I KATA PENGANTAR Puji syukur tim penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan Rahmat dan karunia-Nya Sehingga buku ini dapat terselesaikan. Buku ini berjudul "Psikologi Pendidikan", sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Teknologi Informasi Dan Komunikasi Oleh bapak Dr.Winara,S.Si, M.Pd. Adapun materi yang dibahas dalam buku ini adalah mengenai "Psikologi Pendidikan" yang harus diketahui oleh calon guru di Sekolah Dasar. Dalam penyusunan buku ini, Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan buku ini dimasa yang akan datang. Akhir kata, Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Medan, Maret 2023 Nasyitha Andani Putri
II DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................................... I DAFTAR ISI........................................................................................................................II BAB 1 PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN A....Defenisi Psikologi Pedidikan................................................................................................1 B... Psikologi Pendidikan Sebagai Disiplin Ilmu..............................................................1 C... Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pendidikan......................................................... 3 D...Kontribusi Psikologi Pendidikan bagi Teori dan Praktek Pendidikan...................... 4 E... Sejarah Psikologi Pendidikan................................................................................... 6 BAB 2 INTELEGENSI A... Pengertian Intelegensi.............................................................................................8 B... Teori-Teori Intelegensi.............................................................................................9 C... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi ......................................................11 BAB 3 BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A... Pengertian dan Tujuan Belajar................................................................................ 13 B... Faktor faktor yang mempengaruhi belajar..............................................................14 C... Kedudukan Belajar dalam Strategi Pembelajaran................................................... 15 D...D. Belajar dari Masa ke Masa.................................................................................. 16 E... E. Teori Pokok Belajar.............................................................................................. 17 BAB 4 MODEL PEMBELAJARAN Macam Macam Model Pembelajaran.......................................................................... 19 BAB 5 MOTIVASI BELAJAR A... Defenisi Motivvasi................................................................................................... 24 B... Teori Motivasi.......................................................................................................... 24 C... Komponen Motivasi.................................................................................................25 D...Hal Hal yang Mempengaruhi Motivasi.................................................................... 26 E....Cara Meningkatkan Atau Mempertahankan Motivasi Siswa..................................27 F....Pentingnya Motivasi................................................................................................ 28 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 30
1 A. Defenisi Psikologi Pendidikan Pengertian dan definisi psikologi dapat dilihat dari dua sudut yakni etimologi dan terminologi. Menurut etimologi (asal usul kata) Psikologi Pendidikan dapat dijabarkan dalam dua kata yakni "psikologi" dan "pendidikan". Psikologi pertama secara etimologi adalah istilah hasil peng-Indonesia- an dari bahasa asing yakni bahasa inggris "psychlogy", istilah psychology sendiri berasal dari kata yunani "psyche" yang dapat diartikan sebagai roh, jiwa atau daya hidup dan "logis" yang dapat diartikan ilmu. Kedua secara terminologi (istilah) maka psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari atau menyelidiki pernyataan- pernyataan. Pendidikan yang berasal dari kata didik dalam Bahasa Indonesia juga berasal dari transeletasi peng-Indonesia-an dari Bahasa Yunani yaitu "Peadagogie". Secara etimologi pedagogie berarti bimbingan yang diberikan pada si anak. Menurut terminologi yang lebih luas maka pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tujuan hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental /Sudirman N, 1992:4). Beberapa definisi di atas penulis anggap dapat mewakili banyak definisi yang dikemukakan para ahli. Untuk itu sedikitnya ada dua hal penting yang harus dijelaskan dari pengertian Psikologi Pendidikan yakni: 1. Psikologi Pendidikan adalah pengetahuan kependidikan yang didasarkan atas hasil-hasil temuan riset psikologi. 2. Hasil hasil riset psikologi tersebut kemudian dirumuskan sehingga menjadi konsep konsep, teori-teori, dan metode- metode serta strategi yang utuh. dengan dasar yang dapat ditegaskan definisi dan pengertian psikologi pendidikan yaitu suatu cabang ilmu jiwa yang membahas tingkah laku anak pada proses pendidikan. B. Psikologi Pendidikan Sebagai Disiplin Ilmu Kerangka kerja ilmu sebagai sebuah pengetahuan ilmiah didasarkan pada tiga syarat utama yakni; obyek, metode dan sistematika (Jujun S. Suriasumantri, 1984:9). Kualifikasi dari tiga syarat inilah yang menjadi satu disiplin ilmu diterima jajaran ilmu-ilmu lainnya sebagai sebuah disiplin yang berdiri sendiri atau tidak. Psikologi Pendidikan yang BAB 1 PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
2 membindangi kajian praktis tentang kependidikan memiliki kapling yang spesifik yakni sebagai berikut: 1. Obyek Setiap ilmu pengetahuan ditentukan oleh obyeknya. Ada dua macam obyek ilmu pengetahuan, yakni obyek materia dan obyek forma. Dalam psikologi pendidikan pembagian obyek pembahasan ini sebagai berikut: a. Obyek material Obyek materia Psikologi Pendidikan adalah penghayatan dan tingkah laku manusia. b. Objek Formal Obyek formal dari Psikologi Pendidikan ini adalah aspek studi tentang human behavior dan human relationship dalam bidang atau sudut tinjau kependidikan. Konkretnya adalah proses pembimbing mengajar dan melatih anak dalam dunia pendidikan. 2. Metode Metode yang digunakan dalam psikologi pendidikan tidak jauh berbeda dengan psikologi lainnya. Pada dasarnya metode itu meliputi usaha mengumpulkan data, pengelolaan dan penyimpulannya. Beberapa metode yang lazim digunakan dalam psikologi pendidikan adalah sebagai berikut: a. Metode Observasi adalah metode yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku peserta didik dalam situasi yang wajar dilaksanakan dengan berencana kontinu dan sistematika serta diikuti dengan upaya mencatat dan merekam secara lengkap. b. Metode eksperimen dan tes Metode eksperimen dan tes adalah sengaja menciptakan situasi buatan dalam pendidikan dalam situasi ini ditempatkan objek penelitian tertentu dengan memberikan tugas yang harus dilakukan oleh subjek baik tugas tertulis maupun dengan lisan. C. Metode kuessioner dan interview Metode ini disebut juga angket di mana berupa daftar yang memuat sejumlah pertanyaan disampaikan kepada subjek untuk dijawab kemudian hasil jawaban dianalisis dan disimpulkan.
3 C. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pendidikan Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena antara psikologi dengan ilmu pendidikan mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak ia lahir sampai mati. Pendidikan tidak akan berhasil dengan baik jika tidak dibarengi dengan psikologi. Demikian pula watak dan kepribadian seseorang ditunjukkan oleh psikologi. Oleh karena begitu eratnya hubungan antara psikologi dengan ilmu pendidikan, maka lahirlah yang namanya psikologi pendidikan. Dasar-dasar psikologis ini sangat dibutuhkan para pendidik untuk mengetahui prilaku anak didiknya, apakah anak didiknya dalam keadaan yang baik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, atau dalam keadaan yang tidak baik. Kalau demikian, pendidik sangat membutuhkan pengetahuan ini untuk mengatasi anak didik yang seperti itu dan memotivasinya agar tetap dalam keadaan yang semangat dalam belajar. Selain untuk mengetahui prilaku anak didiknya, dasar-dasar psikologis ini juga dapat mengendalikan prilaku para pendidik dan memberikan prilaku yang lebih bijaksana dalam menghadapi keanekaragaman karakteristik anak didiknya. Seorang pendidik memang sangat membutuhkan pengetahuan seperti ini, agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan dan tentunya dapat berhasil mencapai tujuan dengan cemerlang sesuai dengan lembaga pendidikan itu. Reber (dalam Sobur, 2003: 71) menyebut psikologi pendidikan sebagai subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut: Penerapan dalam prinsip-prinsip belajar dalam kelasPengembangan dan pembaruan kurikulumUjian dan evaluasi bakat dan kemampuanSosialisasi proses dan interaksi dengan pendayagunaan ranah kognitifPenyelenggaraan pendidikan keguruan.Dari penjelasan tersebut, maka jelas bahwa adanya keterkaitan antara psikologi dengan ilmu pendidikan, yang mana fokus utama dari psikologi pendidikan ini adalah interaksi pendidik dan peserta didik.
4 D.Kontribusi Psikologi Pendidikan bagi Teori dan Praktek Pendidikan a. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum merupakan salah satu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional. Pengembangan kurikulum dilaksanakan karena pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam proses pembelajaran, karena dalam proses pembelajaran itu tedapat empat bagian penting dalam kurikulum meliputi: tujuan, isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Keempat bagian tersebut saling berkaitan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional.Pengembangan kurikulum tidak dilaksanakan hanya sesuai dengan kehendak seseorang atau suatu pihak, tetapi harus berpijak pada landasan-landasan (filosofis, psikologis, sosiologis, dan IPTEK) dan prinsip- prinsip (umum dan khusus) yang telah ada. b. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Program Pendidikan Kontribusi psikologi pendidikan terhadap pengembangan program pendidikan antara lain sebagai berikut. 1) Pengembangan program pendidikan, misalnya penyusunan jadwal pelajaran, jadwal ujian, dst. Hal ini tidak bisa lepas dari aspek psikologis peserta didik; 2) Untuk menyusun jadwal pelajaran diperlukan pengetahuan psikologi pendidikan.Tingkat kesukaran mata pelajaran berbeda-beda untuk setiap mata pelajaran. Agar seluruh materi pelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa, perlu penyusunan jadwal pelajaran dengan mempertimbangkan tingkat kesukarannya baik urutannya maupun waktunya. Misalnya mata pelajaran matematika ditempatkan pada jam pertama agar dapat diterima dengan baik oleh siswa, sedangkan mata pelajaran seni ditempatkan pada jam terakhir untuk meningkatkan gairah belajar siswa yang sudah lelah oleh berbagai materi pelajaran yang berat sebelumnya 3) Penentuan jurusan atau program; 4) Pengembangan program harus mengacu pada upaya pengembangan kemampuan potensial peserta didik. c. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
5 Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran.Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran.Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran. Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran. Kontribusi psikologi pendidikan terhadap sistem pembelajaran adalah dalam hal: 1) pemilihan teori belajar yang akan diaplikasikan; 2) pemilihan model-model pembelajaran; 3) pemilihan media dan alat bantu pembelajaran; dan 4) penentuan alokasi waktu belajar dan pembelajaran. d. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Evaluasi Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu. Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Ada sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu. Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal. Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan pendidik dalam melaksanakan tugas profesionalnya, karena pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis. Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi
6 menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian, keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. E. Sejarah Psikologi Pendidikan Tokoh paling dikenal publik psikologi dalam sejarah start perkembangan Psikologi Pendidikan lebih didominasi pria kulit putih, seperti James, Dewey, dan Thorndike. Hal ini berawal adanya undang-undang dan kebijakan hak-hak sipil pada 1960-an, hanya ada beberapa non kulit putih yang berhasil keluar dari rintangan diskriminasi rasial pada kegiatan riset dibidang psikologi (Bank, 1998). Dekade abad ke-20 studi pembelajaran Thorndike digunakan sebagai panduan bagi Psikologi Pendidikan. B. F. Skinner dalam pandangan ilmu psikologi Amerika (1938). pandangan dan ide-ide Thorndike mendominasi pengaruhnya pada Psikologi Pendidikan di abad yang sama. Skinner tidak sependapat dengan proses mental menurut James dan Dewey, menurutnya proses ini tidak dapat diamati sehingga tidak bisa menjadi subyek studi psikologi ilmiah tentang perilaku yang dapat diamati dan ilmu terkait kondisi-kondisi yang mengendalikan perilaku. Selanjutnya Skinner (1954) pada tahun 1950-an mengembangkan konsep programmed learning yang penekanannya pada tujuan pembelajaran itu sendiri melalu pembiasaan peserta didik melakukan berbagai langkah pembelajaran. Dia jua menghasilkan sebuah alat pengajaran yang berfungsi sebagai tutor peserta didik untuk mengarahkannya pada jawaban yang benar (Skinner, 1958). Perintis Psikologi Pendidikan 1. William James William James (1824-1910) pernah memberikan kuliah bertajuk "Talk to Teacher" tak lama setelah menulis buku ajar psikologi pertamanya yang berjudul The Principle of Psychology (1980). Hasil diskusi dari kegiatan kuliahnya, dia mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboratotium sering kali tidak menjelaskan bagaimana efektivitas mengajar anak secara efektif. Selanjutnya hal yang direkomendasikan adalah mulai praktik mengajar pada jenjang yang lebih tinggi di atas tingkat pengetahuan dan pemahamannya sehingga dapat mendorong perluasan cakrawala pemikiran anak. Bidang Psikologi Pendidikan didirikan oleh beberapa perintis bidang psikologi sebelum awal abad ke-20. Ada tiga perintis terkemuka yang muncul di awal sejarah Psikologi Pendidikan (Satrock; Edisi Kedua).
7 2. John Dewey John Dewey merupakan tokoh kedua Psikologi Pendidikan yang perannya sangat berarti pada pembentukan Psikologi Pendidikan (1859-1952). Dia membangun laboratorium Psikologi Pendidikan di Amerika Serikat dan Universitas Chicago (1894). Karya-karya inovatif dari pendapatnya tentang anak merupakan pembelajar yang aktif (active leaner) yang sebelumnya berkeyakinan bahwa para siswa idealnya tetap mendengarkan pelajaran secara massif dan sopan di atas kursi mereka. Akan tetapi pendapat sebaliknya, dia percaya bahwa siswa-siswa yang aktif akan merasakan kenikmatan dalam kegiatan belajar. Pendapat dan ide-ide Dewey mengarahkan kita pada pendidikan yang memfokuskan agar siswa secara keseluruhan mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan para siswa tidak hanya mendapatkan pengalaman akademik saja dari sekolah. 3. E. L. Thorndike D. L. Thorndike (1874-1949) merupakan perintis ketiga yang sangat perhatian dengan penilaian, pengukuran dan perbaikan dasardasar belajar secara ilmiah. Dalam urusan pendidikan anak, dia sangat mendorong pentingnya kemampuan anak terkait keahlian penalaran anak. Hal ini dirasakan oleh banyak ahli yang mengatakan bahwa dia termasuk orang yang expert di bidang studi belajar mengajar secara ilmiah (Beatty, 1998). Selanjutnya gagasannya yang sangat familiar di kalangan para ahli pendidikan bahwa Psikologi Pendidikan harus lebih fokus pada basis ilmiah dan pengukuran (O'Donnell & Levin 2001).
8 A. Pengertian Intelegensi Intelegensi berasal dari Bahasa Latin yaitu intelligentia yang berarti kekuatan akal manusia. Intelegensi berarti kecerdasan. Intelegensi adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi abstrak, menalar serta bertindak secara efisien dan efektif. Intelegensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk yang dinilai di dalam satu atau lebih latar budaya. Intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Definisi lain tentang intelegensi beberapa ilmuari menjelaskan bahwa intelegensi ialah suatu kemampuan umum yang merupakan suatu kesatuan. Yang lainnya berpendapat bahwa intelegensi tergantung pada banyaknya kemampuan yang saling terpisah. Ilmuan lain berpendapat bahwa: 1. Charles Spearman Charles Spearman berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang tunggal. Dia menyimpulkan bahwa semua tugas dan prestasi mental hanya menuntut dua macam kualitas saja yaitu intelegensi umum dan keterampilan individu dalam hal tertentu. 2. L.L. Thurstone Thurstone adalah seorang ahli di bidang listrik di Amerika yang kemudian menerjunkan diri dalam pembuatan tes, lebih menekankan aspek terpisah-pisah dari intelegensi. 3. William Stern Willian Stern mengemukakan intelegensi adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang BAB 2 INTELEGENSI
9 4. Prof. Kohnstermm Kohnstermm berpendapat bahwa intelegensi itu dapat dikembangkan, tetapi memenuhi syarat-syarat tertentu dan hanya mengenai segi kualitasnya saja, syarat-syarat itu ialah pertama, bahwa pengembangan itu hanya sampai batas kemampuannya saja. Pengembangan tidak dapat melebihi batas itu dan setiap orang mempunyai batas-batas berlainan. Kedua, terbatas juga pada mutu intelegensi, artinya seseorang tidak akan selesai mengerjakan sesuatu data mutu intelegensinya. Ketiga, perkembangan intelegensi bergantung pula pada cara berpikir yang metodis. 5. Menurut Prof. Waterik Waterik adalah seorang mahaguru di Amsterdam yang menyatakan bahwa menurut penyelidikannya belum dapat dibuktikan bahwa intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih. Belajar berpikir hanya diartikannya, bahwa banyaknya pengetahuan bertambah akan tetapi berarti bahwa kekuatan berpikir Xu tidak dapat dikatakan inteligen. Kedua, perbuatan inteligen sifatnya serasi tujuan dan ekonomis untuk mencapai tujuan yang hendak diselesaikannya, dicari jalan yang dapat menghemat waktu maupun tenaga. Ketiga, masalah yang dihadapi harus mengandung suatu tungkat kesulitan bagi yang bersangkutan. Adanya suatu masalah bagi orang dewasa mudah memecahkannya atau menjawabnya, hamper tiada berpikir sedang bagi anak-anak harus dijawab anak itu intelegen. Meskipun demikian, dari sekian definisi tentang intelegensi yang dirumuskan oleh para ahli, secara umum dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga klasifikasi berikut. 1. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, beradaptasi dengan situasi-situasi yang sangat beragam . 3. Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan. 4. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakan konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan konsep. B. Teori-Teori Intelegensi Intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Intelegensi juga bias dikatakan sebagai
10 suatu kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah kemampuan yang bersifat umum tersebut meliputi berbagai jenis psikis seperti abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat bahasa dan sebagainya. Pendefinisian intelegensi memang tidak terlepas dari yang namanya teori-teori intelegensi. Berikut ini teori-teori yang berkaitan dengan intelegensi adalah: 1. Teori Uni Faktor Pada tahun 1911, Welhelm Stern memperkenalkan suatu teori tentang intelegensi yang disebut Uni Factor Theory. Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas umum. Menurut teori ini intelegensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara kerja intelegensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau memecahkan sesuatu masalah adalah bersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan fisiologi ataupun akibat belajar. Kapasitas umum (General Capacity) yang ditimbulkan itu lazim dikemukakan dengan kode "G". 2. Teori Two Factor Pada tahun 1904 yaitu sebelum Stern, seorang ahli matematika bernama Charles Spearman, mengajukan sebuah teori tentang intelegensi. Teori Spearman itu dikenal dengan sebutan two kinds of factors theory. Spearman mengembangkan teori intelegensi berpasarkan suatu faktor mental umum yang diberi kode "G" serta faktor-faktor spesifik yang diberi tanda "S" menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan. Orang yang intelegensinya mempunyai faktor "G" luas, memiliki kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dia dapat mempelajari bermacam-macam pelajaran seperti matematika, bahasa, sains, sejarah, dan sebagainnya. 3. Teori Multi Faktor Teori intelegensi multi faktor dikembangkan oleh E.L. Thorndike. Teori ini tidak berhubungan dengan konsep general ability atau faktor "G". Menurut teori ini, intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon. Hubungan- hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Ketika seorang dapat mentebutkan sebuah kata, menghafal sajak, menjumlahkan bilangan atau melakukan
11 pekerjaan, itu berarti bahwa dia dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar atau latihan. Jadi, intelegensi menurut teori ini adalah jumlah koneksi actual dan potensial di dalam sistem syaraf. 4. Teori Primary Mental Ability Para ahli lain menyoroti teori ini sebagai teori yang mengandung kelemahan karena menganggap adanya pemisahan fungsi atau kemampuan pada mental individu. Menurut mereka setiap kemampuan individu adalah saling berhubungan secara integrative. 5. Teori Sampling Untuk menyelesaikan tentang intelegensi, Godfrey R Thomson pada tahun 1916 mengajukan sebuah teori yang disebut teori sampling. Teori ini kemudian disempurnakan lagi dari berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Masing-masing bidang hanya dikuasai sebagian-sebagian saja. Ini mencerminkan kemampuan mental manusia. Intelegensi berupa berbagai kemampuan yang over lapping. Intelegensi beroperasi dengan terbatas pada setiap sampel dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi sehingga terdapat perbedaan intelegensi seorang dengan yang lain, ialah: 1. Pembawaan Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi taraf intelegensi seorang. Artinya, jika kedua orang tua memiliki intelegensi, besar kemungkinan anaknya memiliki intelegensi tinggi pula. Akan tetapi hal inipun tidak terjadi demikian. Sebagian pakar berpendapat bahwa pengaruh orang tua yang sedemikian besar terhadap perkembangan intelegensi anak adalah disebabkan oleh upaya orang tua itu sendiri dalam memberdayakan anak-anaknya. Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. 2. Kematangan
12 Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik atau psikis) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-anak tak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi- fungsi jiwanya masih belum matang untuk melakukan mencernai soal itu. Kematangan hubungan erat dengan umur. 3. Pembentukan Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar). 4. Minat dan Pembawaan Khas Minat mengarahkan perbuatan pada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives). Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama-kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu. 5. Kebebasan Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode. Metode yang tertentu dalam memecahkan masalah- masalah. Manusia mempunyai kebebasan-kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menajdi syarat dalam perbuatan intelegensi. 6. Lingkungan Lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
13 A. Pengertian dan Tujuan Belajar Belajar adalah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1988:2). Ciri-ciri kematangan belajar adalah: a. Aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik actual, maupun potensial. b. Perubahan ini pada dasarnya berupa didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. c. Perubahan itu terjadi karena usaha (Nuhi Nst, 1993:2) Belajar dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja dengan guru atau tanpa guru, dengan bantuan orang lain. atau tanpa dibantu dengan siapapun. Belajar juga diartikan sebagai usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang atau reaksi (Mustaqin, 19991:60). Belajar dilakukan oleh setiap orang, baik anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua. Belajar berlangsung seumur hidup, selagi hayat dikandung badan. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perubahan. Jelasnya belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk mengadapak perubahan di dalam diri seseorang mencangkup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Dari definisi tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Belajar adalah suatu usaha yang berarti perbuatan.yang dilakukan secara sungguh- sungguh, sistematis, dengan mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik maupun mental. 2. Belajar bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam diri antara lain perubahan tingkah laku diharapkan kearah positif dan ke depan. 3. Belajar juga bertujuan untuk mengadakan perubahan sikap, dan sikap negatif menjadi positif. Dari sikap tidak hormat menjadi hormat dan sebagainya. 4. Belajar juga bertujuan mengadakan perubahan kebiasaan dari kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik. BAB 3 BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
14 5. Belajar bertujuan mengadakan perubahan pengetahuan tentang berbagai bidang ilmu, misalnya tidak tahu membaca jadi tahu membaca, tidak dapat menulis jadi dapat menulis, dari tidak tahu berhitung menjadi tahu berhitung, dari tidak tahu berbahasa Arab menjadi dai berbahasa Arab. 6. Belajar dapat mengadakan perubahan dalam hal keterampilan, misalnya keterampilan bidang olahraga, bidang kesenian, bidang teknik dan sebagainya. B. Faktor faktor yang mempengaruhi belajar Belajar adalah sebuah proses kegiatan atau aktivitas yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Keadaan-keadaan yang mengiringi kegiatan tersebut jelas mempunyai andil bagi proses dan tujuan yang dicapai, maka hal itu disebut dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Berhasil tidaknya seorang dalam belajar bertanggung jawab pada banyak faktor antara lain, kondisi kesehatan, keadaan intelegensi dan bakat, keadaan, minat dan motivasi, cara belajar siswa, keadaan keluarga dan sebagainya (Anwar Bey, 1994:55). Di bawah ini akan dikemukan secara ringkas faktor-faktor yang turut menuntukan (mempengaruhi) belajar tersebut dapat dilihat dari dua faktor yakni: 1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar dan inimasih lagi dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan bahwa overleapping tetap ada yaitu: a. Faktor-faktor non sosial, dan b. Faktor-faktor sosial 2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar dan ini pun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan yaitu: a. Faktor faktor fisiologis, dan b. Faktor faktor Psikologis
15 C. Kedudukan Belajar dalam Strategi Pembelajaran Merencakan masa depan intinya adalah pendidikan, dalam pendidik intinya adalah pembelajaran, dalam pembelajaran yang dibahas adalah kegiatan belajar. Sampai disini benar kata Ivor K. Davies bahwa hakikat pendidikan adalah belajarnya murid dan bukan mengajarnya guru (Ivor K. Davies: 1991:31). Kegiatan peserta didik akan dapat menentukan keberhasilannya, artinya keberhasilan peserta didik tujuan pendidikan ditentukan oleh belajamya. Untuk itu belajar perlu direncanakan, ditata, dikelola, diberi kondisi, dievaluasi, dan dikembangkan serta dapat dikendalikan sesuai dengan keadaan siswa yang belajar. Bagaimana sebenarnya belajar, hal ini diuraikan oleh Kimble (1961) sebagaimana dikutip oleh Hergenhahn sebagai berikut: (1) belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diukur, (2) perubahan itu relatif permanen. (3) perubahan tidak mesti langsung terjadi tetapi dapat dengan lambat laun, (4) perubahan terjadi akibat dari pengalaman atau pelatihan, dan (5) pengalaman dan praktik harus diperkuat (B. R. Hergenhahn, 2008:2). Ketika anak mengikuti kegiatan pembelajaran dan akhirnya ia memperoleh hasil lebih dari yang diharapkan itu adalah harapan semua orang yang terlibat dalam pendidikan anak. Pembelajaran ternyata tidak berdiri sendiri artinya tidak hanya dilakukan oleh anak tanpa melibatkan orang lain, keadaan lain, benda lain, akan tetapi pembelajaran berinteraksi dengan berbagai hal. Untuk itu benar bila dikatakan bhawa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar, dan lingkungan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru. Tiga kata kunci dalam pembelajaran sangat penting, yakni: 1) proses interaksi, 2) sumber dan lingkungan, serta 3) pengetahuan dan keterampilan baru. Merancang pembelajaran memerlukan input sumber dan lingkungan, atau berpikir sebaliknya, sumber dan lingkungan yang ada harus secara tepat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kemudian bila kegiatan ingin efektif dan efisien, maka interaksi harus ditata sedemikian rupa. Pola-pola interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru siswa dengan sumber dan lingkungan yang harus didasarkan pendekatan psikologis. Pola interaksi yang tidak dikendalikan oleh guru, maka pembelajaran di sekolah akan kemauan anak, dan kondisi lingkungan.
16 D. Belajar dari Masa ke Masa Belajar sepanjang hayat tidak akan pernah terhalang ruang dan waktu bahkan usia. Hal yang paling populer oleh sering kita kenal dengan istilah long life education atau dalam Islam disebut juga dengaan "uthluubuu al ilma min al mahdi ila al lahdi". Periode 10-15 tahun yang lalu teknik belajarnya mungkin masih secara fisicly dengan membaca buku, koran dan lain-lain. Pergeseran dan kemajuan waktu mengarahkan kita pada kewajiban yang sama untuk tetap mempertahankan kebiasaan belajar, akan tetapi medianyalah yang membedakan. Salah satu teori generasi yang dikedepankan oleh Martin & Tulgan (2002) menekankan pada kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian-kejadian yang dialami kisaran tahun 1978. Beda halnya dengan teori How & Strauss (2000) yang menyatakan bahwa generasi Y yang terlahir kisaran tahun 1982. Sedangkan Parry dan Urwin (2011) lebih menekankan generasi lebih dipengaruhi oleh histori-histori yang pernah dialami. Dapat disimpulkan semua teori ini lebih menekankan pada periodisasi. Belajar merupakan proses kompleks vang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi bahkan dalam kandungan hingga liang lahat (long life education). Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengtahuan (kognitif) dan keterampilan. Oleh karena itu berdasarkan penelitian tentang generasi yang disebutkan di atas dapat mendorong guru dan siswa mampu memanfaatkan sumber teknologi dan informasi sebagai media sumber belajarnya. Belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
17 E. Teori Pokok Belajar Tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan poses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di anatara veriabel-veriabel yang menentukan hasil belajar. 1. Teori Belajar Behavioristik Merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon yang menyebabkan peserta didik mempunyai pengalaman baru. Aplikasi dalam pembelajaran adalah guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar pesserta didik dapat optimal. 2. Teori Belajar Kognitif Teori pemrosesan informasi merupakan salah satu teori belajar psikologi kognitif yang dikutip dalam buku Watsy Soemanto yang dijelaskan bahwa menurut teori ini, belajar merupakan sebuah proses pengelolahan informasi yang ada dalam otak manusia. Sedangkan proses pengolahan otak manusia berawal dari proses pengamatan yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang), penyimpanan, pengkodean, penyalinan terhadap informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk pengertian kemudian dikeluarkan kembali oleh pembelajar. 3. Teori Konstruktivisme Dikembangkan oleh Lev Semenovich Vygotsky, yang menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan dan perkembangan kognitif terbentuk melali internalisasi atau penguasaan proses sosial. Teori ini merupakan teori sosiogeneis, yang membahas tentang faktor primer (kesadaran sosial) dan faktor sekunder individu, serta pertumbuhan kemampuan. Pembelajaran kontruktivisme menekankan pada proses pembelajaran bukan mengajar. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan satu proses, bukan menekankan hasil. Menurut teori kontruktivisme sosial, pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri dan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktivan murid sendiri untuk
18 menalar. Peran guru hanya sekedar membantu menyediakan saran dan siutuasi agar proses konstruksi berjalan lancar. 4. Teori Humanistik Merupakan aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950-an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Humanisme meentang pesimisme keputusasaan pandangan psikoanalis dan konsep kehidupan "robot" pandangan behaviorisme. Teori belajar humanistik menganggap bahwa keberhasilan belajar terjadi jika peserta. didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatannya. Teori ini beranggapan bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Teori ini cenderung bersifat eklektif, yakni memanfaatkan metode dan teknik belajar apa saja asal tujuan belajar tercapai.
19 Penggunaan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian, guru dapat memilih jenis-jenis model pembelajaran yang sesuai demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Komalasari (2010: 58-88) jenis-jenis model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, antara lain: 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning). Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri (Arends dalam abbas, 2000 : 13). Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep – konsep penting, di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah, penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar. 2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15) menyatakan pembelajaran BAB 4 MODEL PEMBELAJARAN
20 kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. 3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-based Learning). Proyek adalah tugas yang kompleks, berdasarkan tema yang menan tang, yang melibatkan siswa dalam mendesain, memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau kegiatan investigasi; memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam periode waktu yang telah dijadwalkan dalam menghasilkan produk (Thomas, Mergendoller, and Michaelson, 1999). Proyek terurai menjadi beberapa jenis. Stoller (2006) mengemukakan tiga jenis proyek berdasarkan sifat dan urutan kegiatannya, yaitu: (1) proyek terstruktur, ditentukan dan diatur oleh guru dalam hal topik, bahan, metodologi, dan presentasi; (2) proyek tidak terstruktur didefinisikan terutama oleh siswa sendiri; (3) proyek semi- terstruktur yang didefinisikan dan diatur sebagian oleh guru dan sebagian oleh siswa. Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai pembelajaran yang menggunakan Proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembela -jaran terletak pada aktivitas-aktivitas siswa untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil Proyek berupa barang atau jasa dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek, siswa akan berlatih merencanakan, melaksanakan kegiatan sesuai rencana dan menampilkan atau melaporkan hasil kegiatan. Bentuk aktivitas proyek terdiri dari (1) Proyek produksi yang meli batkan penciptaan seperti buletin, video, program radio, poster, laporan tertulis, esai, foto, surat-surat, buku panduan, brosur, menu banquet, jadwal perjalanan, dan sebagainya; (2) Proyek kinerja seperti pementasan, presentasi lisan,
21 pertunjukan teater, pameran makanan atau fashion show ; (3) Proyek organisasi seperti pembentukan klub, kelompok disku-si, atau program-mitra percakapan. Lebih lanjut, menurut Fried-Booth (2002) ada dua jenis proyek yaitu (1) Proyek skala kecil atau sederhana yang hanya menghabiskan dua atau tiga pertemuan. Proyek ini hanya dilakukan di dalam kelas; (2) Proyek skala penuh yang membutuhkan kegiatan yang rumit di luar kelas untuk menyelesaikannya dengan rentang waktu lebih panjang. 4. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching). Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning / CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru dalam proses pembelajaran dengan mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan motivasi siswa yang membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga Negara dan tenaga kerja. Menurut Elaine B. Johnson (Riwayat,2008), CTL juga merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungakan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Siswa dapat belajar dengan baik jika dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan real dan minatnya.[1] CTL didesain dengan melibatkan siswa mengalami dan menerapkan apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan tenaga kerja. Hal ini memungkinkan siswa mengaitkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang stimulisasi. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual (CTL) adalah pembelajaran yang memiliki hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya. Dan ini merupakan suatu proses kompleks dan banyak fase yang berlangsung jauh melampaui drill-oriented dan metodologi stimulus- response. 5. Model Pembelajaran Inkuiri.
22 Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Gulo, 2004:84). Beberapa pendapat tentang model pembelajaran inkuiri, antara lain menurut Widja (1989:48) model pembelajaran inkuiri adalah suatu Model yang menekankan pengalaman-pengalaman belajar yang mendorong siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip. Selanjutnya, Sumantri (1999:164) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Model pembelajaran inkuiri adalah porses belajar yang memberi kesempatan pada siswa untuk menguji dan menafsirkan problem secara sistematika yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian (Nasution, 1992:128). Lebih lanjut dikatakan Model pembelajaran inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Model atau pendekatan pembelajaran inkuiri merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered approach). Ciri utama yang dimiliki oleh pendekatan inkuiri yaitu menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (menempatkan siswa sebagai subjek belajar), seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief) serta mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental (Wina Sanjaya, 2009: 196-197). 6. Model Pembelajaran Pencapaian Konsep (Concept Learning). Model pembelajaran Pencapaian Konsep ini berangkat dari studi mengenai proses berfikir yang dilakukan Bruner, Goodnow, dan Austin (dalam Suherman dan Winataputra, 1992) yang menyatakan bahwa model ini dirancang untuk membantu mempelajari konsep- konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi kemudahan bagi mereka untuk mempelajari konsep itu dengan cara efektif, menganalisis, serta mengembangkan konsep. Pengertian Model Pencapaian Konsep ini juga merupakan
23 model yang efisien untuk menyajikan informasi yang terorganisasikan dalam berbagai bidang studi, salah satu keunggulan dari model pencapaian konsep ini adalah meningkatkan kemampuan untuk belajar dengan cara yang lebih mudah dan lebih efektif. Eggen dan Kauchak (2012: 218) menyatakan model pencapaian konsep adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dari semua usia mengembangkan dan menguatkan pemahaman mereka tentang konsep dan mempraktikkan kemampuan berpikir kritis. Pada model pembelajaran ini, siswa tidak disediakan rumusan suatu kosep, tetapi mereka menemukan konsep tersebut berdasarkan contoh-contoh yang memiliki penekanan-penekanan terhadap ciri dari konsep itu. Pada pembelajaran peraihan konsep ini, guru menunjukkan contoh dan noncontoh dari suatu konsep yang dibayangkan. Sementara siswa membuat hipotesis tentang apa kemungkinan konsepnya, menganalisis hipotesis- hipotesis mereka dengan melihat contoh dan noncontoh, yang pada akhirnya sampai pada konsep yang dimaksud. Ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep yaitu: a. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep Tingkat pencapaian konsep (concept attainment) yang diharapkan dari siswa sangat tergantung pada kompleksitas dari konsep, dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Ada siswa yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau tingkat identitas, ada pula siswa yang mampu mencapai konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal. b. Analisis Konsep Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran pencapaian konsep. Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara lain: (1) nama konsep, (2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari konsep, (3) definisi konsep, (4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan (5) hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.
24 A.Defenisi Motivasi Para ahli psikologi beranggapan bahwa dalam diri manusia ada faktor internal yang disebut motif, yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengintegrasikan perilaku (McClelland et al. 1953; Atkinson dan Reitman, 1956; Murray, 1964). Menurut Djiwandono, 2006, setiap individu memiliki berbagai motivasi dalam hidupnya. Misalkan seorang siswa yang ingin berprestasi karena ingin diakui dan bukan karena keinginan untuk memperbaiki diri dibandingkan dengan siswa yang ingin berprestasi karena ingin meningkatkan kemampuannya, mereka akan mengambil jalan yang berbeda dalam mencapai prestasi itu sendiri. Slavin, 2009 mengungkapkan bahwa secara sederhana motivasi dilihat sebagai sesuatu yang mendorong kita untuk berjalan, membuat kita tetap berjalan, dan menentukan arah kita berjalan. Nah dapat disimpulkan bahwa Motivasi adalah usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. B. Teori Motivasi Terdapat dua tipe teori motivasi, yaitu Content theories dan Process theories. 1. CONTENT THEORIES Teori-teori ini berhubungan dengan isi dari motivasi, yaitu kebutuhan-kebutuhan spesifik yang memotivasi dan mengarahkan tingkah laku seseeorang. Content theories, antara lain mencakup: Teori motivasi McClelland, Hierarki Kebutuhan Maslow, teori ERG (Existence, Relatedness, dan th needs), dan Motivation-hygiene Theory. Berikut akan dijelaskan mengenai dua teori dari content theories, yaitu teori motivasi McClelland dan Teori Maslow. a. Teori Motivasi McClelland Teori Motivasi McClelland, yaitu teori yang meyakini bahwa manusia termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhannya, namun McClelland mengklasifikasikan kebutuhan- kebutuhan ini sebagai kebutuhan akan prestasi, kekuasaan, dan afiliasi. Salah satu dari BAB 5 MOTIVASI
25 kebutuhan ini bisa menjadi dominan dalam tiap individu dan memotivasi perilakunya. Ditinjau dari teori McClelland terdapat tiga motif yang dapat mendorong siswa dalam belajar yaitu motif berprestasi, berafiliasi dan kekuasaan .Di mana ketiganya dapat saling mengisi secara seimbang atau juga dapat muncul satu atau dua yang lebih dominan di antara yang lainnya. Siswa dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi, akan mengukur kemampuannya dan mengejar tujuan yang sesuai dengan kemampuannya. Saat sudah mencapainya, ia tidak ragu untuk mengukur kembali kemampuannya saat itu untuk mencoba hal lain yang dapat meningkatkan prestasinya. Siswa dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi dapat belajar karena keinginan untuk unggul dan mendapat pengakuan dari orang lain, sedangkan siswa dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi dapat bersemangat ke sekolah karena suasana di sekolah atau keinginan membantu orang lain ketika ia memiliki kemampuan yang baik. b.Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow Berdasarkan teori Maslow, manusia akan memenuhi kebutuhannya melalui tahapan atau hierarki yang ada. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi akan berusaha memenuhi kebutuhannya sampai pada aktualisasi diri, di mana yang bersangkutan dapat mendapatkan pengakuan dan penghargaan akan kemampuannya, ataupun untuk dapat mencapai hasil belajar yang ia nilai optimal. 2. PROCESS THEORIES Process Theories, tidak berfokus pada pekerjaannya, tetapi lebih pada proses kognitif yang digunakan dalam membuat keputusan dan pilihan dalam bertindak. Yang termasuk dalam teori ini adalah teori Valence-instrumentality- Expectancy, teori kesamaan, dan teori penetapan tujuan. Teori Valence-instrumentality-Expectancy dari Vroom. Menurut Vroom, motivasi adalah interaksi antara harapan dan Nilai. Artinya, motivasi bergantung pada seberapa besar seseorang menginginkan sesuatu, dan bagaimana kesempatan untuk terpenuhinya keinginan tersebut. Dua variabel penting yang terdapat pada formula Vroom, adalah sebagai berikut. a. Harapan, yaitu persepsi seseorang akan kemungkinan untuk mencapai suatu tujuan. Umumnya semakin tinggi harapan seseorang, maka motivasinya akan lebih tinggi. Hal ini disebut juga instrumentality, jika siswa ingin sukses atau mendapat hasil, maka ia
26 akan termotivasi.Sebaliknya jika hasilnya tidak baik, maka motivasinya dapat menurun. b. Valensi, yaitu nilai akan hasil atau reward yang keluar menurut individu. Semakin tinggi nilai hasil bagi seseorang, maka motivasinya akan semakin tinggi. Misalnya saja seorang siswa yang melihat pelajaran bahasa lebih penting daripada pelajaran yang lain, maka motivasinya untuk mempelajarinya juga akan berbeda. Dalam teori ini, penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami harapan dan nilai yang dimiliki siswa dan tidak semata-mata menyamakan nilai pribadinya dengan nilai siswa karena pada dasarnya harapan dan nilai setiap individu adalah berbeda. C. Komponen Motivasi Komponen-Komponen dari suatu motivasi adalah: 1. Kebutuhan Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan. Kebutuhan itu dimiliki oleh setiap manusia, mulai dari kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, dan lain-lain sebagainya. 2.Dorongan Dorongan adalah segala sesuatu yang membuat bergerak atau melakukan segala sesuatu hal tertentu. Misalnya kebutuhan seperti yang dikatakan sebelumnya, dimana dorongan itu mengarahkan kita pada suatu tujuan tertentu. 3. Tujuan Tujuan adalah segala sesuatu yang akan dicapai, entah dalam waktu cepat, sedang maupun lama sekali. Mungkin hingga dalam waktu 1 tahun, 10 tahun dan bahkan mungkin saja lebih dari itu. D. Hal Hal yang Mempengaruhi Motivasi 1. PENGUAT (REINFORCER) Teori belajar dari Skinner banyak menjelaskan hubungan antara belajar dengan motivasi. Seorang individu yang melakukan suatu tindakan yang diperkuat, akan cenderung melakukan tindakan yang serupa. Penguatan dapat berbentuk hadiah, pujian, pengakuan, atau pembiaran di mana tidak ada yang dilarang atau tidak ada hukuman.
27 Untuk itu penguatan perlu secara hati-hati diberikan agar dapat memperkuat perilaku yang benar.Contohnya bila seorang siswa yang bersemangat mengikuti berbagai lomba untuk dapat meraih prestasi yang lebih baik, dapat memiliki motivasi yang lebih kuat dengan memperoleh pengakuan dari rekan-rekan atau gurunya. Atau contoh lain, yaitu ketika seorang siswa menyontek, karena berorientasi hanya pada hasil dan bukan pada proses, kemudian dengan menyontek ia mendapat nilai yang lebih baik dan mengalami pembiaran, maka siswa tersebut dapat merasa bahwa cara yang ia lakukan sudah benar dan ia dapat termotivasi untuk melakukan hal yang sama pada kesempatan berikutnya. 2. HUKUMAN (PUNISHMENT) Terdapat juga yang disebut sebagai hukuman (punishment), di mana hal ini biasanya dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan suatu perilaku. Misalnya saja seorang siswa ditemukan menyontek, maka dengan memberinya nilai yang kurang baik atau menegurnya, dapat menjadikan dia merasa dihukum dan mengetahui bahwa tindakan yang dilakukannya adalah salah. Menempatkan hukuman juga harus sesuai dengan konteksnya, karena beberapa siswa memiliki berbagai tahap dan proses dalam berubah . E. Cara Meningkatkan Atau Mempertahankan Motivasi Siswa 1. MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK Motivasi Intrinsik, adalah melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan itu sendiri. Contohnya adalah ketika seseorang belajar karena ingin mendapat pengetahuan tentang pelajaran terkait.Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain sebagai sebuah cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi ekstrinsik sering kali dapat dipengaruhi oleh adanya penguatan atau hukuman. Contohnya adalah seorang anak yang ingin mengikuti les karena setelah itu ia dapat bermain dengan teman lesnya. Anak tersebut dapat menjadi kurang bersemangat ketika ternyata temannya tidak masuk.Motivasi ekstrinsik berhubungan negatif dengan prestasi, sedangkan motivasi intrinsik berhubungan positif dengan prestasi. 2. EFIKASI DIRI Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan
28 memberikan hasil yang positif akan suatu hal. Efikasi menjadi hal yang penting untuk menentukan apakah siswa berhasil atau tidak karena akan memengaruhi pilihan dan tujuan siswa (Santrock, 2011). Siswa dengan efikasi diri yang tinggi akan mengambil kesempatan dan tantangan yang lebih baik untuk meningkatkan diri, sedangkan siswa dengan efikasi diri yang rendah akan ragu untuk mencoba hal baru karena kekhawatiran untuk gagal. 3. REINFORCEMENT YANG EFEKTIF Pemberian umpan balik atau imbalan atas perilaku siswa, bisa jadi mengarahkan dirinya untuk melakukan tindakan yang benar, dan memberi informasi bagi siswa saat melakukan tindakan yang salah. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua siswa yang melakukan kesalahan memahami dan menyadari kesalahannya. Perbedaan persepsi, nilai, pengalaman, dan pola asuh yang I alami dapat membuat seseorang bertindak secara berbeda. Untuk itu pemberian umpan balik harus diberikan pada saat dan perilaku yang tepat. F. Pentingnya Motivasi Belajar Proses pembelajaran akan berhasil apabila peserta didik memiliki motivasi dalam belajar. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas seorang guru untuk menumbuhkan motivasi belajarpeserta didik. Pada dasarnya motivasi memiliki fungsi sebagai berikut. 1. Motivasi berfungsi sebagai pendorong timbulnya perilaku belajar. Sebaliknya, tanpa motivasi tidak akan timbul perilaku belajar. 2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah terjadinya kegiatan belajar. Artinya, motivasi yang mengarahkan pada perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan. 3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak terjadinya kegiatan belajar. Jika diibaratkan sebuahmobil, motivasi berfungsi sebagai mesin bagi mobil yang akan menggerakkan jalan atautidaknya dan cepat atau lambatnya mobil tersebut. Begitu pula besar atau kecilnya motivasiakan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Beberapa unsur yang dapat memengaruhi motivasi seseorang untuk belajar antara lain: 1. kondisi yang terbentuk dari tenaga pendorong, desakan, motif, kebutuhan, dan keinginan. 2. berlangsungnya kegiatan atau tingkah laku yang diarahkan pada pencapaian suatu tujuan atau cita-cita.
29 3. kemampuan seseorang untuk belajar 4. kondisi psikologis 5. kondisi lingkungan; dan 6.unsur-unsur dinamis dalam kegiatan belajar. Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini, guru sebagai pendidik, perlu memberikan motivasi agar peserta didik memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar dengan baik, tekun, disiplin, dan penuh percaya diri. Dengan demikian, belajar bukanmenjadi sesuatu yang membebankan, melainkan dapat dilaksanakan dengan suka hati karena didasarkan pada kebutuhan.
30 DAFTAR PUSTAKA Anderman, L. (2019). Psikologi Pendidikan (W. Hardani,H.M (ed.); edisi kese). Erlangga. Dr, Mardianto, M.. (2012). Psikologi Pendidikan Landasan untuk Pengembangan Strategi Pembelajaran (Cetakan pe). Perdana Publishing. Gunarsa, S. P. D. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT BPK Gunung Mulia. Maunah M.Pd.I, D. H. B. (2014). Psikologi Pendidikan (AZahroh, M.Pd.I (ed.)). IAIN Tulungagung Press. Nurjan. Syarifan. M, A. (2015). Psikologi Belajar (W. Setiawan (ed.)). CV.WADE GROUP. Purnomo, H. (2019). Psikologi Pendidikan (T. Wahyono (ed.)). Lembaga Penelitian Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M).
31