The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kumpulan cerpen karya Bibit Gendis Sewu 2022 SDN Margorejo I dengan bimbingan dari Tim Penulis TBM Se-Kecamatan Wonocolo. Buku ini mengusung tema Fantasi yang berisi tentang imajinasi anak-anak yang dibumbui dengan konflik yang seru dan menarik. Penasaran dengan ceritanya? Yuk, simak ceritanya!

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by tbmwonocolo17, 2022-11-27 23:19:11

NEGERI FANTASI

Kumpulan cerpen karya Bibit Gendis Sewu 2022 SDN Margorejo I dengan bimbingan dari Tim Penulis TBM Se-Kecamatan Wonocolo. Buku ini mengusung tema Fantasi yang berisi tentang imajinasi anak-anak yang dibumbui dengan konflik yang seru dan menarik. Penasaran dengan ceritanya? Yuk, simak ceritanya!

Keywords: Negeri Fantasi,cerpen,cerpen anak,cerita pendek,imajinasi anak,anak kreatif,gendis sewu

“Entahlah, mari kita telusuri bersama!”
jawab Rizky.

Syukurlah, tak jauh dari sana ada
sebuah mata air di bawah pohon besar.
Mereka segera meminum airnya yang segar.
Mereka juga melihat beberapa buah segar
yang tergantung di pohon. Mereka
menggunakan sapu dan alat pel untuk
mengambil buah tersebut.

Setelah cukup istirahat, mereka
melanjutkan perjalanan. Sampai akhirnya,
Naya menghentikan langkah kakinya.

Pandangannya tertuju pada tiga ekor
anak tupai yang terlihat kelaparan yang ada
di sampingnya. Sepertinya, anak tupai ini
ditinggal induknya sebelum mereka bisa
mencari makan sendiri.

Naya berjalan perlahan mendekatinya.
Namun, anak tupai itu malah berlari
menjauhi Naya dan teman-temannya. Naya
mencoba mendekat lagi, dan lagi-lagi anak-

41


anak tupai itu menghindar. Kejadian itu

berulang beberapa kali hingga akhirnya

Naya berhasil meluluhkan anak tupai itu.
“Nay, Kei, kalian di sini dulu, ya. Biar

aku sama Rizky cari buah-buahan buat anak
tupai ini,” ucap Bryan.

Rizky dan Bryan pun berhasil

mendapatkan makanan untuk mereka dan

anak tupai itu. Anak-anak tupai itu terlihat

lahap menggigit buah-buahan yang ada di

hadapan mereka. Setelah selesai makan,

empat sekawan itu tampak riang bermain

dan kejar-kejaran dengan tupai-tupai kecil.

Sejenak mereka melupakan

kebingungannya untuk bisa membuka

kembali pintu ajaib yang akan membawa

mereka kembali ke sekolah.

Sementara itu, di dalam kelas, semua

teman dan bu Andriana, wali kelas mereka

tampak bingung. Sejak pagi hingga jam

istirahat tiba, Naya, Keisya, Bryan, dan Rizky

42


masih menghilang. Bu Andriana minta tolong
pada seluruh warga sekolah untuk mencari
tahu keberadaan empat sekawan tersebut.
Hingga akhirnya, Yolanda dan Mischa teman
sekelas Naya dan teman-teman yang
menghilang ingat, kalau Naya dan teman-
teman tadi setelah piket berniat
mengembalikan peralatan ke gudang
sekolah.

Akhirnya Yolanda dan Mischa pergi
menuju gudang. Di sana mereka melihat
pintu gudang yang tertutup dengan kunci
yang masih menggantung diluar.

Yolanda membuka pintu tersebut.
“Apa ini, kok gudang kita jadi hutan?”
ucap lirih Yolanda terheran dan terkagum.
“Naya ... Keisya ... Bryan ... Rizky ...
Apa kalian ada di dalam?” teriak Mischa.
Samar-samar, Naya dan teman-teman
mendengar suara Mischa.

43


“Eh, itu ‘kan suara Mischa?” tanya
Naya.

“Ayo kita ke arah suara itu! Pasti itu
berasal dari pintu yang tadi!” sahur Bryan
dengan semangat.

Mereka segera berlari menuju pintu
gudang itu kembali dengan mengikuti tanda
yang sudah mereka buat sebelumnya, agar
tidak tersesat.

“Kami di sini!” teriak Bryan sambil
berlari.

Naya dan teman-teman berlari
mendekati pintu ajaib. Akhirnya mereka
berhasil keluar dari hutan tersebut dan pintu
kembali tertutup.

Sewaktu pintu itu dibuka kembali oleh
bu Andriana, ternyata hanya ada gudang
sekolah. Sepertinya pintu ajaib itu sudah
menghilang.

Naya, Keisya, Rizky, dan Bryan sangat
bersyukur telah mendapatkan pengalaman

44


yang luar biasa. Mereka juga berharap
semoga anak-anak tupai yang mereka temui
dapat hidup dengan bahagia.

45


NEGERI BERJA

Oleh Nazmalandra Nadameru

Pagi itu nampak cerah. Bintang dan Bulan
bangun lebih awal dari biasanya. Namun,
mereka terkaget ketika melihat lemari
pakaian mereka yang melayang-layang
dengan sendirinya.

“Bintang bukannya itu lemarimu?”
tanya Bulan heran.

“Be-benar! Tapi bagaimana bisa lemari
itu terbang?” jawab Bintang sambil
kebingungan.

“Ayo, kita coba dekati!” ajak Bulan
sedikit ragu namun juga penasaran.

Mereka beranjak dari tempat tidur dan
mulai mendekati lemari tersebut. Begitu
berada di dekatnya, sebuah angin besar
mendorong mereka masuk ke dalamnya.

“Hwaaa … aaa … aaa …,” teriak Bulan
dan Bintang.

46


BUKKK….
Mereka terjatuh di atas tumpukan
jerami kering. Di sekeliling mereka terdapat
perbukitan yang cukup hijau dengan
beberapa pohon. Di dekat mereka terdapat
papan penunjuk yang sudah usang
bertuliskan ‘NEGERI BERJA’.
“Di mana kita?” tanya Bintang.
“Lihat papan itu! Kita sedang berada di
Negeri Berja,” jawab Bulan.
Bulan dan Bintang berkeliling. Di antara
bukit itu ternyata terdapat sebuah gua. Rasa
penasaran membuat mereka berjalan
mendekati gua itu.
Gua itu terlihat gelap dan pengap.
Mereka mencoba memicingkan mata untuk
mempertajam penglihatan.
“Lihat di sana! Ada beruang!” teriak
Bulan spontan karena kaget.
Bintang pun kaget mendengar ucapan
Bulan. Tanpa disadari oleh mereka berdua,

47


beruang tersebut terbangun dari tidur
lelapnya karena mendengar suara teriakan
Bulan. Beruang tersebut terlihat marah
karena merasa terganggu dan bersiap
menyerang mereka.

“Lariiiiiii, Bintaaangg!” teriak Bulan
sambil berlari cepat.

Bintang segera berlari mengikuti Bulan
ke arah bukit terdekat. Mereka menuju hutan
yang terdapat di balik bukit tersebut.
Beruang yang marah mengikuti mereka dari
belakang.

“Lihat di sana ada sarang lebah,
bagaimana kalau kita berlari ke arah sarang
lebah itu?” usul Bintang begitu melihat
sarang lebah yang cukup besar tegantung di
atas pohon.

“Ide yang bagus, Bintang!” sahut Bulan.
Bintang dan Bulan berlari ke arah
pohon yang ada sarang lebah itu kemudian
bersembuyi di dekat semak-semaknya.

48


Beruang berlari dengan cepat dan
mendekati pohon yang ada sarang
lebahnya. Mengetahui yang dikejar sudah
tidak ada, beruang itu marah dan
menggucang keras pohon tersebut. Lebah
pun merasa terganggu dan mulai menyengat
beruang tersebut. Beruang merasa
kesakitan dan berlari menjauhi sarang lebah
itu.

Bintang dan Bulan merasa lega.
“Syukurlah, beruang itu sudah pergi!”
kata Bulan lega.
“Tapi jangan senang dulu. Kita harus
cari cara keluar dari negeri ini,” sahut
Bintang.
Mereka pun berpikir sejenak.
“Kita harus menemukan lagi lemarimu!”
kata Bulan penuh keyakinan.
“Tapi bagaimana? Kita bahkan tidak
tahu di mana lemari itu sekarang,” jawab
Bintang sedikit putus asa.

49


“Jangan menyerah! Kita harus
mencarinya. Lebih cepat lebih baik,” ajak
Bulan menyemangati Bintang.

“Baiklah, ayo kita cari!” sahut Bintang
mulai semangat lagi.

Bintang dan Bulan mulai menyusuri
hutan di balik bukit itu dengan penuh
keyakinan. Hingga pada akhirnya, mereka
mencium bau yang sangat mereka kenal.

“Sup Ikan Merah buatan Ibu!” teriak
mereka bersamaan.

Mereka sangat yakin mencium bau
makanan favorit mereka. Masakan ini adalah
makanan khas buatan ibu mereka.

Bintang dan Bulan mengikuti bau
makanan tersebut yang ternyata berasal dari
pintu lemari milik Bintang yang berada di
antara pohon besar. Pintunya masih terbuka
sehingga bau masakan ibu mereka bisa
tercium.

50


Namun saat menoleh ke belakang,
ternyata beruang tadi mengikuti mereka dan
terlihat lebih marah karena tersengat lebah.
Bintang dan Bulan yang menyadari hal itu
segera berlari menuju lemari dan masuk
melompat ke dalamnya. Pintu lemari segera
ditutup oleh Bintang.

Mereka sudah kembali ke rumahnya.
“Huh, tadi itu sangat menakutkan!” kata
Bulan
“Benar, tadi itu menakutkan!” sambung
Bintang
“Bagaimana lemari itu bisa berubah
pintu ajaib?” tanya Bulan
“Aku juga tidak tahu Bulan,” jawab
Bintang.
“Anak-anak! Ayo sarapan!” teriak ibu
dari ruang makan.
“Baik, Bu,” sahut Bintang dan Bulan
bersamaan.

51


“Ayo, kita sarapan dulu! Aku sudah
lapar habis di kejar-kejar beruang tadi.
Tenagaku seperti habis terkuras!” kata
Bintang

“Baiklah, ayo kita sarapan terlebih
dahulu!” jawab Bulan dengan semangat.

52


RUMAH YANG SERAM

Oleh Halwa Faidah Nanda Safira

Di sebuah kota bernama Wapin, tinggallah
sepasang sahabat bernama Lili dan Rahma.
Keduanya adalah anak paling berani dan
pintar. Mereka juga sering kali memecahkan
kasus misteri yang ada di kota tersebut.

***
Suatu ketika, terjadi kasus kehilangan
yang cukup sering di daerah pinggir Kota
Wapin. Anehnya, yang menghilang adalah
barang-barang yang terbuat dari aluminium
saja. Seperti panci, wajan, spatula hingga
pagar rumah warga yang terbuat dari
aluminium.
“Bagaimana jika kita menyelidikinya?”
ajak Lili dengan antusias.
“Oke, kita harus mulai mengumpulkan
informasi!” balas Rahma.

53


Hari demi hari berlalu, Lili dan Rahma
pun sudah mendapatkan beberapa informasi
dari warga yang kehilangan. Beberapa
warga mengaku melihat sesuatu yang bisa
menarik barang aluminium milik mereka dan
memasukkannya ke dalam tanah.

Singkat cerita, Lili dan Rahma
mendatangi daerah tersebut. Di sana,
mereka mendapati banyak gundukan tanah
yang aneh di sekitar rumah warga yang
kehilangan.

Mereka mengikuti jejak gundukan
tanah itu yang ternyata berakhir pada
sebuah rumah besar yang tampak kosong
dan seram.

“Jejaknya berakhir di sini, Li,” kata
Rahma.

“Rumah ini seram sekali, sepertinya
sudah lama kosong! Apa kita masuk saja?”
ajak Lili.

54


“Jangan, kita harus berhati-hati. Kita
tidak tahu apa yang akan kita hadapi!”
sergah Rahma.

Mereka memutuskan untuk mencari
makan terlebih dahulu karena sudah merasa
lapar. Mereka pun memesan dua mangkuk
pada penjual bakso pinggir jalan.

Tanpa sengaja, mata Lili melihat
sebuah kertas yang tertempel di tembok
samping mereka. Ada sebuah pengumuman
tentang adanya sebuah bazar yang akan
berlangsung nanti malam.

“Rahma, lihat! Akan ada bazar di sini
nanti malam. Bagaimana kalau kita nanti ke
bazar dulu?” ajak Lili dengan semangat.

“Ayo, aku juga ingin jalan-jalan di
bazar!” ajak Rahma.

“Oke. Jangan lupa izin Papa Mama
dulu ya,” sahut Lili.

Malam pun tiba. Tampak deretan stan
penjual dalam bazar yang cukup meriah.

55


Berbagai jenis makanan dan minuman juga
barang-barang dijual di sana.

Rahma dan Lili berkeliling dari ujung ke
ujung membeli makanan kesukaan mereka.
Ada telur gulung, makaroni telur, kue leker,
dan sebagainya. Namun, perhatian mereka
teralihkan pada sebuah stan yang ada di
paling pojok bazar tersebut yang tampak
sepi.

Mereka menghampiri stan tersebut.
Tampak seorang nenek tua yang
menjaganya. Beliau menjual berbagai
macam barang antik dan unik.

Nenek hanya tersenyum saat kedua
anak itu menghampiri stannya. Lili dan
Rahma melihat-lihat barang yang dijual oleh
nenek tersebut.

CEKLAAKKK ....
Lampu di daerah tersebut padam
secara massal. Semua orang tampak panik
akan keadaan tersebut.

56


“Cu, gunakan karung ini untuk
menyelesaikan masalah yang ada,” bisik
seseorang di telinga Lili.

“Hwaaaa …,” teriak Lili kaget.
Buru-buru Rahma mengeluarkan
ponsel dari sakunya dan menyalakan lampu
senter yang diarahkan ke Lili.
“Ada apa, Li?” tanya Rahma cemas.
“Seseorang berbisik di telingaku, Ma.
Suaranya seperti suara nenek-nenek. Aku
kaget sekali,” jawab Lili.
“Hah? Lalu, apa itu di tanganmu?”
tanya Rahma lagi dengan muka heran.
Di tangan Lili ada sebuah karung
berukuran kecil bewarna keemasan.
Lili dan Rahma terdiam sejenak.
Kemudian mereka tersadar bahwa stan
nenek tua yang ada di samping sudah
hilang.

57


“Jangan-jangan ini pemberian Nenek
tadi? Apa dia seorang penyihir?” tanya Lili
dengan penuh rasa penasaran.

“Memang tadi suaranya bilang apa?”
tanya Rahma yang juga penasaran.

“Katanya, karung ini berguna untuk
menyelesaikan masalah yang ada. Mungkin
karung ini memang berguna,” jawab Lili.

Mereka menyadari sesuatu dan
langsung menuju ke rumah besar yang
kosong tadi siang. Mereka bergegas
mengunjunginya.

“Sepertinya, memang ada yang tidak
beres dengan rumah ini, Ma,” kata Lili.

“Iya, bagaimana jika kita coba masuk
ke sana? Apakah kamu takut?” tanya
Rahma yang masih memegang ponselnya.

“Aku tidak takut. Ayo, coba kita
pecahkan permasalahan ini!” jawab Lili
dengan penuh keyakinan.

58


Mereka berdua masuk ke dalam rumah
besar itu. Tampak banyak sarang laba-laba
dan debu di setiap penjuru ruangan. Rumah
itu gelap, sehingga Rahma menyalakan
senter dari ponselnya lagi. Sementara Lili
memegang karung kecil bewarna emas di
tangannya.

“Lili, lihat! Sepertinya ada cahaya dari
arah bawah tangga itu,” bisik Rahma.

Mereka mendekati bagian bawah
tangga tersebut. Alangkah terkejutnya
mereka saat menemukan sebuah pintu
menuju ruang lain di rumah tersebut.
Cahaya lilin kecil yang berada di sekitar
pintu membuat pintu ini sedikit bersinar tadi.

Di dalamnya juga terdapat anak tangga
menuju ke arah bawah tanah. Lili dan
Rahma mengikuti anak tangga itu sampai
bawah.

Sesampainya di bawah, mereka
mengendap pelan dan melihat seekor tikus

59


raksasa yang dapat berjalan seperti
manusia. Mereka kaget bukan main.

“Apa itu, Li?” pekik Rahma pelan
menahan takutnya.

Lili hanya terbelalak kaget. Di sini lain,
si tikus raksasa terlihat menyadari ada orang
lain di ruangannya. Hidungnya tampak
mencari-cari sesuatu.

Lili dan Rahma bersembunyi di balik
meja dekat tangga. Si tikus raksasa terus
mencari-cari. Namun, karena tidak
menemukan apa-apa. Ia kembali
memasukkan barang-barang aluminium
yang dicurinya selama ini ke dalam sebuah
tungku bercahaya.

Tungku itu tampak seperti lubang tanpa
akhir karena setiap barang yang dimasukkan
tidak pernah terlihat kembali.

“Kita harus menghentikannya Rahma,
jika tidak, maka banyak barang warga yang
akan hilang,” bisik Lili.

60


“Iya, tapi bagaimana?” tanya Rahma.
“Apa mungkin karung emas ini bisa
berguna? Tapi apa yang harus kita
lakukan?” sahut Lili.
“Coba arahkan karung ini ke makhluk
itu, mungkin,” jawab Rahma sedikit ragu.
Lili mengarahkan karung emas tersebut
ke tikus raksasa. Secara ajaib tikus raksasa
itu masuk ke dalam karung emas yang
bahkan ukurannya lebih kecil.
Lili dan Rahma tidak menyangka.
Mereka bersorak gembira karena merasa
telah bisa mengalahkan si tikus raksasa.
Setelah ini pasti tidak akan ada lagi kasus
kehilangan dari warga. Mereka pun pulang
dengan hati riang.
Namun, di luar dugaan, kasus
kehilangan warga tetap terjadi dan kini
semakin menyebar di daerah lain.
Diberitakan juga jika ada warga yang melihat
tikus raksasa yang menjadi pelakunya.

61


“Wah, sepertinya, tikus raksasa itu
tidak hanya ada satu Li,” kata Rahma.

“Benar! Sepertinya mereka berkoloni,
kita harus membantu warga di sana,” balas
Lili.

“Karung emas!” sahut Lili dan Rahma
berbarengan.

Petualangan mereka membasmi tikus
raksasa pencuri pun dimulai.

62


HUTAN TEDUH

Oleh Nabila MaulidyahPutri

Cahaya apa itu? Sinarnya sangat terang,
kata Galaxy pada dirinya sendiri.

Galaxy penasaran dengan cahaya
terang yang dilihatnya. Cahaya itu berasal
dari bawah pohon di belakang sekolah. Dia
segera menghampiri cahaya terang itu dan
meninggalkan teman-temannya yang
sedang asyik bermain sepak bola. Sepulang
sekolah, Galaxy dan teman-temannya
biasanya bermain di belakang sekolah yang
rindang. Ada beberapa pohon besar dan
berbagai tanaman di sana.

Saat Galaxy mendekati cahaya
tersebut, dia terseret masuk ke suatu tempat
yang tidak dikenali. Galaxy heran, dia tidak
melihat seorang pun di sana.

Ini di mana, ya? Seperti di hutan, tetapi
aku tidak pernah tahu tempat ini. Oh iya, aku

63


'kan tadi terseret ke cahaya yang sangat
terang. Apa aku sedang memasuki dimensi
lain, ya? Galaxy bertanya-tanya dalam hati.

Galaxy bingung. Dia berjalan mengikuti
jalan di hadapannya. Banyak sekali pohon
yang tumbang. Galaxy terus berjalan, tetapi
langkahnya terhenti karena dia melihat
sekelompok orang di antara pohon yang
tumbang.

Galaxy penasaran dengan apa yang
dilakukan sekelompok orang itu. Galaxy
terus mengamati mereka dari balik pohon
karena takut keberadaannya diketahui
sekelompok orang itu. Ternyata mereka
adalah penebang pohon liar. Mereka
menebangi pohon tanpa memilih pohon
mana yang siap ditebang.

Ketika Galaxy sibuk mengamati
penebangan pohon, ada orang yang datang
dari arah belakang, kemudian menepuk
pundaknya. Galaxy membalikkan badannya

64


dan menjerit histeris. Tampak sosok kakek

berjenggot berpakaian lusuh menatapnya.
“Jangan takut, Nak!” kata kakek itu.
“Si ... si ... siapa anda? Sebenarnya ini

di mana?” tanya Galaxy masih ketakutan.
“Namaku Syamsudin, tetapi orang-

orang biasa memanggilku Kakek Penunggu

Pohon karena aku sering menghabiskan

waktu di bawah pohon-pohon untuk

beristirahat. Aku adalah salah seorang

pengrajin kayu di sini. Saat ini kamu berada

di Hutan Teduh, nama itu diberikan karena

dahulu di hutan ini banyak terdapat

pepohonan sehingga memberikan

keteduhan dan kesejukan. Aku sedih karena

ulah manusia yang tidak bertanggung jawab

membuat hutan ini menjadi gersang. Mereka

menebangi pohon-pohon di sini untuk
kepentingan pribadinya,” kakek menjelaskan

permasalahan yang terjadi di Hutan Teduh.

65


“Oh, jadi begitu, Kek. Perkenalkan,

Kek, namaku Galaxy. Aku adalah duta

lingkungan hidup di sekolahku. Meskipun

tidak pernah ke tempat ini, aku harus

membantu menghentikan penebangan
pohon liar ini.”

“Wah, Kakek bangga padamu, Nak.

Ternyata masih ada pemuda yang mencintai

lingkungan. Kebetulan sekali, kami sedang

membutuhkan bantuanmu, Nak.

Penebangan liar ini juga mengakibatkan

penduduk di sini kesulitan mendapatkan air
karena tanah yang mengalami kekeringan.”

Setelah mendengar penjelasan dari

kakek Syamsudin, Galaxy berpikir

bagaimana caranya bisa menghentikan

penebangan pohon liar itu.
“Aha ... aku mempunyai ide, Kek,” kata

Galaxy mengagetkan.

Galaxy membisikkan rencananya

kepada kakek Syamsudin, karena takut

66


didengar oleh penebang pohon liar. Kakek
Syamsudin sedikit bingung, tetapi menurut
saja dengan Galaxy. Namun, beliau meminta
Galaxy melakukan rencananya keesokan
hari karena kemungkinan besar penebangan
masih berlangsung. Galaxy pasti
membutuhkan waktu untuk beristirahat.

Kakek Syamsudin mengajak Galaxy
beristirahat di rumahnya yang sangat
sederhana. Rumah itu terbuat dari kayu
yang dikerjakan sendiri oleh beliau. Di sana
ada anak dan cucunya. Galaxy senang
karena cucu kakek Syamsudin seumur
dengannya, namanya Siti.

Keesokan hari, Galaxy mengajak Siti
untuk mengumpulkan ulat bulu. Tak lupa
mereka menggunakan sarung tangan agar
tidak gatal-gatal. Siti tahu di mana mereka
bisa menemukan ulat bulu itu.

Tak butuh waktu lama, mereka sudah
berhasil mengumpulkan ulat bulu yang

67


cukup banyak. Galaxy berencana akan
memasukkan ulat bulu itu ke dalam tempat
istirahat para penebang pohon liar.

Saat malam tiba, Galaxy sudah siap
menjalankan idenya ditemani Siti dan kakek
Syamsudin. Mereka segera menuju tenda,
tempat beristirahat para penebang pohon
liar.

“Siti apa kamu sudah siap?” tanya
Galaxy.

“Tentu saja. Aku sudah mengumpulkan
ulat bulu sebanyak mungkin, tetapi
bagaimana kalau kita ketahuan?” Siti balik
bertanya.

“Kita harus yakin berhasil, Siti. Semua
demi pulihnya Hutan Teduh dan agar
penduduk di sini tidak kesulitan lagi
mendapatkan air,” sahut Galaxy
bersemangat.

“Baiklah. Semangat!” seru Siti.

68


Galaxy, Siti, dan kakek Syamsudin

menunggu sampai para penebang pohon liar

tertidur pulas. Galaxy dan Siti mengendap-

endap memasukkan ulat bulu ke dalam

tenda, sedangkan kakek Syamsudin berjaga

di depan tenda. Tak butuh waktu lama, ulat

bulu mulai menggeliat ke tubuh para

penebang pohon liar.
“Lihat, ulat-ulat itu mulai bekerja,

Galaxy,” kata Siti yang mengamati dari balik

tenda.
“Iya. Yuk, kita pergi dari sini sebelum

mereka mengetahui keberadaan kita!” ajak

Galaxy sambil mengendap-endap

meninggalkan tenda.

Galaxy, Siti, dan kakek Syamsudin

segera meninggalkan tenda.

Keesokan harinya, mereka tidak

melihat tenda di hutan. Kata warga

setempat, mereka melihat para penebang

pohon liar pergi meninggalkan hutan.

69


Ada salah satu warga yang mendengar
kalau mereka pergi karena sekujur tubuhnya
gatal-gatal dan bentol-bentol karena gigitan
ulat. Selain itu saat tengah malam, mereka
juga melihat bayangan besar, sosok Kakek
Berjenggot yang membawa kapak besar.
Mereka mengira itu adalah penunggu hutan
yang marah karena hutan menjadi gersang.

“Syukurlah mereka sudah pergi dari
sini,” kata kakek Syamsudin.

“Iya, semua berkat bantuanmu,
Galaxy,” kata Siti senang.

“Tapi aku penasaran dengan sosok
Kakek Berjenggot yang mereka lihat,” kata
Galaxy.

“Hahaha. Sepertinya yang mereka lihat
itu Kakek. Tadi malam setelah kalian
kembali ke rumah, Kakek kembali ke hutan
untuk menakut-nakuti mereka. Dan
syukurlah berhasil,” kakek menjelaskan.

70


Mereka bertiga senang karena sudah
berhasil mengusir para penebang pohon liar.

Setelah berhasil mengusir para
penebang pohon liar, mereka mengajak
warga sekitar untuk menanami kembali
hutan yang gundul agar tidak gersang dan
tidak kekeringan lagi.

Galaxy senang karena misinya
berhasil, tetapi dia sedih karena harus
kembali ke tempat tinggalnya. Siti dan kakek
Syamsudin berterima kasih karena Galaxy
sudah banyak membantu mereka.

Galaxy diantar Siti dan kakek
Syamsudin kembali ke tempat dia pertama
masuk ke Hutan Teduh. Dia menemukan
cahaya terang itu. Dia kembali ke tempatnya
bermain bersama teman-tema. Ternyata
mereka masih bermain di sana, di belakang
sekolah.

“Eh, kalian masih mainan di sini,” sapa
Galaxy kepada salah satu temannya.

71


“Kamu ke mana saja? Kita sudah
capek bermain dan sudah satu jam nungguin
kamu, kok gak balik-balik.”

“Hem ... aku tadi ke toilet. Perutku sakit
banget.”

Galaxy kemudian terdiam dan masih
tidak percaya dengan yang sudah
dialaminya. Ternyata dia cuma menghilang
satu jam. Padahal dia sudah dua hari di
Hutan Teduh.

72


BAKTERI DI ATAS DONAT

Oleh Nadifatul Yasin

KRING ... KRING ....

Terdengar suara bel yang menandakan

waktu pelajaran telah usai.
“Yeay ... akhirnya sudah waktunya

pulang! Seperti biasa, kita pulang bareng,
ya?” teriak salah seorang siswa dari SDN

Margorejo I dengan raut wajah yang

gembira, ia bernama Beti.

“Bentar-bentar, Beti. Perutku

mendadak sakit, nih. Aku ke kamar mandi
dulu, ya!” kata Salfa sambil memegang

perutnya dan berlari menuju kamar mandi

sekolah.

Beti mengikuti Salfa dari belakang dan

menunggu Salfa di depan pintu kamar

mandi. Setelah cukup lama menunggu, Beti

jadi penasaran dan takut terjadi sesuatu

73


dengan Salfa yang belum keluar dari kamar
mandi.

Beti pun mengetuk pintu kamar mandi,
tetapi tidak ada jawaban dari Salfa. Beti
membuka pintu kamar mandi dan dia
terkejut karena seperti masuk di dunia lain.

“Di mana ini? Kok bukan di kamar
mandi,” kata Beti lirih.

Beti berteriak memanggil Salfa, tetapi
tidak ada jawaban. Beti memutuskan
mencari keberadaan Salfa dengan mengikuti
jalan yang ada di hadapannya.

Setelah berjalan cukup lama, Beti
berhenti karena kelelahan. Dia beristirahat
di sebuah taman. Di sana, dia melihat ada
anak yang sedang asyik bermain. Anak itu
berlari mendekati penjual donat dan
membelinya. Anak itu menikmati donat
dengan lahap tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu.

74


Hmmm ... sepertinya donatnya enak,
ya. Pas banget, aku ‘kan belum makan
siang, batin Beti sambil menelan ludah.

Beti mendekati anak itu. Ketika
mendekatinya, Beti melihat ada banyak
bakteri di atas donatnya. Namun, anak itu
terus memakan donat dengan lahap.

“Stop!” kata Beti spontan.
“Kakak ini siapa? Kok teriak-teriak ke
arahku,” tanya anak itu.
“Namaku Beti. Kamu sedang makan
apa?” tanya Beti balik.
“Oh, Kak Beti. Namaku Sasa. Aku
sedang makan donat. Memangnya kenapa?
Kakak mau? Ini masih ada, ambil aja,” balas
Sasa kemudian melanjutkan mengunyah
donat.
“Tidak, terima kasih. Apa kamu tidak
melihat ada apa di atas donat yang kamu
makan? Ada bakteri di atas donatmu.”

75


“Mana bisa Kakak melihat bakteri. Itu
‘kan hanya bisa dilihat dengan mikroskop?
Ini ‘kan meises, Kak,” bantah Sasa.

Setelah menghabiskan satu donatnya,
Sasa pergi meninggalkan Beti.

Beti penasaran dengan donat itu,
kenapa yang dilihat Beti tidak terlihat oleh
Sasa. Namun, Beti teringat dengan Salfa
dan ingin lanjut mencarinya.

Saat akan meninggalkan taman, Beti
melihat Sasa dari kejauhan seperti
memuntahkan sesuatu. Beti pun bergegas
menghampiri Sasa.

“Kamu kenapa, Sasa?” tanya Beti.
“Perutku sakit, Kak. Aku muntah-
muntah. Banyak sekali yang aku
muntahkan,” jawab Sasa.
Beti membantu Sasa membersihkan
muntahannya. Beti terkejut karena bisa
melihat isi perut Sasa. Banyak bakteri di
sana. Beti mengucek matanya berulang-

76


ulang tanda tak percaya dengan apa yang
dilihatnya.

“Sasa, kamu harus segera minum
obat. Sepertinya perutmu sakit karena kamu
tidak mencuci tangan dulu sebelum makan,
sehingga dalam makananmu terdapat
banyak bakteri,” kata Beti menasihati.

“Oh iya, aku ingat tadi setelah mainan
belum cuci tangan. Aku langsung makan
donat,” kata Sasa.

“Sekarang ayo kita ke puskesmas!”
ajak Beti.

Sasa menuruti ajakan Beti untuk pergi
ke puskesmas. Setelah diperiksa dan
mendapat obat dari puskesmas, Beti
mengantar Sasa pulang ke rumahnya.

“Terima kasih, Kak sudah mengantarku
ke puskesmas dan kembali ke rumah,” kata
Sasa.

“Sama-sama, Sasa. Ingat pesan dokter
di puskesmas tadi, ya! Selalu jaga

77


kebersihan, cuci tangan sebelum makan biar
tidak sakit perut lagi,” sahut Beti.

“Iya, Kak.”
“Sasa, aku boleh numpang ke kamar
mandi? Aku kebelet pipis,” tanya Beti.
“Silakan, Kak!”
Sasa mengantar Beti ke kamar mandi.
Beti pun segera masuk ke kamar mandi,
tetapi kamar mandi Sasa seperti tidak asing
bagi Beti. Selesai pipis, Beti keluar dari
kamar mandi. Dia dikejutkan dengan anak
yang ada di hadapannya, dia adalah Salfa.
“Beti, sudah selesai. Kok cepet banget.
Aku baru mau duduk. Maaf ya, kamu pasti
sudah lama nunggu aku sampai kebelet
pipis. Kukira kamu sudah pulang duluan,
tetapi aku lihat tasmu masih di sini” kata
Salfa sambil membawa tas Beti.
“Eh, anu .... aku, iya tadi kebelet pipis.
Kamu enggak denger, aku tadi manggil-
manggil kamu?” sahut Beti.

78


“Hem .... Samar-samar sih, tapi aku
‘kan sedang konsentrasi. Hehehe ….
Sepertinya ada yang salah dengan perutku.”

Beti jadi teringat dengan kejadian yang
baru dia alami. Dia bisa melihat isi dalam
perut Sasa. Beti terus mengamati perut
Salfa, tetapi kali ini dia tidak melihat sesuatu
seperti dalam perut Sasa.

Beti menceritakan kejadian yang baru
dialaminya kepada Salfa. Salfa teringat
kalau tadi sebelum makan, dia juga tidak
mencuci tangan terlebih dahulu.

“Beti, sepertinya sakit perutku ini sama
seperti Sasa karena tidak mencuci tangan
sebelum makan,” kata Salfa.

“Kalau gitu kamu harus segera minum
obat biar perutmu enggak sakit lagi,” nasihat
Beti.

“Iya, Beti. Terima kasih, ya. Ayo kita
pulang sekarang!” ajak Salfa.

79


Sejak saat itu Salfa dan Beti semakin
sadar pentingnya menjaga kebersihan dan
selalu mencuci tangan sebelum makan.

80


Bibit Penulis
SDN Margorejo 1 Surabaya

Audrey keisya REVINA JASMINE
Nada rissandhi ANGELINA IRAWAN

HUTAN AJAIB TERJEBAK DI
NESAM

Ahmad zidni ilma Khanza Putri
Azyyati
PENCARIAN
HARTA KARUN PETUALANGAN
LUAR ANGKASA


Bibit Penulis
SDN Margorejo 1 Surabaya

Ratu Azkadina Nabila Maulidyah
Lubis Putri

PORTAL DIMENSI LAIN
DUNIA LAIN

Nadifatul Yasin Halwa Faidah
Nanda Safira
BAKTERI DI
ATAS DONAT RUMAH YANG
SERAM


Bibit Penulis
SDN Margorejo 1 Surabaya

Nazmalandra Alya Carissa Rizky
Nadameru (Lala) Salsabila

NEGERI BERJA PINTU AJAIB
SEKOLAH

Alessia Xerafina
Dyaz

JASMINE DI
NEGERI BOBA


Click to View FlipBook Version