The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by AaEL, 2020-10-06 05:06:20

Saat Rumah Sakit Dituding1

Saat Rumah Sakit Dituding1

Saat Rumah Sakit Dituding "Meng-covid-kan" Pasien...

Munculnya pernyataan yang mengungkapkan bahwa rumah sakit sengaja
mendiagnosis pasien dengan penyakit Covid-19 harus disertai bukti yang kuat.
Tanpa adanya bukti, hal itu sebatas menjadi tudingan yang memunculkan
diskursus yang tidak sehat di masyarakat.

Akibatnya, muncul persepsi keliru seolah-olah rumah sakit sengaja melakukan
praktik kecurangan terhadap pasien. Jika itu dibiarkan, dampaknya dapat timbul
misinformasi dan disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam
penanganan pandemi Covid-19. Namun sebaliknya, jika memang terbukti ada
rumah sakit nakal yang sengaja mendiagnosis pasien meninggal dalam keadaan
negatif Covid-19, sebagai pasien positif Covid-19, juga harus ditindak dengan
tegas.

Dugaan itu sebelumnya muncul dalam perbincangan antara Gubernur Jawa
Tengah Ganjar Pranowo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko. Saat
bertemu di Semarang, Jawa Tengah pada Kamis (1/10/2020), keduanya
membahas perkembangan penanganan Covid-19. Termasuk, isu soal adanya
rumah sakit nakal yang "meng-Covid-kan" pasien yang dilakukan rumah sakit
rujukan agar mendapatkan anggaran dari pemerintah. "Tadi saya diskusi banyak
dengan Pak Gubernur, salah satunya adalah tentang definisi ulang kasus
kematian selama pandemi. Definisi ini harus kita lihat kembali, jangan sampai
semua kematian pasien itu selalu dikatakan akibat Covid-19," kata Moeldoko di
Semarang, Kamis (1/10/2020) lalu, seperti dilansir dari Antara. Menurut dia,
sudah banyak kasus, orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan, tetapi disebut
meninggal akibat Covid-19 oleh rumah sakit. Meskipun hasil pemeriksaan
kesehatannya dinyatakan negatif Covid-19. "Ini perlu diluruskan agar jangan
sampai ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari
definisi itu," kata dia.

Ganjar pun mengamini keberadaan isu tersebut. Menurut dia, hal serupa juga
sudah pernah terjadi di Jawa Tengah. "Ada orang diperkirakan Covid-19 terus
meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata
negatif. Ini kan kasihan, ini contoh-contoh agar kita memperbaiki hal ini,"
ucapnya.

Pernyataan keduanya kemudian viral dan menjadi perbincangan di jagat Twitter
hingga Sabtu (3/10/2020) siang. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW)

Neta S Pane meminta agar Polri mengusut adanya dugaan permainan yang
dilakukan oleh pihak rumah sakit berdasarkan informasi tersebut. Sebab, biaya
perawatan pasien Covid-19 yang harus dibayar pemerintah tidaklah sedikit.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020
yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika
seorang pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung
biaya sebesar Rp 105 juta sebagai biaya paling rendah. Untuk pasien komplikasi,
pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp 231 juta per orang.
"Segera bongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk
meraih keuntungan dengan cara meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya
tidak terkena Covid-19," kata Neta dalam keterangan tertulis, Sabtu, seperti
dilansir dari Antara. Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia ( Persi) Kuntjoro Adi Purjanto menyatakan, pihaknya
mendukung pemberian sanksi kepada rumah sakit nakal yang terbukti
melakukan tindakan kecuaran. Ia pun mengatakan Persi terbuka terhadap semua
masukan dan kritik untuk memperbaiki penanganan Covid-19 di seluruh rumah
sakit. "Persi mengimbau, mengajak, dan senantiasa berkolaborasi kepada para
pihak yang berkepentingan memperbaiki pelayanan kesehatan dalam
penanganan pandemi Covid-19," kata Kuntjoro dalam keterangan tertulis,
Minggu.

"Persi menerima masukan, aspirasi, dan keluhan yang dapat disampaikan dengan
cara yang tepat dan saluran yang benar," imbuh dia. Belum ada laporan.
Sementara itu, Humas Persi Anjari Umarjiyanto menyatakan, pihaknya belum
menerima aduan masyarakat atas dugaan tindakan kecurangan yang dilakukan
rumah sakit.
Kendati demikian, pihaknya proaktif dalam melakukan klarifikasi terhadap rumah
sakit yang diopinikan negatif. Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya.
Menurut dia, hingga kini belum ada tembusan dari Biro Komunikasi Publik dan
Yanmas Kemenkes terkait hal tersebut. Ada dua kemungkinan mengapa aduan
itu belum diterima pihaknya sejauh ini. Pertama, karena belum adanya
pengaduan. Kedua, sudah ada pengaduan tetapi tidak disertai bukti yang kuat.

Kuntjoro menuturkan, munculnya pernyataan yang tak disertai bukti dan fakta
yang kuat akan membangun persepsi keliru masyarakat terhadap rumah sakit.
Efek dampak panjangnya, hal itu dapat menghasilkan misinformasi dan
disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi

Covid-19. "Terbangunnya opini 'rumah sakit meng-Covid-kan pasien'
menimbulkan stigma dan pengaruh luar biasa pada menurunnya kepercayaan
publik terhadap rumah sakit dan meruntuhkan semangat dan ketulusan
pelayanan yang dilaksanakan rumah sakit dan tenaga kesehatan," kata dia. Ia
menegaskan, rumah sakit selalui mengikuti aturan yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan dalam menangani pasien Covid-19. Termasuk, pasien-
pasien yang dinyatakan meninggal dunia. Aturan yang dimaksud yaitu Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Covid-19.

Tindakan pemulasaran jenazah pasien kasus probable dan konfirmasi yang
meninggal dunia diberlakukan dengan tata laksana Covid-19. Kuntjoro
menambahkan, Persi berkomitmen dan senantiasa mendukung upaya
pemerintah dalam penanggulangan pandemi Covid-19 dengan memberikan
pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19, maupun pasien umum yang
membutuhkan. Persi melalui rumah sakit anggotanya memenuhi tanggung
jawabnya untuk melayani kesehatan seluruh masyarakat, baik pasien Covid-19
dan non-Covid-19, dengan segala risiko tinggi. Ia pun mengingatkan pihak rumah
sakit agar menangani pasien Covid-19 sesuai dengan ketentian yang telah
ditetapkan pemerintah, sehingga tak perlu menawarkan fasilitas di luar
ketentuan tersebut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Rumah Sakit Dituding
"Meng-covid-kan" Pasien...", Klik untuk
baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/10/05/15350241/saat-rumah-
sakit-dituding-meng-covid-kan-pasien?page=3.
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Dani Prabowo

Saat Rumah Sakit Dituding "Meng-covid-kan" Pasien...

Munculnya pernyataan yang mengungkapkan bahwa rumah sakit sengaja
mendiagnosis pasien dengan penyakit Covid-19 harus disertai bukti yang kuat.
Tanpa adanya bukti, hal itu sebatas menjadi tudingan yang memunculkan
diskursus yang tidak sehat di masyarakat.

Hal tersebut mengakibatkan muncul persepsi keliru seolah-olah rumah sakit
sengaja melakukan praktik kecurangan terhadap pasien. Jika itu dibiarkan,
dampaknya dapat timbul salah informasi dan disinformasi yang merugikan
pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19. Namun sebaliknya,
jika memang terbukti ada rumah sakit nakal yang sengaja mendiagnosis pasien
meninggal dalam keadaan negatif Covid-19, sebagai pasien positif Covid-19, juga
harus ditindak dengan tegas.

Dugaan itu sebelumnya muncul dalam perbincangan antara Gubernur Jawa
Tengah Ganjar Pranowo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko. Saat
bertemu di Semarang, Jawa Tengah pada Kamis (1/10/2020), keduanya
membahas perkembangan penanganan Covid-19. Termasuk isu soal adanya
rumah sakit nakal yang "meng-Covid-kan" pasien yang dilakukan rumah sakit
rujukan agar mendapatkan anggaran dari pemerintah. "Tadi saya diskusi banyak
dengan pak gubernur, salah satunya adalah tentang definisi ulang kasus kematian
selama pandemi.

“Definisi ini harus kita lihat kembali, jangan sampai semua kematian pasien itu
selalu dikatakan akibat Covid-19," kata Moeldoko di Semarang, Kamis
(1/10/2020) lalu, seperti dilansir dari Antara. Menurut dia, sudah banyak kasus
orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan, tetapi disebut meninggal akibat
Covid-19 oleh rumah sakit. Meskipun hasil pemeriksaan kesehatannya dinyatakan
negatif Covid-19. "Ini perlu diluruskan agar jangan sampai ini menguntungkan
pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," kata dia.

Ganjar pun mengamini keberadaan isu tersebut. Menurut dia, hal serupa juga
sudah pernah terjadi di Jawa Tengah. "Ada orang diperkirakan Covid-19 terus
meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata
negatif. Ini kan kasihan, ini contoh-contoh agar kita memperbaiki hal ini,"
ucapnya.

Pernyataan keduanya kemudian viral dan menjadi perbincangan di jagat Twitter
hingga Sabtu (3/10/2020) siang. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW)
Neta S Pane meminta agar Polri mengusut adanya dugaan permainan yang
dilakukan oleh pihak rumah sakit berdasarkan informasi tersebut. Sebab, biaya
perawatan pasien Covid-19 yang harus dibayar pemerintah tidaklah sedikit.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020
yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang
pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar
Rp 105 juta sebagai biaya paling rendah. Untuk pasien komplikasi, pemerintah
setidaknya harus menanggung biaya Rp 231 juta per orang.
"Segera bongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk
meraih keuntungan dengan cara meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya
tidak terkena Covid-19," kata Neta dalam keterangan tertulis, Sabtu, seperti
dilansir dari Antara. Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia ( Persi) Kuntjoro Adi Purjanto menyatakan, pihaknya
mendukung pemberian sanksi kepada rumah sakit nakal yang terbukti melakukan
tindakan kecurangan. Ia pun mengatakan Persi terbuka terhadap semua masukan
dan kritik untuk memperbaiki penanganan Covid-19 di seluruh rumah sakit. "Persi
mengimbau, mengajak, dan senantiasa berkolaborasi kepada para pihak yang
berkepentingan memperbaiki pelayanan kesehatan dalam penanganan pandemi
Covid-19," kata Kuntjoro dalam keterangan tertulis, Minggu.

"Persi menerima masukan, aspirasi, dan keluhan yang dapat disampaikan dengan
cara yang tepat dan saluran yang benar," imbuh dia. Belum ada laporan.
Sementara itu, Humas Persi Anjari Umarjiyanto menyatakan, pihaknya belum

menerima aduan masyarakat atas dugaan tindakan kecurangan yang dilakukan
rumah sakit.
Kendati demikian, pihaknya proaktif dalam melakukan klarifikasi terhadap rumah
sakit yang diopinikan negatif. Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya.
Menurut dia, hingga kini belum ada tembusan dari Biro Komunikasi Publik dan
Yanmas Kemenkes terkait hal tersebut. Ada dua kemungkinan mengapa aduan itu
belum diterima pihaknya sejauh ini. Pertama, karena belum adanya pengaduan.
Kedua, sudah ada pengaduan tetapi tidak disertai bukti yang kuat.

Kuntjoro menuturkan, munculnya pernyataan yang tidak disertai bukti dan fakta
yang kuat akan membangun persepsi keliru masyarakat terhadap rumah sakit.
Dampak panjangnya, hal itu dapat menghasilkan salah informasi dan disinformasi
yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Terbangunnya opini 'rumah sakit meng-Covid-kan pasien' menimbulkan stigma
dan pengaruh luar biasa pada menurunnya kepercayaan publik terhadap rumah
sakit dan meruntuhkan semangat dan ketulusan pelayanan yang dilaksanakan
rumah sakit dan tenaga kesehatan," kata dia. Ia menegaskan, rumah sakit selalu
mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam menangani
pasien Covid-19. Termasuk, pasien-pasien yang dinyatakan meninggal dunia.
Aturan yang dimaksud yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Covid-19.

Tindakan pemulasaraan jenazah pasien kasus probable dan dikonfirmasi yang
meninggal dunia diberlakukan dengan tata laksana Covid-19. Kuntjoro
menambahkan, Persi berkomitmen dan senantiasa mendukung upaya pemerintah
dalam penanggulangan pandemi Covid-19 dengan memberikan pelayanan
kesehatan bagi pasien Covid-19, maupun pasien umum yang membutuhkan. Persi
melalui rumah sakit anggotanya memenuhi tanggung jawabnya untuk melayani
kesehatan seluruh masyarakat, baik pasien Covid-19 dan non-Covid-19, dengan
segala risiko tinggi. Ia pun mengingatkan pihak rumah sakit agar menangani

pasien Covid-19 sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah,
sehingga tidak perlu menawarkan fasilitas di luar ketentuan tersebut.


Click to View FlipBook Version