The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mamatliputo67, 2023-02-26 05:29:07

MATERI DIKLAT

MATERI DIKLAT

Serli Daud 46 jawaban atas pertanyaan who, what, how, why, when, dan where. Komunikasi tertulis ini efektifdari segi waktu namun perlu disertai dengan komunikasi verbal agar kedekatan hubungan tetapterjaga. 4. Komunikasi dalam organisasi Komunikasi yang terjadi dalam manajemen dengan paradigma baru bersifat horisontal,lintas departemen atau tim, dan menggambarkan kebalikan dari alur komunikasi dalam organisasi yang tradisional. Setiap staf harus menerima informasi tentang kinerja organisasi termasuk hasil yang dicapai, kinerja kompetitor, serta indikator kualitas untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Komunikasi dalam organisasi tentang bagaimana menggunakan informasi, dan tehnik komunikasi yang efektif dengan kolega merupakan hal yang krusial untuk memperluas pengetahuan, keterampilan dan kemampuan menyelesaikan masalah bagi staf. 5. Komunikasi perawat dengan dokter (tenaga kesehatan lain) Masalah klasik yang terjadi adalah kurang hangatnya komunikasi antara perawat dan dokter, dimana perawat seringkali menjadi sub-ordinat bagi dokter daripada sebagai mitra. Namun seiring dengan perkembangan pendidikan keperawatan dan kualitas tenaga perawat yang terus meningkat, pola komunikasi tersebut lambat laun akan berubah. Beberapa strategi berikut perlu dipertimbangkan sebagai cara untuk mengembangkan komunikasi efektif perawat-dokter: (1) Tetapkan bahwa dokter dan perawat adalah mitra kerja dalam tim kesehatan, (2) fokuskan pada tugas atau issue, bukan pada perbedaan pribadi, (3) senantiasa melakukan perbaikan dalam pelayanan/asuhan keperawatan, (4) tetapkan peran yang jelas bagi setiap anggota tim pelayanan kesehatan, dan (5) berkomunikasilah secara asertif. 6. Komunikasi asertif Perilaku asertif diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan kebutuhan pribadi atau menolak orang lain tanpa menyinggung perasaan/ mengganggu hak-hak orang lain. Komunikasi asertif adalah komunikasi yang langsung, bertujuan, tidak manipulasi, dan menciptakan hubungan interpersonal yang kreatif. Pasif dan agresif merupakan perilaku yang menggambarkan harga diri rendah dan cenderung untuk mengontrol orang lain dalam bentuk perilaku, persepsi, maupun


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 47 perasaan. Dalam dunia kerja perilaku ini ditampilkan oleh seseorang dalam bentuk kesibukan untuk menyalahkan orang lain, marah, menarik diri, mencaci, tidak percaya dengan orang lain dan membatasi komunikasi. Akibat dari perilaku nonasertif akan menurunkan produktifitas, motivasi dan kerja sama. 7. Umpan balik konstruktif Umpan balik diberikan untuk menolong staf merubah perilaku dan mendorong pelaksanaan tugas sesuai dengan standar. Kritik atau umpan balik yang akan diberikan dipastikan dibuat dengan terencana, spesifik dan kriteria-kriteria telah ditetapkan, dilakukan dengan empati, memberi jalan keluar atau alternatif penyelesaian masalah, dan memperkuat komitmen untuk berubah atau meneruskan perilaku yang sudah ada. Kritik konstruktif dibangun dengan cara: (1) menjelaskan situasi, (2) menjelaskan apa yang Anda rasakan, (3) menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari suatu tindakan, dan (4) katakan apa yang ingin Anda lakukan. 8. Respons terhadap komunikasi yang dipersepsikan negatif Konfrontasi seringkali diartikan sebagai umpan balik negatif, yang secara sederhana sesungguhnya adalah pertemuan face to face untuk melihat suatu masalah. Bagi para pemula bila menghadapi konfrontasi pada umumnya memperlihatkan perilaku menolak atau merasa terterkan, untuk itu perlu dilakukan dengan asertif. Jika seorang staf mengatakan, ”Anda tidakadil memberikan saya enam pasien, sedangkan teman saya hanya satu pasien”. Respons yang bijak dapat Anda katakan, ”Apa yang Anda rasakan tidak adil?” atau, ”Sadarkah Anda, saya melihat.........” atau, ”harapan saya ” Bentuk-bentuk kalimat seperti ini dapat memfasilitasi proses penyelesaian masalah dan memberikan kesempatan untuk menyampaikan harapan, membuat permintaan, dan menetapkan lingkup yang tepat saat berhadapan dengan anggota timpelayanan kesehatan lainnya. 9. Resolusi konflik Konflik dalam tatanan pelayanan kesehatan dapat terjadi sebagai akibat dari kompetisi untuk mengontrol sumber-sumber, kebutuhan untuk merasa dimiliki atau diakui, atau perbedaan nilai diantara anggota tim pelayanan kesehatan. Konflik yang dihadapi dapat juga berupa konflik dalam organisasi. Bolton mengusulkan


Serli Daud 48 cara untuk resolusi konflik: (1) hormati orang lain (dengarkan hingga sudut pandang orang lain difahami); (2) Ulangi apa yang diungkapkannya dalam pemahaman kita; (3) nyatakan pandangan, perasaan, dan kebutuhan Anda; dan (4) tanyakan pada diri sendiri,”apa yang sudah saya pelajari dari situasi ini?” Beberapa strategi penyelesaian konflik yang dapat dilakukan antara lain: a. Lindungi kehormatan setiap orang b. Berfokus pada masalah bukan kepribadiannya c. Hindari menyalahkan orang lain atas timbulnya persoalan d. Dorong untuk diskusi yang lengkap dan terbuka terhadap masalah e. Berikan waktu yang sama untuk setiap peserta f. Dorong ekspresi perasaan baik yang negatif maupun yang positif g. Dorong setiap peserta untuk mendengar aktif dan saling memahami antar peserta h. Buat kesimpulan dengan melibatkan peserta yang terlibat konflik i. Bantu untuk mengembangkan alternatif solusi j. Tindak lanjuti penyelesaian masalah dan berikan umpan balik positif yang berhubungan dengan resolusi konflik 10. Konflik organisasi Kita mungkin akan dan pernah berhadapan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi. Beberapa hal mengenai gejala konflik dalam organisasi dapat membantu kita untukmengenalinya seperti yang disampaikan oleh Handy (1993) berikut ini: a. Komunikasi yang tidak efektif dalam organisasi baik yang bersifat vertikal maupun lateral b. Eskalasi tingkat konflik mulai dari unit hingga organisasi c. Permusuhan dalam kelompok, kecemburuan, dan perpecahan antar individu yang menyebabkan setiap orang berfokus pada kepribadian orang lain dan bukanpada masalah utamanya d. Pengembangan kebijakan, prosedur, aturan, dan pengaturan yang melumpuhkantindakan mandiri tanpa sosialisasi e. Penurunan moral akibat ketidakmampuan dalam bertindak 11. Peran klarifikasi Peran ini digunakan pada saat muncul perasaan yang mendua.


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 49 Pertanyaan penting dalam melakukan negosiasi adalah: a. Apa yang saya inginkan/butuhkan dari dia? b. Apa yang dia inginkan/butuhkan dari saya? c. Bagaimana caranya agar saya dapat membantu dia untuk sukses? d. Bagaimana caranya agar dia dapat membantu saya untuk sukses? Anda dapat menggunakan negosiasi dalam menjalankan peran ini jika terjadi konflik antara dua orang atau lebih. Menurut Cohen (1980) ada tiga elemen kritis dalam negosiasi: (1)Informasi merupakan kunci untuk memgajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi solusi yang dinegosiasikan, (2) waktu kesabaran diperlukan dalam negosiasi karena banyak negosiasi terjadi pada kesempatan terakhir, dan (3) kekuasaan jika kita mempersepsikan punya kekuasaanmaka gunakanlah. Pada analisis akhir dari sebuah negosiasi adalah temuan tentang apa yang orang inginkan, melihat bagaimana orang mendapatkannya, dan pada saat yang bersamaan Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan. Fisher dan Ury menawarkan empat strategi agarnegosiasi sukses: a. Pisahkan orang dari masalah fokus pada masalah b. Fokus pada masalah bukan pada posisi c. Inventarisasi opsi penyelesaian masalah yang saling menguntungkan d. Gunakan kriteria yang objektif standar, aturan, kebijakan yang dapat diukur D. Latihan: a. Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Ketika seorang tenaga kesehatan memperkenalkan diri, kemudian menyapa pasien, selanjutnya menjelaskan permasalahan kesehatan pasien kepada pasien dari hasil pemeriksaan hasil laboratorium dan memberikan obat kepada pasien maka akan membuatpasien menjadi nyaman. Tindakan tenaga kesehatan saat menanyakan identitas pasien termasuk kedalam komponen?? A. Situation/Situasi B. Background / latarbelakang


Serli Daud 50 C. Assesment/Penilaian D. Recommendation/Rekomendasi E. Pengenalan Diri 2) Seorang tenaga kesehatan yang meminta seorang pasien yang menderita Infeksi Menular Seks (IMS) untuk merenung permasalahan kesehatan yang dialaminya dan menjelaskan dimana, kapan berhubungan seks terakhir kalinya, maka komunikasi yang dilakukan termasuk kedalam komponen??? A. Situation/Situasi B. Background / latarbelakang C. Assesment/Penilaian D. Recommendation/Rekomendasi E. Pengenalan Diri 3) Komunikasi yang dilakukan dokter kepada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan test HIV dan menyampaikan hasil pemeriksaan test HIV kepada ibu hamil dalam keadaan sehat, maka komunikasi yang dilakukan termasuk kedalam komponen?? A. Situation/Situasi B. Background / latarbelakang C. Assesment/Penilaian D. Recommendation/Rekomendasi E. Pengenalan Diri 4) Seorang ibu nifas yang datang kepada tenaga kesehatan untuk menanyakan pilihan kontrasepsi yang paling baik digunakan oleh ibu nifas untuk mencegah terjadinya kehamilan dalam jangka waktu dekat kemudian tenaga kesehatan memberikan saran penggunaan kontrasepsi yang paling baik untuk ibu nifas. maka komunikasi yang dilakukan termasuk kedalam komponen?? A. Situation/Situasi B. Background / latarbelakang C. Assesment/Penilaian D. Recommendation/Rekomendasi E. Pengenalan Diri 5) Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan kepada ibu-ibu yang baru selesai melakukantes kadar gula darah, dimana hasil test menunjukkan kadar gula darah ibu –ibu sangat tinggi dan


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 51 berpotensi menjadi penderita diabetes mellitus. Dokter memberikan saran untuk menjaga pola makan dan melakukan olahraga yang cukup, maka komunikasi yang dilakukan termasuk kedalam komponen?? A. Situation/Situasi B. Background / latarbelakang C. Assesment/Penilaian D. Recommendation/Rekomendasi E. Pengenalan Diri 6) Banyak terjadi drop out pengobatan pada pasien TB, maka tenaga kesehatan terus memberikan bujukan agar pasien TB melakukan pengobatan untuk kesembuhannya. Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan termasuk kedalam komponen? A. Membujuk demi konsistensi B. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil C. Membujuk demi keuntungan D.Membujuk demi pemenuhan kebutuhan E. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual 7) Seorang tenaga kesehatan yang meminta seorang pasien yang menderita Infeksi Menular Seks (IMS) untuk merenung permasalahan kesehatan yang dialaminya dan tidak mengulangi melakukan hubungan seks kepada sembarangan orang, maka komunikasi yangdilakukan termasuk kedalam ??? A. Membujuk demi konsistensi B. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil C. Membujuk demi keuntungan D.Membujuk demi pemenuhan kebutuhan E. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual 8) Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan kepada pasangan LSL untuk menggunakankondom saat berhubungan seks demi mencegah terjadinya penularan IMS dan HIV pada LSL. Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan termasuk kedalam komponen ? ??? A. Membujuk demi konsistensi B. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil C. Membujuk demi keuntungan D.Membujuk demi pemenuhan kebutuhan


Serli Daud 52 E. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual 9) Penggunaan grup whastapp ketika diberikan penyuluhan tentang bahaya penggunaan bahan makanan mengandung zat pewarna, formalin dan boraks, aplikasi whatsapp yang digunakan para tenaga kesehatan untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada ibu-ibu dengan menjelaskan dampak penggunaan bahan makanan tersebut. Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan termasuk kedalam komponen ?? A. Membujuk demi konsistensi B. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil C. Membujuk demi keuntungan D.Membujuk demi pemenuhan kebutuhan E. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual 10) Komunikasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten terkait pembuatan laporan yang harus dilakukan tepat waktu kepada tenaga kesehatan yang ada di puskesmas untuk mengetahui permasalahan yang ada di puskesmas dan menjadi evaluasi terhadap program kesehatan di kabupaten. Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan termasuk kedalamkomponen ? A. Membujuk demi konsistensi B. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil C. Membujuk demi keuntungan D.Membujuk demi pemenuhan kebutuhan E. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual 11) Penggunaan telemedicine seperti halo doc, alo dokter menjadi salah satu bentuk komunikasi kesehatan dan pasien akan menjelaskan penyakit yang dideritanya kemudian dokter akan memberikan berbagai saran dan berupaya mendukung kesembuhan pasien. Apakah jenis komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan tersebut? A. Keterbukaan (Openness) B. Empati (Empathy) C. Sikap Mendukung (Supportiveness) D. Sikap Positif (Positiveness) E. Kesetaraan (Equality) 12) Seorang tenaga kesehatan yang meminta seorang pasien yang menderita Infeksi Menular Seks (IMS) untuk merenung permasalahan kesehatan yang dialaminya dan menjelaskan


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 53 kapan awal mengalami gejala IMS, berhubungan seks dengan siapa saja dan dimana berhubungan seks terakhir, maka komunikasi yang dilakukan termasuk kedalam ??? A. Keterbukaan (Openness) B. Empati (Empathy) C. Sikap Mendukung (Supportiveness) D. Sikap Positif (Positiveness) E. Kesetaraan (Equality) 13) Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan kepada pasangan LSL yang menderita IMS kemudian tenaga kesehatan memberikan saran untuk menggunakan kondom saat berhubungan seks demi mencegah terjadinya penularan IMS dan HIV pada LSL. Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan termasuk kedalam komponen ? ??? A. Keterbukaan (Openness) B. Empati (Empathy) C. Sikap Mendukung (Supportiveness) D. Sikap Positif (Positiveness) E. Kesetaraan (Equality) 14) Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan kepada seorang ibu yang menderita diabetesmellitus dengan memberikan dukungan dan semangat kepada penderita diabetes mellitus. Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan termasuk kedalam komponen ? A. Keterbukaan (Openness) B. Empati (Empathy) C. Sikap Mendukung (Supportiveness) D. Sikap Positif (Positiveness) E. Kesetaraan (Equality) 15) Tenaga kesehatan yang melakukan komunikasi intens kepada keluarga pasien yang menderita stroke sebelum melakukan terapi untuk penyembuhan stroke, tenaga kesehatan terus memberikan dukungan dan semangat kepada keluarga pasien stroke dan pasien stroke . Komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan termasuk kedalam komponen ? ??? A. Keterbukaan (Openness) B. Empati (Empathy) C. Sikap Mendukung (Supportiveness)


Serli Daud 54 D. Sikap Positif (Positiveness) E. Kesetaraan (Equality) 16) Seorang perempuan umur 25 tahun datang ke tempat praktek dokter, mengatakan sudah menikah 6 bulan, dan berhubungan seks secara bebas dan dinyatakan terkena infeksi menular seks. Dokter memberikan konseling supaya pasien jangan melakukan hubunganseks bebas dan pencegahan infeksi menular seks dapat dilakukan dengan menggunakan kondom. Apakah peran dokter dalam kasus tersebut? A. Komunikan B. Komunikator C. Media komunikasi . D. Pesan E. Umpan balik 17) Seorang wanita umur 22 tahun melahirkan 3 bulan yang lalu datang ke tempat praktek Bidan kemudian memutuskan untuk ingin ikut KB. Bidan menjelaskan macam-macam alat kontrasepsi. Apakah peran pasien dalam kasus tersebut? A. Komunikan B. Komunikator C. Media komunikasi D. Pesan E. Umpan balik 18) Berikut adalah Komponen komunikasi , kecuali.... A. Pemberi pesan (Komunikator) B. Pesan (Massage) C. Penerima pesan (Komunikan) D. Umpan balik E. Sikap. 19) Telemedicine yang ada saat ini menjadi sebuah inovasi karena pasien mendapatkanrespons secara langsung ketika bertanya kepada dokter. Respon yang baik ini disebut? A. Komunikan B. Komunikator C. Media komunikasi D. Pesan E. Umpan balik 20) Dibawah ini yang tidak termasuk faktor yang mempengaruhi


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 55 komunikasi adalah.... A. Perkembangan B. Persepsi C. Latar belakang sosial budaya Benar, Komunikan adalah orang yang menerima pesan D. Nilai 21. Seorang petugas promosi kesehatan Puskesmas diundang sebagai pembicara penyuluhan pada Ibu menyusui tentang pemberian ASI Ekslusif. Petugas promosi kesehatan memberikan penyuluhan dengan metode ceramah untuk menyampaikan informasi kepada seluruh ibu menyusui. Apakah jenis komunikasi yang dilakukan tenaga kesehatan dalam memberikan penyuluhan? A. Komunikasi kelompok B. Komunikasi interpersonal C. Komunikasi intrapersonal D. Komunikasi antar kelompok E. Komunikasi efektif 22. Seorang tenaga kesehatan yang meminta seorang pasien untuk berdoa dan merenung permasalahan kesehatan yang dialaminya, maka komunikasi yang dilakukan termasuk kedalam ??? A. Komunikasi interpersonal B. Komunikasi intrapersonal Salah, komunikasi kelompok adalah komunikasi antarakomunikator dengan sejumlah orang lebih dari dua orang/kelompok. C. Komunikasi massa (Mass Communication) D. Komunikasi verbal 23. Komunikasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI yang dilakukan di social media seperti instagram, facebook tentang penggunaan garam, gula dan lemak untuk pencegahanpenyakit tidak menular termasuk kedalam??? A. Komunikasi intra personal B. Komunikasi interpersonal C. Komunikasi antar pribadi D. Komunikasi antar kelompok E. Komunikasi massa. 24. Sosial media yang digunakan para tenaga kesehatan untuk


Serli Daud 56 menyampaikan pesan kesehatantermasuk kedalam?? A. Komunikator B. Komunikan C. Pesan D. Media E. Umpan balik 25. Komunikasi yang dilakukan oleh asosiasi bulu tangkis Indonesia (PBSI) terkait kesehatan pemain bulu tangkis untuk bermain bulutangkis pada masa pandemic COVID-19 kepada asosiasi bulu tangkis dunia (BWF) termasuk kedalam?? yang dilakukan bidan diatas? A. Komunikasi intrapersonal B. Komunikasi interpersonal C. Komunikasi massa D. Komunikasi non verbal E. Komunikasi verbal 26. Seorang petugas promosi kesehatan Puskesmas yang masih muda dan belum menikah diundang sebagai pembicara penyuluhan pada Ibu menyusui tentang pemberian ASI Ekslusif. Petugas promosi kesehatan memberikan penyuluhan dengan metode ceramah untuk menyampaikan informasi kepada seluruh ibu menyusui namun ibu-ibu tidak mendengarkan petugas karena dianggap belum berpengalaman merasakan melahirkan dan memberikan ASI Ekslusif. Hambatan yang terjadi dalam komunikasi ini termasuk kedalam? A. Hambatan Lingkungan B. Hambatan Budaya C. Hambatan Personal D. Hambatan Pengalaman E. Hambatan Pertemanan 27. Salah satu ciri-ciri komunikasi efektif yaitu ??? A. Pesan dimengerti dan diberikan feedback B. Komunikan memahami C. Komunikan diam dan paham D. Komunikan hadir dan memahami E. Komunikan merasakan ada perubahan didalam dirinya. 28. Setiap orang dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 57 mudah jika mereka ? A. Komunikasi intra personal B. Komunikasi interpersonal C. Komunikasi antar pribadi D. Komunikasi antar kelompok E. Komunikasi massa. 29. Salah satu bentuk Komunikasi efektif yang dilakukan dokter kepada pasien yaitu ?? A. Memperkenalkan diri dan menanyakan kabar pasien B. Menanyakan nama pasien C. Langsung bertanya nama dan penyakit pasien D. Menjelaskan penyakit ke pasien E. Menyapa pasien 30. Ketika pasien memasuki ruangan dan dokter memperkenalkan diri dan menyapa pasien kemudian menanyakan identitas pasien kemudian menjelaskan penyakit pasien kepada pasien dan mengucapkan semoga lekas sembuh sebelum pasien pulang. Salah satu bentuk tindakan yang bukan termasuk komunikasi efektif dari dokter yaitu?? yang dilakukan bidan diatas? A. Dokter memperkenalkan diri B. Dokter menanyakan identitas pasien C. Dokter menjelaskan penyakit pasien kepada pasien D. Dokter mengucapkan semoga lekas sembuh sebelum pasien pulang E. Dokter menyapa pasien b. Jawablah pertanyaan di bawah ini 1) Silahkan buat 3 pesan kesehatan terkait permasalahan kesehatan di social media kamu 2) Silahkan amati dan analisis kampanye kementerian kesehatan terkait permasalahankesehatan di social media 3) Silahkan analisis kampanye pesan kesehatan instansi swasta yang ada di social media 4) Silahkan desain pesan kesehatan yang akan digunakan untuk promosi kesehatan di Sosialmedia


Serli Daud 58 BAB 3 Service Excellent Bidang Kesehatan A. Service Excellent 1. Pengertian Service Excellent elayanan Prima (Excellent Service) menurut pengertian “ Pelayanan”, yang berarti “usaha melayani kebutuhan orang lain” atau dari pengertian ”melayani “ yang berarti ”membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang”. Dengan Prima atau excellent yang berarti bermutu tinggi dan memuaskan. Pelayanan Prima di Rumah Sakit adalah pelayanan terbaik yang diberikan oleh karyawan RS untuk memenuhi/bahkan melampaui harapan pengguna jasa rumah sakit. Dimana harapan ini ditentukan oleh pengalaman masa lalu terhadap jasa atau produk yang pernah digunakan, Informasi layanan yang diterima dari berbagai sumber atau janji-janji dan faktor internal dari pengguna jasa yaitu dari pengguna jasa rumah sakit sendiri. Unsur unsur melayani prima sebagaimana dimaksud dengan pelayanan umum, sesuai keputusan Menpan No. 81/1993, yaitu (1). Kesederhanaan, (2). Kejelasan dan Kepastian, (3). Keamanan, (4). Keterbukaan, (5) Efisien, (6). Ekonomis, (7). Keadilan yang merata, (8). Ketepatan waktu. Steven Tjong menyatakan bahwa pelayanan prima dapat diartikan sebagai : 1) Perbuatan atau tindakan...... 2) Yang memberikan kepada pelanggan........... 3) Apa (yang lebih daripada) yang mereka harapkan...... 4) Pada saat mereka membutuhkan........ 5) Dengan cara yang mereka inginkan..... 2. Paradigma pelayanan prima Menurut Kotler pelayanan yang bermutu seharusnya tidak saja dilakukan oleh karyawan lini depan namun juga seluruh jajaran manajer, dengan mengenali secara pribadi para pelanggan. Bill Marriott dan lainnya beranggapan bahwa struktur organisasi P


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 59 pelayanan yang berupa piramida, dimana direktur utama berada di puncak, pelanan manajemen ditengah dan petugas lini depan berada dibawah melayani pelanggan sesungguhnya sudah ketinggalan zaman. Pelanggan seharusnya diatas yang langsung memperoleh pelayanan petugas lini depan yang didukung dan diperkuat segenap jajaran manajer menengah dan direktur dibawahnya. Prinsip tersebut pada hakikatnya adalah membalikkan pandangan sebelumny (model atau paradigma lama) dimana para birokrat lebih suka untuk dilayani menjadi lebih suka melayani masyarakat, suatu paradigma baru yang lebih tepat dalam menyongsong era yang akan datang. Maka dalam paradigma baru kalau digambarkan berupa piramida terbalik dimana yang diatas adalah masyarakat atau pelanggan, sedangkan pemimpin berada pada puncak piramida bawah. Dalam memberikan pelayanan yang bermutu tinggi dan memuaskan pelanggan, faktor peilaku manusia adalah dapat menentukan, selain bentuk isi (content) mutu barang atau jasa yang diberikan. Perilaku yang baik pertama dalam memberikan pelayanan menurut De Vriye, et al. adalah : 1) Self Esteem : Penghargaan terhadap diri sendiri, dengan pandai menghargai dirinya sendiri, seorang karyawan akan berpikiran dan bertindak positif terhadap orang lain, sehingga pandai menghargai pelanggan dengan baik. Dengan demikian pelayanan bukan menundukkan diri. 2) Exceed Expectations (melampaui harapan) : Memberikan pelayanan dengan melebihi apa yang diharapkan pelanggan (mematuhi dan melebihi standar) secara konsisten. 3) Ricovery (pembenahan) : Adanya keluhan pelanggan jangan dianggap sebagai suatu beban masalah namun suatu peluang untuk memperbaiki atau meningkatkan diri. Apa masalahnya, dengrkan pelanggan, kumpulkan data, bagaimana pemenuhan standarnya. 4) Vision (visi) : Pelayanan yang prime berkaitan erat dengan visi organisasi. Dengan budaya kerja atau budaya organisasi (Corporate Culture) atau Budaya mutu (Quality Culture) dalam pelayanan prima, visi, impian akan dapat diwujudkan sepenuhnya seperti yang diharapkan.


Serli Daud 60 5) Improve (Perbaikan atau peningkatan) : Peningkatan mutu pelayanan secara terus menerus (Continous Improvement) dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan agar tidak ditinggalkan. Karena para pesaing ingin berusaha meningkatkan diri untuk menarik hati pelanggan. Meningkatkan diri dapat dengan pendidikan dan latihan sebagai modal, membuat standar pelayanan lebih tinggi, menyesuaikan tuntutan lingkungan dan pelnggan, dan merencanakan pelayanan yang baik bersama karyawan sejak awal. 6) Care (perhatian) : Perhatian atau perlakuan terhadap pelanggan dengan baik dan tulus. Memenuhi kebutuhannya, memperlakukannya dengan baik, menjaga dan memenuhi standar mutu sesuai dengan standar ukuran yang diharapkan. 7) Empower (Pemberdayaan) : Memberdayakan agar karyawan mampu bertanggung jawab dan tanggap terhadap persoalan dan tugasnya dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam upaya menyelenggarakan pokok pelayanan prima, yaitu : 1) Apa produk yang disajikan. Dalam hal ini harus mampu diidentifikasi secara jelas bagaimana spesifikasi produk dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutunya. Dalam hal pelayanan kesehatan misalnya perlu dispesifikasi jenis tindakan medis yang akan ditawarkan, bagaimana perkembangan teknologi dalam tindakan itu, dan lain lain. 2) Kapan disajikan. Walaupun produk itu baik tetapi kalau tidak disajikan sesuai dengan waktu kebutuhan penggunaannya oleh pelanggan maka tentu tidak akan memuaskan pelanggan. Apalgi kalau terlambat, misalnya perawat yang harus dibel beberapa kali baru datang ketempat tidur pasien yang membutuhkannya. 3) Bagaimana menyajikannya. Ini merupakan hal yang penting karena satu produk yang sama dapat diterima secara berbeda bila cara penyajiannya berbeda pula. Katakanlah misalnya dokter dapat menerangkan secara rinci apa yang akan dilakukan pada sebuah tindakan bedah maka mungkin akan menenangkan pasien, ketimbang pasien


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 61 tidak tahu sama sekali prosedur bedah apa yang akan dijalaninya. 4) Apakah sesuai dengan harapan pelanggan. Pada dasarnya pelayanan adalah demi kepuasan pelanggan maka dalam setiap penyajian produk apapun-termasuk kesehatan-harus dinilai apakah produk yang kita berikan sesuai dengan harapan pelanggan itu. Dalam hal ini maka pelanggan dapat memperoleh pelayanan yang ”basic” saja sifatnya, atau kalau lebih baik dean sesuai dengan harapannya kita sebut ”expected” dan yang paling baik tentu kalau pelanggan mendapat pelayanan di atas yang dia harapkan, disebut ”excellent”. Aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diharapkan memahami bahwa dirinya adalah bertugas melayani bukan untuk dilayani masyarakat, oleh karenanya hendaknya dapat diberikan pelayanan yang prima, dalam arti : 1) Sensitif dan responsive terhadap tuntutan masyarakat, tantangan maupun peluang – peluang untuk peningkatan. 2) Inovatif kreatif dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan memuaskan pelanggan. 3) Mempunyai visi ke depan, apa sesungguhnya yang ingin diwujudkan dan mempertimbangkan kemungkinan – kemungkinan adanya resiko dan mengelola resiko dengan baik (mereduksi, menghilangkan maupun meminimalkan). 4) Mampu memanfaatkan dengan baik sumber daya yang tersedia dengan metode ilmiah yang sesuai. 5) Mampu memecahkan masalah yang timbul dan mengambil keputusan dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu. Untuk mencapai kualitas Pelayanan Prima, yang perlu diperhatikan adalah : 1) Aspek Internal (dalam diri sendiri) berupa menjaga penampilan, bersikap proaktif, kreatif dan bersemangat, mengelola waktu dengan baik serta tulus dalam melayani dan berempati. 2) Aspek Eksternal berupa lingkungan kerja RS. 3. Masalah dalam pelayanan prima Dalam proses pelayanan prima dapat timbul suatu permasalahan. Dalam menyelesaikan permasalahan dapat dengan menggunakan pendekatan sistem, apakah masalah pelayanan


Serli Daud 62 dikarenakan adanya masalah dalam input (M1-M6), proses pemberian pelayanan itu sendiri, output atau hasil pelayanan yang tidak memuaskan maupun masalah dampak pelayanan yang merugikan. Penyelesaian masalah dapat menggunakan model Siklus Problem Solving dan dengan metode siklus PDCA yang secara garis besar adalah : 1) Identifikasi masalah dan menetapkan masalah prioritas. 2) Mencari sebab – sebab masalah dan sebab masalah yang menonjol. 3) Mencari solusi dan merencanakan solusi utama (Plan). 4) Melaksanakan solusi yang tepat (Do). 5) Memeriksa hasil pelaksanaan (Check). 6) Menjaga dengan baik apabila solusi telah selesai dan tepat untuk meningkatkan mutu pelayanan serta membuat standar – standar atau pedoman – pedoman, serta mengkomunikasikan standar – standar pelayanan yang bagus ini kepada pelanggan (Action). Dalam memberikan pelayanan prima di Rumah Sakit, petugas diperhadapkan dengan berbagai Tipe Pasien sulit yaitu : 1) Pasien yang ekspresif yaitu pasien yang mempunyai sifat tegas, terlihat seperti pemarah karena mungkin kesal dengan sesuatu/seseorang, 2) Pasien Penggertak yaitu pasien yang mempunyai kecenderungan untuk memojokkan dan memaksa lawan bicara untuk mempertahankan diri, 3) Pasien Keras Kepala yaitu pasien yang tidak mudah menyatakan setuju, berpegang teguh pada pemikirannya sendiri meskipun terkadang salah. 4) Pasien serba tahu yaitu pasien yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai pelayanan di RS, dan banyak bertanya. 5) Pasien yang analitis yaitu pasien yang menginginkan info sebanyak-banyaknya, mempunyai kekuatan logika dalam berpikir. Langkah-langkah umum untuk menghadapi situasi sulit atau pelanggan yang sulit adalah T- Tenangkan diri U-Upayakan mendengar dan mengerti N-Nyatakan pengertian T-Telusuri masalah


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 63 A-Ajukan solusi S-Selesaikan masalah dengan positif Adapun aspek yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan Kualitas Pelayanan Prima adalah berupa : 1) Aspek terlihat yaitu pengguna jasa RS dapat menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan, 2) Aspek Kepercayaan, yaitu kemampuan pemberi layanan untuk memberikan pelayanan seperti yang telah dijanjikan, 3) Aspek Tanggap dan Cekatan, yaitu kecepatan pelayanan merupakan tuntutan dari pelanggan yang begitu menghargai waktu, 4) Aspek Kepedulian yaitu memberikan perhatian penuh kepada pelanggan sehingga dapat melakukan pelayanan melebihi apa yang diharapkan. Menurut Donabedian mutu pelayanan rumah sakit merupakan mata rantai interaksi dan keterkaitan yang rumit antara sistem struktur yang ada di rumah sakit, proses yang terjadi di rumah sakit dan outcome / masih akhir yang terjadi. Struktur pada dasarnya adalah sumber daya yang ada dan pengaturannya, proses meliputi berbagai rangkaian kegiatan yang dijalani di rumah sakit yang antara lain dinilai dari tercapai tidaknya efisiensi optimal serta hasil akhir dapat berupa derajat kesehatan dan atau kepuasan pelanggan. Sementara itu, menurut Lisa Ford (2003) terdapat 5 syarat untuk berlangsungnya pelayanan prima yaitu : 1) Dapat dipercaya (reliability) Kalau sudah janji, tepati. 2) Responsif (responsiveness) Segera beraksi bila diperlukan, bahkan sebelum diminta. 3) Buat pelanggan merasa dihargai (makes customer feel valued) Pelanggan ingin dianggap penting. 4) Empati (empathy) Kita berada disisi yang sama dengan pelanggan. 5) Kompetensi (competency) Pekerja di semua level menguasai bidangnya. Untuk dapat melakukan pelayanan prima tentu juga harus ada “shift”, perubahan pola pikir dan perilakun dari pemberi layanan. Dalam hal ini ada 10 pola pikir yang “sehat” dan sesuai dengan perkembangan masa kini, yaitu :


Serli Daud 64 1) From provider to customer orientation 2) From tolerance to higher standard 3) From director to empowerment 4) From employee as expendable resources to employee as customer 5) From reactive to proactive 6) From traditional & safety to experimentation & risk 7) From process – result to satisfaction 8) From turf protection to teamwork across line 9) From we – they thinking to win – win situation 10) From cynicism to optimism B. Pelayanan Prima Bidang Kesehatan elayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Barata, 2014; 30). Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk kegiataan pelayanan yang dilaksanakan oleh intansi pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai perundang-undangan yang berlaku (KEPMENPAN 81/93). Menurut Daviddow dan Uttal (2019: 321) pelayanan merupakan kegiatan/keuntungan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen/costomer yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Dalam pelayanan yang disebut konsumen (costomer) adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh organisasi atau petugas dari organisasi pemberi layanan (Lukman & Sugiyanto, 2019; 4). Dengan demikian pelayanan adalah setiap kegiatan yang dimaksud untuk memberikan kepuasan nasabah, melalui pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah. Unsur pelayanan dalam proses kegiatan pelayanan publik terdapat beberapa faktor atau unsur yang mendukung jalannya P


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 65 kegiatan. Menurut Sariatmodjo (dalam Djafri, 2018: 20), unsurunsur tersebut antara lain: a). Sistem, Prosedur dan Metode Yaitu di dalam pelayanan publik perlu adanya sistem informasi, prosedur dan metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan pelayanan Azas, prinsip dan standar pelayanan publikSecara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan publik yang professional Lebih lanjut Lijan Poltak Sinambela (dalam Djafri, 2018: :21) mengemukakan azas-azas dalam pelayanan publik tercermin dari: a. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Keamanan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, Menurut Kusumapradja (2021: 43) sebesar 70% penyebab pelanggan tidak puas terhadap pelayanan kesehatan adalah karena perilaku manusia, untuk itu perlu dilakukan pembenahan dalam budaya organisasi sehingga setiap tenaga kesehatan mampu melaksanakan pelayanan yang prima. Pelayanan prima adalah memberikan kepada pelanggan apa yang memang mereka harapkan pada saat mereka membutuhkan, dengan cara yang mereka inginkan. Pelayanan prima ini hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan yang mencakup komponen praktik yang bersifat : disiplin, inisiatif, respons, komunikasi, dan kerjasama serta berlandaskan sikap “caring” yaitu menekankan pada keteguhan


Serli Daud 66 hati, kemurahan hati, janji tanggung jawab yang mempunyai kekuatan atau motivasi untuk melakukan upayamemberi perlindungan dan meningkatkan martabat klien. Berdasarkan uraian tersebut maka lembaga kesehatan sebagai lembaga publik harus dapat melakukan pelayanan yang professional. Pelayanan kesehatan adalah salah satu bentuk pelayanan yang sangat penting dikalangan masyarakat. Menurut Levely dan Loomba (2013: 87) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan penyembuhan serta pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit. Semua upaya dan kegiatan meningkatkan dan memulihkan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam mencapai masyarakat yang sehat. Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan derajat kebutuhan masyarakat (Consumer saticfaction) melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang juga akan memberikan kepuasan dalam harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (Provider satisfaction) dalam institusi pelayanan yang diselenggrakan secara efisien (Institusional satisfaction) (Wulandari, 2016: 43) Pelayanan kesehatan pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya–upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif), sehingga bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya Puskesmas atau Balai Kesehatan Masyarakat saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan (Sari, 2013: 91). Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 67 pasal 1 Ayat 12-15 menjelaskan mengenai beberapa jenis pelayanan kesehatan yaitu: a) Pelayanan Kesehatan Promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. b) Pelayanan Kesehatan Preventif Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. c) Pelayanan Kesehatan Kuratif Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. d) Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka Pelayanan kesehatan merupakan segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit. Semua upaya dan kegiatan meningkatkan dan memulihkan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam mencapai masyarakat yang sehat sehingga derajat kesehatan masyarakat meningkat sesuai yang diharapkan. Dalam instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.828/MENKES/VII/1999 tentang Pelaksanaan Pelayanan Prima Bidang Kesehatan, dijelaskan bahwa: Berdasarkan aspek – aspek kesederhanaan, kejelasan, kepribadian, keamanan, efisiensi, ekonomis, keadilan, ketepatan waktu, kebersihan, kinerja dan juga sikap perilaku, maka pelaksanaan pelayanan prima bidang kesehatan perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1) Mengupayakan paparan yang jelas melalui papan informasi atau petunjuk yang mudah dipahami dan diperoleh pada setiap tempat / lokasi pelayanan sesuai dengan kepentingannya menyangkut prosedur / tata cara pelayanan, pendaftaran,


Serli Daud 68 pengambilan sample atau hasil pemeriksaan, biaya / tarif pelayanan serta jadwal / waktu pelayanan. 2) Setiap aturan tentang prosedur / tata cara / petunjuk seperti yang tersebut diatas harus dilaksanakan secara tepat, konsisten, konsekuen sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. 3) Hak dan kewajiban pemberi atau penerima pelayanan diatur secara jelas setiap persyaratan yang diwajibkan dalam rangka menerima pelayanan harus mudah diperoleh dan berkaitan langsung dengan kepentingan pelayanan serta tidak menambah beban masyarakat penerima pelayanan. 4) Tersedia loket informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan yang mudah dilihat / dijumpai pada setiap tempat pelayanan. Saran yang masuk harus selalu dipantau dan dievaluasi, bila perlu diberi tanggapan atau tindak lanjut dalam rangka upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan. 5) Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwenang atau kompeten, mampu terampil dan professional sesuai spesifikasi tugasnya. Setiap pelaksanaan pemberian pelayanan dan hasilnya harus dapat menjamin perlindungan hukum dan dapat dijadikan alat bukti yang sah. 6) Selalu diupayakan untuk menciptakan pola pelayanan yang tepat sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan yang bersangkutan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaannya. 7) Biaya atau tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhitungkan kemampuan masyarakat. Hendaknya diupayakan untuk mengatur mekanisme pungutan biaya yang memudahkan pembayarannya dan tidak menimbulkan biaya tinggi. Pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan cermat, sehingga tidak terdapat titipan pungutan oleh instansi lain. 8) Pemberian pelayanan dilakukan secara tertib, teratur dan adil, tidak membedakan status social masyarakat. Cakupan / jangkauan pelayanan diupayakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata. 9) Kebersihan dan sanitasi lingkungan tempat dan fasilitas pelayanan harus selalu dijamin melalui pelaksanaan


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 69 pembersihan secara rutin dan penyediaan fasilitas pembuangan sampah / kotoran secukupnya sesuai dengan kepentingannya. 10) Selalu diupayakan agar petugas memberikan pelayanan dengan sikap ramah dan sopan serta berupaya meningkatkan kinerja pelayanan secara optimal dengan kemampuan pelayanan yang tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup. Pencapaian pelayanan prima bidang kesehatan akan selalu dipantau dan dievaluasi secara rutin dan berkala. Secara bertahap pelayanan prima harus dapat dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan yang ada dalam rangka menyongsong pencapaian Visi Indonesia Sehat Tahun 2010. Adapun stratifikasi pelayanan kesehatan menurut Notoadmodjo (2009:101) dapat dikelompokkan tiga macam yakni: 1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care). Pelayanan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Oleh karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang 80%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services), atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling dan balkesmas. 2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health service). Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D, dan memerlukan ketersediaan tenaga-tenaga spesialis. 3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services). Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah komplek, dan memerlukan tenagatenaga super spesialis. Dalam suatu sistem kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, namun berada dalam suatu sistem, dan saling berhubungan. Pelayanan kesehatan


Serli Daud 70 menurut Bustami (2011:16) sangat dipengaruhi oleh kualitas oleh sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat dan alat kesehatan, serta proses pemberian pelayanan. Oleh karena itu, peningkatan mutu faktor – faktor tersebut termasuk sumber daya manusia dan profesionalisme diperbolehkan agar pelayanan kesehatan yang bermutu dan pemerataan pelayanan kesehatan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Menurut Azrul Azwar dalam Bustami (2011:16) pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta diselenggarakan secara aman dan memuskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik. Dari batasan yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik, sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai. Pelayanan kesehatan, baik di puskesmas, rumah sakit atau institusi kesehatan lain, merupakan suatu system yang terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, saling tergantung, saling mempengaruhi antar satu dengan lainnya. Mutu pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit adalah produk terakhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek pelayanan. Dona bedian dalam Bustami (2011:17 )mengemukakan bahwa komponen pelayanan tersebut dapat terdiri dari masukan (input, disebut juga structure), proses, dan hasil (outcome). Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka mamperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relative sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside, 1989). Prioritas peningkatan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil,


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 71 pelayanan yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis non medis (Marajabessy, 2008). 1) Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan dalam ruangan rawat inap, adanya ruangan informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung ke rumah sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas komunikasi, suasana dan desain visual. 2) Meningkatkan biaya pelayanan kesehatan, sehingga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan. Yang dimaksud mempengaruhi kualitas pelayanan adalah dengan adanya biaya, maka fasilitas pelayanan kesehatan dapat lebih lengkap seperti, peralatan medis, dan ruang pelayanan. 3) Dukungan dari lingkungan sekitar : Masyarakat Pemerintah Penunjang pelayanan kesehatan lainnya Dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak lengkap apabila kita tidak didukung oleh suatu lembaga yang menaungi perawat apabila terjadi suatu hal yang tidak di inginkan. Untuk memotivasi seorang perawat, selain kesadaran dari orang itu sendiri, pada orang lain yang memberi motivasi karena dengan kehadiran orang lain akan semakin meningkatkan motivasi dalam diri perawat. 4) Menyadarkan bahwa masyarakat berhak mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan baik tanpa memandang serata sosial. Walaupun orang itu kaya, miskin kita sebagai perawat tidak membeda-bedakan, yang membuat pelayanan berbeda adalah seberapa parah penyakit yang diderita pasien, dalam hal ini kita sebagai perawat harus mampu mengutamakan mana yang lebih harus diutamakan. 5) Semakin meningkatnya standar pelayanan kesehatan. Dunia kesehatan semakin hari semakin meningkat, tidak di pungkiri


Serli Daud 72 pelayanan kesehatan pun dituntut untuk lebih memberikan pelayanan yang semakin bermutu. Misalnya: hak-hak pasien dalam mendapat pelayanan, cepat, dan tanggap. 6) Pelayanan perawatan adalah kebutuhan konsumen. Missal : pasien datang kerumah sakit atau pelayanan kesehatan mereka datang sebagai konsumen maka kita harus melayani mereka dengan baik. 7) Semakin hari jaman semakin dihadapkan dengan pengaruh budaya yang mempengaruhi cuaca,iklim dan kondisi sekitar yang tidak menentu dan hal tersebut semakin menambah kebutuhab kponsumen akan pelayanan perawatan. 8) Keperawatan sebagai profesi a. Suatu profesi memiliki cabang pengetahuan yang termasuk keterampilan, kemampuan, dan norma-norma. 35 b. Profesi sebagai keseluruhan memiliki kode etik dalam praktiknya. c. Profesi harus mampu menciptakan perawat professional yang berpendidikan. 9) Adanya standar praktik. Untuk menilai kualitas pelayanan keperawatan diperlukan standar praktik yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang diwujudkan dalam bentuk proses keperawatan baik dari pengkajian sampai evaluasi serta pendokumentasian asuhan keperawatan. 10) Asuhan keperawatan dengan pendokumentasian yang benar. Supaya keperawatan berkualitas maka perawat diharapkan bisa menerapkan asuhan keperawatan dengan pendokumentasian yang benar. Namun sering kali perawat belum maksimal dalam melaksanakan dokumentasi. Kelancaran pelaksanaan dokumentasi asuhan perawatan ditentukan oleh kepatuhan perawat dikarenakan asuhan keperawatan merupakan tugas perawat sebagai tenaga professional yang bekerja di rumah sakit selama 24 jam secara terus menerus yang dibagi dalam 3 shift, yaitu pagi, sore dan malam. Dengan porsi waktu yang cukup lama kontak dengan klien, makan perawat mempunyai andil yang cukup besar dalam melakukan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan. 11) Kepatuhan perawat adalah pelaku perawat sebagai seorang yang professional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau di taati. Kepatuhan


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 73 perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan diartikan sebagai ketaatan untuk melaksanakan 36 pendokumentasian asuhan perawatan sesuai prosedur tetap (protap) yang telah ditetapkan karena kesalahan sekecil apapun yang dilakukan seorang perawat akan berdampak terhadap citra keperawatan secara keseluruhan dan akan dimintai pertanggungjawaban dan tanggung gugat oleh konsumen. C. Pelayanan Prima Keperawatan elayanan perawat merupakan elemen utama Rumah Sakit dan unit – unit kesehatan agar bisa bertahan di area globalisasi.Adapun pelayanan kepada masyarakat tentunya telah ada suatu ketetapan tatalaksanya. Prosedur dan kewenangan sehingga penerima pelayanan puas dengan apa yang telah diterimanya. Pelayanan keperawatan adalah pelayanan keperawatan professional yang memiliki mutu,kualitas,bersifat efektif, efesien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang memuaskan pelayanan atau masyarakat, maka akan di maka untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi (Karunia, 2016: 12). Apabila Rumah Sakit tidak memperhatikan kualitas pelayanannyamaka akan ditinggalkan oleh pelanggannya yang menyebabkan kerugian bagi semua pihak baik petugas,pengelola atau pemilik Rumah Sakitsehingga tidak mendapatkan pendapatannya. Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu baik yang sakit maupun yang sehat, dari lahir hingga meninggal dalam bentuk pengetahuan, kemauan, dan kemampuan yang dimiliki. Sehingga individu tersebut dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan optimal (Yulianti, 2011: 8). Sedangkan pelayanan keperawatan professional dilaksanakan di berbagai tatanan pelayanan kesehatan, menjangkau seluruh golongan dan lapisan masyarakat yang memerlukan, baik di tatanan pelayanan kesehatan di masyarakat, maupun di tatanan pelayanan rumah sakit (Kusnanto, 2009, 54) Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat professional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi biopsiko-sosio-kultural dan spiritual yang P


Serli Daud 74 dapat ditunjuk pada individu dan masyarakat dalam rentang sehat, sakit. Tugas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil asuha keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan, berperan serta dalam melakukan penyuluhan (Martini, 2007). Menurut Hidayat (2008: 112) pelayanan keperawatan dalam pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan dasar & rujukan sehingga meningkatkan derajat kesehatan. Pada lingkup pelayanan rujukan, tugas perawat adalah memberikan askep pada ruang atau lingkup rujukannya, seperti: asuhan keperawatan anak, askep jiwa, askep medikal bedah, askep maternitas, askep gawat darurat, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan keperawatan dikembangkan bersifat berjenjang mulai dari keperawatan dasar sampai dengan keperawatan yang bersifat rumit atau spesialistik bahkan subspesialistik, disertai dengan sistem rujukan keperawatan sebagai bagian dari rujukan kesehatan yang efektif dan efisien. Pelayanan/asuhan keperawatan yang bersifat spesialistik, baik keperawatan klinik maupun keperawatan komunitas antara lain adalah keperawatan anak, keperawatan maternitas, keperawatan medical bedah, keperawatan jiwa, keperawatan gawat darurat, keperawatan keluarga, keperawatan gerontik, dan keperawatan komunitas. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dapat menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. Menurut penelitian Huber (dalam Kamaruzzaman, 2009: 32) bahwa sebanyak 90% pelayanan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang diberikan akan berdampak pada pasien sebagai penerima jasa layanan keperawatan. Dampak yang terjadi jika pelayanan keperawatan yang diberikan tidak baik yaitu pasien akan merasa enggan untuk kembali berobat ke rumah sakit tersebut. Pelayanan keperawatan adalah upaya yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, sebuah rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia dengan kualitas baik. Pelayanan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 75 diberikan oleh suatu tim tenaga kesehatan, seperti Dokter, Perawat dan Bidan. Tim keperawatan merupakan anggota tim garda depan yang menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara terus menerus. Bentuk pelayanan dan asuhan keperawatan seyogianya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan. Sehubungan dengan hal tersebut, tenaga keperawatan harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana, dan berkesinambungan (Aisyah, 2012: 39) Menurut Onny (dalam Akhtan, 2010) ada 5 aspek dari kualitas pelayanan perawatan prima yaitu: a) Aspek Penerimaan Aspek ini meliput sikap perawat yang selalu ramah, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu miliki minat terhadap seorang klien.. b) Aspek Perhatiaan Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan. Memiliki kepedulian terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasanpasien. c) Aspek Komunikasi Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bias melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat dan adanya hububgan yang baik dengan keluarga pasien. d) Aspek Kerjasama Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjsama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. e) Aspek Tanggung jawab Aspek ini meliputi sikap perawat yang dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten dan tepat dalam bertindak. Menurut Ghufran (2017: 2-5), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan prima adalah:


Serli Daud 76 a) Reliability (kehandalan) Kemampuan untuk memberikan pelayanan secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. b) Responsiveness (cepat tanggap) Kemampuan untuk membantu konsumen menyediakan pelayanan dengan cepat sesuai dengan keinginan. c) Assurance (jaminan) Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance. d) Emphaty (empati) Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen. e) Tangibles (kenyataan/berwujud) Penampilan fasilitas fisik, peralatan personal dan media komunikasi. f) Cost (biaya) perawatan yang mahal dan informasi yang terbatas yang dimiliki pasien dan keluarga tentang perawatan yang diterima dapat menjadi keluhan mereka. g) High Personal Contact (komunikasi Pemahaman penggunaan jasa tentang pelayanan yang akan diterimanya, dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting. Nursalam (2011: 45-48) mengemukakan bahwa keberhasilan pelayanan kegiatan menjamin kualitas pelayanan keperawatan prima di pengaruhi oleh berbagai faktor yakni: a) Faktor pengetahuan Pengetahuan merupan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap manisia umumnya di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dapat di ukur dengan wawancara atau angket terhadap responden tentang isi materi yang diukur. Dalam pengetahuan yang di ingin di ukur disesuaikan dengan tingkat pengetahuan kignitif. Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan penjamin mutu pelayanan keperawatan merupankan kegiatan penilai,memantauatau mengatur pelayanan yang berorentasi pada pasien. b) Faktor beban kerja Bekerja adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental.Beban kerja merupakan suatu kondisiatau keadaan yang memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 77 melakukan suata aktifitas.Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan tuntutan instusi kerja dalam pencapaian mutu pelayanan yang di harapkan.untuk itu perlu adanya pengorganisasaan kerja perawat yang tepat dan jelas. c) Faktor komunikasi Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan mengahantar suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam, 2012: 46). Komunikasi dalam praktek keperawatan profesional merupakan unsure utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Adapunfaktor faktor yang mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik antara lain: Pendidikan, lamanya kerja, pengetahuan, sikap, kondisi psikologi. Berdasarkan seluruh uraian tersebut maka pelayanan keperawatan prima merupakan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawata yang memberikan berdampak kepuasan pada pasien sebagai penerima jasa layanan keperawatan Beberapa modal dasar perawat dalam melaksanakan pelayanan prima (Tauchid, 2001): 1) Profesional dalam bidang tugasnya. Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap pekerjaan (Priharjo, 1995). 2) Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi. Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama (Gunarsa, 1995). 3) Memegang teguh etika profesi Asuhan keperawatan yang profesional sangat tergantung pada bagaimana perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga profesional berusaha memegang teguh etika profesi. 4) Mempunyai emosi yang stabil Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang masak, stabil dalam menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi


Serli Daud 78 dengan ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien. 5) Percaya Diri Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi kebutuhan pasien (Gunarsa, 1995). 6) Bersikap wajar Sikap yang wajar dan tidak dibuat-buat akan memberikan makna yang besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan keperawatan dan profesionalismenya. 7) Berpenampilan memadai Perawat dengan penampilan yang bersih, seragam yang bersih, dengan penampilan yang segar dalam melakukan tugas-tugas perawatan diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien (Gunarsa, 1995). Sarafino (1990) mengungkapkan bahwa pasien sering kali mendapatkan pengalaman negatif baik berupa perilaku perawat yang tergesa-gesa, tidak sensitif, kurang tanggap atau tidak mampu menjelaskan masalah-masalah medis. Untuk mengatasi hal tersebut dan mampu memberikan pelayanan prima kepada pasien, maka perawat perlu mengembangkan beberapa keterampilan diantaranya: 1) Komunikasi Efektif Dalam melaksanakan tugasnya, perawat senantiasa melakukan komunikasi dengan pasien. Oleh karena itu perawat dituntut untuk mampu melakukan komunikasi secara efektif agar pasien dapat menerima informasi yang diberikan oleh perawat dengan tepat. Selain dengan pasien, komunikasi juga dilakukan antar paramedis. Komunikasi yang baik antar paramedis tidak hanya memperbaiki pelayanan yang diterima pasien tetapi juga menjaga pasien dari bahaya potensial akibat salah komunikasi (Sarafino, 1990). 2) Mendengarkan Aktif Mendengarkan secara aktif mempunyai makna bahwa mendengar bukan untuk menjawab akan tetapi mendengar untuk mengerti dan memahami. Dengan demikian jika perawat dalam mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya, maka perawat akan dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan perawat terasa tepat dan benar bagi


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 79 pasien, karena ekspresi yang muncul baik verbal maupun non verbal dari perawat sesuai dengan keluhan dan kondisi pasien. 3) Empati Empati merupakan kemampuan dan kesediaan untuk mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien. Di dalam empati perawat diharapkan akan mengerti dunia pasien, alam pikiran pasien atau internal frame of reference. Di dalam empati perawat harus masuk ke dalam alur pemikiran dan perasaan pasien tanpa terbawa oleh pasien. Pelayanan prima merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan harus dipunyai oleh seorang perawat yang ideal, karena dalam pelayanan prima terkandung suatu aspek sosial yaitu suka melakukan tindakan sosial atau prosocial behavior tanpa harus ada penguat. Sampson (1976) menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan suatu tindakan yang ada pada diri seseorang untuk menolong dan menyelamatkan suatu objek yang meliputi perbuatan memberi sumbangan, berbagi rasa, pengalaman dan pengetahuan, bekerja sama, memberi, peduli dan memberi fasilitas untuk kesejahteraan orang lain. Dengan kata lain perilaku prososial merupakan perilaku yang dapat dirasakan oleh orang lain yaitu memberi manfaat dan keuntungan. Perawat profesional yang memberikan pelayanan sesuai dengan jiwa seperti tersebut tentunya akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan, yang pada akhirnya akan meningkatkan citra positif Rumah Sakit sebagai lembaga resmi yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Nuralita (2000) menemukan bahwa semakin baik persepsi pasien rawat inap terhadap pelayanan keperawatan di Rumah Sakit maka semakin rendah kecemasan yang dialaminya. Pelayanan prima yang diberikan perawat, seperti: mau mendengarkan keluhan pasien secara tuntas, penuh pengertian, penerimaan dan ketulusan serta empati akan sangat membantu proses kesembuhan pasien dan munculnya kesediaan pasien untuk bekerja sama dalam proses pengobatan, akibatnya perasaan cemas, takut dan depresi akan terkurangi dan akibat lebih lanjut berupa kesembuhan pasien menjadi lebih cepat tercapai. Pelayanan prima di Rumah Sakit melibatkan seluruh karyawan dari manajer puncak sampai ke pekarya. Para profesi


Serli Daud 80 yang meliputi berbagai bidang kedokteran atau kesehatan merupakan ujung tombak pelayanan di Rumah Sakit, yang tidak hanya dituntut profesional akan tetapi juga diharapkan peran serta aktifnya dalam manajemen Rumah Sakit termasuk manajemen mutu (Sunartini, 2000). Pelayanan prima di Rumah Sakit merupakan pelayanan yang bermutu tinggi yang diberikan pada pasien, berdasar standar kualitas tertentu untuk memenuhi bahkan melebihi kebutuhan dan harapan pasien, sehingga tercapai kepuasan pasien dan akan menyebabkan peningkatan kepercayaan pasien kepada Rumah Sakit. Pasien merupakan suatu aset yang terpenting di dalam pendapatan Rumah Sakit disamping obat-obatan atau jasa yang lain. Sebagai suatu organisasi, Rumah Sakit mempunyai pelanggan atau pasien yang merupakan salah satu nafas dalam organisasi. Dengan demikian perencanaan harus dibuat sedemikian rupa dalam rangka untuk mendapatkan dan memelihara pelanggan atau pasien. Bahkan dalam suatu organisasi, setiap pelaku organisasi harus tahu dan mengenal siapa pelanggannya, apa yang dibutuhkan dan apakah pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggan, memberikan kepuasaan dan manfaat yang besar. Citra organisasi di mata pelanggan akan sangat tergantung pada pelayanan yang telah diberikan. Pelayanan yang baik merupakan kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang bersifat jasa (Muslimah, 2001). Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat atas haknya untuk mendapatkan pelayanan publik, maka Rumah Sakit dalam satu sisi sebagai organisasi pelayanan publik harus memberikan pelayanan yang bermutu, cepat dan profesional. Dengan demikian Rumah Sakit harus sudah berorientasi bahwa pasien adalah titik sentral. Rumah Sakit sebagai organisasi apabila konsisten dalam melaksanakan pelayanan prima akan menjadi pemenang dalam persaingan (Muslimah, 2001). Rumah Sakit akan mendapatkan loyalitas pelanggan atau pasien yang terus menerus secara berkesinambungan, bila pelayanan yang diberikan dirasakan prima. Rumah Sakit tidak perlu menghabiskan uang untuk melakukan promosi atau pemasaran, karena pelanggan atau pasien akan menyebarluaskan hal-hal yang baik mengenai pelayanannya.


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 81 Menurut penelitian jika Rumah Sakit memuaskan satu pelanggan maka pelanggan tersebut akan bercerita kepada empat orang. Akan tetapi jika Rumah Sakit mengecewakan atau mengabaikan pelanggan atau pasien, maka pasien tersebut akan bercerita kepada sepuluh orang.(Muslimah, 2001). Ilmu psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dapat diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya di bidang pelayanan kesehatan baik di Rumah Sakit Umum maupun di tempat pelayanan kesehatan yang lainnya. Banyak penelitian perilaku yang telah dilakukan secara empirik baik di luar negeri maupun di dalam negeri, akan tetapi dalam penerapannya sering hanya mengacu pada penelitian luar negeri, tanpa mengacu pada penelitian yang sifatnya lokal, sehingga sering dalam penerapannya tidak cocok. Oleh karena itu supaya terjadi keterpaduan dan kecocokan antara hasil penelitian empirik dan penerapannya, maka pelayanan prima ini dapat diwujudkan dalam bentuk pelatihan yang dilatihkan kepada perawat yang sebelum dan sesudahnya diukur kemampuannya dalam memberikan pelayanan. D. Latihan 1. Kesetiaan pelanggan dapat tercipta karena mereka memperoleh…. A. Layanan penjualan B. Layanan apa adanya C. Layanan prima * D. Layanan yang unik E. Mendapatkan umpan balik 2. Pihak yang bertanggung jawab memberikan pelayanan prima kepada pelanggan adalah …. A. Direktur B. Manajer C. Direktur dan manejer D. Karyawan E. Seluruh karyawan beserta pimpinannya * 3. Berikut cara menemui dan memengaruhi calon pasien, kecuali…. A. Dengan perantara surat B. Dengan perantara telepon C. Pendekatan terhadap calon pelanggan


Serli Daud 82 D. Datang dengan perantara orang lain * E. Data sendiri dengan memperkenalankan diri 4. Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan …. A. Biasa saja B. Bersikap tenang C. Tersenyum D. Melakukan komplain * E. menggerutu 5. Berikut ini faktor-faktor akibat kurang memerhatikan pelanggan, kecuali…. A. Ketidakpuasan pelanggan B. Hilangnya penjualan C. Munculnya potensi konflik D. Kehilangan bisnis potensi di masa mendatang E. Menghasilkan penghargaan pelanggan * 6. Berikut ini hal yang menyebabkan rumah sakit kehilangan pasien, kecuali …. A. Harganya tinggi B. Pelayanan kurng baik C. Pelayanan prima * D. Tempat usaha yang tidak nyaman E. Produknya kurang dapat diandalkan 7. Salah satu cara untuk memberikan penghargaan kepada pelanggan adalah …. A. Menceritakan hal yang menarik B. Memberikan imbalan * C. Memberikan pernak-pernik hadiah D. Menyediakan informasi E. Memberikan pengertian


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 83 BAB 4 Penutup erawat di samping kodratnya sebagai mahluk individu dan mahluk sosial , diapun sebagai mahluk profesi memerlukan tenaga skil di bidangnya, khususnya di bidang keperawatan. Perawat harus mampu menjalankan segala tahapan dalam komunikasi terapeutik yang meliputi tahap awal, lanjutan dan terminasi. Mengingat teknologi kedokteran akhir-akhir ini semakin pesat, senantiasa pula mempengaruhi perkembangan profesi keperawatan itu sendiri. Perawat dituntut untuk lebih mengutamakan pelayanan paripurna terhadap pasien, terutama dalam memenuhi kebutuhan pasien. Hubungan yang baik ini akan lebih baik lagi bila perawat dapat meningkatkan pengetahuannya dalam komunikasi khususnya komunikasi terapeutik yang sesuai dengan tuntutan jaman P


Serli Daud 84 Daftar Pustaka ACSQHC. 2011. Open Disclosure Standard. Australian Commission for Safety and Quality inHealth Care. Australia. Adams, Taylor. 2012. Systems Analysis of Clinical Incidents. London: The London protocol. Clinical Safety Research Unit. Adhani, Rosihan. 2014. Etika Dan Komunikasi (Dokter-PasienMahasiswa). KalimantanSelatan: PT. Grafika Wangi Kalimantan. Afnuhazi. 2015. Komunikasi Teraupetik Dalam Keperawatan Jiwa. Jatirejo: GosyenPublishing. Ali, Zaidin. 2011. Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat Dan Promosi Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media. Andrew. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Erlangga. APSEF. 2011. Safety and Quality Council. The Australian Council for Safety and Quality inHealthcare, Commonwealth of Australia. Australia. Arifin, Anwar. 1994. Strategi Komunikasi. Bandung: Bandung Armico. Atkin. 2010. Communication Campaigns. New York: Sage Publications. Backer. 1992. Designing Health Communication Campaigns: What Works? Newbury Park:Sage Publications. Baranowski. 2008. “Playing for Real: Video Games and Stories for Health-Related BehaviorChange.” American Journal of Preventive Medicine 34(1):74–82. Burns. 2011. The Practice of Nursing Research: Conduct, Critique an Utilization,. Edition 4. Philadelphia: W.B Saunders Company. Cangara. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Cassell, Michael m. 1998. “Health Communication on the Internet: An Effective Channel forHealth Behavior Change?” Journal of Health Communication 3(1):71–79.


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 85 DeVito, Joseph A. 2008. Interpersonal Messages Communication and Relationship Skills. Boston: Pearson Educations. Effendy, Onong Uchana. 1984. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek. Bandung: RemedjaKarya. Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Handajani, Sih Rini. 2016a. Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: KementerianKesehatan RI. Handajani, Sih Rini. 2016b. Praktikum Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan. DKI Jakarta:Kementerian Kesehatan RI. Hardjana, Agus M. 2003. Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal. Jakarta: Karnisius. Irvine, Donald. 2003. The Doctor Tale. Professionalism and Public Trust. California:Radcliffe Medical Press. Joint Commision International (JCI). 2017. JCI Accreditation Standards for Hospitals. Switzerland. KARS. 2012. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety IncidentReport). Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Kurikulum Dan Modul Pelatihan Teknis TentangPengelolaan Advokasi Kesehatan. Jakarta. Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, Dan Konteks. Bandung: WidyaPadjadjaran. Kurtz. 1998. Teaching and Learning Communication Skills in Medicine. Oxon: RadcliffeMedical Press. Liliweri, A. 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maibach. 1995. Designing Health Messages: Approaches from Communication Theory and Public Health Practice. Thousand Oaks, California: Sage Publications. Maulana, Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Mc Kee. 2004. Strategic Communication in the HIV/A IDS Epidemic. Thousand Oaks: SAGEPublications. Mulyana, D. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar Remaja. Bandung: Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2007. Imu


Serli Daud 86 Komunikasi Suatu Pengantar. Yogjakarta.: Pustaka Pelajar. Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: GrahaIlmu. Musliha, S. 2011. Komunikasi Keperawatan. Yogjakarta.: Nuha Medika. Natsir, A. 2011. Komunikasi Dalam Keperawatan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: SalembaMedika. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Cetakan ke. Jakarta: RinekaCipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2017. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. Jakarta: RinekaCipta. Nursalam. 2012. Manajemen Keperawatan. 4th ed. Jakarta: Erlangga. Permanente. 2011. SBAR Technique For Communication: A Situaational Briefing Model. Colorado: USA: Evergreen. Perry. 2020. Nursing Interventions and Clinical Skills. China: Elsevier. Pieter. 2017. Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat. Jakarta: Kencana. Portnoy. 2008. “Computer-Delivered Interventions for Health Promotion and Behavioral Risk Reduction: A Meta-Analysis of 75 Randomized Controlled Trials, 1988–2007.” Preventive Medicine 47(1):3–16. Potter, P.A., & Perry, A. 2005. Buku Ajar Fundamental: Konsep, Proses Dan Praktik. EGC. edited by Editor Moica Ester Dkk. Jakarta. Potter. 1985. Fundamental of Nursing. St. Louis: Mosby Company. Purwanto. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC. Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rice. 2001. The Internet and Health Communication: Expectations and Experiences. Thousand Oaks, California: Sage Publications. Roger, B. Ellis. 2000. Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Rogers, Everett M. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth Edit. New York: Simon & Schuster Publisher. Schiavo. 2014. Health Communication From Theory To Practice Second Edition. SanFrancisco: Jossey-Bass AWiley.


Pendidikan dan Pelatihan Kompetensi Perawat 87 Simamora. 2018. Buku Ajar Keselamatan Pasien Melalui Timbang Terima Pasien BerbasisKomunikasi Efektif: SBAR. Medan: USU Press. Singhal. 2004. Entertainment-Education and Social Change: History, Research, and Practice. Mahwah: Lawrence Erlbaum. Siregar, Putra Apriadi. 2020. Promosi Kesehatan Lanjutan Dalam Teori Dan Aplikasi. EdisiPert. Jakarta: PT. Kencana. Skinner, B. F. 1996. Science and Human Behaviour. New York: McMillan.Stewart. 2000. Human Communication. Bandung: Remaja Rosdakarya. Stuard. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Suryani. 2006. Komunikasi Terapeutik : Teori Dan Praktik. Jakarta: Balai Penerbit. EGC. Syarah. 2014. “Peran Komunikasi Kesehatan Pada Kalangan Masyarakat Miskin.” Makara HubsAsia 18(2):149–58. Tamsuri. 2006. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Teguh, Meinanda. 1981. Pengantar Ilmu Komunikasi Dan Jurnalisitk. Bandung: Armico. Tyastuti. 2010. Komunikasi Dan Konseling Dalam Pelayanan Kebidanan. Yogjakarta.:Fitramaya. Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Wardani. 2005. Dasar-Dasar Komunikasi Dan Keterampilan Dasar Mengajar. Jakarta: PAU-DIKTI DIKNAS. Webb. 2010. “Using the Internet to Promote Health Behavior Change: A Systematic Review and Meta-Analysis of the Impact of Theoretical Basis, Use of Behavior Change Techniques, and Mode of Delivery on Efficacy.” Journal of Medical Internet Research 12(1):1–10. Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Wiryanto. 2004. Teori Komunikasi Massa. Malang: Gramedia Widiaswara. Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.World Health Organization ( WHO). 2010. Framework for Action on Interprofessional


Serli Daud 88 Education & Collaborative Practice. Switzerland. Zainal, Muh. 2018. “Advocacy Implementation, Communication, Social Mobilization In TheHealth Development Program [A Theoretical Review].” Jurnal PERSPEKTIF Komunikasi 1(3):1– 10.


Click to View FlipBook Version