The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kumpulan cerita pendek karya Bibit Penulis Gendis Sewu 2022 SD Taquma dengan bimbingan dari Tim Penulis TBM se-Kecamatan Wonocolo. Buku ini mengusung tema persahabatan yang menceritakan berbagai kisah persahabatan dengan bahasa yang ringan dan alur cerita yang membuat pembaca penasaran untuk terus membaca sampai akhir cerita. Yuk, baca bukunya dan temukan cerita yang seru!

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by tbmwonocolo17, 2022-06-21 22:15:31

AKU DAN SAHABAT

Kumpulan cerita pendek karya Bibit Penulis Gendis Sewu 2022 SD Taquma dengan bimbingan dari Tim Penulis TBM se-Kecamatan Wonocolo. Buku ini mengusung tema persahabatan yang menceritakan berbagai kisah persahabatan dengan bahasa yang ringan dan alur cerita yang membuat pembaca penasaran untuk terus membaca sampai akhir cerita. Yuk, baca bukunya dan temukan cerita yang seru!

Keywords: aku dan sahabat,sahabat,best friend,bestie,persahabatan,cerita fiksi anak,cerpen anak,cerpen,imajinasi anak,anak kreatif,cerita pendek

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [41] -----------

cukup jauh dari rumah Budi. Di tengah perjalanan,
Budi sadar jika ia salah jalan.

“Di mana aku? Aduh, seharusnya aku tidak
bermain ponsel saat berjalan, agar tidak salah
jalan seperti ini,” kata Budi panik.

Ia takut kalau Udin akan marah padanya,
karena terlalu lama menunggu. Lalu, Budi berniat
untuk bertanya kepada orang lain, tetapi di
sekitarnya tidak ada orang sama sekali. Ia
kebingungan dan berfikir keras agar segera sampai
ke rumah Udin.

“Oh iya! Kenapa aku tidak kepikiran untuk
memesan ojek online?” kata Budi pelan.

Budi membuka aplikasi ojek online, tapi
tidak bisa tersambung, ternyata ada pemberitahuan
kalau paket datanya habis.

Budi berusaha mengingat-ingat jalan yang
sedang dilewatinya. Tapi dia lupa jalan itu. Dia
melihat ada penjual es buah keliling sedang
mendorong gerobak dagangannya.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [42] -----------

Wah sepertinya enak ya, es buah itu. Aku
juga haus dari tadi berjalan dan cuaca panas
sekali. Aku juga bisa bertanya pada Bapak itu,
batinnya sambil menelan ludah.

Budi kaget ketika akan mendekati penjual
es buah itu. Tak disangka, penjual es buah itu jatuh
tergeletak di jalan. Budi melihat ke sekeliling, tetapi
tidak ada orang lain di sana. Budi segera
menghampiri penjual es buah itu dan berteriak
meminta pertolongan.

Tak lama kemudian ada beberapa orang
yang datang. Salah satunya mengenal penjual es
buah itu, dan Budi menceritakan kejadian yang
dilihatnya. Kejadian itu terjadi, diduga karena
penjual es itu mempunyai penyakit asam lambung
dan mungkin belum sarapan. Mereka membawa
penjual es buah Rumah Sakit terdekat. Sebagian
orang, mengantar gerobak es buah ke rumah
pemiliknya, yang ternyata tak jauh dari tempat
kejadian.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [43] -----------

Budi meminta tolong kepada orang yang
masih tersisa di sana untuk memesankan tukang
ojek online untuknya. Budi lega akhirnya ada yang
menolongnya.

Beberapa menit kemudian Budi sudah
sampai di rumah Udin.

“Dari mana saja kamu, Budi? pasti baru
bangun tidur,” tanya Udin kesal.

“Maafkan aku Udin, aku tadi tersesat
karena jalan sambil mainan ponsel,” jawab Budi
membela diri.

Budi menceritakan semua kejadian yang
dialaminya kepada Udin.

“Lain kali jangan diulangi lagi, main ponsel
di jalan. Itu berbahaya. Untung jalanan sepi. Tapi
aku salut sama kamu, tidak lari saat melihat penjual
es buah itu tergeletak di jalan. Kamu dengan sigap
mencarikan pertolongan untuk beliau,” kata Udin
memuji Budi.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [44] -----------

“Terima kasih Udin. Sekarang bolehkah aku
minta minum. Aku kehausan,” kata Budi sambil
tersenyum malu.

“Eh iya, sebentar aku ambilkan. Kebetulan
Ibuku tadi membuat es buah, sepertinya ini balasan
untukmu karena kamu tadi menolong penjual es
buah,” kata Udin lagi-lagi memuji Budi.

Udin mengambil es buah buatan Ibunya di
kulkas dan memberikannya pada Budi. Tak butuh
waktu lama, Budi menghabiskan segelas es yang
disuguhkan oleh Udin. Setelah hilang rasa
hausnya, Budi melanjutkan mengobrol dan bermain
bersama Udin.

.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [45] -----------

GELANG PERSAHABATAN

Oleh Anindya Setya Ariyanti

Namaku Alia. Aku tinggal di Desa Rambutan. Aku
adalah anak terakhir dari dua bersaudara. Abangku
bernama Andi. Abangku sudah seperti sahabat
bagiku karena usia kami hanya terpaut tiga tahun.

Aku juga mempunyai sahabat yang
bernama Nia. Dia berumur satu tahun lebih tua
dariku. Dia juga sangat pandai dalam membuat
kerajinan tangan seperti gelang.

Suatu hari, aku, Nia, dan Abang bermain di
rumah Nia. Nia mengajak aku dan Abang untuk
membuat gelang dari sebuah pita, tetapi Abang
tidak suka membuat kerajinan tangan. Abang
hanya melihat aku dan Nia membuat gelang.

Nia biasa membeli pita dari tukang jahit
keliling. Saat itu, ada seorang tukang jahit keliling
lewat di depan rumahnya.

“Bang,” teriak Nia memanggil tukang jahit
yang berhenti mendengar panggilan Nia.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [46] -----------

Nia menghampiri tukang jahit yang sudah
berhenti di depan rumahnya.

“Bang … Aku beli pitanya yang warna biru,”
kata Nia.

“Wah, yang warna biru habis, Dik,” kata
tukang jahit.

Nia sedikit kecewa karena tukang jahit
tidak menjuat pita berwarna biru. Nia sangat
menyukai warna biru. Namun, kami tetap
melanjutkan membuat gelang dengan pita
seadanya.

Hari sudah sore, sedangkan gelang
persahabatan kami belum selesai. Aku dan Abang
harus segera pulang. Kami berencana
melanjutkannya besok di rumahku. Jadi, semua
bahan membuat pita, aku bawa pulang.

Keesokan hari, keluargaku harus pindah
kota karena Ayah dipindah tugaskan. Aku lupa
tidak memberi tahu Nia kalau kami harus pindah.
Aku juga lupa kalau kami akan melanjutkan
membuat gelang persahabatan.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [47] -----------

Nia datang ke rumahku sesuai janji yang
sudah kami buat. Namun, dia mendapati rumahku
yang sepi. Ada tetanggaku yang memberitahu dia,
kalau aku sudah pindah kota. Kemudian dia
meneleponku, tetapi tidak tersambung.

Di rumah baru, aku menelepon Nia untuk
mengabarinya, tetapi malah ditolak. Sepertinya Nia
marah padaku karena banyak panggilan di ponsel
yang tak terjawab. Aku mencoba meneleponnya
lagi, ternyata nomorku di WhatsApp sudah diblokir.

Aku mencoba menelepon menggunakan
telepon biasa.

Tiiit … Maaf pulsa anda tidak cukup. Bunyi
suara operator di ponselku. Aku langsung
mematikan panggilan tersebut.

Ibu yang melihat kekesalanku
menyarankan untuk membelikan hadiah untuk Nia
melalui gojek. Aku mengikuti saran Ibu. Beberapa
jam kemudian, gojek tadi meneleponku.

“Halo, Kak ini pesanan …,” kata sopir gojek
di ponselku yang mendadak terputus.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [48] -----------

Ternyata ponselku mati.
Bagus. Ini mau minta maaf saja susah,
batinku.
Aku melihat pita yang tergeletak di lantai
dan memikirkan sebuah ide. Aku mencoba
membuat gelang dari pita itu. Selesai membuat
gelang, aku membangunkan Abang yang sedang
tidur.
“Bang, antarkan aku ke rumah Nia dong,
please,” kataku.
“Hah, buat apa? Lagi pula jauh juga
rumahnya, itu di desa loh,” kata Abang.
Aku berusaha membujuknya untuk
mengantarkanku ke rumah Nia. Setelah berhasil,
aku membungkus gelang itu untuk kuhadiahkan
pada Nia.
Sesampai di rumah Nia aku meminta maaf
kepada Nia. dan memberi hadiah gelang
persahabatan buatanku untuk Nia.
“Nia, maafkan aku karena tidak menepati
janji. Aku lupa memberitahumu karena aku masih

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [49] -----------

sibuk membantu Ayah dan Ibu beres-beres,”
kataku.

“Iya Nia, kita masih bisa bertemu dan
bermain bersama. Kita ‘kan masih satu sekolahan,”
imbuh Abangku.

Nia langsung memelukku.
“Aku enggak marah sama kalian. Aku
hanya kecewa jauh dari kalian,” balas Nia.
Nia kembali memelukku. Abang ikut
senang melihat kami.
Kemudian aku mengeluarkan bungkusan
cantik dan memberikannya kepada Nia. Nia sangat
senang dan segera membukanya.
“Wah bagus sekali Alia. Ternyata kamu
juga pandai membuat gelang,” kata Nia memujiku.
Aku dan Abang juga memakai gelang yang
sama dengan Nia. Aku juga membawa makanan
kesukaan kami bertiga, nasi goreng. Saat
perjalanan aku mampir untuk membelinya. Kami
pun makan dengan lahap.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [50] -----------

Sejak saat itu kami berjanji walaupun
rumah kami sekarang berjauhan, kami akan tetap
berkomunikasi dan selalu bersahabat.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [51] -----------

TIGA SERANGKAI

Oleh Ardhani Putra Purwantaka

Aku memiliki dua sahabat yang selalu ada. Yang
pertama namanya Azka, dia adalah sahabat yang
paling dekat denganku. Azka juga tinggal di dekat
rumah. Setiap hari aku selalu bermain dengannya,
karena kebetulan rumah dia dekat denganku.
Berangkat sekolah dan bermain selalu
bersamanya. Yang kedua namanya Saputra, dia
adalah sahabat yang selalu aku jemput ketika
hendak berangkat mengaji. Putra selalu rajin
belajar mengaji dan itulah yang membuatku senang
bermain dengannya.

Suatu hari kami bertiga berangkat les
bersama-sama. Sesampai di tempat les, seperti
biasa kami berdoa terlebih dahulu dan
mengeluarkan buku masing-masing. Karena aku
dan Putra berada di kelas yang sama, maka kami
belajar bersama terlebih dahulu. Sedangkan Azka
tidak satu kelas dengan kami, maka dia
diperbolehkan bermain di luar. Saat kami belajar,

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [52] -----------

terdengar suara Azka yang sedang asyik bermain
pesawat kertas. Hal itu sangat menggangguku dan
Putra, sampai suatu ketika pesawatnya tidak
sengaja terbang ke arahku dan mengenai mata.
Azka bergegas menghampiri.

“Azkaaa … Pesawatmu mengenai mata,”
teriakku.

Mataku terasa sedikit sakit dan aku marah
pada Azka. Seketika suasana menjadi hening.

“Kamu ini bagaimana sih, Azka. Bermain
pesawat tidak hati-hati sampai mengenai mata
Dani,” tegur Dani.

Azka pun langsung ditegur dan dinasihati
oleh guru les kami.

“Maafkan aku ya, Dani. Aku tidak sengaja,”
pinta Azka sambil mengulurkan tangannya sebagai
tanda permintaan maaf.

“Iya, sudah aku maafkan. Jangan diulangi
lagi ya. Mataku jadi sakit ‘kan.” balasku sambil
menjabat tangan Azka.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [53] -----------

Setelah itu kami belajar dan bermain
bersama lagi.

Keesokan hari di tempat les, aku, Azka,
dan Putra belajar bersama. Saat itu aku haus dan
meminta tolong Putra mengambilkan botol
minumnya, karena tempat botol minumku dekat
dengan tempat duduk Putra. Ketika membuka tutup
botol minumku, tanpa sengaja Putra menyenggol
tangan dan botol minumku jatuh. Airnya tumpah
mengenai buku catatan Azka.

“Dani … Kamu kok enggak hati-hati sih. Ini
‘kan buku catatanku. Nanti malam mau aku pakai
belajar untuk ulangan besok.” teriak Azka kesal.

Azka sangat marah karena bukunya basah.
“Maafkan aku Azka. Aku benar-benar tidak
sengaja. Tadi tanganku kesenggol Putra, saat dia
mengambil pensilnya,” aku berusaha menjelaskan.
“Terus aku harus bagaimana? Buku ini
penting untuk ulangan besokM” kata Azka masih
marah.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [54] -----------

“Dani ‘kan tidak sengaja, Azka. Aku yang
menyenggolnya. Maafkan aku juga ya,” kata Putra.

“Kamu pinjam catatanku saja ya, Azka!”
saranku.

Namun, Azka tidak menghiraukanku. Dia
meninggalkan buku yang kutawarkan padanya.
Sehabis magrib aku minta tolong Ayah
mengantarku ke rumah Azka untuk meminjamkan
buku catatan. Namun, Azka sedang tidak di rumah.
Aku menitipkan buku catatanku pada Ibunya.

Keesokan hari, saat bertemu di tempat les,
Azka mendekati dan tersenyum padaku.
Sedangkan Putra sama herannya denganku
melihat kelakuan Azka.

“Ini buku catatanmu, Dani. Terima kasih ya.
Tadi aku jadi lancar mengerjakan ulangan. Buku
catatanmu lengkap dan tulisanmu sangat rapi,” kata
Azka memujiku, kemudian mengembalikan buku
catatanku.

“Oh iya, Azka. Syukurlah, kamu lancar
mengerjakan ulangan,” balasku sambil tersenyum.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [55] -----------

“Dani, aku tadi menemukan ini,” kata Azka.
Ternyata Azka menemukan kertas berisi
komik karyaku. Aku memang suka membuat komik
dan baru ingat kalau pernah membuat komik itu
dan kuselipkan di buku catatan.
Aku menceritakan persahabatan antara
Aku, Azka, dan Putra dalam komik itu. Terkadang
kami sering bertengkar masalah mainan, sering
berebut mainan yang kami punya dan sering tidak
mau mengalah satu sama lain.
Persahabatan kami sering terjadi
pertengkaran. Banyak hal yang membuat kami
bertiga bertengkar karena masalah sepele.
Akhirnya kami selalu meminta maaf satu sama lain,
agar permasalahan bisa cepat selesai. Hal itu
diajarkan oleh guru kami di sekolah, agar tidak
saling bermusuhan.
Namun, dibalik itu semua sebenarnya kami
saling menyayangi, saling membantu jika salah
satu dari kami sedang dalam masalah. Kami juga
senang berbagi makanan yang kami punya. Maka

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [56] -----------

dari itu kami sering disebut ‘Tiga Serangkai’ oleh
teman-teman lainnya karena sering bersama setiap
hari.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [57] -----------

MATA BIRU YANG LUCU

Oleh Naila Nur Aisyah

Pagi itu nampak cerah, mentari tersenyum indah di
ufuk timur. Aku terbangun dari tidur. Jam sudah
menunjukkan pukul 06.00. Aku bergegas keluar
dari kamar.

“Mila, ayo mandi dan sarapan!” ucap Ibu.
“Baik Bu,” jawabku semangat.
Aku segera mandi dan sarapan. Aku pun
pamit kepada Ayah dan Ibu untuk berangkat ke
sekolah dengan berjalan kaki. Seperti biasanya,
sekolahku masuk pukul 07.30.
Saat di perjalanan menuju sekolah, aku
mendengar lirih suara.
MEONG … MEONG … MEONG ….
Aku mencari sumber suara tersebut.
Kudekati semak-semak yang ada di dekat sana.
Wah, ada seekor kucing kecil berbulu putih yang
sangat lucu. Kucing itu hanya terduduk seraya
mengeong seolah mencari induknya. Aku dekati
kucing itu dan menggendongnya.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [58] -----------

“Halo, kucing lucu. Kamu ngapain di sini?”
kataku pada kucing itu.

Matanya yang berwarna biru pun menatap
seolah bertanya balik siapa aku ini. Kucing itu
terdiam begitu aku menggendongnya. Bulu kucing
ini juga cukup lembut, tetapi kaki belakangnya
nampak terluka, entah karena apa.

“Waduh, sudah jam segini! Aku harus
buru-buru nih. Sudah dulu ya, kucing lucu. Aku mau
berangkat ke sekolah, nanti aku ke sini lagi kok!”
ucapku pada kucing itu.

Aku bergegas menuju ke sekolah. Aku
sampai meskipun sedikit terlambat. Jam pelajaran
dimulai seperti biasa. Aku dan teman-teman belajar
dengan tekun di kelas. Hingga jam istirahatpun tiba.
Aku dan Kia, temanku pergi ke kantin.

“Mila, kenapa kamu tadi terlambat masuk
kelas?” tanya Kia.

“Oh iya, aku tadi terpesona melihat anak
kucing yang lucu, makanya aku sampai tak sadar

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [59] -----------

bahwa aku harus sekolah. Jadi aku lari deh ke
sekolahnya,” jawab Mila.

Kia hanya menganggukan kepala saja
mendengar ceritaku.

KRING ….
Jam masuk kembali berbunyi. Kami
kembali mengikuti pelajaran seperti biasa sampai
tiba waktu pulang sekolah.
Sepulang sekolah, Mila menghampiri
kucing kecil yang tadi. Ternyata kucing itu masih di
sana karena kakinya yang terluka.
“Duh, kok kasihan ya kamu! Ikut aku
pulang ya,” kataku.
Kucing kecil itu hanya mengeong seolah
mengiyakan perkataanku. Aku menggendongnya
dan membawanya pulang. Sesampai di rumah, aku
meletakkannya di kardus kosong di samping
rumah.
“Tunggu sini, ya,” kataku lagi pada kucing
itu.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [60] -----------

Aku masuk ke dalam rumah dan segera
menemui Ibu. Aku mengucap salam dan mencium
tangan Ibu.

“Ibu, aku mau tanya sesuatu, tapi Ibu
jangan marah ya,” kataku pada Ibu.

“Apa itu, Mila?” tanya Ibu.
“Begini Bu, aku mau pelihara kucing. Boleh
tidak? Tadi aku menemukan kucing kecil yang lucu
di jalan,” jawabku berharap Ibu tidak marah.
“Tentu boleh saying. Asalkan kamu
merawatnya dengan baik,” jawab Ibu sambil
tersenyum.
“Asyik,” kataku spontan.
Aku mengajak Ibu melihat kucing itu ke
samping rumah. Ibu ternyata sependapat denganku
bahwa kucing ini lucu.
“Kamu beli makan kucing sana, yang
makanan basah ya. Sepertinya dia kelaparan.
Jangan lupa ambilkan air di tempat kecil ya untuk
minumnya,” kata Ibu padaku.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [61] -----------

“Siap, Bu,” jawabku segera bergegas pergi
mengambil air di tempat kecil dan membeli
makanan kucing.

Setelah dapat makanan kucing, segera
kuberikan pada kucing itu. Ternyata benar, dia
sangat kelaparan. Anak kucing itu makan dengan
sangat lahap.

“Oh, iya, apakah Ibu mau mengantarkan
aku ke dokter hewan karena kaki kucing ini
terluka?” tanyaku pada Ibu.

“Iya, Mila,” jawab Ibu.
Aku dan Ibu pun siap-siap. Aku membawa
anak kucing itu dengan kardus, sedangkan Ibu
yang nanti memboncengku. Saat hendak
menyalakan motor, ternyata ban motornya bocor
sehingga tidak bisa dipakai. Akhirnya, aku dan Ibu
memutuskan untuk menaiki angkutan umum.
Sesampai di tempat praktek dokter hewan,
Ibu mengambil nomer antrean.
Tak lama kemudian, giliranku untuk masuk
dan memeriksakan anak kucing ini. Dokter mulai

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [62] -----------

melihat luka di kaki kucing itu kemudian memeriksa
anggota tubuh lainnya. Dokter pun memberikan
resep obat untuk anak kucing ini.

Setelah itu, aku dan Ibu pulang. Sesampai
di rumah, aku memberi makan anak kucing itu lagi
dan menamainya Mochi.

Tidak lupa, aku juga memberikan obat dari
dokter secara teratur. Selang beberapa waktu
kemudian, Mochi sudah sembuh dari lukanya. Dia
selalu bermain bersama denganku, bahkan tidur
bersamaku. Aku juga secara rajin memandikannya
agar terlihat lebih cantik.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [63] -----------

HUJAN JADI SAKSI

Oleh Alifah Kartika Rahayu

Minggu pagi yang mendung itu, aku bermain
bersama teman-teman. Mereka adalah Mila, Putri,
Alifah, dan Tania. Kami bermain egrang. Egrang
adalah sebuah permainan tradisional yang
menggunakan sepasang bambu untuk berjalan.
Kami memang biasa memainkan permainan ini.
Biasanya, kami akan balapan untuk sampai di garis
finish yang sudah ditentukan.

BRUK …
Namun, karena tidak hati-hati Putri terjatuh.
Lututnya berdarah cukup banyak.
“Putri, kamu tidak apa-apa?” tanya Mila.
“Aduh, sakit sekali!” jawab Putri sambil
meringis kesakitan memegang lututnya.
“Wah, itu lutut kamu berdarah. Ayo pulang
saja, kami antar,” sahut Tania nampak khawatir.
Kami membantu Putri untuk berdiri dan
berencana mengantarnya pulang.
GLUDUK … GLUDUK …

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [64] -----------

Suara guntur mulai terdengar dan langit
nampak lebih gelap. Kami bergantian memapah
Putri untuk berjalan. Tak lama kemudian, air mulai
menetes dari langit. Kami mempercepat langkah
untuk bisa sampai di rumah Putri. Akan tetapi,
hujan deras pun turun.

“Ayo berteduh di sana,” ujar Alifah sambil
menunjuk sebuah warung yang masih tutup.

Kami ke sana dan berteduh di terasnya
hingga hujan reda. Saat akan melanjutkan
perjalanan, sebuah mobil berhenti di depan kami.
Itu adalah mobil orang tua Putri. Kami menjelaskan
kejadian yang tadi menimpa Putri kepada kedua
orang tuanya dan mereka berterima kasih sebelum
akhirnya membawa Putri pulang.

Keesokan paginya, ia izin tidak masuk
sekolah dan kami menjenguknya. Putri juga
mengundang kami untuk datang lagi ke rumahnya
esok hari.

Setelah Putri sembuh, kami berencana
bermain bersama lagi. Lagi-lagi hari ini mendung.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [65] -----------

Saat tengah asyik bermain, hujan pun turun. Tak
hanya deras, tapi juga sangat lama. Hingga sore
hari hujan tak kunjung reda.

“Ayo kita pulang saja,” ajak Alifah.
“Jangan pulang dulu. Hujan masih sangat
deras! Nanti kalau kita hujan-hujan, badan kita
kedinginan dan akan jatuh sakit,” sahut Tania.
Kami jadi ragu dan memutuskan untuk
tetap tinggal. Tampak kilat mulai bersahutan
dengan suara guntur yang membuat kami
ketakutan.
Menjelang malam, hujan baru berhenti dan
kami memutuskan untuk pulang.
“Aduh, bagaimana ini? Aku takut pulang
malam,” kata Tania dengan raut cemas.
“Jangan takut, Tania. Kita pulang bersama,
ya,” kata Mila.
Kami mulai berjalan pulang. Namun, dari
kejauhan terlihat orang tua Alifah yang nampak
mencarinya.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [66] -----------

“Ayah, Bunda,” panggil Alifah sedikit
berteriak.

Kedua orang tuanya pun menghampirinya.
“Ayah Bunda cemas, kamu main lama
sekali!” kata Ayah Alifah.
“Maaf, Yah, hujannya deras sekali tadi,”
sahut Alifah.
Tak lama setelah itu, sebuah kilatan cahaya
mobil mendekati mereka. Saat kaca mobil dibuka,
nampak Putri bersama keluarganya.
“Alhamdulillah sudah ketemu ya, Bu?”
tanya seseorang dari dalam mobil yang ternyata
Ibu dari Putri.
“Iya, Bu, untunglah. Saya sudah berpikir
macam-macam!” jawab Ibu dari Alifah dengan raut
muka lega.
Kami semua hanya terdiam karena merasa
bersalah.
“Ya sudah, ayo semua masuk sini. Tante
antar pulang semua,” ajak Ibu dari Putri.
“Iya, ayo pulang bareng!” tambah Putri.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [67] -----------

Tanpa berpikir panjang, aku, Tania, dan
Mila naik ke mobil Putri. Alifah tampak melihat ke
arah kedua orang tuanya, berharap diizinkan
pulang bersama teman-temannya.

“Iya, kamu boleh pulang sama
teman-teman,” kata Ayah Alifah.

Alifah tampak sangat senang dan segera
ikut naik ke mobil Putri.

“Makasih, Yah,” ucapnya kemudian dari
balik jendela mobil.

Mobil mulai melaju mengantarkan kami
semua pulang dengan aman dan selamat. Hujan
jadi saksi bahwa persahabatan kami itu sejati.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [68] -----------

TANPA PAMRIH

Oleh Salsabila Putri Mufidah

Lala dan Lani adalah dua orang sahabat. Lala
merupakan anak dari pasangan dokter dan polisi.
Ia hidup berkecukupan sejak kecil. Keluarga Lala
adalah orang yang baik dan tidak sombong.
Sedangkan, Lani merupakan anak dari pasangan
seorang pedagang sayur di pasar yang sederhana.
Hidupnya pas-pasan, tetapi ia tak pernah
mengeluh.

Mereka sudah bersahabat sejak mereka
duduk di sekolah dasar. Meskipun latar belakang
perekonomian berbeda, tetapi tidak menghalangi
persahabatan mereka.

TET … TET … TET ….
Bel sekolah berbunyi. Menandakan semua
siswa harus masuk ke dalam kelas masing-masing.
“Lani, tunggu aku,” teriak seseorang dari
kejauhan.
Lani spontan menoleh ke arah suara
tersebut. Ternyata, suara itu berasal dari

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [69] -----------

sahabatnya, Lala. Lani menghentikan langkahnya
dan menunggu sahabatnya itu.

“Lala, kamu baru datang?” tanya Lani.
“Iya nih, aku kesiangan. Tadi malam aku
melihat drakor sampai malam,” jawab Lala dengan
nafas ngos-ngosan.
“Dasar kamu tuh! Ya sudah, ayo cepat kita
masuk kelas,” balas Lani.
Akhirnya mereka sampai di kelas 5A.
Mereka pun duduk di bangku masing-masing.
Suasanan kelas yang gaduh seketika menjadi
hening. Pak Robi, seorang guru Matematika
muncul dari balik pintu.
“Anak-anak hari ini ulangan harian
Matematika!” kata Pak Robi tanpa basa-basi.
Seketika kelas mulai gaduh kembali.
Semua siswa terlihat panik. Begitu juga dengan
Lala. Lala melemparkan secarik kertas dan
mendarat di dahi Lani.
“Aduh! Apaan, sih?” kata Lani spontan
kemudian memungut kertas tadi.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [70] -----------

Ternyata kertas tersebut itu berasal dari
Lala.

Mati aku! Aku lupa belajar tadi malam…
tulis Lala dalam kertasnya.

Lani pun tertawa membacanya. Kelas
menjadi hening kembali karena siswa-siswi sedang
mengerjakan ulangan yang di berikan Pak Robi.

KRING … KRING … KRING ….
“Oke, anak-anak kumpulkan kertas
ulangannya di meja Bapak!” perintah Pak Robi.
Semua siswa maju mengumpulkan kertas
ulangan itu ke meja Pak Robi.
“Lani, ayo kita ke kantin,” ajak Lala.
“Ayo La, aku sudah kelaparan!” sahut Lani.
Mereka pun ke kantin bersama. Sesampai
di kantin, mereka memesan makanan
masing-masing. Mereka makan bersama.
Setelahnya, mereka tidak lupa membayar.
Tak terasa, jam istirahat sudah berakhir
dan mereka kembali masuk kelas untuk
melanjutkan pembelajaran hari ini.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [71] -----------

TET … TET … TET ….
Bel pulang sekolah pun berbunyi.
“Lani, aku pulang dulu ya, karena sudah
dijemput,” kata Lala.
“Iya Lala, bye,” balas Lani.
“Bye juga,” sahut Lala lagi.
Keesokan harinya, Lala berangkat sekolah
seperti biasanya. Sesampai di sekolah, Lala
mencari keberadaan Lani. Akan tetapi, ia tidak
menemukannya. Hingga sekolah berakhir, Lani tak
juga terlihat hari ini.
Beberapa hari Lani tidak terlihat di sekolah.
Lala jadi penasaran. Sepulang sekolah Lala
menghampiri rumah Lani. Ternyata rumahnya
kosong.
Lala sangat bingung, kemudian Lala
menghampiri tetangga Lani untuk bertanya kemana
sebenarnya Lani. Tetangga Lani bercerita, jika
Ayahnya Lani sedang dirawat di rumah sakit karena
mengalami kecelakaan saat berangkat kerja.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [72] -----------

Setelah tahu keberadaan Lani, Lala
bergegas berangkat ke rumah sakit. Tempat Ayah
Lani dirawat. Terlihat dari kejauhan Lani dan Ibunya
sedang duduk di depan ruang operasi.

“Lani,” panggil Lala.
“Loh, Lala?” sahut Lani kaget.
“Bagaimana keadaan Ayah kamu Lani?”
tanya Lala.
“Ayahku sedang dioperasi untuk kedua
kalinya,” jawab Lani sedih.
“Sabar Lani, semoga Allah cepat
memberikan kesembuhan kepada Ayahmu Lani,”
kata Lala menenangkan Lani.
Setelah mereka berbincang panjang lebar,
Lala menghampiri Ibu Lani. Lala memberikan
sebuah amplop yang berisi uang untuk membantu
membayar pengobatan Ayah Lani. Ibu Lani terharu
menerima amplop tersebut. Lala berpamitan dan
berjanji untuk kembali lagi keesokan harinya.
Tiga hari kemudian, Lani sudah bisa masuk
sekolah dengan raut wajah yang bahagia. Lala ikut

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [73] -----------

senang melihat sahabatnya itu kembali. Mereka
menjalankan aktivitas di sekolah seperti biasanya.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [74] -----------

PERTEMUAN SINGKAT

Oleh Dzakiyah Naila Syahidah

Siti dan Lani sudah bersahabat sejak lama. Mereka
senang pergi ke taman untuk bermain. Mereka juga
senang membantu satu sama lain.

Suatu ketika, Ayah Lani menyusul mereka
saat tengah asyik bermain di taman. Ayah Lani
mengabarkan juga, jika mereka akan pindah keluar
kota. Hal ini karena, Ayah Lani mendapatkan
pekerjaan lain di luar kota.

Mendengar itu, Siti merasa sedih. Begitu
pun dengan Lani. Lani dan keluarganya akan
pindah ke Sidoarjo, sedangkan Siti tetap di
Surabaya.

Keesokan harinya, Lani berpamitan pada
Siti. Mereka saling berpelukan dan tampak air mata
yang menetes dari masing-masing mata mereka.

“Sampai jumpa lagi, Lani,” kata Siti seraya
mengusap air matanya.

“Sampai jumpa lagi, Siti,” jawab Lani sedih.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [75] -----------

Hari-hari berlalu, Siti merasa kesepian dan
sangat ingin bertemu dengan Lani. Akan tetapi, hal
itu tidak mungkin.

Pagi ini, matahari terbit dengan cerah,
terdengar kicauan burung, bunga-bunga pun
bermekaran. Namun, Siti terlihat murung dan
terduduk sendiri di taman. Ia sangat kehilangan
sahabatnya.

Tak lama kemudian, datang sekumpulan
teman Siti dengan wajah ceria menghampirinya.

“Hai Siti, kenapa kamu sendirian?” tanya
Dani.

“Aku sedang menikmati udara sejuk di pagi
hari,” jawab Siti dengan wajah yang sedih.

“Ayo, bermain bersama kami!” ajak Ata.
“Iya, ayo bermain bersama,” kata Siti.
Akhirnya, mereka bermain bersama,
bercanda, bergembira satu sama lain. Sedikit demi
sedikit kesedihan Siti menghilang.
“Kita ‘kan sering bermain di taman ini,
bagaimana kalau kita bermain di taman yang agak

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [76] -----------

jauh? Supaya kita mendapatkan pengalaman dan
suasana yang baru,” usul Ata.

“Ide bagus itu,” sahut Doni.
“Bagusnya di mana ya, taman yang asyik
untuk bermain?” tanya Vania.
“Bagaimana kalau kita main ke taman di
Sidoarjo?” tanya Doni.
“Wah, ide bagus itu!” sahut Siti dengan
semangat karena mendengar kata Sidoarjo.
Percakapan mereka pun menjadi serius.
Akhirnya diputuskan mereka pergi ke taman
Sidoarjo besok pagi.
Hari yang ditentukan sudah tiba, mereka
pun segera menyusul teman-teman lainnya. Doni
menyusul Ata, Ata dan Doni menyusul Siti begitu
juga seterusnya. Akhirnya, mereka berangkat ke
Taman Abhirama Sidoarjo. Sesampai di taman
tersebut, mereka bermain, bersenang-senang,
tertawa, dan bercanda.
“Teman-teman kita main di situ, yuk!” ajak
Doni.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [77] -----------

“Ayo!” sahut semua temannya.
Mereka mulai bermain mengelilingi taman
tersebut. Siti melihat seseorang yang sepertinya ia
kenal dari kejauhan. Alangkah terkejutnya Siti,
ternyata orang tersebut adalah Lani.
“Itu sepertinya Lani, ya?” kata Doni yang
ternyata menyadari hal yang sama.
“Iya, itu Lani. Ayo, kita mendekat,” jawab
Siti dengan semangat.
Mereka pun mendatangi Lani dan
menyapanya.
“Halo, sahabatku,” sapa Siti.
Lani menoleh ke belakang dan mendapati
sahabatnya, Siti berada di sana.
“Siti? Kamu di sini juga?” sahut Lani seolah
tak percaya.
Mereka berpelukan kembali. Hari-hari sunyi
yang kemarin terlewati seolah menghilang dengan
pertemuan singkat ini. Mereka menyempatkan diri
bermain bersama sebelum akhirnya kembali pulang

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [78] -----------

ke rumah masing-masing. Mereka berjanji setiap
minggu akan bertemu lagi.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [79] -----------

DARI SEBUAH PENSIL

Oleh Tamma Hanifan Rahman

Hari ini adalah hari pertamaku, di mana aku telah
masuk kelas 1 SD. Kuedarkan pandangan ke
sekeliling kelas. Tampak sangat asing bagiku. Aku
melihat di sebelah tempat duduk, ada dua anak
yang sedang bercengkrama.

“Oh, mungkin mereka sudah saling kenal
ya,” kataku pelan.

Sedangkan yang lainnya seperti aku yang
diam tak bergeming. Tak saling menyapa satu
sama lain. Mereka adalah teman-teman baruku.

Tak lama kemudian, aku melihat seseorang
berjilbab masuk ke dalam kelas dan menyapa
semua anak.

“Assalamu’alaikum, anak-anak,” sapa
beliau.

“Alaikum salam, Bu,” balas kami kompak.
“Eh, itu ternyata guruku,” gumamku.
“Hari ini kita akan belajar Bahasa
Indonesia, sudah siap?” tanya Bu Guru.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [80] -----------

“Siaaappp …,” jawab kami semua.
Ada sebuah pensil dari bangku sebelah kiri
jatuh tepat di kakiku. Pemiliknya hanya
memandangi pensil tersebut seolah tidak berani
mengambil. Aku pun mengambilnya.
“Ini pensilmu, ya?” tanyaku.
“Iya, makasih ya,” jawab anak itu.
“Oh, iya, namamu siapa?” tanyaku lagi.
“Namaku Vano,” jawabnya dengan suara
pelan.
“Kalau namaku, Tamma,” balasku.
“Senang berkenalan sama kamu!” kata
Vano sambil tersenyum.
“Aku juga!” jawabku juga senang.
Hari itu aku sangat senang sekali.
Sesampai di rumah, aku bercerita pada Bunda
bahwa aku punya teman baru.
“Bunda, tadi aku punya teman baru,”
kataku dengan semangat.
“Wah, awalnya bagaimana? Kamu ‘kan
pemalu,” kata Bunda penasaran.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [81] -----------

“Awalnya, dia tidak sengaja menjatuhkan
pensilnya, lalu jadi kenalan deh,” jelasku pada
Bunda.

Bunda merasa senang karena aku melalui
hari pertamaku dengan baik.

Hari-hari berlalu, aku selalu bermain
dengan Vano. Mengerjakan tugas dan duduk
sebangku dengannya, bahkan kemana-mana
selalu bersama. Aku menganggap dia seperti
sahabat sejati, karena dia tak pernah marah.

Namun, semester kedua ada sesuatu yang
terjadi. Ada seorang anak yang tidak suka dengan
persahabatan kami. Ia bernama Mifta.

Mifta bilang padaku bahwa Vano pernah
berkata jika aku adalah sahabat bodoh yang
pernah ia miliki. Mendengar itu, aku pun marah.
Akhirnya, aku dan Vano bertengkar karena hal
tersebut.

“Tamma, kamu bilang bahwa aku jelek ya?”
tanya Vano dengan emosi.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [82] -----------

“Kamu juga bilang aku sahabat bodohmu,
‘kan?” balasku tidak mau kalah.

Kami hampir saja berkelahi, jika tidak
dilerai oleh teman yang lain.

“Hei, berhenti. Kalian sedang diadu domba
sama Mifta!” kata temanku yang bernama Rio
melerai pertengkaran kami.

“Apa?” kataku dan Vano bersamaan.
Mengetahui hal tersebut akhirnya kami pun
berbaikan kembali.
Persahabatanku dan Vano akhirnya
berlanjut sampai kami naik ke kelas 2 SD. Bahkan
semakin erat meski kami berbeda kelas. Sebelum
masuk kelas kami selalu berbagi cerita. Bercerita
tentang apa saja yang bisa membuat kami bisa
tertawa dan bahagia.
Ketika pelajaran olahraga, kami sering
bermain Volly bersama. Aku tak menyadari bahwa
sudah semester dua, aku dan Vano sering bermain
bersama. Saat istirahat kami membeli jajanan ke

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [83] -----------

kantin. Seringkali Vano mentraktirku, tentu saja aku
senang.

Ketika di perpustakaan, kami sering
membaca buku kesukaan kami yaitu “Ultra Wonder
World” yang bercerita tentang keindahan dunia.
Kami jadi tahu tentang tempat-tempat indah di
dunia. Bahkan kami pernah berkhayal kelak bisa
melihat tempat-tempat itu.

Kami senang sekali membaca buku di
perpustakaan. Tak jarang kami membaca buku satu
dengan bergantian, alasannya agar kami cepat
membacanya. Nanti jika sudah selesai kami saling
menceritakan isi buku itu.

Tahun berganti, kami pun sekarang sudah
kelas 3 SD. Namun, ada kejadian besar yaitu
adanya Covid-19 hingga sekolah diliburkan. Kami
harus sekolah daring. Aku jarang sekali mendengar
kabar tentang Vano. Aku bahkan tidak bisa
menghubunginya lagi secara langsung karena
Covid-19.

------------ Gendis Sewu Berkarya : Aku dan Sahabat [84] -----------

Setelah satu tahun, aku baru tahu bahwa
dia pindah sekolah. Aku merasa sangat sedih
sekali karena dia sahabat sejatiku tetapi tidak bisa
kutemui lagi sekarang. Aku tak tahu ke mana dia
pindah sekolah, yang kudengar hanyalah dia
pindah ke kota Malang.

Sampai kini, aku tidak bisa mendapatkan
kabarnya. Harapanku, suatu saat nanti aku bisa
bertemu kembali dengan Vano. Entah ketika aku di
bangku SMP atau ketika kami sudah dewasa.
Mudah-mudahan Tuhan mendengar doaku. Aku
ingin sahabatku yang hilang kembali bersamaku.












Click to View FlipBook Version