah terbuka karena darah mengalir tanpa

melewati pembuluh darah. Arachnoidea juga memiliki sistem saraf

tangga tali. Alat ekskresi yang dimiliki berupa badan malphigi.

Khusus pada ordo Arachnida, pada daerah posterior terdapat dua

lubang yang berfungsi sebagai tempat keluarnya jaring disebut

sebagai spineret.




2. Klasifikasi Arachnida
a) Scorpionida, contoh: kalajengking, ketonggeng.

b) Arachnida, contoh: laba-laba.

c) Acarina, contoh: caplak, tungau.




3. Peranan Arachnida dan Kaitannya Dengan Etnosains

Peranan arachnida adalah sebagai agen pengendali hayati

(biokontrol) terhadap serangga hama, dan bioindikator terhadap

perubahan lingkungan. Kaitan hewan arachnida dengan etnosains

yaitu di daerah Riau mempercayai bahwa kalajengking,
ketonggeng yang masuk ke dalam rumah dianggap membawa


petaka atau santet, dan jaring laba-laba dapat dijadikan sebagai
obat luka. Masyarakat Suku Jerieng Provinsi Kepulauan Bangka

memanfaatkan kalajengking (Heterometrus spinifes) sebagai obat

asma dengan menggunakan seluruh tubuh yang direbus lalu

diminum air rebusannya (Nukraheni et al., 2019).


















23


C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Papan bedah

b. Chloroform/eter



2. Bahan

a. Kalajengking (Scorpiones)

b. Laba-laba (Araneus diadematus)




D. Cara Kerja

1. Biuslah kalajengking dan laba-laba dengan menggunakan

chloroform atau eter.

2. Letakkan kalajengking dan laba-laba yang sudah dibius di atas

papan bedah.

3. Kemudian amati morfologi hewan tersebut, lalu tuliskanlah

bagian-bagian dari hewan tersebut dan buatlah keterangannya.




E. Hasil Pengamatan








































24


Kegiatan 4

Insecta




A. Tujuan Praktikum

a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian insecta.

b. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi hewan insecta.

c. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan kelas insecta.

d. Mahasiswa dapat mengintegrasikan etnosains ke dalam

praktikum.


B. Landasan Teori

Insecta sering disebut serangga atau heksapoda. Heksapoda

berasal dari kata heksa berarti 6 (enam) dan kata podos berarti kaki.

Heksapoda berarti hewan berkaki enam. Diperkirakan jumlah

insecta lebih dari 900.000 jenis yang terbagi dalam 25 ordo. Hal ini

menunjukkan bahwa banyak sekali variasi dalam kelas insecta

baik bentuk maupun sifat dan kebiasaannya.




1. Morfologi Insecta
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (kaput), dada

(toraks), dan perut (abdomen). Alat pencernaan lengkap dan

memiliki kelenjar ludah. Alat pernapasan dengan sistem trakea,

dimana pada setiap segmen tubuhnya terdapat lubang trakea yang

disebut spirakel. Alat ekskresi berupa pembuluh malphigi.

Peredaran darah terbuka, dan sudah memiliki jantung pembuluh

dan anterior aorta. Jantung pembuluh terdiri dari 5 ruas dilengkapi

dengan lubang (ostia) (Maya et al., 2020).













25


Darah tidak mengandung hemoglobin tetapi mempunyai

hemosianin sehingga berwarna kuning kebiruan. Sistem saraf

tangga tali, pada kepala terdapat otak dan di setiap ruas tubuh

terdapat ganglion. Alat reproduksi terpisah antara jantan dan

betina dengan fertilisasi secara internal. Tubuh insecta ditutupi

oleh kutikula yang mengandung zat tanduk dan berfungsi sebagai

eksoskeleton. Insecta mengalami pelepasan eksoskeleton disebut

ekdisis (molting) (Maya et al., 2020).




2. Klasifikasi Insecta

Berdasarkan ada tidaknya sayap, Insekta dibedakan menjadi
dua subkelas, yaitu:

a) Apterygota (kelompok insekta yang tidak mempunyai sayap,

sedikit atau tidak mengalami metamorfosis), contohnya kutu

buku (Lepisma), dibedakan tiga ordo yaitu: Thysanura, Collembola,

dan Protura

b) Pterygota (kelompok insecta yang mempunyai sayap, dan

mengalami metamorfosis), contohnya anai-anai, walang sangit,

belalang, capung, semut, lalat, nyamuk, kumbang, lebah madu,

kupu-kupu.




3. Peranan Insecta Dan Kaitannya Dengan Etnosains
Peranan insekta yang menguntungkan adalah membantu

penyerbukan, yang dilakukan oleh kupu-kupu dan kumbang,

produksi serat sutera oleh ulat sutera (Bombyx mori), penghasil
madu oleh lebah madu (Apis mellifera), untuk dimakan, misalnya

laron, gangsir, dan larva lebah madu, untuk obat tradisional,

dalam ekologi, insecta merupakan bagian dari rantai makanan
penting dari berbagai konsumen, dan berbagai insecta tanah

berperan sebagai penggemburan tanah.








26


Sedangkan peranan insekta yang merugikan adalah merupakan


vektor penyakit pada manusia, misalnya nyamuk Anopheles
stephensi sebagai vektor penyakit malaria dan nyamuk Aedes


aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah, parasit pada
manusia, hewan, dan tumbuhan, misalnya caplak dan merusak


tanaman budidaya, misalnya wereng dan ketam kenari.
Kaitan hewan insekta dengan etnosains adalah Masyarakat

Desa Kalipelus Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara

menggunakan sarang semut Maluku untuk menyembuhkan
penyakit kanker payudara dengan cara merebus sarang semut


kemudian diminum 2 kali sehari, semut Jepang juga digunakan
sebagai obat diabetes dengan cara dikonsumsi hidup-hidup.

Undur-undur dijadikan sebagai obat diabetes dengan

menggunakan seluruh tubuh dan dikonsumsi dalam keadaan

hidup-hidup. Lebah digunakan untuk diambil madu dan

sengatannya yang berfungsi sebagai kekebalan tubuh, sengatan

lebah juga dapat menjadikan tubuh menjadi kebal terhadap racun,

Capung digunakan untuk menyembukan kebiasaan mengompol

pada anak. Bagian yang digunakan yaitu gigitannya. Capung

digigitkan pada bagian pusar berulang kali (Prastikawati et al.,
2020).

Masyarakat Suku Jerieng memanfaatkan kecoa tanah (Blatella

sp.) sebagai obat sakit gigi dengan menggunakan badan kecoa yang

digosongkan lalu ditempelkan pada bagian pipi yang berletakkan

dengan gigi yang sakit. Lebah madu (Apis dorsata) digunakan

sebagai obat batuk. Undur-undur (Mymeleon sp.) digunakan

sebagai obat penyakit kuning, maag, dan diabetes melitus dengan

menggunakan seluruh tubuh dan dikonsumsi tanpa diolah

terlebih dahulu (Nukraheni et al., 2019).








27


Masyarakat Maluku dan Suku Kamoro dari Papua menjadikan
larva kumbang sagu yang biasa disebut ulat sagu sebagai makanan

baik dengan cara dibakar seperti sate, dimakan mentah (hidup-

hidup sebagai obat batuk, kupu-kupu yang masuk rumah

menandakan akan kedatangan tamu. Masyarakat Toba meyakini

jika capung yang masuk ke dalam rumah pada malam hari adalah

pertanda sial dan akan ada hal buruk yang menimpa salah satu

anggota keluarga. Jika capung masuk ke rumah pada siang hari,

capung membawa berkah serta keberuntungan bagi penghuni

rumah.

Masyarakat Dinoyo Malang menggunakan belalang jati

(Valanga nigrocornis) sebagai obat jantung, asma, dan tonikum
dengan menggunakan seluruh tubuh belalang dan diolah dengan

cara digoreng atau direbus. Tawon (Apis melifera) sebagai obat linu

digunakan dengan cara disengatkan langsung pada bagian tubuh

yang mengalami linu. Kutu rambut (Pediculus humanus) untuk

mengobati penyakit kuning/hati dengan cara dimakan dengan

pisang mas dan ditambahkan temulawak. Ketonggeng (Uropygi)

untuk mengobati gatal-gatal yang diolah dengan cara digoreng

atau dipanggang. Undur-undur (Mymeleon sp.) untuk mengobati

penyakit kuning atau hati serta diabetes yang digunakan dengan
cara dimakan dengan pisang mas dan juga digoreng (Zayadi et al.,


2016).




C. Alat Dan Bahan

1. Alat

a. Papan bedah

b. Chloroform/eter










28


2. Bahan

a. Semut (Formicidae)

b. Lebah madu (Apis dorsata)

c. Belalang (Caelifera)



D. Cara Kerja

1. Biuslah semut, lebah, dan belalang dengan menggunakan

chloroform atau eter.

2. Letakkan semut, lebah, dan belalang yang sudah dibius di atas
papan bedah.

3. Kemudian amati morfologi hewan tersebut, lalu tuliskan

keterangan atau fungsi dari bagian-bagian tubuh hewan

tersebut!.



E. Hasil Pengamatan




















































29


GLOSARIUM








Abdomen : Perut

Caput : Kepala

Chelicera : Alat sengat.

Ekdisis : Peristiwa molting atau gantinya kutikula


(eksoskleton) pada arthropoda.

Eksoskeleton : Rangka luar atau kerangka luar.

Gonokoris : Satu individu terdapat satu jenis kelamin.

Heterotropik : Organisme yang membutuhkan bahan

organik untuk makanannya.

Karapaks : Cangkang keras yang melindungi organ


dalam pada tubuh.

Kitin : Polisakarida struktural yang digunakan untuk

menyusun eksoskleton dari artropoda.

Kutikula : Bagian yang mengalami pembentukan dari

suatu proes penebalan pada bagian dinding

sel luar dari epidermis bagian atas.


Maksila : Tulang rahang atas pada manusia yang

memiliki fungsi dalam menyokong gigi-gigi

yang berada dibagian atas mulut.

Maksiliped : Pelengkap yang berfungsi sebagai mulut.

Mandibula : Tulang rahang bawah yang berfungsi sebagai


tempat menempelnya gigi geligi rahang

bawah.






30


Oseli : Bintik mata yang mengandung pigmen yang


peka terhadap cahaya.

Ostia : Lubang pada dinding tubuh porifera sebagai

tempat masuknya air.

Parthenogenesis: Reproduksi aseksual yakni kemampuan

suatu ovum untuk berkembang menjadi

individu baru tanpa dibuahi sperma.

Pedipalpus : Sepasang kaki tambahan yang terletak

dibagian cephalothorax yang digunakan

sebagai alat bantu menangkap mangsa.

Sefalotoraks : Penyatuan tubuh bagian sefal atau kaput

(kepala) dan bagian toraks (dada).


Spineret : Kelenjar sutera yang bermuara pada organ di

ujung posterior di sebelah ventral anus,

berbentuk kerucut, dan berputar bebas dan

memiliki banyak lubang spigot (lubang

pengeluaran cairan protein elastik).

Spirakel : Organ tubuh yang berfungsi sebagai tempat

pelepasan air, pelepasan karbondioksida,

serta tempat pengambilan oksigen pada

serangga.

Toraks : Rongga dada.


























31


DAFTAR PUSTAKA




Campbell, Neil A., dan Jane B. Reece. (2010). Biologi Edisi Kedelapan
Jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga.




Fitriah, E., Sahrir, D. C., & Umami, M. (2019). Panduan Praktikum

Zoologi Avertebrata. Cirebon: Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Syekh Nurjati Cirebon.



Maya, Sri, Nurhidayah. (2020). Zoologi Invertebrata. Bandung:

Widina Bhakti Persada Bandung.




Nukraheni, Y. N., Afriyansyah, B., & Ihsan, M. (2019). Ethnozoologi
Masyarakat Suku Jerieng Dalam Memanfaatkan Hewan

Sebagai Obat Tradisional Yang Halal. Journal of Halal

Product and Research, 2(2), 60-67.




Prastikawati, W., & Husain, F. (2020). Pemanfaatan Hewan Sebagai
Obat Dalam Pengobatan Tradisional Masyarakat Kalipelus

Kabupaten Banjarnegara. Solidarity: Journal of Education,

Society and Culture, 9(1), 964-977.




Rusyana, Adam. (2014). Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktek).
Bandung: Penerbit Alfabeta.




Syafutra, R., Fitriana, F., Heri, H., Ahka, R., Febriyani, R., &

Mubinan, M. F. (2022). Pemanfaatan Satwa Liar Sebagai Obat

Tradisional Oleh Masyarakat Desa Pedindang, Kabupaten
Bangka Tengah. Biogenesis, 18(1), 33-41.




Zayadi, H., Azrianingsih, R., & Sjakoer, N. A. A. (2016). Pemanfaatan

Hewan Sebagai Obat-Obatan Berdasarkan Persepsi

Masyarakat Di Kelurahan Dinoyo Malang. Jurnal Kesehatan

Islam, 4(1), 1-5. 32


Click to View FlipBook Version