LANGKAH-LANGKAH
PENELITIAN SEJARAH
Modul Pembelajaran SMA Kelas X
BY SABTIYA PRATIWI
Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS JEMBER
PENELITIAN SEJARAH
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Ea karena atas berkahm
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun E-Modul
sejarah perminatan kelas X tentang “Langkah-Langkah Penelitian
Sejarah” dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Penulis berharap semoga E-modul ini dapat digunakan sebagai
panduan pembelajaran sejarah dan menambah pengetahuan juga bagi
pembaca mengenai bagaimana cara melakukan penelitian sejarah. Akhir
kata, Semoga segala upaya yang dilakukan bisa bermanfaat untuk
memajukan pendidikan di Indonesia khsusnya dalam bidang
kesejarahan.
Jember, 6 November 2021
Penulis,
1
PENELITIAN SEJARAH
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
Kompetensi Inti
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan factual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah.
Kompetensi Dasar
3.7 Memahami langkah-langkah penelitian sejarah (Heuritik,
kritik/verifikasi, interprestasi/eksplanasi, dan penulisan sejarah)
2
PENELITIAN SEJARAH
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ......................................2
DAFTAR ISI ............................................................................................................3
PETA KONSEP .........................................................................................................4
PENELITIAN SEJARAH ......................................................................................5
PEMILIHAN TOPIK...............................................................................................8
PENGUMPULAN SUMBER (HEURISTIK) ..................................................... 10
VERIFIKASI (KRITIK SUMBER) .................................................................... 15
INTERPRETASI .................................................................................................... 18
HISTORIOGRAFI ............................................................................................... 24
RANGKUMAN........................................................................................................ 34
EVALUASI ............................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 40
BIOGRAFI PENULIS........................................................................................... 41
3
PENELITIAN SEJARAH
PETA KONSEP
Langkah-Langkah
Penelitian Sejarah
Heuristik Verifikasi Interpretasi Historiografi
4
PENELITIAN SEJARAH
PENELITIAN SEJARAH
Penelitian sejarah yaitu tergolong dalam teori dan konsep. Oleh
karena itu, penelitian sejarah termasuk penelitian yang ilmiah. Teori
dan konsep penelitian sejarah digunakan untuk merumuskan kerangka
pemikiran secara sistematis. Penelitian sejarah juga terdapat langkah-
langkah yang harus diperhatikan oleh peneliti (Sejarawan). Penelitian
sejarah dimaksud untuk mengrekontrusikan masa lalu secara sistematis
kronologis, dan objektif. Rekontrusi sejarah sejarah sendiri yaitu
penyusunan kembali kisah sejarah peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Menurut Gilbert J.Geraghan metode penelitian sejarah adalah
seperangkat aturan atau prinsip sistematis untuk mengumpulkan
sumber-sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis dan
mengajukan sintetis dari hal-hal yang dicapai dalam bentuk tertulis.
Senada dengan Gilbert, Louis Gottschhalk mengatakan, metode sejarah
adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menguji, dan menganalisa data
yang diperoleh dari peninggalan-peninggalan masa lalu, kemudian
direkonstruksi berdasarkan data yang diperoleh sehingga menghasilkan
kisah sejarah.
5
PENELITIAN SEJARAH
Dengan menggunakan metode sejarah secara cepat, pertanyaan-
pertanyaan dasar penelitian berikut ini dapat dijawab tuntas sehingga
pada gilirannya mendukung sebuah historiografi yang layak.
Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah:
1. Apa (peristiwa apa) yang terjadi (what)?
2. Kapan terjadinya peristiwa itu (when)?
3. Dimana terjadinya peristiwa itu (where)?
4. Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa itu dan apa
hubungaan antar pelaku (who)?
5. Mengapa peristiwa itu terjadi (why)? Apa latarbelakannya?
Apa saja factor-faktor pemicunya?
6. Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu (how)?
7. Apa dampaknya terhadap kehidupan manusia waktu itu?
Terdapat dua kelompok besar aliran penulisan sejarah antara
lain:
a. Sejarah Naratif (Narrative History) merupakan penulisan
sejarah berupa narasi tanpa memanfaatkan teori dan
metodologi. Penulis sekedar menceritakan peristiwa serta
prosesnya secara kronologi tanpa menjelaskan mengapa dan
bagaimana peristiwa itu terjadi. Demikian juga penulis tidak
memperhatikan bentuk, pola, kecenderungan, dan hal-hal yang
menjadi ruang ringkup dan latar belakang terjadinya sebuah
peristiwa.
6
PENELITIAN SEJARAH
b. Sejarah Analitis (Analytical History) merupakan penulisan
sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi. Penulis
menjelaskan asal-mula (genesis), sebab-sebab (causes),
kecenderungan (change) dari konteks peristiwa tentunya dengan
mengaitkan masalah-masalah politik, sosial, kebudayaan dan
sebagainya (M. Dien M dan Johan Wahyudhi, 2014:218).
Menurut Kuntowijoyo (2013:69) menyatakan bahwa terdapat
lima tahap dalam langkah-langkah penelitian sejarah yakni (1) pemilihan
topik, (2) heuristik (pengumpulan sumber), (3) verifikasi (kritik
sejarah atau keabsahann sumber), (4) interprestasi (analisis atau
sintesis), (5) historiografi (penulisan sejarah).
7
PENELITIAN SEJARAH
PEMILIHAN TOPIK
Topik penelitian sejarah dikatakan menarik dan layak diteliti jika
topik tersebut belum pernah dikaji sebelumnya. Semakin sedikit
peneliti atau sejarawan yang mengkaji topik tersebut, maka penelitian
yang akan diteliti akan menentang. Namun, peneliti perlu
memperhatikan ketersediaan sumber untuk mengkaji topik lebih lanjut.
Topik sebaiknya pilih berdasarkan: kedekatan emosional dan kedekatan
intelekual. Setelah topik ditemukan kemudian dapat membuat rencana
penelitian (Kuntowijoyo, 2013: 70).
a) Kedekatan Emosional merupakan kedekatan yang sangat
dibutuhkan dalam penelitian sejarah untuk memudahkan
penelitian dalam mengkaji objek penelitian. Peneliti juga akan
lebih mudah memcari sumber karena ia menguasai daerah yang
diteliti. Selain itu, kedekatan emosional ini juga dapat menambah
rasa percaya diri sejarawan dalam menuangkan kejiannya dalam
tulisan sejarah.
b) Kedekatan Intelektual merupakan kedekatan pengetahuandan
wawasan peneliti mengenai topik yang akan dikaji sangat
memengaruhi proses penelitian. Peneliti yang memiliki
pengetahuan tentang topik yang dikaji akan lebih mudah
melakukan penelitian. Misalnya: apabila Andik adalah seorang
pengemat politik dan hukum, Maka Andik akan leabih mudah
8
PENELITIAN SEJARAH
menulis sejarah politik dan hukum. Pengetahuan Andik mengenai
politik dan hukum akan membantu melakukan penelitian.
c) Rencana Penelitian itu haru berisi (1) permasalahan, (2)
historiografi, (3) sumber sejarah dan (4) garis besar. Dalam
permasalahan perlu ditemukan subject matter yang akan diteliti,
mengapa perlu diteliti sejarahnya, maksud dan tujuan penelitian,
luas dan batasan penelitian dalam tempat dan waktu serta teori
dan konsep yang akan dipakai dalam penelitian. Dalam
historiografi perlu ditemukan sejarah penulisan dalam bidang
akan akan diteliti. Misalnya, dengan mengrevie kita dapat
memberitahukan apa kekurangan para peneliti terdahulu dan apa
yang perlu diteliti. Sementara sumber sejarah dapat ditemukan
melalui sumber lisan maupun dengan membaca. Garis besar harus
terurai sehingga mempermudah orang membaca. Hal yang
terpenting dan perlu diingat bahwa garis besar dalam penelitian
dapar berubah. Garis besar sementara sangat berguna dalam
proses penelitian karena setiap dapat dimasukan dalam bab-
babnya.
9
PENELITIAN SEJARAH
PENGUMPULAN SUMBER (HEURISTIK)
Tahap pertama dalam suatu penelitian sejarah adalah mencari
dan mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dengan penelitian yang
sedang dilaksanakan. Proses pengumpulan sumber dalam penelitian
sejarah dinamakan Heuristik. Heuristik berasal dari bahasa Yunani
heuristiken yang berarti menemukan atau mengumpulkan sumber.
Menurut Helius Sjamsudin (2007: 86), heuristik adalah sebuah
kegiatan mencari sumber- sumber untuk mendapatkan data-data, atau
materi sejarah, atau evidensi sejarah.
Dalam kaitan dengan sejarah tentulah yang dimaksud sumber
yaitu sumber sejarah yang tersebar berupa catatan, kesaksian, dan
fakta-fakta lain yang dapat memberikan penggambaran tentang sebuah
peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia. Hal ini bisa
dikategorikan sebagai sumber sejarah. Bahan-bahan sebagai sumber
sejarah kemudian dijadikan alat, bukan tujuan. Dengan kata lain, orang
harus mempunyai data lebih dahulu untuk menulis sejarah. Kajian
tentang sumber-sumber ialah suatu ilmu tersendiri yang disebut
heuristik (G.J. Garraghan, 1957: 103-142).
Penulisan sejarah tak mungkin dapat dilakukan tanpa tersedianya
sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah dibedakan menjadi tiga
kategori, yaitu:
10
PENELITIAN SEJARAH
1) Sumber kebendaan atau material (naterial sources), yaitu
sumber sejarah yang berupa benda yang dapat dilihat secara
fisik. Sumber ini dapat dibedakan menjadi sumber tertulis
(record), seperti dokumen, arsip, surat, catatan harian, foto,
dan file. Sumber fisik berikutnya adalah berupa benda (remains)
berupa artefak seperti keramik, alat rumah tangga, senjata, alat
pertanian atau berburu, lukisan, dan perhiasan. Tempat di mana
artefak-artefak itu berada sesuai fungsinya disebut situs.
2) Sumber non-kebendaan atau immaterial (immaterial sources),
dapat berupa tradisi, agama, kepercayaan, dan lain sebagainya.
3) Sumber lisan, berupa kesaksian, hikayat, tembang, kidung, dan
sebagainya.
Tantangan yang dihadapi seorang peneliti dalam proses heuristik
biasanya menyangkut hal-hal, sebagai berikut:
Sumber tulisan:
Tempat di mana sumber tertulis itu bisa didapatkan. Biasanya
menyangkut keterbatasan informasi mengenai keberadaan sumber
tersebut. Berikutnya yaitu jarak dan akomodasi untuk menjangkau.
Belum lagi masalah perizinan dan prosedur birokratis lainnya.
Kondisi fisik yang sudah tua dan tidak utuh lagi. Yaitu, menyangkut
bentuk fisik dari benda peninggalan yang berupa naskah, arsip atau
artefak yang sudah rusak dan dimakan usia sehingga menyulitkan
untuk dilakukan identifikasi.
11
PENELITIAN SEJARAH
Tantangan berikutnya yaitu masalah bahasa dan jenis tulisannya.
Dalam hal ini, penguasaan bahasa dan pengetahuan tentang tulisan
menjadi penting.
Tantangan lain yaitu mengenai keberadaan sumber tersebut sebagai
sumber primer atau sumber sekunder bahkan sumber tersier.
Smber benda:
Keterbatasan pengetahuan budaya mengenai kegunaan dari benda
tersebut, ragam hias, arsitektur, dan sebagainya.
Pengetahuan mengenai bahan serta teknik pengolahan.
Kondisi fisik yang tidak utuh lagi.
Sumber lisan:
Status narasumber sebagai pelaku atau saksi.
Keterbatasan informasi mengenai apa yang dilakukan, dilihat, dan
didengar.
Faktor kesehatan dan usia narasumber.
Tingkat pendidikan narasumber.
Keturunan/generasi tertentu.
Sumber sejarah adalah yang memberi penjelasan tentang
peristiwa masa lampau. Sumber sejarah merupakan bahan penulisan
sejarah yang mengandung bukti baik lisan maupun tertulis. Pada
umumnya, tidak mungkin suatu peristiwa memberikan bentuk materi
suatu peninggalan secara lengkap. Oleh sebab itu, sejarawan harus
mengumpulkan sebanyak mungkin peninggalan terkait peristiwa sejarah.
Peninggalan akan menuntun kita dalam mendekati sebuah peristiwa.
12
PENELITIAN SEJARAH
Data dan informasi yang didapat akan menjadi bahan untuk melakukan
interpretasi akan sebuah peristiwa.
Dalam kenyataannya, sering kali bukti-bukti yang didapat dari
proses pengumpulan, satu sama lain belum tentu saling berkaitan atau
mempunyai hubungan kausalitas. Oleh sebab itu, seorang peneliti harus
melakukan upaya peningkatan efektivitas sumber sejarah sebagai
bahan penulisan sejarah, sumber-sumber harus diidentifikasi, dipilih
dan dipilah atau dalam bahasa ilmiah disebut klasifikasi.
Klasifikasi sumber dilakukan untuk menentukan hubungan antara
sumber dan peristiwa. Selain itu, klasifikasi dilakukan untuk
memberikan peringkat kesahihan sumber terkait penentuan sumber
primer dan sekunder. Mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada
subbab selanjutnya. Karena lingkup sejarah sangat besar, perlu
klasifikasi sistematis dan terstruktur untuk memudahkan penelitian.
Kebanyakan sejarawan memiliki keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk memilah informasi dalam sejarah, antara lain:
Berdasarkan kurun waktu (kronologis), wilayah (geografis), negara
(nasional), kelompok suku bangsa (etnis), topik atau pokok bahasan
(topikal). Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan bagaimana
cara penulisannya, seperti melihat batasan-batasan kontekstual
mengenai kapan dan di mana, atau memperhatikan masalah temporal
(waktu) dan spasial (ruang) dari tema yang dipilih. Jika hal tersebut
tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin akan terjebak ke dalam
falsafah ilmu lain, "misalnya sosiologi.
13
PENELITIAN SEJARAH
Ada beberapa teknik terkait heuristik:
1. Studi kepustakaan.
Studi kepustakaan adalah studi mengenai sumber-sumber tertulis
berupa naskah, buku, serta jurnal yang diterbitkan. Untuk
memudahkan pencarian dapat menggunakan katalog. Berikutnya
yaitu dengan menggunakan buku yang menjadi referensi, selain itu
peneliti juga bisa mengetahuinya dari melihat catatan kaki
(footnote).
2. Studi kearsipan.
Arsip biasanya didapat dari sebuah lembaga baik lembaga negara
maupun swasta. Arsip dapat berupa lembaran-lembaran lepas
berupa surat, edaran atau brosur, dan baginya. Dapat berupa
terbitan terbitan yang dibukukan berupa peraturan, petunjuk
pelaksanaan dan sebagainya.
3. Wawancara.
Wawancara dapat dilakukan secara langsung dengan individu maupun
wawancara dengan kelompok. Wawancara juga dapat dilakukan
secara tidak langsung, melalui kuesioner dengan pertanyaan
terstruktur maupun tidak terstruktur.
4. Observasi (pengamatan).
Pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan terhadap objek.
Keempat studi tersebut dapat dilakukan tanpa harus mengikuti
secara tertib, tergantung pada relevansi atau kebutuhan penelitian.
14
PENELITIAN SEJARAH
VERIFIKASI (KRITIK SUMBER)
Verifikasi atau kritik sumber yaitu kegiatan untuk menguji
keautentikan (keaslian) suatu sumber serta menguji kreadibilitas dan
keabsahan sumber. Tujuan utama kritik sumber adalah menyeleksi data
untuk memperoleh fakta-fakta. Kritik sumber dapat dikategorikan
menjadi 2 jenis yaitu:
a) Kritik Intern (Kreadibilitas)
Kritik intern dilakukan untuk menilai kelayakan atau
kredibilitas sumber. Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada
kemampuan sumber untuk mengungkap kebenaran suatu
peristiwa sejarah. Kemampuan sumber meliputi kompetensi,
kedekatan atau kehadiran sumber dalam peristiwa sejarah.
Selain itu, kepentingan dan subjektivitas sumber serta
ketersediaan sumber untuk mengungkapkan kebenaran.
Konsistensi sumber terhadap isi atau konten.
b) Kritik Ekstern (Autentisitas)
Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
keabsahan dan autentisitas sumber. Kritik terhadap
autentisitas sumber tersebut misalnya dengan melakukan
pengecekan tanggal penerbitan dokumen, pengecekan bahan yang
berupa kertas atau tinta apakah cocok dengan masa di mana
bahan semacam itu biasa digunakan atau diproduksi. Memastikan
suatu sumber apakah termasuk sumber asli atau salinan. Apakah
itu penulisan ulang atau hasil foto kopi. Kritik terhadap keaslian
sumber sejarah di antaranya dapat dilakukan berdasarkan usia
15
PENELITIAN SEJARAH
dan jenis budaya yang berkembang pada waktu peristiwa itu
terjadi, jenis tulisan, huruf, dan lain-lain. Diperlukan
pengetahuan yang bersifat umum dalam mengetahui sifat dan
konteks zaman. Contohnya, ada peninggalan berupa candi yang
terbuat dari batu andesit, adapula yang terbuat dari terakota.
Ini menggambarkan sebuah perkembangan suatu zaman. Kritik
eksternal berfungsi menjawab tiga hal mengenai Sumber:
1. Apakah sumber itu merupakan sumber yang kita butuhkan?
2. Apakah itu merupakan sumber asli atau salinan (turunan)?
3. Apakah sumber itu masih utuh atau sudah mengalami
perubahan?
4. Pertanyaan mempersoalkan autentisitas sumber juga dapat
diajukan secara negatif misalnya, apakah sumber itu palsu?
Kritik eksternal juga dilakukan dengan melakukan
komparasi atau perbandingan dengan sumber-sumber lain yang
sezaman.
Data sejarah atau bukti-bukti sejarah yang telah melewati
verifikasi kemudian menjadi fakta sejarah. Berdasarkan sifatnya,
fakta sejarah dapat dikategorikan dalam dua jenis:
1) Fakta keras (hard fact), yaitu fakta yang telah diterima
kebenarannya atau fakta yang sudah pasti dan tidak perlu untuk
diperdebatkan lagi. Contoh, pada 17 Agustus 1945 Soekarno -
16
PENELITIAN SEJARAH
Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia
2) Fakta lunak (soft fact), yaitu fakta yang masih memerlukan
bukti lebih kuat lagi untuk diyakini kebenarannya. Contoh, lokasi
pusat kerajaan Sriwijaya yang sampai saat ini masih belum
dapat dipastikan dengan benar dan diskusi tentanf hal ini masih
terus berlangsung.
Berdasarkan wujudnya, fakta dapat dibedakan menjadi:
a. Fakta mental, yaitu fakta yang bersifat abstrak seperti
perasaan, pandangan, keyakinan, dan kepercayaan. Contoh,
gambaran atau pandangan para bangsawan terhadap nilai-nilai
tradisi seperti memberi sesaji, mencuci pusaka keraton pada
saatsaat tertentu, dan melakukna ritual pemujaan terhadap
penguasa Laut Selatan.
b. Fakta sosial, yaitu konteks hubungan antar manusia dan situasi
masyarakat pada saat peristiwa terjadi. Contohnya, bagaimana
kondisi sosial masyarakat Majapahit ketika Prabu Hayam Wuruk
menjadi raja. Lembaga-lembaga apasaja yang berfungsi sebagai
pengatur masyarakat. Bagaiman araja mengatur kehidupan
beragama warganya.
17
PENELITIAN SEJARAH
INTERPRETASI
Setelah fakta-fakta disusun, kemudian dilakukan interpretasi.
Interprestasi merupakan penafsiran makna fakta dan hubungan antar
satu fakta dan fakta lainnya. Menurut Gottschalk (dalam Ismaun,
2005: 56) penafsiran sejarah mempunyai tiga aspek penting, yaitu
analisis-kritis, historis-subtantif, sosialbudaya. Analisis-kritis
maksudnya adalah menganalisis struktur intern, pola-pola hubungan
antar fakta, gerak dinamika dalam sejarah, dll.
Interpretasi sangat esensial dan krusial dalam metodologi
sejarah (Suhartono W. Pranoto, 2010: 56). Fakta-fakta sejarah yang
berhasil dikumpulkan belum banyak bercerita. Fakta-fakta tersebut
harus disusun dan digabungkan satu sama lain sehingga membentuk
cerita peristiwa sejarah. Hubungan kausalitas antar fakta menjadi
penting untuk melanjutkan pekerjaan melakukan interpretasi. Orang
sering kali mengalami kegagalan interpretasi yang disebabkan beberapa
fakta yang ternyata tidak memiliki kausalitas, misalnya dalam
menginterpretasikan sejarah politik kolonial bangsa Eropa. Terdapat
fakta-fakta setelah Perang Dunia II, beberapa bangsa Eropa
melakukan politik “dekolonisasi”. Lalu negara-negara di sekitar Asia
Tenggara memproklamasikan kemerdekaannya, seperti Indonesia,
Malaysia, Singapura, dan Brunei. Berdasar fakta-fakta itu lalu timbul
interpretasi bahwa “kemerdekaan Indonesia akibat penerapan politik
dekolonisasi bangsa-bangsa Eropa.” Hal tersebut merupakan
interpretasi yang keliru atas fakta-fakta. Kemerdekaan Indonesia
sama sekali tidak ada kaitannya dengan politik dekolonisasi Eropa,
18
PENELITIAN SEJARAH
dalam hal ini Belanda. Belanda justru beberapa kali mencoba untuk
menguasai kembali Indonesia. Pertama dengan membonceng pasukan
Sekutu (1945) pada Peristiwa 10 November di Surabaya disusul adanya
Agresi Belanda I dan II.
Dalam melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta, harus
diseleksi lagi fakta-fakta yang mempunyai hubungan kausalitas antara
satu dan lainnya. Sebagai kelanjutan dari proses sebelumnya,
interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Interpretasi analisis, yaitu dengan menguraikan fakta satu per
satu sehingga memperluas perspektif terhadap fakta itu. Dari
situlah dapat ditarik sebuah kesimpulan.
b. Interpretasi sintesis, yaitu mengumpulkan beberapa fakta dan
menarik kesimpulan dari fakta-fakta tersebut.
Dari proses berpikir kedua cara itu dapat dibedakan, tetapi hasil
yang diharapkan tidak berbeda. Namun demikian, istlah dalam kajian
sejarah yang selalu mengikuti historical analysis dan historical
interpretation, jarang menggunakan historical synthesis.
Dalam melakukan proses interpretasi, penulis juga dituntut
untuk imajinatif. Karena fakta-fakta sejarah tidak akan pernah
sempurna sehingga terdapat “ruang gelap sejarah” yang kerap kali
tercipta. Penulis harus berusaha berimajinasi masuk ke dalam sebuah
kurun waktu atau ke dalam emosi sehingga dapat merasakan apa yang
terjadi.
19
PENELITIAN SEJARAH
Metode interpretasi sejarah pada umumnya sering diarahkan
kepada pandangan para ahli filsafat, sehingga sejarawan bisa
mendapatkan kemungkinan jalan pemecahan dalam menghadapi masalah
historis. Beberapa interpretasi mengenai sejarah yang muncul dalam
aliran-aliran filsafat itu dapat dikelompokkan, sebagai berikut:
1. Interpretasi monistik, yakni interpretasi yang bersifat tunggal
atau suatu penafsiran yang hanya mencatat peristiwa besar dan
perbuatan orang yang terkemuka. Interpretasi ini meliputi:
Interpretasi teologis, yaitu menekankan pada takdir
Tuhan, sehingga peranan gerak sejarah bersifat pasif.
Interpretasi geografis, yakni peranan sejarah ditentu
kan oleh faktor geografis, dengan pertimbangan letak
bumi akan memengaruhi pula cara hidup umat manusia.
Interpretasi ekonomis, yang secara deterministik
menunjukkan bahwa faktor ekonomi sangat berpengaruh,
sekalipun tidak dapat menerangkan mengapa suatu suku
bangsa berbeda padahal perekonomian: nya hampir sama.
Interpretasi rasial, ialah penafsiran yang ditentukan oleh
peranan ras atau bangsa. Secara ilmiah memang agak sulit
dipertanggungjawabkan, karena kebudayaan suatu bangsa
tidak mesti selalu berhubungan dengan rasnya.
2. Interpretasi pluralistik. Interpretasi semacam ini dimunculkan
oleh para filsuf abad ke-19 yang mengemukakan bahwa sejarah
akan mengikuti perkembangan sosial, budaya, politik, dan
20
PENELITIAN SEJARAH
ekonomi yang menunjukkan pola peradaban yang bersifat
multikompleks.
Para ahli sejarah memberi kesempatan yang besar untuk
memilih ragam bentuk dan metode interpretasi yang logis untuk
mencapai tujuannya. Meskipun di kalangan sejarawan modern
kecenderungan terhadap interpretasi pluralis lebih menonjol, karena
mereka beranggapan bahwa kemajuan studi sejarah dapat didorong
pula oleh kemajuan ilmu pengetahuan lainnya (Dudung Abdurraman,
1999: 66).
Ilmu sejarah, sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, bersifat terbuka.
Jika ada penemuan baru berupa fakta sejarah dari peristiwa sejarah
yang dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis, maka fakta
itulah yang kemudian dianggap benar. Tugas sejarawan yaitu
menerangkan kejadian masa lalu. Dalam prosesnya, tidak semua fakta
yang bersumberkan bahan material dapat dijadikan landasan kebenaran
ceritanya. Hampir pasti terdapat penggalan cerita yang buram oleh
sebab kelangkaan sumber. Guna mencegah agar penyampaiannya
berjalan dengan lancar, runut dan kronologis, maka sejarawan dibekali
kemampuan menginterpretasikan ruang-ruang yang masih gelap
tersebut. Berbekal pengetahuan masa lalu yang kaya, rasanya tidak
sulit bagi sejarawan untuk memberikan gambaran untuk menambal
rangkaian cerita yang semula tidak lengkap itu.
Unsur imaji menjadi senyawa penting dalam membangun
interpretasi sejarah. Kepiawaian menata fakta-fakta dan memberikan
21
PENELITIAN SEJARAH
perekatnya yakni dengan interpretasi mensyaratkan kemampuan
bernalar yang padu dengan zaman yang menjadi objek kajiannya.
Merupakan suatu kesalahan, jika memikirkan sejarah menggunakan
perangkat berpikir masa sekarang: Yang ada hanyalah jurang yang
menganga antara akal dan masa lalu. Kita tidak akan mendapatkan
apaapa dari upaya tersebut, selain kesalahan yang berlipat-lipat
disebabkan oleh ketidaktahuan. Berhenti dari berpikir macam ini lebih
dini lebih baik ketimbang melanjutkan sesuatu yang hanya berimplikasi
pada penyediaan informasi yang menyesatkan orang banyak. Merupakan
suatu ketidaktepatan misalnya, ketika membandingkan pembangunan
Piramida Mesir dengan pembangunan Burj Khalifa di Oatar.
Melihat dan menafsir masa lalu hendaknya harus
mengetengahkan instrumen nalar yang lazim digunakan di masa yang
sama. Ketika membayangkan tentang tata kelola Taman Gairah di masa
kejayaan Aceh Darussalam misalnya, sudah sepatutnya kita
“melemparkan” jati diri sejarawan kita ke masa tersebut. Imaji yang
terbentuk adalah diri kita yang menyaksikan bagaimana juru-juru
taman bekerja di bawah skema yang diinginkan Iskandar Muda.
Pengairan taman tersebut berasal dari Krueng Daroi, bayangkan jika
kita menjadi satu di antara ratusan petugas taman yang sedang menata
aliran air masuk mengairi bunga-bunga. Jika hal ini dapat dibayangkan,
maka nuansa masa lalu dapat ditampilkan di masa kini. Salah satu
keberhasilan sejarawan yaitu kebolehan mereka memaksimalkan
imajinasinya. Imaji menjadi sumber kebenaran selain dokumen tertulis
maupun benda-benda sezaman lainnya. Tanpa penggunaan imajinasi,
22
PENELITIAN SEJARAH
sumber sejarah tersebut hanya teronggok tak berguna. Untuk itu,
sudah selaiknya sejarawan melemparkan sejauh mungkin jati dirinya.
Ibaratnya menaiki mesin waktu menjelajah zaman masa lalu.
Imajinasilah yang menghadirkan informasi yang tekandung di dalam
sumber-sumber sejarah. Tanpa imajinasi yang menghidupkan alur
cerita, maka benar apa yang dikatakan orang bijak yang berkata bahwa
sejarah hanyalah tumpukan debu.
23
PENELITIAN SEJARAH
HISTORIOGRAFI
Historiografi merupakan tahap akhir dari penelitian sejarah,
setelah melalui fase heuristik, kritik sumber dan interpretasi. Pada
tahap terakhir inilah penulisan sejarah dilakukan. Sejarah bukan
semata-mata rangkaian fakta belaka, tetapi sejarah adalah sebuah
cerita. Cerita yang dimaksud ialah penghubungan antara kenyataan yang
sudah menjadi kenyataan peristiwa dan suatu pengertian bulat dalam
jiwa manusia atau pemberian tafsiran/interpretasi kepada kejadian
tersebut (R. Moh. Ali, 2005: 37).
Dengan kata lain penulisan sejarah merupakan representasi
kesadaran penulis sejarah dalam masanya (Sartono Kartodirdjo, 1982:
xiv). Secara umum, dalam metode sejarah, penulisan sejarah
(historiografi) merupakan fase atau langkah akhir dari beberapa fase
yang biasanya harus dilakukan oleh peneliti sejarah. Penulisan sejarah
(historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Dudung
Abdurrahman,1999: 67).
Pengisahan sejarah itu jelas sebagai suatu kenyataan subjektif,
karena setiap orang atau setiap generasi dapat mengarahkan sudut
pandangannya terhadap apa yang telah terjadi dengan berbagai
interpretasi yang erat kaitannya dengan sikap hidup, pendekatan, atau
orientasinya. Oleh karena itu, perbedaan pandangan terhadap peristiwa
masa lampau, yang pada dasarnya ialah objektif dan absolut, pada
gilirannya akan menjadi kenyataan yang relatif.
24
PENELITIAN SEJARAH
Bagi penulis sejarah ataupun sejarawan akademis yang menganut
relativisme historis, yakni pandangan sejarah yang serba relatif,
mengedepankan sikap netral dalam pengkajian dan penulisan sejarah
merupakan hal yang sulit direalisasikan. Alasannya, seperti yang
dinyatakan al-Shargawi (Dudurg Abdurrahman, 1999: 5), bahwa
“pengetahuan sejarah itu pada dasarnya ialah mengalihkan fakta-fakta
pada suatu bahasa lain, menundukkannya pada bentuk-bentuk, katepori,
dan tuntutan khusus.” Proses pemilihan unsur-unsur tertentu mengenai
perjuangan seorang tokoh, umpamanys dilakukan penulis biografi
dengan mendasarkan diri pada interpretasi historis atas peristiwa yang
dikehendakinya, lalu disusunlah kisah baru.
Demikianlah kecenderungan subjektivitas itu selalu mewarnai
bentuk-bentuk penulisan sejarah. Hal ini karena secara umum dapat
dikatakan bahwa kerangka pengungkapan atau penggambaran atas
kenyataan sejarah itu ditentukan oleh penulis sejarah atau sejarawan
akademis, sedangkan kejadian sejarah sebagai aktualitas itu juga
dipilih dengan dikonstruksi menurut kecenderungan seorang penulis.
Selain alasan praktis di atas, ternyata ditengarai terdapat lebih
banyak lagi faktor yang menyebabkan terjadinya subjektivitas. Ibnu
Khaldun menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dianggap
sebagai kelemahan dalam penulisan sejarah, yaitu:
Sikap pemihakan sejarawan kepada mazhab tertentu.
Sejarawan terlalu percaya kepada penukil berita sejarah.
25
PENELITIAN SEJARAH
Sejarawan gagal menangkap maksud-maksud apa yang dilihat dan
didengar serta menurunkan laporan atas da sar persangkaan
keliru.
Sejarawan memberikan asumsi yang tak beralasan ter hadap
sumber berita.
Ketidaktahuan sejarawan dalam mencocokkan keadaan dengan
kejadian yang sebenarnya.
Kecenderungan sejarawan untuk mendekatkan diri ke pada
penguasa atau orang berpengaruh.
Sejarawan tidak mengetahui watak berbagai kondisi yang
muncul dalam peradaban. (Dudung Abdurrahman, 1999: 6)
Bila ketujuh alasan tersebut atau sebagian dari padanya
mewarnai karya sejarah dari suatu generasi, maka generasi sejarawan
yang lain juga akan terpengaruh dengannya. Ankersmith
mengungkapkan bahwa karena setiap telaah historis, baik dari masa
silam, masa kini, atau masa depan, selalu bersifat subjektif (Dudung
Abdurrahman, 1999: 6).
Kepribadian sejarawan tidak dapat disangkal lagi merupakan
faktor dominan yang dapat menjuruskan penulisan sejarah menjadi
subjektif. Maka sudah sepatutnya seluruh kesadaran sejarawan
hendaknya diselimuti oleh sistem kebudayaan. Sartono Kartodirdjo
mendefinisikannya:
Sebagai subjektivitas kultural, yakni sikap atau pandangan
seorang penulis sejarah berhubungan dengan konteks
26
PENELITIAN SEJARAH
kebudayaan masyarakatnya. Individu sejarawan sebagai anggota
masyarakat akan lebur dalam proses sosialisasi, sehingga seluruh
pikiran, perasaan, dan kemauannya terpola menurut struktur
etis, estetis, dan filosofis yang berlaku dalam masyarakat.
(Sartono Kartodirdjo, 1992: 64)
Subjektivitas kultural itu mencakup pula subjektivitas waktu,
karena kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam waktu tertentu.
Berdasarkan tinjauan mengenai subjektivitas sejarah di atas,
dapat disebutkan bahwa setiap hasil penulisan sejarah tidak seluruhnya
relatif, karena dalam karya seperti itu dapat pula diperoleh hal-hal
yang absolut, yakni fakta-fakta yang tidak diragukan lagi kesahihannya.
Walsh mengungkapkan bahwa bila kecenderungan pribadi pangkal
terjadinya subjektivitas, sebenarnya tidak selalu merupakan
penghalang bagi objektivitas, sebab sejarawan pun akan mampu
mengetahui perasaan-perasaan subjektif dalam dirinya dan ja akan
selalu berusaha untuk berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam
subjektivitas tersebut (Du dung Abdurrahman, 1999: 8).
Pengetahuan sejarah yang objektif itu justru timbul bila
terdapat beberapa pendapat antara para scjarawan. Pernyataan
mereka yang berbeda mengenai peristiwa sejarah yang sama, belumlah
merupakan perbedaan pendapat, sebab peristiwa sejarah bisa dilihat
dari berbagai perspektif. Atas dasar pertimbangan di atas, nyatalah
bahwa penafsiran terhadap peristiwa sejarah akan beragam di dalam
historiografi, yang barangkali jumlahnya sebanyak kepala penulis
sejarah itu sendiri. Ketika berada di meja kerja, sejarawan pemula
27
PENELITIAN SEJARAH
yang belum memiliki pengalaman menulis kisah sejarah akan mengalami
kebingungan. Memikirkan dari mana mulai menulis suatu kisah masa lalu
menjadi masalah yang sangat mengganggu. Untuk itu hal pertama yang
bisa dilakukan yaitu mempelajari pola penyusunan buku-buku yang
mengupas suatu peristiwa sejarah. Usahakan jangan hanya satu
melainkan lebih. Yang menjadi perhatian utama dari buku-buku
tersebut bukanlah isinya, melainkan bagaimana seni penulisnya
menyajikan temuannya. Jika diibaratkan, saat mendapat ikan jangan
hanya mengambil dagingnya, namun juga memperhatikan bagaimana
daging ini disusun bersamaan dengan tulang serta kulitnya. Analisis
struktur penataan episode atau adegan suatu kisah diperlukan agar
mencapai cetak biru (blue print) penulisan sejarah.
Sartono Kartodirdjo, menawarkan beberapa prinsip organisasi
penyusunan kisah masa lampau, antara lain:
a. Peristiwa-peristiwa diceritakan secara kronologis, yakni dari
awal sampai akhir, sesuai rentang waktu terjadinya.
b. Dari sekumpulan fakta atau peristiwa hendaknya ditentukan
mana fakta kausal (penyebab)-fakta (peristiwa- fakta akibat.
Dalam perjalanannya, sering pula dijumpai fenomena
multikausalitas yaitu kondisi-kondisi dari situasi yang
membentuk “kematangan” atau kclayakan situasi bagi terjadinya
peristiwa.
c. Jika uraiannya bersifat deskriptif-naratif, maka perlu adanya
penyusunan model serial, yakni dengan merunutkan kejadian-
kejadian bersandar pada ketentuan di atas.
28
PENELITIAN SEJARAH
d. Dua peristiwa yang terjadi secara bersamaan (simultan) harus
dipaparkan secara terpisah.
e. Apabila ditemukan satu peristiwa kompleks, terjadi dari banyak
kejadian kecil, maka perlu dipilih mana yang perlu dikedepankan
karena dianggap yang paling penting.
f. Unit waktu dan unit ruang bisa diklasifikasikan atas subunit
tanpa mengabaikan keterkaitannya atau dalam pola umum
suasana terjadinya.
g. Guna menyintesiskan struktur dengan waktu, maka perlu
dilakukan periodisasi (pembabakan) waktu berdasarkan
karakteristik tertentu, seperti ciri-ciri khas yang ada pada
periode tertentu.
h. Suatu kejadian dengan cakupan waktu dan ruang yang cukup
besar kerap kali membutuhkan periodisasi atas seri-seri:
misalnya gerakan sosial tentu mengalami: masa awal penuh
ketimpangan sosial, munculnya pemimpin dan ideologi, masa
akselerasi konflik, konfrontasi, dan masa damai kembali.
i. Dinamika ekonomi kerap menunjukkan garis pasang surut,
semacam gelombang yang biasa disebut konjunktur. Di sisi lain,
perubahan sosial menghabiskan waktu lebih lama sebelum
terlihat jelas perubahan strukturalnya. Peubahan yang radikal,
total, dan mendesak lebih tepat dinamakan revolusi. Yang jelas
yaitu bahwa perkembangan sejarah memiliki ritmenya sendiri,
subtansinya berbeda dengan perkembangan evolusioner menurut
teori evolusi.
29
PENELITIAN SEJARAH
j. Perkembangan metodologi sejarah kekinian ternyata tidak lagi
mengedepankan pembuatan deskriptif-analitis, tetapi didominasi
oleh penyusunan deskriptif-analitis. Pengerjaannya berkisar
pada tema atau topik di satu sisi, permasalahan di sisi lainnya
(Sartono Kartodirdjo, 1990: 60-62).
Menurut sifatnya, terdapat dua model penulisan historiografi,
yaitu:
Historigrafi diskriptif-naratif, yaitu penulisan sejarah hanya
berisi barasi kronologisfakta peristiwa yang telah
diinterpretasikan tanpa ada suatu analisis yang lebih mendalam
terhadap peristiwa tersebut. Jadi model ini bersifat informatif.
Menurut R.Moh.Ali, dalam model penulisan diskriptif-naratif ini,
rangkaian kejadian dan peristiwa dibuat berjajar dan berderet-
deret (kronologis) tanpa menjelaskan latar belakangnya,
kesalingterkaitan peristiwa, serta hubungan sebab akibat di
antaranya.
Historiografi deskriptif-eksplanatif atau deskritif-
argumentatif, yaitu narasi peristiwa diberi bobot tambahan,
yaitu analisis peristiwa. Analisis itu terutama berfokus pada
hubungan sebab akibat (kausalias) serta dampak peristiwa bagi
generasi pada peristiwa itu terjadi serta bagi generasi
setelahnya.
Selanjutnya, perkembangan historiografi di Indonesia dibagai
menjadi:
30
PENELITIAN SEJARAH
a. Historiografi tradisional adalah tradisi penulisan sejarah
setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan,baik pada zaman
Hindu dan Budha maupun Islam. Hasil tulisan sejarah pada masa
itu disebut naskah. Contoh historiografi tradisional adalah
Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat
Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak,
Hikayat Tanah Hitu, dan Kronik Banjarmasin. Adapun sifat-sifat
penulisan historiografi tradisional adalah:
Istana sentris, yaitu penulisan sejarah untuk kepentingan
kerajaan (raja dan keluarganya) yang dominan ditampilkan
atau dituliskan. Kehidupan yang digambarkan seolah-olah
hanya untuk kalangan istana dan sekitarnya. Kebanyakan
historiografi tradisional kuat dalam silsilah tetapi lemah
dalam hal kronologis dan detail-detail biografi.
Feodalisme sentris, yaitu penulisan yang menggambarkan
kehidupan para bangsawan feodal, tidak membicarakan
peran masyarakat, segi-segi sosial, dan ekonomi dari
rakyatnya.
Religi magis, yaitu penulisan sejarah yang dihubungkan
dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib.
Tidak membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang
nyata.
Sumber datanya sulit ditelusuri kembali bahkan terkadang
mustahil untuk dibuktikan.
31
PENELITIAN SEJARAH
Besifat region sentris (kedaerahan) , yaitu penulisan
sejarah banyak dipengaruhi oleh factor kedaerahan. Misal
tentang cerita gaib dan magic yang terjadi di daerah itu
Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib
dan 19olonial yang tinggi, bertuah dan sakti.
b. Historiografi Kolonial merupakan penulisan sejarah warisan para
penjajah. Penulisan peristiwa dilakukan untuk kepentingan
colonial. Penulisan, lebih menjolkan peran bangsa Belanda serta
memberi tekanan pada aspek politik dan ekonomi. Kata-kata yang
mereka gunakan sangat merugikan bangsa Indonesia, misal untuk
menyebut perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia
dengan kata pemberontak. Berikut ciri-ciri historiografi
colonial:
Bersifat mitologis
Mengangung-agungkan peran orang-orang Belanda, semua
peristiwa dilihat dari sudut pandang bangsa colonial.
Mengabaikan sumber loca
Bersifat diksriminatif
Bersifat Eropasentris, yaitu menceritakan aktivitas
bangsa-bangsa Eropa-Belanda di Hindia-Belanda.
Meninggikan kehebatan bangsa k20olonial dengan tujuan
melemahkan semangat perjuangan rakyat Indonesia
Contoh historiografi colonial; Beknopt Leerboek
Gerschiedenis van Nederlandsch Oos Indie Karya A.J.Eijkman
dan F.W. Stapel, Schets eener Economische Geschiedenis van
32
PENELITIAN SEJARAH
Bederlands-Indie karya G.Gonggrijp, Geschiedenis ban den
Indischen Archipel karya B.H.M. Vlekke, Geschiedenis van
Indonesie karya H.J. de Graaf, dan History of Java (1817) karya
Thomas S. Raffles.
c. Historiografi modern muncul akibat tuntutan ketepatan teknik
untuk mendapatkan fakta- fakta sejarah. Fakta sejarah didapat
melalui penetapan metode penelitian, memakai ilmu- ilmu bantu,
adanya teknik pengarsipan, dan rekonstruksi melalui sejarah
lisan. Masa ini dimulai dengan munculnya studi sejarah kritis,
yang menggunakan prinsip-prinsip metode penelitian sejarah.
Contoh historiografi modern adalah Pemberontakan Petani
Banten 1888 karya Sartono Kartodirdjo dan Revolusi Pemuda
karya Benedict Anderson.
Historiografi modern tentunya berkembang sesuai dengan
zaman. Historiografi masa kini sudah semakin objektif dan kritis
terhadap satu peristiwa sejarah. Adapun ciri-cirinya adalah:
Bersifat metodologis: sejarawan diwajibkan menggunakan
kaidah-kaidah ilmiah.
Bersifat kritis historis: artinya dalam penelitian sejarah
menggunakan pendekatan multidimensional.
Sebagai kritik terhadap historiografi nasional: lahir
sebagai kritik terhadap historiografi nasional yang
dianggap memiliki kecenderungan menghilangkan unsur
asing dalam proses pembentukan keindonesiaan.
Munculnya peran-peran rakyat kecil.
33
PENELITIAN SEJARAH
RANGKUMAN
Penelitian sejarah yaitu tergolong dalam teori dan konsep. Oleh
karena itu, penelitian sejarah termasuk penelitian yang ilmiah. Teori
dan konsep penelitian sejarah digunakan untuk merumuskan kerangka
pemikiran secara sistematis. Penelitian sejarah juga terdapat langkah-
langkah yang harus diperhatikan oleh peneliti (Sejarawan). Terdapat
lima tahap dalam langkah-langkah penelitian sejarah yakni (1) pemilihan
topik, (2) heuristik (pengumpulan sumber), (3) verifikasi (kritik
sejarah atau keabsahann sumber), (4) interprestasi (analisis atau
sintesis), (5) historiografi (penulisan sejarah).
Topik penelitian sejarah dikatakan menarik dan layak diteliti jika
topik tersebut belum pernah dikaji sebelumnya. Semakin sedikit
peneliti atau sejarawan yang mengkaji topik tersebut, maka penelitian
yang akan diteliti akan menentang. Topik sebaiknya pilih berdasarkan:
kedekatan emosional dan kedekatan intelekual. Setelah topik
ditemukan kemudian dapat membuat rencana penelitian (Kuntowijoyo,
2013: 70). Proses pengumpulan sumber dalam penelitian sejarah
dinamakan Heuristik. Heuristik berasal dari bahasa Yunani heuristiken
yang berarti menemukan atau mengumpulkan sumber. Tahap
selanjutnya dalam penellitian sejarah adalah tahap verifikasi atau
melakukan pengujian keaslian dan keabsahan data. Verifikasi atau
kritik sumber yaitu kegiatan untuk menguji keautentikan (keaslian)
suatu sumber serta menguji kreadibilitas dan keabsahan sumber.
34
PENELITIAN SEJARAH
Tujuan utama kritik sumber adalah menyeleksi data untuk memperoleh
fakta-fakta. Pengujian/kritik sumber data ini dapat dilakukan dengan
cara kritik eksternal (bahan, jenis tulisan, pelaku sejarah, saksi
sejarah). Pengujian /kritik sumber berikutnya adalah kritik internal,
yaitu pengujian terhadap isi informasi.
Setelah fakta-fakta disusun, kemudian dilakukan interpretasi.
Interprestasi merupakan penafsiran makna fakta dan hubungan antar
satu fakta dan fakta lainnya.Interpretasi sangat esensial dan krusial
dalam metodologi sejarah (Suhartono W. Pranoto, 2010: 56). Fakta-
fakta sejarah yang berhasil dikumpulkan belum banyak bercerita.
Fakta-fakta tersebut harus disusun dan digabungkan satu sama lain
sehingga membentuk cerita peristiwa sejarah. Dalam melakukan
interpretasi terhadap fakta-fakta, harus diseleksi lagi fakta-fakta
yang mempunyai hubungan kausalitas antara satu dan lainnya. Sebagai
kelanjutan dari proses sebelumnya, interpretasi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
c. Interpretasi analisis, yaitu dengan menguraikan fakta satu per
satu sehingga memperluas perspektif terhadap fakta itu. Dari
situlah dapat ditarik sebuah kesimpulan.
d. Interpretasi sintesis, yaitu mengumpulkan beberapa fakta dan
menarik kesimpulan dari fakta-fakta tersebut.
Selanjutnya historiografi merupakan tahap akhir dari penelitian
sejarah, setelah melalui fase heuristik, kritik sumber dan
interpretasi. Pada tahap terakhir inilah penulisan sejarah dilakukan.
35
PENELITIAN SEJARAH
Sejarah bukan semata-mata rangkaian fakta belaka, tetapi sejarah
adalah sebuah cerita. Cerita yang dimaksud ialah penghubungan
antara kenyataan yang sudah menjadi kenyataan peristiwa dan suatu
pengertian bulat dalam jiwa manusia atau pemberian
tafsiran/interpretasi kepada kejadian tersebut (R. Moh. Ali, 2005:
37).
36
PENELITIAN SEJARAH
EVALUASI
Pilihan Ganda
1. Seorang mahasiswa dari Jember melakukan penelitian sejarah
mengenai Peristiwa Tiga Daerah. Penelitian mahasiswa dari Jember
mengenai Peristiwa Tiga Daerah menunjukkan bahwa...
A. Sejarawan akan mempertimbangkan berbagai aspek untuk
penelitian
B. Peneliti memiliki kedekatan intelektual dengan objek
penulisannya
C. Peneliti memiliki kedekatan emosional dengan objek penulisannya
D. Keterediaan sumber menjadi salah satu alasan pemilihan topik
E. Sebagian bear penelitian melakukan penelitian sejarah lokal
2. Perhatikan data berikut!
1) Dokumen naskah teks Proklamasi
2) Foto pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno-Hatta
3) Wawancara dengan B.M Diah tentag peranannta dalam
peristiwa proklamasi
4) Koran Merdeka yang memberitakan tentang peristiwa
proklamasi Agustus 1945
5) Buku sejarah karangan Marwati Djoened Porponegoro Jilid
VI
37
PENELITIAN SEJARAH
Dari data tersebut, yang termasuk sumber sejarah primer
yaitu…
A. 1), 2), dan 3)
B. 1), 3), dan 4)
C. 2), 4), dan 4)
D. 2), 4), dan 5)
E. 3), 4), dan 5)
3. Andik akan menulis tentang rosoons masyarakat terhadap
perkembangan pemilu di Indonesia pada masa Orde Baru. Oleh
karena itu, Andik perlu melakukan wawancara. Contoh pertanyaan
yang dapat diajukan Andik kepada narasumber adalah...
A. Apakah tujuan pelaksaaan pemilu?
B. Berapa jumlah kursi yang diperebutkan?
C. Apakah ditemukan kasus money politics?
D. Siapa saja masyarakat yang memilih partai X?
E. Berapa jumlah masyarakat yang aktif dalam kampanye?
4. Salah satu kritik intern terhadap sumber lisan dapat dilakukan
dengan melihat usia informan. Tindakan tersebut dilaksanakan
dengan tujuan...
A. Mempermudah peneliti mencari informasi selanjutnya
B. Melakukan cek silang terhadap informasi dari informan
C. Memastikan kebenaran informasi yang dituturkan informan
D. Membantu peneliti dalam menyusun daftar pertanyaan
E. Memastikan peran dan ingatan informan terhadap peristiwa
sejarah
38
PENELITIAN SEJARAH
5. Salah satu tahapan dalam penelitian sejarah adalah interprestasi.
Interprestasi merupakan tahapan yang sering membuat sejarawan
terjebak dalam subjektivitas karena...
A. Memiliki kesempatan luas untuk mengkritisi sumber
B. Menunjukkan perbedaan dengan penelitian sebelumnya
C. Mengungkapkan peendapat orang lain dalam menulis sejarah
D. Menghadirkan fakta-fakta baru sesuai sumber yang telah
ditemukan
E. Memiliki kebebasan memberikan pandangan terhadap sumber
yang ditemukan
Uraian
1. Penelitian sejarah merupakan bagian ilmiah. Meskipun demikian,
penelitian sejarah memiliki sifat khas yang membedakan dengan
penelitian ilmiah lainya. Jelakan sifat khas penelitian sejarah
tersebut!
2. Salah satu sumber yang dapat digunakan dalam penelitian sejarah
adalah sumber lisan. Bagaimana cara memperoleh sumber lisan yang
kridibel dan valid?
3. Kedekatan emosional sejarawan terhadap topic yang diteliti dapat
mengetahui subjektivitas tulisannya. Mengapa demikian?
39
PENELITIAN SEJARAH
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Madjid, M. Dien dan Johan Wahyudhi. 2014. Ilmu Sejarah: Sebuah
Pengantar. Jakarta: Kencana
40
PENELITIAN SEJARAH
BIOGRAFI PENULIS
Nama saya Sabtiya Pratiwi. Lahir di Blora, pada 20 Januari 2001. Saya
adalah salah satu mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Jember
angkatan 2019.
41
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN SEJARAH
Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS JEMBER