The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Makalah Kelompok 5 Aliran Qadariyah dan Jabariyah 7

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by FAJAR HANAPIE HASIBUAN, 2020-12-29 00:56:19

Makalah Kelompok 5 Aliran Qadariyah dan Jabariyah 7

Makalah Kelompok 5 Aliran Qadariyah dan Jabariyah 7

Keywords: ilmu kalam

MAKALAH
ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM (QODARIYAH DAN

JABARIYAH)

DOSEN PEMBIMBING:
Asep Ubaidillah M.Sy

Disusun oleh :
Akyad

Dzikri Ahmad Musyaffa
Fachresi Arya Ramadhan

Fakultas Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an Jakarta

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang, kami
pamjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan
inayah Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesikan makalah tentang ALIRAN-ALIRAN
DALAM ILMU KALAM (QODARIYAH DAN JABARIYAH)

Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Maka dari itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan
memotivasi kami dari semua pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen dan teman
kelompok yang telah berperan dalam pembuatan makalah ini dari awal sampai selesai.

Semoga makalah ini bermanfaat sesuai dengan harapan.

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN……………...……………………………………………………..3
A. Sejarah perkembangan Aliran Qodariyah dan Jabariyah...................................... 3
B. Tokoh – Tokoh aliran Qadariyah dan Jabariyah .................................................... 7
C. Ajaran Pokok dan Perbandingan aliran Qadariyah dan Jabariyah ...................... 7
D. Dalil Al-Qur’an yang menjadi landasan masing masing aliran.............................. 8
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………......10
A. Kesimpulan ............................................................................................ ...................10
B. Saran.......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam
tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode
Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan
syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini
adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam.
Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata
dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai
mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai
teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama.
Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah
digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul
dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi
perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan
teologi.[[2]]
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam
bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui
perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut
dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar
persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan
berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya.
Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal,
keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran,
yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah danQadariyah. Dalam makalah
ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang

1

aliran Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya
sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan aliran Qadariyah dan Jabariyah?
2. Siapa saja tokoh aliran Qadariyah dan Jabariyah?
3. Apa ajaran pokok dan perbandingan aliran Qadariyah dan Jabariyah?
4. Dalil Al-Qur’an yang menjadi landasan dari mereka apa?
C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk kita mengetahui tentang
perkembangan kedua aliran ini saat itu dan kita juga tahu mereka ada berapa golongan,
tokoh nya siapa saja dan landasan berfikir mereka itu apa. Agar kita tidak terjerumus atau
mengikuti ajaran dari kedua aliran tersebut.

2

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah dan Jabariyah
Sejarah dan perkembangan Qadariyah.
Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang berarti kemampuan dan
kekuatan. Nama Qadariyah juga berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrah atau kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri,
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau ketentuan
Allah.
Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya. Seseorang dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbuatan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini
berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada
qadar Tuhan
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang yang
berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki
kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia
mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.

2

Sejarah Timbulnya Aliran Qadariyah

a. Pendapat Ahmad Amin

Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema yang masih
diperdebatkan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah
pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah
seorang atba’ tabi’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun
Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin
Affan.[12]

b. Pendapat Ibnu Nabatah

Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi
lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula
beragama kristen kemudian beragama islam dan balik lagi keagama kristen. Dari oranginilah
Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang Irak yang dimaksud sebagaimana dikatakan
Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al Auza’i adalah Susan.

c. Pendapat W. Montgomery

Sementara itu, W. Montgomery watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter
dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melaului majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel
ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah
Abdul malik olah Hasan Al-Basri termasuk orang Qadariyah atau bukan. Hal ini memang
menjadi perdebatan, namun yang jelas, berdasarkan catatannya terdapat dalam kitab Risalah ini
ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas memilih antara berbuat baik atau buruk.

Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah penganut Qadariyah yang
hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan
Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah
belajar pada Hasan Al-Bashri, maka sangat mungkin faham Qadariyah ini mula-mula
dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah
dalam Syahrul Al- Uyun bahwa fahan Qadariyah berasal dari orang irak kristen yang masuk
islam kemudian kembali lagi kekristen,adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat
dengan faham ini agar orang-orang yang tidak tertarik dengan pikiran Qadariyah. Lagipula
menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher , dikalangan gereja timur ketika itu terjadi
perdebatan tenteng butir doktrin Qadariyah yang mencekam pikiran para teologinya.

Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada baiknya jika meninjau
kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peniti
sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak
sekali. Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan
Al-Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama
tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah masuk islam pendapatnya itu
diambil oleh Ma’bad dan Ghallian. sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di
Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang yang banyak dipekerjakan di istana-istana.

3

Sejarah dan perkembangan Jabariyah

Pengertian Jabariyah

Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dalam istilah Inggrisnya paham
ini disebut fatalism atau predestination. Dalam kamus Jhon M. Echols, pengertian fatalism
adalah kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya, sedangkan predestination adalah
takdir. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah
adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah
menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah.
Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Sehingga makna secara umum adalah bahwa perbuatan manusia telah ditentukan oleh Qodo dan
Qadar Tuhan.

Dalam konteks pemikiran kalam, istilah jabariyah diartikan bahwa manusia makhluk yang
terpaksa di hadapan Tuhan.

Menurut Syahrastani, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara
hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt. Artinya, manusia tidak punya
andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa
setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan
oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam
berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah
aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih.
Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah.
Paham Jabariyah ini dalam sejarah teologi Islam ditonjolkan pertama kali oleh al-Ja’d Ibn
Dirham. Tetapi yang mengembangkannya kemudian adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan.
Jahm Ibn Safwan merupakan pendiri golongan Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah. Ia ikut dalam
gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Jahm yang terdapat dalam aliran jabariyah sama
dengan Jahm yang mendirikan golongan al-Jahmiah dalam kalangan Murji’ah sebagai sekretaris
dari Syuraih ibn al-Harits, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam
perlawanan itu Jahm dapat ditangkap dan kemudian dihukum mati di tahun 131 H.
Sepeninggalnya, faham jabariyah terbabi menjadi tiga firqoh yaitu aliarn Jabariyah Jahamiyah
(ekstrim), Jaham Najjamiyah (moderat) dan Jabariyah Dhirariyah.

Selain dua tokoh tersebut, ada satu nama lagi yang cukup dikenal di kalangan Jabariyah, yaitu al-
Husein Ibn Mahmud al-Najjar, seorang tokoh dari golongan Jabariyah moderat. Paham yang
dibawa tokoh-tokoh Jabariyah ini adalah lawan ekstrim dari paham yang dianjurkan Ma’bad dan
Ghailan.

2

Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama
Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara
telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik
matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput
yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya
udara.[29]

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan
untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka
merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung
dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.[30]

Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin
Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang
mendirikan aliran jahmiyah dalam kalangan Murji’ah. Ia adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris
dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan Bani Umayah. Sebenarnya faham al-Jabar
sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah
berikut ini:

Suatu ketika nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir tuhan.
Nabi melarang mereka untuk mendebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan
penafsiran tentang ayat-ayat tuhan mengenai takdir.

Khalifah umar bin khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika
dientrogasi, pencuri itu berkata” tuhan telah menentukan aku mencuri” mendengar ucapan itu,
umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada tuhan. Oleh karena itu, umar
memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan. Kedua,
hukuman dera karena menggunakan dalil takdir tuhan.

Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan
pahala. Orang itu bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu terjadi dengan qadha
dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa
qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan
paksaan, maka tidak ada pahala dengan siksa, gugur pula janji dan dan ancaman Allah, dan tidak
ada pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.

Pada pemerintahan daulah Bani Umayyah, pandangan tentang al-Jabar semakin mencuat ke
permukaan. Abdullah bin Abbas, melalui suratnya memberikan reaksi kertas kepada penduduk
syria yang diduga berfaham jabariyah.

Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya
diibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama yahudi bermazhab Qurra dan
agama kristen bermazhab Yacobit.

2

Sejarah Timbulnya Aliran Jabariyah

Pola pikir Jabariyah kelihatannya sudah dikenal bangsa Arab sebelum Islam.
Keadaan mereka yang bersahaja dengan lingkungan alam yang gersang dan tandus,
menyebabkan mereka tidak dapat melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan
kemauan mereka. Akibatnya, mereka lebih bergantung pada kehendak alam. Keadaan ini
membawa mereka pada sikap pasrah dan fatalistik.

Pada masa Nabi, benih-benih paham Jabariyah itu sudah ada. Perdebatan di antara
para sahabat di seputar masalah qadar Tuhan merupakan salah satu indikatornya.
Rasulullah saw. menyuruh umat Islam beriman kepada takdir, tetapi beliau melarang
mereka membicarakannya secara mendalam. Pada masa sahabat (Khulafa at-Rasyidin)
kelihatannya sudah ada orang yang berpikir Jabariyah. Diceritakan bahwa Umar ibn al-
Khatab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata,
"Tuhan telah menentukan aku mencuri." Umar menghukum pencuri itu dan
mencambuknya berkali-kali. Ketika keputusan itu ditanyakan kepada Umar, ia
menjawab: "Hukum potong tangan untuk kesalahannya mencuri, sedang cambuk (jilid)
untuk kesalahannya menyandarkan perbuatan dosa kepada Tuhan.

Sebagian sahabat memandang iman kepada takdir dapat menia-dakan rasatakut
dan waspada. Ketika Umar menolak masuk suatu kotayang di dalamnyaterdapat wabah
penyakit, mereka berkata, "Apakah Anda mau lari dari takdir Tuhan?" Umar menjawab:
"Aku lari dari takdir Tuhan ke takdir Tuhan yang lain." Perkataan Umar ini menunjukkan
bahwa takdir Tuhan melingkupi manusia dalam segala keadaan. Akan tetapi, manusia
tidak boleh mengabaikan sebab-sebabterjadinyasesuatu, karena setiap sesuatu yang
memiliki sebab berada di bawah kekuasaan manusia (maqdurah)

Pada masa pemerintahan Bani Umayah, pandangan tentang jabar semakin
mencuat kepermukaan. Abdullah ibn Abbas dengan suratnya,memberi reaksi keras
kepada penduduk Siria yang diduga berpaham Jabariyah. Hal yang sama dilakukan pula
oleh Hasan Basri kepada penduduk Basrah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pada
waktu itu sudah mulai banyak orang yang berpaham Jabariyah.

Dari bukti-bukti di atas dapat dikatakan bahwa cikal-bakal paham Jabariyah sudah
muncul sejak awal periode Islam. Namun, Jabariyah sebagai suatu pola pikir (mazhab)
yang dianut, dipelajari, dan dikembangkan terjadi pada akhir pemerintahan Bani
Umayah. Paham ini ditimbulkan buat pertama kalinya oleh Ja'ad ibn Dirham. Akan tetapi
yang menyebarkannya adalah Jahm ibn Shafwan. Ja'ad sendiri menerima paham ini dari
orang Yahudi di Siria. Pendapat lain menyatakan bahwa Ja'ad menerimanya dari Aban
ibn Syam'an, dan yang terakhir ini menerimanya dari Thalut ibn Ashamal-
Yahudi.Dengan demikian, paham Jabariyah berasal dari pemikiran asing, Yahudi maupun
Persia. Sungguh-pun demikian, di dalam al-Qu'ran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat
dibawa pada paham Jabariyah. Misalnya, ayat-ayat berikut ini:

Artinya: Mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki.
(QS. al-An'am: 112).

5

Artinya: Bukanlah engkau yang melontar ketika engkau melontar (musuh), tetapi
Allahlah yang melontar (mereka). (QS. al-Anfal: 17),
Artinya: Kamu tidak menghendaki, kecuali Allah menghendaki. (Q.S. al-lnsan: 30).
Ayat-ayat ini jelas dapat dibawa pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah sebabnya,
mengapa hingga kini pola pikir Jabariyah itu masih tetap terdapat di kalangan umat Islam
sungguhpun para penganjurnya yang pemula telah lama tiada.

2

B. Tokoh-tokoh Aliran Qadariyah dan Jabariyah

Kaum Qadariyah memliki beberapa tokoh di antaranya adalah :

1) Ma;bad Al-Juhni
2) Ja’ad bin Dirham.
3) Ghailan Al-Dimasyqi

Sedangkan tokoh-tokoh dari kaum Jabariyah sebagai berikut :

1) Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan
2) Al Ja’ad bin Dirham
3) Husain bin Muhammad Al-Najjar
4) Dirar Ibn ;Amr

C. Ajaran pokok Aliran Qadariyah dan Jabariyah

Ajaran pokok Qadariyah

Di antara ajaran pokok Qadariyah adalah berikut ini.

1. Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan
dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara
kedua aliran ini kurang begitu jelas.

2. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh
kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah
akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini
sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
tindakan tanpa campur tangan tuhan.

3. Manusia Mempunyai Qudroh
4. Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan “bahwa sesungguhnya Allah telah

menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat melaksanakan
apa yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah memberi beban
kepada manusia, maka beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah
itu adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi”.
5. Pemahaman yang dimiliki Qodariyah ditujukan kepada qudrat yang dimiliki manusia.
Namun terdapat perbedaan antara qudrat manusia dengan qudrat Tuhan. Qudrat
Tuhan bersifat abadi, kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak berbilang.
Sedangkan qudrat manusia adalah sementara, berproses, bertambah dan berkurang,
dapat hilang.
6. Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula melakukan atau
menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka

7

Qadariyah yang lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai
daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
7. Dari beberapa penjelasan diatas, dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun
berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya
dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.

Ajaran pokok Jabariyah

Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim
dan moderat.

Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya
adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang
keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka,
konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan
nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah
ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh
kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan
manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan
indera mata di akherat kelak.Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah
Khalisah.

Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Alquran
adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak
mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar.
Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.

Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak
berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan
kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan
manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang
diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.

Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia,
baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga
tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi
pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh yang
berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan
menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-

2

Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan
indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.

2

D. Dalil-dalil yang menjadi landasan Ajaran Qadariyah dan Jabariyah

Berikut adalah dalil-dalil yang menjadi dasar ajaran qodariyah:
1. Q. S. Al-Kahfi ayat 29:
29. Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.[18]
2. Q. S. Ar-Rad: 11
11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah
Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka
sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.[19]
3. Q.S. An-nisa: 111

111. Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk
(kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[20]

Berikut adalah dalil-dalil yang menjadi dasar ajaran Jabariyah:
1. QS ash-Shaffat: 96
96. Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".[35]

2. QS al-Anfal: 17
17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah

yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-
lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi
kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.[36]

3. Q.S. al-Insan: 30
30. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksan

8

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:

1. Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan
hambaNya dan berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan terhadap
makhlukNya.

2. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt. Artinya, manusia tidak punya
andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan
segala-galanya.

3. Takdir adalah sesuatu yang harus kita imani, dan ini merupakan salah satu rukun dari
enam rukun iman.

4. Agama kita adalah agama rasional, sesuai dengan sabda Rasulullahi Saw: “Laa diina
liman laa ‘aqla lah”. Tetapi tidak semuanya yang bisa kita terima dengan akal, ada
beberapa hal yang harus kita terima dengan iman. Imam ‘Ali pernah berkata:
“Seandainya semua hal dalam agama ini bisa diakali, pastilah telapak khuf lebih
utama untuk disapu.”

5. Semoga makalah ini dapat bermanfaat kita, terutama dalam memahami paham-paham
Qadariyah dan Jabariyah. Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi bahasa, sistematika penulisan, dan lain lain. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

6. Kami mohon maaf atas semua kekurangan dan keterbatasan. Terima kasih atas
kerjasama dan saran dari pembaca semua. Wassalam.

B. Saran

Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi.Yang baik datangnya dari Allah SWT, dan yang buruk
datangnya dari kami sebagai hamba-Nya. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini
jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi. jadi kami
harapkan saran dan juga kritiknya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah kami selanjutnya.

10

DAFTAR PUSTAKA

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, 1986. Jakarta:
UI-Press, Cet ke-5.

Jhon M.Echols, Kamus Inggris Indonesia, Cet. XXVIII. 2006. Jakarta: Gramedia.

K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Cet. Ke-3. 2000. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

M. Hanafi, Theologi Islam. 1992. Jakarta:Pustaka Al-Husna.

Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari Mabahits fi Ulum al-
Qur'an. 2004. Jakarta: Litera AntarNusa

Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta, hal. 43

Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 33

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 70.

AB Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam. 2008.
Banjarmasin: Antasari Press, hal. 68.

Ahmad Amin, Fajr Islam. 1965. Kairo: al-Nahdhah, hal. 255

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 70.

Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran,
1996. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 74

Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 34.

Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub
Ilmiah, hal. 38.

Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 31.

[Type text] 11

[Type text]


Click to View FlipBook Version