The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by aldebarananandira, 2021-03-25 22:15:00

Buku Sirah Nabawiyah

Dibaca setiap Jumat

kepadanya ia terima saat sedang mengendarai untanya, kemudian ia berkata: "Unta ini dan apa saja
yang ada di atasnya (termasuk dirinya) adalah milik Allah dan Rasul-Nya." Setelah itu Allah Ta'ala
menurunkan ayat,

Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau menikahinya,
sebagaipengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. (QS. al-Ahzab: 50).

Ada yang menyebutkan bahwa wanita Mukminah yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada ayat di atas ialah Zainab binti Jahsy.

Ada pula yang menyebutkan bahwa wanita Mukminah yang dimaksud ayat di atas ialah Ummu Syuraik
- yang bernama asli Ghaziyah- binti Jabir bin Wahb dari Bani Munqidz bin Amr bin Ma'ish bin Amir bin
Luay atau wanita dari Bani Salamah bin Luay, kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
menangguhkan masalahnya.

11. Zainab binti Khuzaimah

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menikah dengan Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin
Abdullah bin Amr bin Abdu Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha'sha'ah. Zainab binti Khuzaimah digelari
Ummu Al-Masakin (ibunda orang-orang miskin), karena rasa cinta dan empatinya yang tinggi kepada
mereka. Qabishah bin Amr Al-Hilali adalah orang yang menikahkan beliau dengan Zainab binti
Khuzaimah dengan mahar empat ratus dirham. Sebelum itu, Zainab binti Khuzaimah bersuamikan
Ubaidah bin Al-Harits bin Al- Muthalib bin Abdu Manaf. Sebelum diperistri Ubaidah bin Al-Harits, ia
bersuamikan Jahm bin Amr bin Al-Harits, anak pamannya.

Kesebelas istri itulah yang digauli Rasulullah. Istri Rasulullah yang meninggal dunia sebelum beliau
meninggal ada dua orang: Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah. Dengan demikian
Rasulullah wafat dengan meninggalkan sembilan istri.

Ada dua istri yang tidak digauli Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, yaitu: 1. Asma' binti An-Nu'man
Al-Kindiyah, karena ia memiliki penyakit keputihan, kemudian beliau mengembalikannya kepada
keluarganya. 2. Amrah binti Yazid Al-Kilabiyah, ia tidak digauli karena tatkala ia tiba di tempat
Rasulullah, ia malah berlindung diri dari beliau, kemudian beliau bersabda: Orang yang seperti ini tidak
bisa dipertahankan." Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan Amrah binti
Yazid kepada keluarganya.

Ada yang menuturkan bahwa wanita yang berlindung diri dari Rasulullah ialah Kindiyah anak
perempuan paman Asma' binti An- Nu'man. Ada juga yang menceritakan bahwa Rasulullah memanggil
Kindiyah kemudian ia berkata: "Aku adalah orang yang didatangi dan bukan yang disuruh datang."
Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan Kindiyah kepada keluarganya.

Istri-istri Rasulullah yang berasal dari Quraisy ada enam orang. Mereka adalah sebagai berikut: 1.
Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay.
2. Aisyah binti Abu Bakar bin Abu Quhafah bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah
bin Ka'ab bin Luay 3. Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Abdullah bin
Qursth bin Riyah bin Rizah bin Adi bin Ka'ab bin Luay 4. Ummu Habibah bin Abu Sufyan bin Harb bin

Umaiyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay 5. Ummu
Salamah binti Abu Umaiyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqadzah bin
Murrah bin Ka'ab bin Luay 6. Saudah binti Zam'ah bin Qais bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr
bin Malik bin Hisl bin Amir bin Luay.
Sedangkan istri-istri Rasulullah yang berasal dari wanita-wanita Arab selain Quraisy dan selain orang
Arab ada tujuh. Mereka adalah sebagai berikut: 1. Zainab binti Jahsy bin Riab bin Ya'mar bin Shabrah
bin Murrah bin Kabir bin Ghanm bin Daudan bin Asad bin Khuzaimah. 2. Maimunah binti Al-Harits bin
Hazn bin Bahir bin Huzam bin Ruaibah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Shasha'ah bin Muawiyah bin
Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan. 3. Zainab binti Khuzaimah
bin Al-Harits bin Abdullah bin Amr bin Abdu Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha'sha'ah bin Muawiyah. 4.
Ju- wairiyah binti Al-Harits bin Abu Dhirar Al- Khuzaiyah kemudian AI-Mushthalaqiyah. 5. Asma binti
An-Nu'man Al-Kindiyah. 6. Amrah binti Yazid Al-Kilabiyah. 7. Dan seorang isterinya yang berasal dari
selain Arab ada satu, yaitu Shafiyah bin Huyay bin Akhthab dari Bani An-Nadhir.

Bab 6

Abu Bakar Ash-Shiddiq Dipilih secara Aklamasi oleh Mayoritas Muhajirin
dan Anshar Menjadi Khalifah (Pengganti) Rasulullah

bnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata: Sa'id bin Al-Musaiyyab bercerita kepadaku, dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Tatkala Rasulullah wafat, Umar bin Khaththab berdiri, kemudian
berkata: "Beberapa orang munafik menyangka bahwa Rasulullah telah wafat. Demi Allah, Rasulullah
tidak wafat, ia hanya pergi menemui Tuhannya sebagaimana Nabi Musa yang pergi dari kaumnya
selama empat puluh hari kemudian kembali kepada mereka setelah dikabarkan bahwa beliau telah
wafat. Demi Allah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pasti kembali sebagaimana Nabi Musa,
kemudian beliau pasti memotong tangan dan kaki orang-orang yang berkata bahwa Rasulullah telah
wafat.

Sikap Abu Bakar Radhiyallahu Anhu Setelah Wafatnya Rasulullah
Tatkala kabar ini datang maka Abu Bakar Radhiyallahu Anhu bergegas datang kemudian berhenti di
pintu masjid, sementara Umar bin Khaththab masih berbicara di depan kerumunan kaum muslimin.
Abu Bakar tidak menghiraukan hal tersebut dan tetap fokus menuju rumah Aisyah tempat Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam wafat. Tatkala itu, wajah Rasulullah ditutup dengan pakaian di sudut
rumah. Abu Bakar Radhiyallahu Anhu mendekat kepada Rasulullah, menyingkap wajahnya kemudian
mendekatinya dan menciumnya. Abu Bakar berkata: "Kematian yang telah ditetapkan Allah

kepadamu, kini telah engkau rasakan dan setelah itu engkau tidak akan lagi merasakan kematian
selama-lamanya." Abu Bakar menutup kembali wajah Rasulullah, lalu keluar. Sementara itu Umar bin
Khaththab masih berbicara pada manusia. Abu Bakar berkata: "Berhentilah bicara wahai Umar." Umar
bin Khaththab menolak untuk berhenti. Tatkala Abu Bakar melihat Umar bin Khaththab tidak juga mau
diam, ia menemui kerumunan manusia. Tatkala manusia mendengar suara Abu Bakar, mereka
mendekat kepadanya dan meninggalkan Umar bin Khaththab. Abu Bakar memuji Allah dan
menyanjung-Nya, lalu berkata:
"Wahai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya dia telah meninggal
dunia. Namun barangsiapa menyembah Allah, maka ketahilah Allah senantiasa Hidup dan tidak akati
pernah mati." Setelah itu, Abu Bakar membaca firman Allah Ta'ala:

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya bebe- rapa orang
rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang
berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah
akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran: 144).
Demi Allah, seakan-akan orang-orang yang hadir tidak tahu kalau ayat di atas telah diturunkan dan
seakan-akan mereka baru mengetahui tatkala dibacakan Abu Bakar. Mereka mengambil ayat tersebut
dari Abu Bakar dan mereka pun mengucapkan dengan mulutnya. Abu Hurairah berkata: Umar bin
Khaththab berkata: "Demi Allah, tatkala Abu Bakar membaca ayat di atas, aku tersadar dari apa yang
aku katakan hingga akupun jatuh ke tanah karena kedua kakiku tidak sanggup lagi menahan jasadku.
Saat itulah, aku baru menyadari bahwa Rasulullah benar-benar telah tiada. "

Peristiwa Saqifah (Hall) Bani Saidah
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah wafat, kaum Anshar mengunggulkan Saad bin Ubadah di saqifah
(hall) Bani Saidah sebagai pengganti Nabi. Ali bin Abu Thalib bersama Zubair bin Awwam, dan Thalhah
bin Ubaidilah, mengisolasi diri di rumah Fathimah, sedangkan kaum Muhajirin umumnya
mengunggulkan Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Usaid bin Hudhair di Bani Abdul Asyhal. Tiba-
tiba seseorang datang kepada Abu Bakar dan Umar bin Khaththab lalu berkata: "Sesungguhnya kaum
Anshar lebih memilih Sa'ad bin Ubadah di saqifah (hall) Bani Saidah. Jika kalian berdua ada keperluan,
segeralah pergi ke tempat mereka, sebelum perkara ini tak bisa dibendung." Saat itu, jenazah
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam belum diurus dan pintu rumah beliau ditutup oleh keluarga
beliau. Umar bin Khaththab berkata kepada Abu Bakar: "Marilah kita pergi kepada saudara-saudara
kita dari kaum Anshar sebelum hal-hal yang diinginkan terjadi."
Ibnu Ishaq berkata: Peristiwa ini mulai terjadi tatkala kaum Anshar berkumpul di Saqifah, Abdullah bin
Abu Bakr bercerita kepadaku, dari Ibnu Syihab Az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin

Mas'ud, dari Abdullah bin Abbas dari Abdurrahman bin Auf. Abdullah bin Abbas berkata: Umar bin
Khaththab berkhutbah: "Janganlah seseorang terpedaya lalu menyatakan bahwa pembaiatan Abu
Bakar adalah tidak disangka-sangka dan spontan begitu saja. Sesungguhnya pembaiatan Abu Bakar
telah terjadi seperti itu dan Allah telah menjauhkan keburukan pembaitan tersebut dan tidak ada di
antara kalian orang yang sekelas Abu Bakar. Maka barangsiapa membaiat seseorang tanpa
bermusyawarah dengan kaum Muslimin, baiatnya tidak sah juga tidak sah orang yang membaiat orang
tersebut dengan terpaksa, dan keduanya harus dihabisi. Sesungguhnya di antara berita tentang kami
tatkala Rasulullah wafat bahwa kaum Anshar tanpa sepengetahuan kami berkumpul dengan tokoh-
tokoh mereka di saqifah Bani Saidah. Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, dan orang-orang yang ikut
dengan keduanya juga tidak sependapat dengan kami, sedang kaum Muhajirin berpihak kepada Abu
Bakar. Aku berkata kepada Abu Ba- kar: "Mari kita datangi saudara-saudara kita kaum Anshar di sana."
Kami pun berangkat menuju tempat mereka hingga bertemu dengan dua orang shalih. Kedua orang
tersebut menceritakan apa yang telah disepakati di te- ngah kaum Anshar. Kedua orang shalih
tersebut bertanya: "Wahai orang-orang Muhajirin, kemana kalian akan pergi?" Kami menjawab: "Kami
hendak pergi menuju tempat kaum Anshar." Kedua orang shalih tersebut berkata: "Hai orang-orang
Muhajirin, janganlah kalian mendekati mereka, namun selesaikan urusan kalian." Aku berkata: "Demi
Allah, aku tetap akan pergi kepada mereka." Kami tetap berjalan hingga tiba di tempat mereka di
saqifah Bani Saidah. Ternyata di tengah-tengah kaum Anshar terdapat seseorang yang berselimut. Aku
bertanya: "Siapakah orang itu?" Kaum Anshar menjawab: "Dia Sa'ad bin Ubadah." Aku bertanya^
"Kenapa ia mengenakan selimut?" Kaum Anshar menjawab: "Karena ia sedang sakit." Tatkala kami
duduk, orator kaum Anshar bersyahadat, memuji Allah dengan pujian yang pantas diterima-Nya, dan
berkata: "Amma ba'du. Kami kaum Anshar dan pasukan Islam, sedang kalian, wahai kaum Muhajirin
adalah bagian dari kami. Sungguh, beberapa orang dari kalian berjalan pelan-pelan, ternyata mereka
ingin memutus kami dari asal-usul kami dan merampas perkara ini (pengganti Nabi) sendirian tanpa
keikutsertaan kami. Setelah orator itu diam, aku ingin berbicara, karena sebelumnya aku telah
menyiapkan ucapan yang aku sendiri mengaguminya dan aku ingin mengucapkannya

di depan Abu Bakar. Aku menyembunyikan sikap kerasku sebagai bentuk hormatku kepada Abu Bakar.
Abu Bakar berkata: "Tahan dirimu, wahai Umar." Dan akupun menahan diriku karena tidak mau
membuat Abu Bakar marah. Setelah itu, Abu Bakar berbicara dan ia jauh lebih mengerti dan lebih
tenang daripada aku. Demi Allah, Abu Bakar mengucapkan semua perkataan indah yang telah aku
siapkan dengan baik-baiknya, sama atau bahkan lebih baik dari yang aku siapkan. Abu Bakar diam
sejenak lalu berkata lagi: "Adapun kebaikan memang berada pada kalian sebagaimana yang kalian
katakan, dan kalian memang berhak memilikinya. Tapi, orang-orang Arab hanya tahu bahwa perkara
(memilih pengganti Nabi) ini adalah hak orang-orang Quraisy, karena mereka orang-orang Arab yang
paling baik nasab dan negerinya. Sungguh aku menerima dengan hati terbuka dan lapang dada untuk
menjadi pemimpin kalian salah seorang dari dua orang ini (Umar dan Abu Ubaidah). Maka baiatlah di
antara keduanya yang mana yang kalian sukai." Abu Bakar memegang tanganku dan tangan Abu
Ubaidah bin Al-Jarrah yang pada saat itu duduk di antara kami. Tidak ada ucapan Abu Bakar yang lebih
aku benci kecuali ucapan terakhir tersebut. Demi Allah, jika aku dibawa ke depan mereka kemudian
aku dibunuh apabila itu tidak mendekatkanku kepada dosa, itu lebih aku sukai daripada aku harus
memimpin kaum yang di dalamnya ada Abu Bakar.

Seorang laki-laki dari kaum Anshar berkata: "Akulah orang yang diambil pendapatnya oleh kaum
Anshar, tempat pohon kurma yang menjadi tempat berlindung berlindung kaum Anshar dan tokoh
terpenting mereka. Wahai orang-orang Quraisy, hendaknya ada satu pemimpin yang harus berasal
dari kami dan satu peminpin dari kalian." Maka terjadilah kerusuhan gara-gara ucapannya tersebut,
suara-suara semakin meninggi, dan aku khawatir sekali terjadi konflik. Aku segera berkata: "Wahai

Abu Bakar, ulurkan tanganmu." Abu Bakar lalu mengulurkan tangannya, kemudian aku membaiatnya
diikuti kaum Muhajirin, dan kaum Anshar.

Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkat: Urwah bin Zubair bercerita kepadaku bahwa salah satu dari dua
warga Anshar yang berpa- pasan dengan kaum Muhajirin tatkala mereka pergi menuju saqifah Bani
Saidah ialah Uwaim bin Saidah dan orang satunya lagi ialah Ma'nu bin Adi, warga Bani Al-Ajlan.

Mengenai Uwaim bin Saidah, dituturkan kepadaku bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang siapa
yang dimaksud dalam firman Allah Ta'ala:

Di dalamnya ada orang-orangyang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang
bersih. (QS. at-Taubah: 108).

Orang terbaik dari mereka ialah Uwaim bin Saidah. Sementara mengenai Ma'nu bin Adi, diwartakan
kepadaku bahwa orang-orang menangisi Rasulullah tatkala Allah mewafatkan beliau. Mereka berkata:
"Demi Allah, kami ingin diwafatkan sebelum Rasulullah karena kami khawatir akan munculnya fitnah
yang menimpa kami sepeninggal beliau." Ma'nu bin Adi berkata: "Sedangkan aku, demi Allah,
menginginkan sebaliknya. Aku belum ingin wafat sebelum beliau, agar aku terus konsisten
membenarkan beliau tatkala beliau telah tiada sebagaimana aku telah membenarkan beliau semasa
hidupnya."

Ma'nu bin Adi gugur sebagai syahid pada Perang Yamamah pada masa kekhalifahan Abu Bakar, pada
saat memerangi Musailamah Al-Kadzdzab.

Pidato Umar bin Khaththab Sebagai Pengantar Baiat Abu Bakar

Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri bercerita kepadaku, ia berkata: Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu
memberitakan kepadaku bahwa usai Abu Bakar dilantik dan dibaiat menjadi khalifah di saqifah Bani
Saidah, lalu keesokan harinya, Abu Bakar duduk di atas mimbar. Saat itulah Umar bin Khaththab berdiri
berpidato untuk memberikan pengantar pidato Abu Bakar. Umar bin Khaththab memuji Allah,
menyanjung-Nya dengan sanjungan yang pantas diterima-Nya, ia berkata:

"Wahai manusia sekalian, kemarin aku telah khilaf berbicara yang menyelisihi Kitabullah dan ucapanku
bukanalah wasiat yang diwasiatkan Rasulullah kepadaku. Namun telah diwartakan padaku bahwa
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam akan mengatur segala urusan kita. Sesungguhnya Allah Ta'ala
telah mewariskan kalian Kitab-Nya yang dengannya Dia membimbing Rasul-Nya. Jika kalian berpegang
teguh kepada Kitabullah, Allah akan membimbing kalian sebagaimana Dia membimbing Rasulullah.
Sesungguhnya Allah telah menghimpun urusan kalian kepada orang terbaik kalian, sahabat Rasulullah,
dan salah satu dari dua orang tatkala keduanya berada di dalam Gua Hira. Maka berbaiatlah kalian
kepadanya."

Orang-orang pun bersegera membaiat Abu Bakar dengan baiat umum setelah baiat di saqifah (hall)
Bani Saidah bersifat khusus.

Pidato Abu Bakar Radhiyallahu Anhu Setelah Menjabat Khalifah

Lalu Abu Bakar membuka ucapannya. Ia memuji Allah, menyanjung-Nya dengan sanjungan yang
pantas diterima-Nya, ia berkata:

"Amma ba'du. Wahai manusia, kalian lahyang telah memutuskan untuk memilihku menjadi pemimpin
kalian, namun aku bukanlah orang terbaik di tengah kalian semua. Oleh karena itujika aku berbuat
yang benar maka tak ada alasan bagi kalian kecuali mendukungku. Jika aku berbuat salah maka
segera luruskanlah aku. Berbicara yang benar adalah amanah dan bicara dusta adalah khianat. Orang
yang lemah di tengah kalian bagiku dia adalah orang yang kuat di sisiku hingga aku berikan haknya
insya Allah dan orang kuat di tengah kalian bagiku dia hanyalah orang lemah di sisiku hingga aku
mengambil hak darinya insya Allah. Bila sampai ada suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah,
maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Begitupula seandai- nya perbuatan zina
merebak di sebuah kaum, maka Allah akan menimpakan prahara dan bencana di tengah mereka.
Sepanjang aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka taatlah kalian kepadaku. Dan tidak ada
kewajiban bagi kalian taat kepadaku jika kalian menemukan aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-
Nya. Tegakkanlah shalat, mudah-mudahan Allah memberi rahmat pada kalian."

Ibnu Ishaq berkata: Husain bin Abdullah bercerita kepadaku, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu Anhumz, yang berkata: Umar bin Khaththab menatap wajahku lalu bertanya: "Wahai
Ibnu Abbas, adakah engkau tahu alasan aku mengucapkan bahwa Rasu- lullah tidak wafat saat itu?"
Aku menjawab: "Tidak tahu, wahai Amirul Mukminin." Umar bin Khaththab berkata: "Demi Allah,
alasan aku berkata seperti itu karena aku pemah membaca ayat berikut:

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umatyang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu. (QS. al-Baqarah: 143).

Demi Allah, awalnya aku berasumsi bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam akan tetap berada
di umatnya hingga beliau menjadi saksi atas amal perbuatan terakhir umatnya. Itulah yang
mendorongku untuk melontarkan perkataan tersebut."

Bab 7

Penyiapan dan Pemakaman Rasulullah

Ibnu Ishaq berkata: Usai Abu Bakar dilantik menjadi khalifah, kaum Muslimin menyiapkan prosesi
pemakaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada hari Selasa.

Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr, Husain bin Abdullah, dan ulama-ulama kami lainnya,
semuanya bercerita kepadaku bahwa Ali bin Abu Thalib, Al-Abbas bin Abdul Muthalib, Al-Fadhl bin Al-
Abbas bin Abdul Muthalib, Qutsam bin Al-Abbas, Usamah bin Zaid bin Haritsah, dan Syuqran mantan
budak Rasulullah, adalah orang-orang yang memandikan Rasulullah. Aus bin Khauli salah seorang
warga Bani Auf bin Al-Khazraj berkata kepada Ali bin Abu Thalib: "Demi Allah kami juga berhak
terhadap Rasulullah." Aus bin Khauli adalah salah satu sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
dan ikut serta pada Perang Badar. Ali bin Abu Thalib berkata kepada Aus bin Khauli: "Silahkan masuk."
Aus bin Khauli lalu masuk kemudian ia duduk dan mengikuti prosesi pemandian Rasulullah. Ali bin Abu
Thalib membaringkan jenazah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ke dadanya, sementara Al-Abbas
bin Abdul Muthalib dan Al-Fadhl bin Al-Abbas membolak-balik jenazah Rasulullah. Usamah bin Zaid
dan Syuqran, keduanya mantan budak Rasulullah, menyediakan gayung berisi air, lalu Ali bin Abu
Thalib memandikan jenazah Rasulullah yang telah ia sandarkan di dadanya. Ali bin Abu Thalib
memandikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat itu tangannya tidak menyentuh langsung
jasad Rasulullah karena ia menggunakan semacam sarung tangan. Ali bin Abu Thalib berkata: "Wahai
Rasulullah, betapa harum mewanginya engkau semasa hidup dan setelah wafatmu."

Bagaimana Rasulullah Dimandikan

Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdulah bin Zubair bercerita kepadaku, dari ayahnya, Abbad,
dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: Tatkala para sahabat hendak memandikan Rasulullah,
mereka berbeda pendapat paham tentang tata cara memandikan jenazah beliau. Mereka berkata:
"Demi Allah, bagaimana kalau kita lepas pakaian Rasulullah sebagaimana kita biasa melepas pakaian
jenazah-jenazah kita atau kita biarkan saja jenazah beliau tetap dengan pakaiannya." Tatkala mereka
berbeda pendapat tentang tata cara memandikan jenazah Rasulullah, tiba-tiba Allah membuat
mereka tertidur hingga dagu mereka semua berada di dada mereka. Setelah itu, seseorang dari pojok
rumah, yang tidak mereka ketahui siapa orang tersebut, berkata kepada mereka: "Hendaklah kalian
memandikan jenazah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tanpa melepas pakaian beliau."

Aisyah melanjutkan: Mereka lalu memandikan jenazah Rasulullah yang lengkap dengan pakaiannya
tanpa melepasnya, menyiramkan air ke atas pakaian beliau, dan menggosok beliau dengan
menggosok pakaian beliau.

Pengkafanan Rasulullah

Ibnu Ishaq berkata: "Usai jenazah Rasulullah selesai dimandikan, jasad beliau dikafani dengan tiga
kain; dua kain produk Shuhari (asal Yaman) dan satunya burdah yang dihiasi dengan katun yang dilipat.
Demikianlah yang dikatakan kepadaku oleh Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain, dari ayahnya,
dari kakeknya, Ali bin Al-Husain. Hal yang sama dikatakan kepadaku oleh Az-Zuhri dari Ali bin Al-
Husain.

Pengggalian Liang Kubur

Ibnu Ishaq berkata: Husain bin Abdullah bercerita kepadaku, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, yang
berkata: Tatkala kaum Muslimin ingin menggali liang lahad untuk Rasulullah -Abu Ubaidah bin Al-
Jarrah terbiasa menggali dengan galian penduduk Makkah yaitu galian dengan lubang di tengah-
tengahnya dan Abu Thalhah bin Zaid bin Sahl biasa menggali seperti galian orang-orang Madinah yaitu
lahad. Maka Al-Abbas memanggil kedua saha- bat tersebut. Al-Abbas berkata kepada Abu

Thalhah bin Zaid bin Sahl: "Temuilah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah." Al-Abbas berkata kepada Abu
Ubaidah bin Al-Jarrah. "Temuilah Thalhah bin Zaid bin Sahl. Ya Allah, pilihkanlah yang terbaik untuk
Rasulullah." Abu Thalhah bin Zaid bin Sahl bertemu Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, datang bersamanya,
kemudian menggali liang lahad untuk Rasulullah.

Penguburan Rasulullah dan Penyalatannya

Ibnu Ishaq berkata: Pada hari Selasa, jenazah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sudah siap
dikuburkan; saat itu jenazah beliau diletakkan di atas ranjang di rumah beliau. Saat itu, kaum Muslimin
berbeda pendapat tentang lokasi dimana beliau akan dimakamkan. Salah seorang sahabat berkata:
"Kita makamkan di masjid beliau." Sahabat lain berkata: "Tidak, kita makamkan beliau bersama para
sahabatnya yang telah meninggal dunia." Saat itulah Abu Bakar berkata: "Aku mendengar Rasulullah
bersabda: 'Jika seorang nabi meninggal dunia maka hendaknya ia dimakamkan di tempat ia meninggal
dunia.'" Lalu ranjang tempat jenazah Rasulullah berbaring diangkat dan dimulailah penggalian di
tempat ranjang tersebut. Setelah itu, kaum Muslimin masuk menyalatkan Rasulullah secara bertahap.
Pertama-tama, dimulai dari kaum laki-laki masuk untuk menyalatkan beliau. Apabila mereka selesai,
masuklah kaum wanita untuk menyalatkan beliau. Apabila selesai, masuklah anak-anak untuk
menyalatkan beliau. Saat itu kaum Muslimin menyalati Rasulullah sendiri-sendiri. Kemudian
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dimakamkan di pertengahan malam, malam Rabu.

Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr bercerita kepadaku, dari istrinya, Fathi man binti Imarah,
dari Amrah binti Abdurrahman bin Sa'ad bin Zurarah, dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: "Kami
tidak mengetahui pemakaman Rasulullah hingga kami mendengar suara alat galian tanah di
pertengahan malam, malam Rabu."

Para Sahabat yang Ikut Memakamkan Rasulullah

Muhammad bin Ishaq berkata: Sahabat-sahabat yang berada dalam liang lahad yang menerima
penurunan jenazah Rasulullah untuk dikuburkan ialah Ali bin Abu Thalib, Al-Fadhl bin Al-Abbas bin
Abdul Muthalib, Qutsam bm Al-Abbas, dan Syuqran, mantan budak Rasulullah. Aus bin Khauli berkata
kepada Ali bin Abu Thalib: "Demi Allah, berilah kami hak terhadap Rasulullah." Ali bin Abu Thalib
berkata: "Turunlah." Kemudian Aus bin Khauli turun ke liang lahad Rasulullah bersama sahabat-
sahabat tersebut. Tatkala Rasulullah telah diletakkan di lahadnya, Syuqran, mantan budak Rasulullah,

mengambil kain yang sering dipakai dan digelar beliau, kemudian Syuqran mengalasi jenazah
Rasulullah dengan kain tersebut. Syuqran berkata: "Demi Allah, kain ini tidak ada yang memakainya
setelah engkau untuk selamanya."

Dia berkata: Maka iapun dikubur bersama Rasulullah.

Manusia Terakhir yang Menyentuh Rasulullah

Al-Mughirah bin Syu'bah mengaku bahwa dialah orang yang terakhir kali menyentuh Rasulullah. Al-
Mughirah bin Syu'bah berkata: "Aku menjatuhkan cincinku ke dalam liang lahat Rasulullah." Aku
berkata: "Cincinku terjatuh," aku sengaja menjatuhkannya agar aku bisa menyentuh jasad beliau
sehingga aku menjadi orang terakhir yang menyentuh Rasulullah.

Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar bercerita kepadaku, dari Miqsam Abu Al- Qasim, mantan
budak Abdullah bin Al-Harits bin Naufal, dari mantan tuannya, Abdullah bin Al-Harits, ia berkata: Ali
bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu didatangi beberapa orang dari Irak. Merekabertanya: "Wahai Abu
Hasan, kami ingin bertanya sesuatu hal yang penting." Ali bin Abu Thalib berkata: "Firasatku menya-
takan bahwa Al-Mughirah bin Syu'bah telah berbicara dengan kalian bahwa dialah orang terakhir kali
yang menyentuh Rasulullah ?" Mereka menjawab: "Benar! Dan untuk tujuan inilah kami datang
menemuimu." Ali bin Abu Thalib berkata: "Itu tidak benar. Orang yang terakhir kali menyentuh
Rasulullah ialah Qutsam bin Al-Abbas."

Ibnu Ishaq berkata: Shalih bin Kisan bercerita kepadaku, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin
Utbah bahwa Aisyah Radhiyallahu Anha berkata kepadanya: Di tengah-tengah kondisi kritisnya
Rasulullah bersabda: "Semoga Allah menghancurkan kaum yang menjadikan kuburan-kuburan nabi
mereka sebagai masjid." Rasulullah memberi peringatan keras umatnya dari tindakan seperti itu.229

Ibnu Ishaq berkata: Shalih bin Kisan bercerita kepadaku, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin
Uthab, dari Aisyah Radhsyallahu Anha, ia berkata: Wasiat terakhir kali yang diucapkan Rasulullah ialah:
"Jangan biarkan ada dua agama di di jazirah Arab."230

Bab 8

Ujian Berat Bagi Kaum Muslimin Setelah Rasulullah Wafat

Ibnu Ishaq berkata: Pasca kepulangan Ra- sulullah keharibaan Tuhannya, kaum Muslimin
mendapatkan musibah besar karena kekosongan kepemimpinan. Aisyah Radhiyallahu Anha,
sebagaimana dituturkan kepadaku, berkata: "Tatkala Rasulullah wafat, orang-orang Arab ada yang
kembali murtad, orang-orang Yahudi dan Nashrani mengintai untuk melakukan penggulingan,
kemunafikan tampak jelas, dan kaum Muslimin menjadi seperti sekawanan domba yang kehujanan di
malam dingin yang menggiris di musim dingin karena kehilangan Nabi mereka, setelah itu Allah
menghimpun mereka melalui Abu Bakar."

Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah dan ulama-ulama lain bercerita kepadaku bahwa pada saat
Rasulullah wafat hampir mayoritas penduduk Makkah ingin kembali menjadi kafir. Sampai-sampai
Attab bin Asid, gubernur kota Mekkah khawatir terhadap mereka dan bersembunyi. Suhail bin Amr
berdiri, kemudian mengucapkan puji-puji kepada Allah, menyebutkan tentang wafatnya Rasulullah
seraya berkata: "Sesungguhnya hal ini malah semakin menambah kekuatan Islam. Oleh karena itu, bila
ada yang murtad maka kami tidak segan-segan untuk mengabisi mereka."

Orang-orang Makkah pun segera tersadar dan tidak jadi melangkahkan kaki mereka pada kekafiran.
Setelah itu, muncullah Attab bin Asid ke tengah publik. Itulah tempat yang di maksud Rasulullah dalam
sabdanya kepada Umar bin Khaththab: "Semoga Suhail bin Amr berdiri di tempat yang mulia sekali."

Syair Hassan bin Tsabit Radhiyallahu Anhu Menangisi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam

Ibnu Ishaq berkata: Hassan bin Tsabit menyenandungkan beberapa syair menangisi wafatnya
Rasulullah seperti dikatakan Ibnu Hisyam dari Abu Zaid Al-Anshari:

Di Thaybah, ada jejak-jejak abadi dan tempat milik Sang Rasul yang gemilang, kini lenyap dan lusuh
sudah
Tanda-tanda dari negeri haram tiada kan lenyap sirna
Di sana ada mimbar tempat sang pemberi petunjuk berada
Ada jejak-jejak nan jelas dan bekas rambu-rambu abadi
Rumah miliknya dengan mushalla dan masjid
Ada kamar-kamar yang di tengah-tengahnya cahaya dari Allah turun
Yang menjadi suluh dan penerang
Tak kan hilang ditelan zaman tanda-tanda tersebut
Walau pernah dapat musibah namun dia ada kembali
Di sana, aku tahu jejak-jejak, nasehat dan kuburan Sang Rasul
Jenazahnya dimasukkan ke dalam bumi oleh pembawa jenazah
Tiada henti aku menangisi Sang Rasul
Dan semua mata ikut pula menangis tersedu

Mereka semua mengingatkanku pada nikmat-nikmat Sang Rasul
Maka tiada orang yang peduli akan diriku, karena diriku demikian lusuh
Hatiku diguncang gundah gulana karena perginya Ahmad
Tiada henti menghitung-hitung nikmat-nikmat Sang Rasul
Walau tidak sepersepuluhpun aku mampu menjalani jejaknya
Namun hatiku dilanda duka mendalam
Lama kuberdiri bersimbahkan air mata
Di atas gundukan kuburan merah dimana Ahmad terbaring abadi di sana
Engkau diberkahi, wahai kubur Sang Rasul
Diberkahi pula negeri yang mendekap erat pemberi petunjuk yang benar
Semoga diberkahi liang kuburmu yang mengandung kebaikan
Di atasnya ada bangunan dari batu lebar berlapis
Tangan-tangan yang lunglai menaburkan tanah ke atas bangunan itu
Sementara keberuntungan telah meresap masuk ke tanahmu
Mereka menguburkan kesopanan, ilmu dan kasih sayang di suatu malam
Menutup atasnya dengan tanah tanpa sandaran bantal
Mereka pulang bersama duka melilit karena Nabi tak lagi bersama mereka
Lemah lunglailah tulang punggung dan lengan mereka
Menangisi seorang manusia yang ditangisi langit di hari itu juga
Bumi dan manusia pasti lebih berduka durja
Adakah duka kematian di suatu hari
Yang setara duka di hari Muhammad wafat?
Wahyu terputus dari mereka karena Sang Rasul wafat
Dia bersinar hingga dataran rendah Al-Ghur dan dataran tinggi Najd
Dia tunjukkan kepada Ar-Rahman siapa saja yangikut
Selamatkan manusia dari bahaya kehinaan dan memberi petunjuk
Dialah imam yang menunjukkan manusia pada kebenaran dengan semangat tiada tara
Pengajar kejujuran, jika taat padanya bahagia kan bersama mereka
Memaafkan kesalahan dan menerima dengan lapang maaf mereka
Bila mereka berbuat baik, sungguh Allah Maha
Dermawan dengan kebaikan
Bila terjadi sesuatu dan mereka tiada sanggup memikul bebannya
Kemudahan akan datang darinya untuk meringankan beban kesulitan
Tatkala mereka sedang berada dalam nikmat Allah
Dialah pemandu mereka pada jalan jelas pasti yang dituju
Sang Nabi begitu sedih apabila mereka menyimpang dari petunjuk Ingin sekali mereka tetap lurus dan
mendapatkan petunjuk
Lemah lembutpada mereka, tidak pupus kasih sayangnya
Dalam kasih sayangnya mereka meniti jalan yang pasti
Saat mereka menikmati cahayanya nan indah
Panah kematian tiba-tiba membidik cahaya mereka
Akhirnya, Sang Mahmud (Sang Terpuji) kembali ke haribaan Allah
Sementara malaikat menangisi dan memujinya
Negeri-negeri haram setatkala menjadi sepi senyap
Karena hilangnya wahyu dari mereka kecuali
Hang lahad yang dia masuki
Dia telah pergi tuk selamanya dan ditangisi
Balath dan pohon Gharqad
Masjidnya lengang sunyi setelah Sang Rasul pergi
Padahal di sana ada tempat berdiri dan duduknya
Negeri-negeri dan tanah kosong menjadi sepi tanpa penghuni

Wahai mata, tangisi Rasulullah dengan simbahan airmatamu
Jangan sampai aku lihat air matamu terhenti karena berlalunya waktu
Mengapa tiada tangis pada pemilik nikmat pada manusia
Yang demikian sempurna dan meliputi semua manusia
Dermawanlah engkau dengan linangan air mata padanya dan sedu sedanlah
Tuk seorang yang tidak ada tandingannya sepanjang masa
Tidak ada orang di masa lalu yang mati bagaikan Muhammad
Tidak ada orang yang menyamainya hingga Hari Kiamat
Dia suci dan menanggung tanggungan demi tanggungan
Banyak pemberiannya tanpa mengharap balas
Selalu memberi dengan harta baru dan harta lama
Saat seseorang kikir dengan harta lamanya
Dialah manusia paling terhormat dan dibincangkan di rumah-rumah
Dari keturunan terhormat dan terpandang di kota Mekkah (Abthah)
Dia berada di puncak ketinggian nan kokoh
Berdiri di atas pilar-pilar yang menjulang nan kokoh kuat
Kokoh akar, cabang dan kayunya
Yang disirami awan hingga kehidupan berdenyut
Tuhan Yang Mahamulia mendidiknya sejak masa kecilnya
Hingga dia menjadi sempurna dalam segala tindak-tanduknya
Seluruh wasiat kaum Muslimin berakhir di telapak tangannya
Tidak ada ilmu yang disembunyikan dan tiada pendapat yang dicemoohkan
Aku katakan dan ucapanku ini tidak dicela pencela manusia
Kecuali orang yang berakal rendah dan kehilangan rasa
Tiada henti akan memuji dirinya
Dengan sebuah harap kekal di surga bersama Al-Musthafa
Tuk menggapainya semua aku berusaha dengan sungguh-sungguh penuh keringat

Hassan bin Tsabit Radhiyallahu Anhu juga berkata menangisi Rasulullah dalam untaian syairnya,

Kenapa matamu tidak terpejam tidur pulas?
Seakan dicelaki dengan celak penyakit mata
Karena berduka terhadap pemberi petunjuk yang kini wafat
Wahai orang terbaik yang menginjak kerikil, janganlah engkau pergi menjauh
Wajahku melindungimu dari gundukan tanah
Andai aku dikubur sebelum dirimu di Baqi' Al-Gharqad
Ayah ibuku menjadi tebusan orang yang aku lihat saat dia wafat
Sang Nabi pemberi petunjuk pada hari Senin
Tiada henti duka hatiku setelah wafatnya
Hatiku bingung, andai aku tak pernah dilahirkan ke dunia fana
Adakah sepeninggalmu, aku akan tetap menetap di Madinah bersama mereka?
Andai saja aku diberi minum racun ular berbisa
Atau Allah beri keputusan kepada kami lebih cepat
Di senja ini atau di besok hari
Kemudian Hari Kiamat terjadi, lalu kita bertemu orang terbaik
Yang wataknya adalah asli
Wahai anak sulung Aminah yang diberkahi,
Wahai, orang yang lahir dari wanita suci di Sa'dul As 'ad,
Dia adalah cahaya yang menerangi seluruh jagad raya
Barangsiapa diberi petunjuk pada cahaya yang bertabur berkah, ia memperoleh petunjuk
Wahai Tuhanku, himpunlah kami bersama Sang Nabi
Di surga yang dipalingkan dari mata-mata pendengki

Di surga Firdaus, tetapkanlah ia untuk kami
Wahai Dzat yang memiliki keagungan, keperkasaan, dan kemuliaan
Demi Allah, tidaklah aku mendengar orang mati selagi aku hidup
Melainkan aku menangis untuk kematian Muhammad SangNabi
Wahai, celakalah para Penolong Nabi dan kaumnya
Setelah dia dimasukkan di Hang lahad
Terasa sempit seluruh negeri bagi kaum Anshar
Wajah mereka menjadi legam bagaikan batu serawak
Kami telah melahirkan beliau dan kuburannya ada bersama kami
Bekas-bekas nikmatnya tersisapada kami tiada mungkin kami pungkiri
Allah muliakan dan beri petunjuk kami dengannya
Kamilah penolongnya di semua medan perang
Semoga Allah dan malaikat-malaikat yang mengitari Arasy-Nya
Dan orang-orang yang baik menyampaikan shalawat kepada Ahmad, yang diberkahi
Ibnu Ishaq berkata: Hassan bin Tsabit Radhiyallahu Anhu juga berkata menangisi Rasulullah dalam
syairnya yang lain:

Wartakanlah pada orang-orang miskin, kebaikan telah beranjak pergi dari mereka
Bersama Nabi yang meninggalkan mereka pada waktu sahur
Siapakah yang mempunyai pelana, dan membawaku pergi dan rezki keluargaku
Apabila mereka tidak mendapatkan curahan hujan
Siapakah yang kami cela tanpa khawatir akan kemarahannya
Jika lisan berlebih-lebihan atau kepeleset kata saat berucap kata
Dialah sinar dan cahaya yang kami selalu ikuti setelah Allah
Dia senantiasa mendengar dan melihat
Andaikata pada hari mereka memakamkan beliau di lahad
Dan menimbunkan tanah di atasnya
Allah tiada sisakan seorangpun di antara kami setelah wafatnya
Dan tidak ada yang hidup di antara kami wanita dan laki-laki
Seluruh pundak Bani An-Najjar menjadi lunglai hina
Namun ini semua adalah ketetapan Allah yang telah ditakdirkan
Tatkala rampasan perang dibagi kepada seluruh manusia
Mereka merusaknya terang-terangan di antara mereka tiada guna

Hassan bin Tsabit Radhiyallahu Anhu juga berkata menangisi Rasulullah dalam syairnya yang lain:

Aku bersumpah bahwa tidak ada orang yang lebih peduli daripadaku
Dalam sumpah yangjujur tanpa ada cela
Demi Allah, wanita tidak akan ada lagi yang hamil dan melahirkan anak
Sebagaimana Sang Rasul, nabi seluruh ummat dan pemberi petunjuk
Allah tidak ciptakan satu makhluk-Nya di antara seluruh makhluk-Nya
Yang lebih memenuhi tanggungan tetangga dan menepati janjinya
Daripada orang yang berada di tempat kami yang cahayanya senantiasa dicari
Perintahnya berlimpah berkah, adil dan mengarah tepat
Isteri-isterimu mengosongkan rumah-rumah di hari berduka
Mereka tidak lagi memasangpasak di belakang tirai
Mereka bagaikan biarawati-biarawati yang memakai pakaian usang
Yakin akan berselimutkan kemalangan setelah bergelimang kebahagiaan
Wahai manusia terbaik, sungguh aku kini berada di sebuah sungai
Aku bagaikan seorang yang haus dalam kesendirian
Ibnu Hisyam berkata: Bagian terakhir bait kedua bukan berasal dari selain Ibnu Ishaq.

Sekian dan wasalam


Click to View FlipBook Version